Sebelumnya, maafkan author atas chapter yang panjang ini.

Disclaimer: Naruto belongs to Masashi Kishimoto

Summary: Nara Shikamaru, detektif muda. Uchiha Sasuke, juga detektif muda. Uchiha Itachi, artis papan atas. Dan seorang gadis bartender yang tewas mengenaskan.

Warning: Chara death. Deaths, actually. No bashing purpose. Don't like don't read.

-x-

-x-x-x-

=x=x=x=x=x=x=x=

=x=x=x=x=x=x=x=x=x=x=

-x-x-x-

-x-

Sampai kapanpun juga kamar mayat tetap tidak akan pernah menjadi tempat pertama yang ingin dikunjungi Shikamaru. Ruangan polos satu warna yang tertutup rapat, udara dingin yang menusuk, aroma tidak jelas yang antara lain terdiri dari bau formalin, bau chloroform, bau alkohol, bau daging busuk, bau semi bangkai, bau jenazah dan entah bau apa lagi namanya membaur jadi satu. Indera penciuman Shikamaru yang sudah terganggu makin diperparah lagi dengan keengganan seorang petugas forensik yang melayaninya setengah hati.

'greeek!'

Kurenai menarik salah satu dari sekian banyak kotak lorong penyimpanan mayat yang mirip laci besar. Tampaklah di depan hidung Shikamaru sesosok jenazah yang terbaring pucat memutih. Jenazah seorang perempuan, tepatnya. Dengan rambut panjang berwarna gelap yang tergerai dan sebuah luka menganga di bagian leher.

"Kenapa kau baru sampai?" tanya Kurenai, "Dari mana saja?"

"Kumo. Liburan seminggu penuh," Shikamaru menjawab "Dan sudah kubilang bahwa aku tak mau liburanku diganggu."

Kurenai hanya menggumam singkat.

Kembali pada pekerjaannya, Shikamaru bertanya "Kapan gadis ini tewas?"

"Dua hari lalu" jawab Kurenai, "Dia sudah kaku ketika ditemukan di dalam apartemennya. Seperti yang kau lihat, lehernya digorok. Aku tak heran kalau saat itu gadis ini tidak bisa meminta tolong ataupun berteriak. Menurut perkiraanku, senjata pembunuhnya adalah pisau belati atau benda semacam itu yang panjangnya tak lebih dari 15 cm. Jenis senjata pembunuh yang cukup mudah didapatkan dan juga disembunyikan. Singkatnya, praktis."

Shikamaru menyela, "Menurut perkiraanmu? Memangnya ada dimana senjata pembunuh itu? Tidak ditemukan di tempat kejadian?"

"Inspektur belum cerita?"

"Cerita apa?" Shikamaru balik bertanya, "Sasori belum mengatakan apa-apa padaku. Dia hanya menyuruhku datang kemari untuk melihat jenazah korbannya."

Lalu Kurenai menerangkan, "Pembunuhan ini sangat 'bersih'. Bukan cuma senjata pembunuhnya yang tidak ditemukan, sedikitpun jejak juga tidak ada. Sidik jari, suara-suara aneh, bahkan bunyi derap kaki ditengah malam pun absen. Aku rasa ini ulah pembunuh profesional. Sampai hari ini belum ada seorangpun yang dicurigai sebagai tersangka. Bukankah Sasori tidak mungkin memaksamu pulang kalau dia tidak terpaksa?"

Sang detektif muda mengangguk, "Tapi aku tak sependapat soal teori pembunuh profesional itu. Pembunuh bayaran akan lebih suka menggunakan pistol kaliber 45 atau ruger yang sudah dipasangi peredam. Bagaimanapun juga peluru 9 mm lebih menjanjikan daripada sebilah belati pendek."

Sebuah ponsel yang bergetar di dalam saku mengalihkan perhatian Shikamaru. Sebaris nomor tanpa nama terpampang di layar yang terus menyala berkedip-kedip. Dengan malas ditekannya tombol answer pada keypad ponsel itu.

"Halo, selamat pagi" sapa Shikamaru sambil menguap.

