Sorry for the extreme delay updates…

Cuplikan singkat last episode.

.

.

.

.

.

"Dia menceraikanku … Dia b-bilang, dia akan menandatangani surat cerai kalau aku memintanya."

"Kalau kau memintanya, kan?" tanya Teuchi sambil tersenyum hangat. "Apa kau memintanya?"

Tidak.

.

.

.

.

.

.

"Lelaki tak suka apa yang ia harusnya ia miliki menjadi milik orang lain, Ino-chan…" Ino mengangkat wajahnya. Dilihatnya sang ibu menatap matanya yang entah sejak kapan telah bergenang air mata. Genggaman tangan sang ibu mengerat di ruas-ruas jarinya. "Dan sebagai pihak wanita, kita harus menyadari apa yang pasangan kita harapkan. Mereka tak mau berbagi, Ino-chan…. Sama seperti kita, kita tak ingin lelaki yang mencintai kita membagi perasaannya, bukan?"

.

.

.

.

.

.

Saat malam itu Naruto mengatakan bahwa ia cantik—padahal belum sehari keduanya saling mengenal.

Saat Naruto mencuri ciumannya di depan kedua mertuanya.

Saat Naruto mencibirnya namun tetap menata barang bawaannya—pakaiannya—ke dalam lemari saat ia pertama menginjakkan kaki di rumah Namikaze.

Saat keduanya bersandiwara sebagai pasangan yang harmonis di hadapan orang tua mereka bahkan bersandiwara di depan teman-teman mereka—hingga melibatkan
Konohamaru.

Saat para orang tua memaksa keduanya berdansa di sela acara makan malam.

Saat Naruto mengucapkan padanya—yang saat itu berpura-pura tidur—bahwa Sakura adalah gadis paling cantik yang pernah ditemuinya.

Saat Naruto dengan mudahnya bangun ketika Sakura membelai pipinya di tengah latihan drama di kelas.

Saat Naruto tertegun dan membuatnya kesal karena tak kunjung menolak gadis tamu pesta dansa—yang saat itu diperankan Sakura—dan malah memandanginya di atas panggung.

Saat Naruto membuatnya cemburu melalui Hinata.

Saat Naruto memohon padanya agar tak mematahkan hatinya yang digenggam oleh Sakura di bawah langit yang bersinar karena kembang api pada malam festival.

Saat sore itu Naruto membuatnya mendapat hukuman dari Miss Anko—yang berakhir dengan ciuman di gudang alat basket.

Dada Sakura bergetar, tiap ingat betapa banyak pemuda itu mengatakan bahwa ia mencintainya. Saat pemuda itu memeluk tubuhnya, menciumnya, melindunginya dengan cara yang kekanakan.

Naruto.

.

.

.

.

.

"Hei, tubuhmu masih panas. Aku jadi ingat saat kita ada di kamar yang sama setahun lalu. Saat itu kau mabuk dan tubuhmu benar-benar panas seperti saat ini. Kau benar-benar tak kuat sake, tapi aku bersyukur, Shikamaru. Karena kalau kau tak kembali duluan malam itu, aku tak mungkin masuk ke dalam kamarmu kan?"

Ino benar-benar mengingatnya. Bagaimana menyebalkannya Shikamaru saat mereka pertama kali bertemu. Pemuda itu seenaknya naik ke dalam taksi yang harusnya ia tumpangi dengan Sakura. Shikamaru juga seenaknya saja tak mau bertanggung jawab saat permen milik Ino terjatuh di festival musim panas setahun lalu. Pemuda itu juga sangat cuek—membiarkan Ino mengangkut tas-tasnya yang begitu banyak untuk diangkut masuk ke dalam rumah saat ia pertama kali masuk ke dalam rumah kediaman keluarga Nara.

Shikamaru juga banyak merepotkannya. Ia rela membeli guling ukuran besar untuk Shikamaru tapi ia tak mau menggunakannya. Ino juga ingat saat Shikamaru dengan polosnya mimisan saat melihatnya yang hampir saja telanjang di kamar mandi.

"Aku rindu padamu, Shikamaru. Aku ingin mendengarmu mengucapkan 'mendokusai' padaku," bisik Ino pelan. "Aku ingin mendengarmu bicara…. Kumohon bangunlah."

Ino merindukannya. Masih lekat di ingatannya saat ia marah pada Shikamaru namun pemuda itu mendatanginya di rumah kaca, mengecup bibirnya di tengah lautan kunang-kunang. Ketika Shikamaru meyakinkannya bahwa ia telah mengakhiri hubungannya dengan Temari.

Ino mencintainya… Entah sejak kapan Sai menjadi pihak yang berperan sebagai pelariannya sementara Shikamaru menjadi sosok yang dicintainya.

"Kau memilihku dibandingkan Temari, Shikamaru. Aku memilihmu sekarang. Kumohon…"

"…"

"… Maafkan aku, Shikamaru. Maaf."

.

.

.

.

.

.

"Kalau kau marah padaku bilang saja! Jangan lari dariku, Kau Pengecut, Naruto!"

Naruto terdiam. Apa tadi Sakura bilang? Ia pengecut? Lalu Sakura apa?

"Aku memang bukan perempuan yang baik untukmu. Aku kekanakan, aku kasar, aku tak bisa memahami apa maksudmu dengan cepat. Aku selalu memukulmu, aku menghancurkan perasaanmu, aku tahu semua itu!" teriak Sakura kesal. "Kau tak perlu bersikap seperti itu kalau tujuanmu untuk mengingatkanku betapa buruknya aku, Naruto!"