"Halo? Shikamaru? Ini aku, Itachi. Kau masih ingat 'kan?" rasanya suara di ujung sana sudah bertahun-tahun tak didengar telinga Shikamaru.

'Itachi? Itachi Uchiha? Itachi Uchiha meneleponku?' batin Shikamaru tak percaya, 'Apa pagi ini aku melewatkan matahari yang terbit dari barat?'

"Ya, Itachi" sahut Shikamaru, "Mana mungkin aku lupa pada kakak temanku yang sekarang jadi artis terkenal. Sudah lama sekali kita tidak bertemu. Ada apa?"

"Belakangan ini aku memang sibuk" Itachi beralasan, "Bahkan sudah hampir setahun aku tidak bertemu adikku itu" kemudian si sulung Uchiha mengemukakan tujuannya, "Oh ya, aku dengar sekarang kau jadi detektif ulung. Aku rasa aku butuh bantuanmu."

"Bantuan apa?"

"Tidak bisa kujelaskan lewat telepon" sambung Itachi, "Bisakah kau datang ke tempatku? Aku ada di rumah sekarang. Rumah yang didekat perkebunan itu. Sasuke kebetulan ada di Konoha. Biar nanti kuminta dia menjemputmu. Bagaimana?"

"Kapan?" tanya Shikamaru.

"Kalau bisa hari ini."

Alis Shikamaru terangkat sebelah, "Hari ini? Apa mesti secepat itu? Maaf, tapi aku sibuk. Ada kasus yang sedang kutangani."

Rupanya Itachi tidak berminat pada penolakan. "Kasus apa? Jangan-jangan kasus terbunuhnya seorang gadis bartender dua hari lalu itu?"

Shikamaru terkejut, "Darimana kau tahu?"

"Beritanya ditayangkan terus sejak kemarin lusa," kata Itachi.

"Seorang selebriti sepertimu masih sempat melahap berita? Hebat!"

"Sebenarnya," Itachi tanpa sadar menarik sedikit jeda "Permintaanku ini ada hubungannya dengan kasus itu. Bisa dibilang, sepertinya aku tahu sesuatu. Dan itu membuatku cemas."

Shikamaru makin bertanya-tanya, "Kau kenal gadis itu?"

"Entahlah. Bisa dibilang ya, bisa dibilang tidak. Aku kesulitan menerangkannya kalau kau tidak datang kemari."

Butuh beberapa lama bagi Shikamaru untuk menimbang permintaan Itachi. Ditelepon seorang artis saja sudah merupakan berita besar baginya. Apalagi, artis itu merasa mengetahui sesuatu tentang kasus yang sedang dia tangani. Uh, apa-apaan ini?

"Bagaimana? Kau mau?" Itachi membujuk lagi.

"Baiklah," kata Shikamaru akhirnya, "hari ini aku kesana."

"Terima kasih, Shikamaru. Aku tunggu."

Kemudian si rambut nanas mengakhiri percakapan telepon itu dengan sebuah 'hn' yang singkat saja.

-x-

Jauh lebih cepat dari yang dipikirkan Shikamaru, jemputan ternyata sudah menunggu ketika siang harinya ia melangkah keluar dari markas besar kepolisian Konoha. Sasuke Uchiha tampak menyandari kap mobilnya dengan tampang dingin yang tak juga berubah setelah sekian lama.

"Lama tak bertemu, Shikamaru" Sasuke menegur, "Kau masih terlihat malas seperti dulu."

"Kau sendiri tidak banyak berubah," ujar Shikamaru sambil berjalan mendekat, "Bagaimana kabar kepolisian Oto?"

"Baik-baik saja," jawab Sasuke.

"Aku dengar disiplin yang diterapkan disana sangat ketat."

"Memang," Sasuke membenarkan "Dan hasilnya sepadan. Oto saat ini benar-benar tertib."

"Patut diteladani," Shikamaru mengomentari sebelum masuk ke dalam mobil yang tak lama kemudian melaju ditangan kawan lamanya. "Kapan kau pulang ke Konoha?"