"Sakura, kau—"

Sakura mulai sesenggukan. Ia mengatur napasnya baik-baik. Tatapan matanya tak lagi kesal seperti beberapa saat lalu. Ia lelah. Ia ingin Naruto mengerti kali ini. Berkorban sekali lagi dengan memahaminya terlebih dahulu bukan hal yang sulit kan? "Kau memang menyebalkan, Naruto…" gumamnya. "Aku tak perlu berusaha menjadi sempurna tiap bersamamu, Naruto. Aku ingin selalu bisa tertawa, marah, bersikap seenaknya kalau memang waktunya. Aku membutuhkan seseorang yang mau menerima semua itu," ungkap Sakura.

"Sakura, kau—"

"Aku minta maaf, Naruto…. Aku minta maaf." Sakura meneriakkannya dengan nyaring.

"Aku membutuhkanmu, Bodoh…."

.

.

.

.

.

.

"Aku minta maaf padamu juga…."

"Kau menyebalkan, Shikamaru," ujar Ino setengah kesal. "Tapi aku memang mencintaimu…."

"Jadi kau tetap menjadi istriku?"

Ino terkikik singkat dan mencium pemuda itu, "Aku memang istrimu, Nara…."

.

.

.

.

.

.

"Kau benar-benar… mesum!" pekik Sakura saat Naruto mengangkat tubuhnya—tetap dalam pelukannya.

"Terima kasih pujiannya, Sakura-chan." Naruto tertawa nyaring sembari mengecup dahi Sakura. "Aku mencintaimu, Namikaze Sakura…."

Sakura menjawabnya dengan ciuman. "I love you, most."

.

.

.

.

.

.

DISCLAIMER: I DO NOT OWN NARUTO. All publicly recognizable Naruto characters, settings, etc. are the property of Masashi Kishimoto and Shueisha Inc. I also do not own all the credits. No money is being made from this work. No copyright infringement is intended.

Warning (s): Epilouge, Full of OC, Rush, Jump-timeline, High School, Major Romance, Slight songfic (as soundtrack, don't try this at your own fic), OOC-ness, etcetera.

.

.

.

.

.

WE ARE MARRY (-ied) NOW:

First Published 22 May 2010 – Total Completed 23 May 2012

.

.

.

Epilogue.

.

.

.

Konohamaru terdiam menatap isi piringnya. Ia memilih menunduk sembari mengunyah diam menu makan siangnya. Sedikit banyak, ia menghindari tatapan mata—atau kemungkinan terburuknya, pertanyaan—yang mungkin akan dilontarkan Kushina dan Minato, kedua orang tuanya. Konohamaru menengguk jus jeruknya perlahan, mencoba membasahi tenggorokannya.

"Kenapa?"

Konohamaru melirik ke arah Kushina.

"Ada yang salah dengan ika-nya? Terlalu pedas?"

Buru-buru Konohamaru menggeleng kuat. "T-tidak! Cuminya sudah mantap!" Konohamaru mengacungkan jempolnya, tertawa—kikuk.

Kushina menyipitkan mata.

Dan Minato tertawa kecil.

Sedikit banyak, lelaki itu sebenarnya menertawakan istrinya yang sama sekali tak peka. Kushina perlahan merasa bahwa suaminya itu tertawa padanya. Perempuan berambut panjang itu memicingkan matanya, memandang Minato dengan pandangan meminta penjelasan. Merasakan firasat tak enak, Minato segera meletakkan sumpitnya dan mengangkat tangannya.

"Apa yang kau tertawakan, Minato-kun?" sindir Kushina.

Merasa tenggorokannya ikut haus, Minato menenggak cepat teh hijau miliknya. "Tidak ada."

Mata Kushina masih menyipit.

"Um, maaf, Kaa-chan, Tou-san, maaf kalau aku membuat suasana jadi tak enak. Ini … aku hanya … um—"

"Jangan mengkhawatirkan kakakmu." Minato tersenyum simpul sembari menatap Konohamaru.

Kushina mendesah keras. "Anak ini. Sudah kubilang berapa kali dalam sehari ini, hah, berhenti khawatir berlebihan."

Konohamaru meletakkan sumpitnya di samping mangkuk miliknya di atas meja. "Habisnya, kalian tak melihat kondisi Sakura-nee dua hari lalu. Dia kacau sekali. Nii-chan juga. Ia lebih parah. Aku hanya khawatir kalau mereka tak menyelesaikan permasalahannya dengan baik. Nii-chan menghilang, dan Sakura-nee tak pulang semalam."

Kushina memijit keningnya.

"Apalagi, Nii-chan terkadang benar-benar … baka."

Minato tertawa kali ini.

"Kalau saja ia melihat kondisi Sakura-nee saat menangis, aku yakin ia pasti akan menyesal sampai mati."

Kushina memukulkan sumpitnya ke kepala Konohamaru. "Sakura menghilang karena mencari Naruto. Ia akan minta maaf pada Naruto. Berapa kali harus kubilang, Naruto mungkin agak bodoh sepertiku dulu, tapi ia seseorang yang pemaaf seperti ayahmu."

Konohamaru melirik ayahnya.

"Dan meski Sakura sedikit keras kepala dan memiliki gengsi tinggi sepertiku, tapi kurasa ia cukup pintar seperti Minato. Ia pasti bisa mengatasi semuanya dengan lancar."

Kushina tertawa ketika Minato menggaruk pipinya kikuk—Kushina bukan seseorang yang dengan mudah memujinya.

Ting.

Minato merogoh saku kemejanya, meraih telepon genggamnya.

Kushina memukulkan batang sumpitnya ke punggung tangan Minato. "Kau lupa dengan peraturan tak boleh memegang handphone di meja makan?"

Minato tertawa. "Email dari Jiraiya. Ada berita dari Orochimaru."

Tertarik, Kushina segera melongok layar telepon genggam suaminya. Dengan cepat perempuan itu menatap Konohamaru. "Sebaiknya kau segera ke depan."

"Hah? Ada ap—"

Ting tong.

Kushina dan Minato hanya melempar senyum. Konohamaru mengenal senyum itu. Ia segera bangkit dan berlari ke arah pintu depan tiga detik setelah bel pintu berbunyi barusan.

Pintu terbuka.

Kedua mata Konohamaru melebar.

"Bisa bantu mengangkut tas Sakura-chan dan mantelnya dari dalam taksi?"

"Nii…."

Di hadapannya, Naruto tersenyum lebar. Di punggungnya, Sakura tertidur pulas dengan kedua lengan memeluk bahu Naruto. "Ummm…." Suara gumaman Sakura terdengar pelan ketika ia bergerak—mengingau.

"K-kalian—"

"Akhirnya pulang juga," sahut Kushina diikuti langkah Minato di belakangnya. "Kau membawanya pulang ke rumah ini."

"Tentu saja, Ibu. Mana mungkin aku mengantarkan istriku pulang ke rumah kedua orang tuanya?" Naruto tertawa pelan—berusaha tak bergerak banyak agar Sakura tak terbangun. "Ia sedikit kelelahan. Yah, mungkin sangat kelelahan. Aku membuatnya terjaga semalaman."

Konohamaru menggerutu. Pemuda itu segera berlari ke gerbang rumah—menghampiri taksi di sana sambil menggumamkan sesuatu yang terdengar seperti 'ero-nii'.

"Selamat datang, Naruto, Sakura-chan," ujar Minato pelan sembari menyentuh dahi Naruto—mengacak poni pirang putranya.

"Aku pulang!"

.

.

.

.

.

Tok tok.

"Ino?"

"Um, iya, Ibu?"

Yoshino mengerutkan keningnya. Ditatapnya kepala Ino menyembul dari balik pintu kamar yang masih tertutup. "Sudah sore. Sebentar lagi kalian harus turun makan malam."

"Err, baiklah, aku akan menyusul ke bawah … nanti."

"Tidak sekarang saja?"

"A-aku mau ganti pakaian … dulu."

Yoshino menatap mata Ino heran. "Mukamu pucat. Apa kau juga demam?"

"Tidak, tidak kok, hahaha." Ino tertawa—kali ini dengan nada suara yang jauh lebih kikuk.

"Bagaimana si Pemalas itu? Apa ia sudah enakan? Atau kalian mau makanannya diantar saja ke kamar?"

"Tidak perlu. Ibu tak perlu repot-repot."

Dua detik, Ino tak bergerak, dan Yoshino memilih untuk menghentikan pertanyaannya. Menantunya itu masih diam di posisi yang sama—tubuh di balik pintu kamar, hanya sebuah kepala pirang yang menyembul menyambutnya.

"Kau benar-benar yakin tak ada ap—"

Terdengar suara menguap dari dalam kamar yang cukup yakin. Shikamaru—Yoshino yakin sekali.

Belum sempat Yoshino memanggil nama putranya, sebuah kepala nanas ikut menyembul di pintu—tepat di atas kepala Ino. "Ibu?"

"Kau sudah baikan, Shikamaru?"

Shikamaru hanya menatap ibunya dengan mata sayu. "Ada apa?"

"Hanya ingin memanggil kalian berdua untuk … turun." Yoshino menelan ludah pelan, bingung dengan 'sambutan' putra dan menantunya. "Apa kalian baik-baik saja?" tanya Yoshino bingung.

Ditatapnya wajah Ino yang malah memerah saat mendadak ia merasakan kecupan singkat Shikamaru di atas kepala pirangnya.

"Aku sudah punya makan malam sendiri."

Wajah Ino merona padam. Seketika dua kepala yang menyembul di pintu itu hilang ditelan debaman pintu kamar. Ino berbalik cepat, melangkah ke tempat tidur sembari berjingkat—berusaha agar kakinya tak terjerat oleh selimut yang membungkus tubuhnya.

Sayup-sayup, pasangan itu mendengar suara keluhan Yoshino dari luar. "Anak zaman sekarang, tak bisakah menunggu sampai nanti malam?"

Ino menutupi wajahnya dengan kedua belah telapak tangannya. "Shika, kau memalukan sekali. Kenapa berkata seperti itu pada ibu?"

Shikamaru menggerutu.

"Hei, Pemalas, awas kalau Ino tertular flumu!" teriak Hoshino dari luar.

"Tenang saja, Bu. Kalau Ino sakit, kupastikan itu bukan karena flu."

Suara derap langkah Yoshino terdengar menjauh. Ino menoleh pelan ke belakang, menatap Shikamaru menggaruk lehernya sendiri—ada bekas kemerahan di sana, hadiah dari Ino.

"Dasar mesum."

Shikamaru mesum? Sebuah keajaiban dunia. Tapi memiliki istri seperti Ino, lelaki mana yang tidak?

"Mendokusai."

Pemuda itu menarik pergelangan tangan Ino, menyeretnya lagi ke atas ranjang.

.

.

.

.

.

Saat Sakura membuka kedua matanya dan menguap pelan, ia bisa menangkap iris biru safir tengah menatapnya. Dari kornea mata sang pemuda pirang, ia bisa menangkap pantulan warna langit senja dari jendela yang membelakangi punggungnya. Sakura terdiam beberapa detik.

Naruto bergeming, hanya memandanginya tak henti dengan bibir tersenyum dan pipi bersemu kemerahan.

"Ada … yang salah di wajahku?" bisik Sakura.

"Tidak, hanya ingin mengagumimu saja, Sakura-chan."

Setelahnya, Naruto tak bersuara lagi.