"Aku sudah enam hari disini. Berjalan-jalan sambil mencari makanan enak di pusat kota. Sempat keliling Suna juga beberapa minggu lalu. Pokoknya tahun ini aku diijinkan mengambil libur panjang" Sasuke bercerita, "Sampai akhirnya pagi tadi Itachi mendesakku untuk pulang ke rumah dan menjemputmu disini. Entah ada apa dengan kakakku itu. Semenjak membintangi puluhan judul dorama dia jadi susah ditebak."

"Soal Itachi, apa benar dia tahu sesuatu soal pembunuhan itu?" Shikamaru penasaran.

Sasuke malah memasang tampang tak tahu apa-apa. "Pembunuhan apa?" tanyanya, "Dia cuma bilang ingin menyepi sejenak dan mengajakmu main shogi."

"Maksudmu, aku harus menelantarkan kasus ini demi main shogi dengan dia?"

-x-x-x-

Rumah besar keluarga Uchiha terletak cukup jauh di pinggiran Konoha. Lokasinya berdekatan dengan sebuah perkebunan teh yang diwariskan anggota keluarga itu secara turun-temurun sejak hampir seratus tahun lalu. Jangan membayangkan sebuah rumah mewah atau puri ataupun villa yang bertengger mentereng ditengah perbukitan hijau. Karena meski memiliki luas tanah dan bangunan diatas rata-rata, rumah itu masih tampak persis seperti ketika pertama kali dibangun tujuh puluh tahun lalu. Sebuah kediaman berlantai satu dengan gaya arsitektur pedesaan Inggris di abad pertengahan serasi dengan seluruh temboknya yang masih merah bata polos tanpa cat. Tanaman anggur menyuluri para-para di sekeliling halaman, menjelma sebagai pagar hidup yang terlihat menggiurkan.

Sasuke memejamkan mata sesaat, menarik nafas dalam dan menghembuskannya perlahan seraya berkata, "Rasanya betul-betul seperti kembali ke rumah. Tak terasa, sudah lama sekali aku pergi."

Tentu, lama sekali. Tujuh tahun bukan waktu yang singkat. Pendidikan dan karirnya di Oto membuat Sasuke meninggalkan Konoha tujuh tahun lalu. Dan sejak Itachi sibuk di dunia entertainment, Sasuke tak pernah lagi singgah ke rumah itu. Tiap pulang ke Konoha ia hanya sempat mampir ke apartemen Itachi di pusat kota.

Lima buah mobil terlihat berjajar memenuhi halaman rumah ketika mobil Sasuke berbelok masuk dan menjadi yang keenam. "Sejak kapan rumahku jadi ramai begini?" Sasuke bertanya sendiri.

"Itachi pasti sekarang punya banyak teman," Shikamaru berpendapat "barangkali beberapa dari mereka datang untuk berkunjung."

Kedua detektif itu melangkah berbarengan melewati pintu depan. Shikamaru berjalan dengan kedua tangan di dalam saku sementara Sasuke menyeret sebuah travel bag biru tua di tangan kanan dan menenteng tas kerja warna hitam di tangan kirinya. Ketika pintu terbuka, muncullah seorang gadis cantik berambut merah jambu menyambut keduanya dengan senyuman ramah.

"Wah, kalian sudah datang rupanya," sapa gadis cantik itu, "Itachi sudah menunggu dari tadi."

Sasuke asal saja meletakkan travel bagnya di dekat pintu masuk. Salah satu pelayan akan membawanya ke kamar begitu melihat tuan muda mereka telah datang. Kemudian pemuda berambut gelap itu melongok ke arah ruang tamu di belakang gadis cantik yang menyambutnya, sekedar untuk memandang sejumlah orang yang tampak berkeliaran di rumah itu.

"Bukannya Itachi pulang untuk menyepi?" tegur Sasuke, "Kenapa rumah kami seramai ini, Sakura?"

"Ini cuma kebetulan saja," kemudian Sakura menoleh dan mengulurkan tangannya kepada Shikamaru, "Aku rasa kita belum berkenalan. Namaku Sakura, manager Itachi."