Sakura makin kikuk. Tanpa ia sadari, pipinya kembali memanas. Gadis itu melorot. Kepalanya tenggelam ke dalam selimut. Mata Naruto melebar, bingung karena Sakura menutupi kepalanya.

"S-Sakura-chan? Kau sedang apa?"

"Tidur."

Naruto mencoba menarik selimut agar bisa menatap lagi wajah Sakura. "Kenapa bersembunyi?"

"Karena kau terus memandangiku seperti itu."

"Memangnya kenapa kalau aku memandangimu?"

Perlahan Sakura bergerak, sedikit kepalanya mencuat dari dalam selimut—hingga akhirnya kedua matanya terlihat. "Kau terlihat seperti … seperti ingin memakanku hidup-hidup."

Wajah Naruto sontak merah padam mendengar suara pelan Sakura barusan. Sebenarnya ia ingin tertawa. Tapi wajahnya justru makin memanas. "K-kenapa kau berpikiran seperti itu, Sakura-chan. Aku tahu kau … masih lelah, mungkin?"

Sakura mendengus dari dalam selimut.

Kali ini Naruto benar-benar tertawa.

Sakura mendengus. Tentu saja ia berpikir demikian. Naruto kan … sangat mesum. Sakura menarik selimutnya. Ia cemberut menatap Naruto tertawa. Kesal, Sakura mengetukkan buku-buku jari tangannya di dahi Naruto.

"Aw!"

Sakura memicingkan matanya. "Baka!"

"Tapi … itu bukan ide yang buruk, eh?" goda Naruto. Dengan cepat, Naruto meraih jemari Sakura yang masih berusaha memukul kepalanya.

"Baka, baka, ero-baka!"

Naruto tertawa.

"Aku mau telepon Ino-pig!"

"Nanti saja~" rayu Naruto.

"Aku m-mau tahu keadaannya!" Sakura gelagapan saat Naruto bersiap menyerangnya.

Dengan kecupan singkat di pipi Sakura, Naruto berbisik, "Tadi Konohamaru bercerita padaku, kalau Ino sudah pulang dengan Shikamaru. Dan kau tahu, tidak? Konohamaru bilang ia mendengar suara berisik saat ia naik ke loteng kanan rumah. Kau tahu, kan? Itu berasal kamar Shikamaru."

Wajah Sakura merona.

Dasar Ino-pig, tak pernah bisa untuk tak berteriak.

"Jadi?" tanya Naruto sambil mengecup lagi pipi Sakura.

"Um, aku mau telepon … Kaa-san?"

Alasan lagi.

Naruto tertawa kali ini. Ia berangsur mendekat di telinga Sakura, "Mari kita anggap … aku menyembunyikan handphone milikmu sampai urusan kita … selesai."

.

.

.

.

.

Seminggu setelahnya, keadaan di sekolah membaik. Keempat murid itu telah melalui masa-masa terberat pernikahan mereka—yang awalnya hanyalah sebuah kecelakaan belaka. Pada akhir minggu, keluarga besar keempat murid itu kembali mengadakan acara makan malam bersama di restoran milik Jiraiya. Kali ini, Orochimaru, Tobi, dan Kabuto juga ikut serta bergabung.

Acara makan malam itu terlihat justru seperti sebuah nostalgia. Hal-hal di luar dugaan yang terjadi setahun lalu di Okinawa justru dijelaskan lagi oleh Orochimaru. Tentu saja, kesalahan saat menikahkan Naruto dengan Sakura, juga Shikamaru dengan Ino juga dibahas—awalnya pasangan itu benar-benar tertukar.

Namun khusus saat ini, Naruto dan Shikamaru justru bersyukur karena pasangan mereka tertukar. Naruto tak bisa membayangkan ia harus menikah dengan Ino, dan Shikamaru juga merasa ngeri sendiri membayangkan memiliki istri seperti Sakura.

Setidaknya, bagi Naruto, Sakura benar-benar menjadi seseorang yang berperan besar mengatur perilakunya yang terkadang berantakan. Sementara Shikamaru? Pemuda itu hanya bisa bersyukur dengan semua kerepotan yang ia alami. Ino senang berbicara panjang lebar, dan ia tak keberatan untuk mendengarkannya.

Sakura dan Ino? Apa yang lebih baik dari memiliki suami yang sangat mencintai mereka?

Kabuto menjelaskan kalkulasinya soal sake yang ia hidangkan setahun lalu, dan Tobi sibuk membahas persiapan pernikahan dadakan setelah menculik keempat remaja yang sedang mabuk kala itu.

Orang tua mereka hanya tertawa.

Sakura dan Ino menggelengkan kepalanya, sembari tersenyum simpul saat mengingatnya.

Sakura menatap cincin pernikahannya yang berkilau di jemarinya. Sedetik, sebuah tangan ikut menggenggamnya. Sakura menoleh dan mendapati cengiran Naruto menyambutnya.

Ino melirik Shikamaru yang menatapnya baik-baik. "Ada apa?" tanyanya.

"Sebentar lagi ujian."

"Sebaiknya kalian berempat bersiap belajar keras untuk ujian kelulusan," sahut Tsunade.

"Aku akan minta ajari Sakura-chan!" ujar Naruto bersemangat.

"Sebaiknya kalian belajar bersama saja," ujar Shikaku santai.

"Eh?" Ino menoleh, "Kenapa?"

"Memangnya kalau kalian belajar dengan pasangan masing-masing, kalian bisa menjamin kalau kalian bisa belajar dengan baik?" sahut Minato sembari tertawa kecil.

"Ayah payah," cibir Naruto.

Jiraiya tertawa. Lelaki itu berdiri menghampiri para pemain band, lalu meraih mic di atas panggung kecil di sisi samping VIP hall restoran.