"Aku tahu. Kau sering muncul di infotainment bersamanya," ujar Shikamaru sambil menjabat tangan Sakura, "Namaku Shikamaru."

"Ayo, kuperkenalkan dulu kalian pada para tamu" ujar Sakura sebelum berbalik.

Orang pertama yang dilihat Sasuke adalah seorang lelaki bermasker dengan rambut warna perak yang mencuat seakan menentang hukum gravitasi.

"Perkenalkan, ini Hatake Kakashi" kata Sakura, "Produser film layar lebar."

"Panggil saja Kakashi," sambung pria itu seraya menjabat tangan Sasuke "Sebenarnya Itachi sudah tiga kali menolak tawaran main di filmku. Tapi kurasa aku hanya perlu mencoba lebih sering. Semoga kalian tidak keberatan aku datang kemari."

"Tentu saja kami tidak keberatan," tukas si bungsu Uchiha "Kakakku memang makin laris belakangan ini. Namaku Sasuke. Senang bertemu."

"Sasuke adalah adik Itachi," lanjut Sakura "Sedangkan yang ini Nara Shikamaru, teman lama Sasuke."

Shikamaru menyalami Kakashi, "Senang bertemu dengan anda."

Orang berikutnya yang diperkenalkan Sakura tidak kalah ganteng dengan kedua bujang Uchiha. Namanya Hyuuga Neji. Seorang konsultan hukum dari salah satu biro hukum terkemuka di Konoha.

"Senang bertemu anda," konsultan hukum itu berbasa-basi dengan menjabat tangan Shikamaru dan Sasuke secara bergantian.

Lalu Sakura mencondongkan tubuhnya ke arah Sasuke. "Aku juga kaget. Tiba-tiba saja kakakmu memintaku untuk mencarikan seorang konsultan hukum. Dia sudah datang sejak tadi, tapi Itachi belum ingin menemuinya. Jadi kuminta saja dia menunggu," bisik gadis itu.

Sasuke tersenyum saja. Diliriknya ke arah seorang pria berkemeja abu-abu yang menggendong seekor anjing putih sedang berdiri di samping Sakura. Pemuda itu membalas berbisik setengah bergurau, "Yang itu siapa? Aktivis pencinta anjing?"

Tak dinyana, bisikan Sasuke terdengar oleh si pencinta anjing dengan dua tanda segitiga di wajahnya. "Arsitek. Dekorator. Penata ruang," ujarnya mengoreksi "Nona Haruno bilang Itachi ingin memberi sentuhan modern pada rumah ini. Nama saya Inuzuka Kiba."

Sasuke buru-buru meralat, "Maaf, saya tidak bermaksud menyinggung."

Shikamaru menyeringai sementara Sakura nyaris terkikik geli mendengarnya. Pendengaran orang ini rupanya boleh juga.

"Ada dua orang lagi yang kebetulan datang hari ini," Sakura menerangkan "Seorang perancang busana bernama Tsunade. Kalian pasti pernah dengar nama itu. Dia datang bersama asistennya, Shizune. Mereka sedang berada di kamar tamu. Kalian mau menyapanya dulu atau langsung ke kamar Itachi?"

"Aku mau lihat kakakku," jawab Sasuke sambil menarik lengan Shikamaru "Ayo, Shikamaru."

Kedua detektif muda itu baru saja berbalik sewaktu Kiba menyela, "Nona Haruno, apa boleh saya melihat-lihat taman di samping kiri rumah ini?"

"Taman yang diseberang kamar Itachi itu?" Sakura bertanya untuk memastikan.

Kiba mengangguk.

Sang gadis berambut pink tampak menimbang-nimbang, "Sebenarnya taman itu sudah bagus. Kata Itachi tidak perlu diperbaiki. Tapi kalau anda mau melihat-lihat, silakan."

"Terima kasih," ucap Kiba singkat sebelum berlalu lewat pintu samping.

-x-

Kamar Itachi terletak di samping ruang keluarga. Ruang keluarga itu sendiri berada di sebelah ruang baca yang berseberangan dengan ruang tamu.