"Malam yang menyenangkan. Semoga semua pengunjung restoran merasa senang berada di restoran ini malam ini."

Sebagian besar pengunjung menoleh pada Jiraiya.

"Mungkin ada yang ingin berdansa?" tawar Jiraiya.

Tak seperti makan malam keluarga pertama dulu, baik Naruto dan Shikamaru tak perlu menunggu ayah mereka memberi aba-aba. Dua pemuda itu menjulurkan tangannya cepat pada Sakura dan Ino.

"Can I have this dance?"

.

.

.

.

.

"Tidaaak! Sakura-san!"

Suara teriakan Lee barusan cukup kontras dengan suasana menyenangkan yang menyelimuti sekolah. Hampir seluruh siswa berteriak kegirangan saat berhambur menyingkir dari lapangan upacara. Pemuda itu justru menatap benda di tangannya baik-baik, lalu menangis histeris ala adegan dalam komik.

Slow motion, Lee mendekat pada Tenten.

Tenten memutar bola matanya saat Lee menjatuhkan kepalanya bak zombie di atas bahu kanannya. Gadis bercepol dua itu mendesah keras sambil menoleh pada Karin yang mematung di sampingnya.

Karin terdiam. Tangannya menimang baik-baik dua buah benda yang lebih menarik perhatiannya dari pada ijazah kelulusan yang ada di tangan kirinya. Ia menoleh, menatap Tenten yang juga melongo membaca sesuatu di tangannya.

"Ini … sungguhan, ya?"

Tenten mendesah pelan. "Kau masih ingat kejadian dua bulan lalu saat Shikamaru menghilang dan Ino menangis saat pulang sekolah?"

Karin membenarkan letak kacamatanya. "Ah, saat itu Inoichi-san menyebut kata 'menantu'."

"Mungkin ini memang sungguhan," sahut Tenten sembari menepuk kepala Lee.

Karin menghela napas. Diam-diam, gadis itu tersenyum simpul. Pelan, ia melirik ke arah tak jauh dari podium lapangan. Shion masih berdiri di sana—tak jauh dari posisi Uchiha bersaudara—menunduk dengan hiasan awan mendung gelap di atas kepalanya.

"Kenapa, Tuan Puteri? Tidak lulus?" tanya Sai tanpa basa-basi.

Shion mendengus. Ia memicingkan matanya pada Sai yang berkata seenaknya. "Kalian tak kaget melihat undangan ini?"

Sasuke mengangkat bahunya. "Kami cukup pintar untuk tahu soal mereka."

"Tidak seperti kau," sindir Sai.

Kemudian, sepatu sekolah Shion meluncur ke kepala Sai. "Dasar freak-seni!"

Sai tersenyum simpul sambil menangkap sepatu Shion. Detik selanjutnya, sepatu itu justru terlempar jauh dari podium. "Ah maaf, sepatunya terlepas dari tanganku."

"ARGGGHHH!"

Shion adalah orang kedua setelah Lee yang berteriak histeris untuk hal yang tak berurusan dengan sertifikat ijazah kelulusan yang dibagikan hari ini. Sisa murid lainnya, hanya bisa melongo, tersenyum, ikut senang, dengan sebuah benda yang terselip bersamaan dengan dibagikannya ijazah.

Undangan resepsi pernikahan seorang Namikaze Naruto dengan (Namikaze) Sakura, juga Nara Shikamaru dan (Nara) Ino.

.

.

.

.

.

"SHIKAMARUUUUU!"

Wajah Shikamaru memutih. Keringat dinginnya menetes deras—seukuran biji gandum. Dengan gerakan patah-patah, kepalanya menoleh pada sosok Naruto di sampingnya. Naruto hanya tertawa singkat sembari melonggarkan dasi yang mengikat lehernya.

"Dia memanggilmu, Shikamaru."

"…" Shikamaru merutuk. Ternyata pendengarannya tak salah.

"SHIKAMARU, KEMARI KAU! AKU AKAN MEMBUATMU MEMBAYAR INI SEMUA!"

Seorang perawat muncul dari balik pintu ruang persalinan. Perempuan itu mendesah pelan sembari memperbaiki letak topi perawatnya.

"Maaf, yang mana Tuan Nara?"

Naruto dengan cepat menunjuk Shikamaru. Ia masih tertawa kecil melihat betapa pucatnya Shikamaru. Pemuda berambut gelap itu diam mematung. Ia tak sudi mendengar Naruto menertawainya saat ini. Ia tegang setengah mati dan Naruto justru tertawa sejak ia mengebut mengendarai mobilnya dari kantor—dengan Naruto yang duduk di sampingnya. Siang ini, mendadak Sakura menelepon dan mengatakan bahwa sudah waktunya Ino melahirkan.

"Maaf, sebaiknya Anda menemani Ino-san."

Tegang, Shikamaru berusaha menarik napas dalam-dalam.

"Troublesome…." Shikamaru dengan setengah hati mengikuti langkah sang perawat rumah sakit. Baru beberapa langkah, ia menoleh ke belakang, menyeringai pada Naruto ketika ia melihat sosok Sakura berjalan—sehabis kembali dari kamar mandi rumah sakit.

"Good luck, Shikamaru!" teriak Naruto.

Sedetik setelah Naruto mengatakannya, Shikamaru menghentikan langkahnya. Ia menoleh pelan pada Naruto. Samar, sebuah senyuman simpul bertengger di bibir Shikamaru.

"Hei, Naruto, kudengar … bukankah yang di sana itu kembar?" Shimakaru menatapnya dengan pandangan 'Kau-juga-akan-mengalami-posisi-ku'. Soon.

Naruto terdiam, memikirkan maksud Shikamaru sementara Sakura terlihat bingung. "Ada apa, Naruto? Apa maksud Shikamaru?"

Naruto hanya bisa menoleh dengan wajah pucat sambil menunduk, menatap perut Sakura yang membesar.

.

.

.

.

.

Suara kendaraan terparkir di depan pagar menarik perhatian Sakura dengan cepat. Ia segera membenahi riasannya sembari berlari menuju gerbang rumah. Di sana, sebuah mustang telah terparkir. Sesosok pirang keluar dari pintu bangku kemudi sembari tersenyum lebar.

"Kau terlambat."

"Sedikit macet. Ke mana dua malaikatku?"

Sakura memijit keningnya.

"KEMARI KAU, BAKA!" Terdengar suara dari arah pekarangan.

Naruto menoleh dan tertawa sementara Sakura masih memijit keningnya—mendesah. "Mereka saling berteriak sejak setengah jam yang lalu?"

"Masalahnya?"

Sakura memicingkan matanya.

Naruto tahu bahwa Sakura masih kesal karena ia telat datang. Ia bergerak cepat mendekat pada salah satu pohon tua di samping rumah. Sigap, ia merengkuh putrinya dari belakang. "Ada apa ini, Saki-chan?"

"Ia mengamuk seperti biasa, Tou-chan!"

Naruto mendongak dan menatap putranya di atas salah satu dahan pohon.

"Ia menarik ikat rambutku!" Namikaze Saki melompat dalam pelukan Naruto—merengek minta digendong.

Sementara di atas sana, sang kakak kembarnya yang berusia enam tahun tertawa.

"Hm, bagaimana kalau diteruskan nanti saja?"

Si pirang kecil di pelukan Naruto mengangguk. "Kenapa?"

"Namikaze Naruse, kalau kau tidak segera turun, kau tak akan mendapat jatah ramen selama seminggu!" teriak Sakura.

Naruse melotot. Ia segera melongok ke bawah dan melihat ibunya memicingkan matanya.

"Reuni sekolah tujuh tahun lalu sudah dimulai sejak setengah jam yang lalu. Apa kalian masih ingin bertengkar? Nacchan? Sacchan?" ujar Sakura dengan nada suara mengintimidasi.

Naruse segera melompat turun dan memeluk pinggang Sakura.

"DAMAI!" teriak Saki dan Naruse bersamaan.

Sakura tersenyum lebar. "Bagus!" Ia membungkuk meraih Naruse dalam pelukannya dan membawanya menuju mobil. Perempuan itu berjalan cepat sebelum akhirnya ia sadar Naruto masih tertinggal di belakang.

"Naruto?"

"Ay, i-iya, baiklah!"

Saki tertawa geli. "Waw, Kaa-chan keren!"

Sedetik, Naruto yang awalnya berpikir bahwa Sakura terlalu mirip ibunya, kini menoleh cepat pada putrinya.

Tidak, anak dalam gendongannya ini akan jadi penerus ibunya.

.

.

.

.

.

"Bagaimana bisa sahabatku yang lemah lembut itu mempunyai anak sepertimu, Bocah tengik?"

Nara Shigeru menghela napasnya dalam-dalam sembari melihat 'Paman'-nya, Naruto mengejar seorang bocah seumurannya. "Mendokusai."

"Wah, kau makin mirip Paman Shikamaru."

Shigeru menoleh dan mendapati Saki berdiri di sampingnya.

"Aku kan anaknya." Shigeru sweatdrop.

"Sepertinya aku tak terlalu mirip ayahku," ujar Saki sembari menatap ayahnya yang masih mengejar seorang Uchiha Hiroyuki.

Shigeru memasang tampang 'kau-pasti-sedang-bercanda' andalannya. Bagaimana tidak, selama di TK, ia hapal dengan pemandangan Saki yang selalu mencoba menghajar Naruse ketika berbuat usil.

"Lucu sekali, Paman."

"Kemari kau!"

"A-ah, Hiro-nii?" panggil Hisa dengan suara parau. Saki menoleh, lalu mendapati Naruse berjalan pelan di belakang bungsu Uchiha yang berusia empat tahun.

"Hisa-chan, cari permen yuk!"

Saki menoleh pada Shigeru. "Nah, kalau Nacchan, ia mirip dengan ayah."

Shigeru sekali lagi sweatdrop.

"T-tapi, Hiro-nii? A-ano, Kaa-san memintaku memanggil Hiro-nii."

Naruse mendengus. "Ah, si sombong itu. Biar kupanggil dia. Ayahku keenakan bermain kejar-kejaran dengannya."

Saki mendesah. Ia tahu betul ayahnya mengejar Hiro karena bocah sombong itu berebutan dango di meja konsumsi tadi.

"Shigeru, ikut aku!" perintah—atau lebih bisa disebut paksaan dari Naruse.

"Troublesome…."

"Nah, Hisa-chan, aku mau tanya dong soal kandungan Bibi Hinata! Kudengar akan kembar ya! Semoga tak sepertiku dan Nacchan!" ujar Saki menggebu-gebu.

Hisa hanya bisa tersenyum kaku sambil mengangguk. Ia masih empat tahun, dan teman kakaknya ini sedang bertanya sesuatu yang sebenarnya tak ia mengerti. Perlahan, Saki menggenggam pergelangan tangannya, mengajaknya melangkah ke dalam aula lagi.

Padahal kalau boleh jujur, ia tadi ingin keluar dari sana karena kebingungan. Ia ingin bersama Hiroyuki, kakaknya. Tapi sepertinya, Saki malah membawanya masuk lagi ke dalam. Sayup-sayup, ia bisa melihat bagaimana semua orang dewasa tertawa. Terutama dengan pertengkaran seorang pelukis yang juga pamannya—Uchiha Sai, juga model Jepang yang saat ini sedang naik daun.

Namanya Shion. Ibunya selalu tersenyum dengan wajah merona saat menanyainya pendapat tentang jika Shion akan menjadi bibinya. Ia—sesuai sanggahan Hiroyuki—masih tak percaya, dua orang yang selalu saling menyindir itu saling menyukai.

"Meski selalu saling menyindir, tapi Paman Sai cocok sekali dengan model itu, cantik sekali seperti boneka! Iya, kan?" tanya Saki.

Mungkin belum saatnya Hisa tahu.

Mungkin Hiroyuki juga belum paham.

Mungkin Shigeru tak terlalu tertarik untuk tahu.

Mungkin Naruse lebih tertarik dengan pertengkaran dua orang dewasa itu—konyol.

Dan mungkin Saki juga terlalu pintar untuk menebak hubungan kedua teman orang tuanya. Tapi memang seperti itulah mereka. Ada banyak kisah panjang yang sudah dilalui oleh generasi orang tua mereka. Kisah yang panjang sebelum tujuh tahun lalu—saat masa sekolah. Yang jelas, apa yang terlihat di dalam aula adalah sosok-sosok dewasa yang sedang merayakan reuni sekolah mereka.

Wanita bernama Karin yang bersemangat membimbing acara, wanita berambut cokelat yang sedang menjauhkan sebuah gelas—mungkin sake ringan—dari seorang paman bernama Lee. Seseorang bernama Haku yang tersenyum di samping Karin sepanjang acara. Seorang berambut permen kapas yang memainkan alat musiknya di sana—bernama Tayuya. Seorang lelaki metroseksual dengan pakaian fashionable di ujung meja bernama Hidan.

Juga masih banyak nama-nama lainnya.

Hidup terus berjalan.

Orang bilang, setiap kisah memiliki happy ending-nya masing-masing.

"Sacchan! Hisa-chan! Kemari!" panggil Sakura keras.

"Iya, Kaa-chan!"

"Di mana ayahmu?" tanya Sakura.

"Mengejar Hiro-kun!"

Sakura menggumamkan kata 'Baka' sambil melirik Ino yang tertawa.

Semua orang dewasa di sana ikut tertawa. Hei, mereka mirip orang tuanya, kan? Generasi selanjutnya—memang mirip dengan mereka.

.

.

.

.

.

E N D

.

o.O.o.O.o.O.o.O.o.O.o.O

.

Ending yang membahagiakan?

*laugh*

Okeee, saya tahu sekali bahwa epilog ceritanya cukup aneh. Tak terlalu nyambung, loncat-loncat pula. Tapi anggaplah, saya melakukan ini untuk janji yang hampir tak tertepati tanpa teror update dari Namikaze Vic'Ky, Sukie 'Suu' Foxie dan Amai Yuki ;) big thanks for them^^

Ada banyak perubahan. Otak saya dan memorinya yang menua, gejala pikunitis akut, setelah lama tak diupdate sejak chapter terakhirnya. Ada yang ingat kapan chapter 14? Yeah, posted around 16 April 2011 :D 13 bulan yang lalu. But, setidaknya saya masih punya keinginan untuk benar-benar menyelesaikannya tanpa embel-embel 'completed' secara paksa, kan?

Terima kasih untuk dua tahun yang menyenangkan. Sebenarnya saya mencoba untuk update tepat 2 tahunnya (WaMN dipublish pertama kali pada 22 Mei 2010) tapi karena kemarin, terjadi masalah listrik di rumah, maka sedikit telat :D

Satu hutang lungsur dari pundak saya sekarang.

Saya mau mempercepat Stupid Cupid setelah ini (mungkin setelah fic Bleach untuk Kurosaki Kuchiki). Saya tak terlalu mengharapkan pujian atau apa, tapi saya juga tak mengharapkan flame lho, ya! Hahahahaaa. Chapter penutup, masak mo diflame? *gigitin jempol*

Sekali lagi, terima kasih untuk semuanya. Orang-orang yang pernah menyempatkan diri meninggalkan review untuk fic ini, orang-orang yang sudah meninggalkan jejak di antara 1000+ review di sela-sela 14 chapter kisah ini berjalan. Sungguh, terima kasih banyak, terima kasih sedalam-dalamnya. Terima kasih juga untuk semua pembaca, yang sudi membaca cerita ini meski cerita ini dibuat di zaman ababilnya seorang Masashiro 'Night' Seiran—yang memaksa kalian membaca multipair yang mungkin salah satunya bukan pair yang kalian suka.

Big thanks. Huge thanks. Deepest thanks for you all.

Regards,

Masashiro 'Night' Seiran.


C R E D I T S :

S C E N E :

What Happens in Vegas – bagian awal fic, konflik puncak NaruSaku

No Limit/K-Drama – adegan memotong steak Chapter 6

Be My Sweet Darling – kunjungan ke rumah Naruto Chapter 7

Fruits Basket – Ide Ibu Peri & Pangeran untuk Drama

Here We Are – kalimat Naruto di atap sekolah Chapter 8

Fic: Trapped Together – adegan lempar guru Chapter 10

.

.

.

S O U N D T R A C K :

Let Me Hear You Voice/BIGBANG – ringtone Naruto

Move on/RAIN – ringtone Naruto

Lollipop Part 2/BIGBANG – message tone Ino

With u/BIGBANG – ringtone Shikamaru

Heartbreaker/G-DRAGON – ringtone Sakura

Tattoo/JORDIN SPARKS – ringtone Hinata

Decisions/NE-YO – lagu dansa chapter 6

Just So You Know/JESSE MC-CARTNEY – Backsound konflik Chapter 14

Without You/MARIAH CAREY – Backsound konflik Chapter 14

.

.

.

FAVORITED BY (Alphabetical per 30 Juli 2011, list ini akan diperbarui secepatnya. Ini list lama yang dibuat setahun lalu, dan karena malam ini saya ada sedikit keperluan pribadi, saya akan mengeditnya lain kali) :

account had been closed, Ai Kireina Maharanii, Aika Namikaze, Akabane Ito, Akachii CrossZeria, Akako Ai, akasuna no hataruno teng tong, Amber Jade Dandelion, Angga Uchiha Haruno, anie chi blue princess, aniMELIachan, Annielatte, Aoi Shou'no, Arisa-Yuki-Kyutsa, Arissa Venus, Arya Angevin, atacchan, atsumichi aihara, Aya Kohaku, Ayano Hatake, ayu matsuchika, Azumika Rinako, blue atarashii, Blue-Mist78, bocah elek, Canna Evelyn Schiffer, cherrysakusasu, Chi hachi-nigatsuchan, chireita-uzu Chissieziin, Choi Yong Ri, Chrysothemis, Chuuu-Chan, Cielheart Ie'chan, Claire 'Fires, Clarissaaw, Cleopatra Mvp Piscisea, ComplicateGirl, coolwinter, crimson-nightfall, Dee Rui-chan, dei hatake, Devil's of Kunoichi, Dhevitry 'The Tomato Knight, Dhinie minatsuki amai, diamondlight96, dindoet, Dobe-San, dunn Haruko, Cuuhlhourne, eisa ayano, el Cierto, elven lady evenstar, evangerain, Fhaska Ken, finestabc, Fire 'Lonewolf, Flosica Granger, Fumiko Hime-chan, Fun-Ny Chan D'JiNcHuUri-Q, fyori nogi, Grace Reyhandita31, greengroophy, Grey Chocolate, gunacchi, Hana Arny, Hana to Uzu, Haru3173, Haruchi Nigiyama, Harukaze Chiharu, harumi arishima, haruno yuwi, Hatake Liana, Haza ShiRaifu, Hika Midori chan, Hikari Meiko EunJo, Hinata-Naruto-Lover, Hunny-Latte, Hwarang Ichikurasaki, Hyuuga EtaMita-chan, icha22madhen, Ichikawa Hikaru, Ichiriu Misaki, Jeanette Jeevas, JustLita, kafuyamei vanessa-hime, Kairin Meilin, Kanna Ayasaki, Kara Kuru Kara, Kataokafidy, Kazunari Kizuna, Ketsueki Kira ShawolElf, Key eL, kHaLerie Hikari, Kim Hyun Joong, kimichi-kun, Kimimaru Tooya, kira tiqa-Alegra Maxwell, Kirio Himexa 96, Kitsune Diaz isHizuka, Kuchiki Hirata, Kurosaki Kuchiki, Kurosaki Naruto-nichan, kyu's neli-chan, Kyupa, la988, Lactobacilluss, Lady All-Ice, Lady Spain, ladyavril Haruki, Lhyn hatake, Li Chylee, Li Karu, licob green, Lillya Hozikawa, Lina lalala, Little QueenZhezad, Little White Gardenia, Lollytha-chan, lonelyclover, .Chocolate, Maria Phantomhive, Mayu Rockbell, Melody-Cinta, Merai Alixya Kudo, Michael inoe the UZ, Miho Yulatha, MinazawaRyouta, miss blue-chan, Misyel, Momo-hime Kawaii, Mugiwara 'Yukii' UzumakiSakura, mutmutte, Nakamura Miharu-chan, Namikaze 'cherry' Hatake, Namikaze YuYu-Kun, Namina88, NamiZuka Min-min, Naohiro Tsujiai, Nara Aiko, NaRa'UzWa', NaraUchiha'malfoy, Ne Hatake, Nerine 'Jie, Nishikawa Yuki, nitachi-chan loves itachi, noir 'like a killer' smile, Ogawa Yuka Kuroeria, okarasdianto, OraRi HinaRa, Osoichan-says, Park Eun Jung, Ping-san, Pleiades The Phantom, Putri D'TechnoLife, Rain 4.00 AM, Ran Uchiha, -chan, RIDGI Riki Kosuke, Rinzu15 The 4th Espada, ririrea, Riztichimaru, Rule Violation, Rurippe no Kimi, Rye Hikaru, Sabaku no Uzumaki, Sabaku Tema-chan, sacchiko, sakuraminakushi, Saqee-chan, SaraRaHime, Saruwatari Yumi, Sawaii 'chan' Nakamatsu, Seira Montgomery, Sha-chan anime lover, Shard VLocasters, Shearra26, Shinaru Michaelis, Shiro D'Coollest Warrior, sincerely Ai, Sky pea-chan, soft purple, Sparky-Cloud, Sukie 'Suu' Foxie, sun setsuna, Sweety Choco-berry, Syana Uchiha, Taiyo Miichan no Yuki, Tania Hikarisawa, tharo muri chan, .Phantom, Thi3x, Thia Nokoru, Tsukiyomi Kumiko, tyasrosi chifukaari, Uchiha 'Pytha' No Aka Suna, Uchiha Flynn, Uchiha Sakura97, uchihyuu nagisa, Uchizuki no Renmay, Unk-gu G-jiy, utai-san, UzUchiHaru Michiyo, valentina14, Veisa Kazu, Vienny virtu pen, Widy Kakitaka, Wind Knight, yahiko namikaze, Yakusi Fuuku, YamaNara02, yarai yarai chan, Yori Fujisaki, Youichi Hikari, Yukari Naara, Yuki 'Shiro' Usagi, Zhan' Masamune, Zoe Edogawa.

THANK YOU SO MUCH, PEOPLE! Thanks a lot untuk semuanya. I love you, People.

.*.*.*.