"Woi, Itachi! Aku pulang!" seru Sasuke ketika menerobos pintu kamar Itachi tanpa mengetuk atau mengucapkan permisi.

Mendengar seruan itu Itachi bangkit dari duduknya dan segera menoleh. "Sasuke?"

Si adik yang namanya disebut asal saja melemparkan tas kerjanya ke segala arah dan berhambur memeluk kakaknya. "Itachi tambah tua! Kau pasti kena karma karena tidak pernah menengokku, dasar kakak durhaka!"

"Kau yang durhaka," ujar Itachi "Sudah kembali hampir seminggu tapi tidak langsung pulang ke rumah."

Shikamaru melewatkan momen kekeluargaan itu. Ia masuk agak belakangan karena terlalu malas untuk mengimbangi langkah cepat Sasuke. Dipandanginya kamar Itachi yang terhitung sangat luas. Ini pertama kalinya Shikamaru masuk kesana. Karena meskipun pernah menjadi teman Sasuke untuk waktu yang lumayan lama, seingat Shikamaru hanya Naruto yang cukup berani memasuki kamar Itachi walaupun dulu si pemilik kamar tidak pernah mengijinkan siapapun memasuki wilayah kekuasaannya di rumah itu.

Benda pertama yang dilihat Shikamaru adalah sebuah meja kayu persegi yang berada persis di samping pintu kamar. Diatas meja itu tampak berserakan beberapa buah buku, secarik kertas, sebuah album foto yang terbuka, sebuah remote TV, sebuah pena yang tergeletak begitu saja dan sebuah jam meja yang menunjuk pukul lima lebih tiga puluh menit. Dari album foto yang terbuka itu, sepintas lalu Shikamaru melihat foto Itachi bersama lima orang teman sekolahnya. Dua orang perempuan dan tiga orang laki-laki. Dua dari tiga laki-laki itu berambut pirang sedangkan yang seorang lagi berambut putih keperakan. Sementara dua perempuan dalam foto tadi satu salah satunya berambut gelap dicepol dua dan satunya lagi berambut pirang berkuncir empat. Sekilas saja Shikamaru bisa menduga bahwa foto itu pasti sudah cukup lama.

Tak jauh dari meja persegi tersebut, tampaklah satu-satunya jendela di kamar Itachi yang dihiasi tirai berwarna biru muda. Dari balik jendela kaca itu Shikamaru bisa melihat jalan setapak berkerikil yang memisahkan kamar tempatnya berada dengan sebuah taman disamping kiri rumah. Bernaung di lingkup taman itu, puluhan jenis bunga dan semak hijau yang terawat amat baik. Shikamaru ingat benar, rumah ini memang punya seorang tukang kebun yang sangat rajin. Namanya Teuchi.

'Dia pasti sudah tua sekarang,' pikir Shikamaru.

"Hey, Shikamaru!" panggil Itachi, "Bantu aku menghajar Sasuke yang bandel ini!"

Shikamaru hanya membalas dengan wajar, "Lama sekali tak bertemu, Itachi. Bagaimana rasanya menjadi artis terkenal? Penggemarmu pasti banyak sekali."

"Ah, tidak" tukas Itachi, "Kalau untukmu, pasti 'merepotkan'."

"Kakakku ini sudah lama sekali tidak menjengukku di Oto, Shikamaru" suara Sasuke terdengar mengadu, "Ayo, bantu aku menghajarnya sampai babak belur."

Jelas sekali kalau Shikamaru tidak tertarik dengan suasana reuni kakak beradik itu. Dikatakannya, "Aku tidak berminat menghajar siapapun. Aku datang karena Itachi bilang dia tahu sesuatu soal kasus yang sedang kutangani."

DEGG!

Itachi merasakan darahnya berdesir. Seketika saja ia teringat pada alasannya meminta Shikamaru datang ke rumah itu. Kepulangan Sasuke mungkin sempat mengalihkan perhatiannya, namun sedetik berselang dari kalimat terakhir yang diucapkan Shikamaru wajah Itachi langsung memucat usai memori otaknya memutar ulang kegelisahan yang dirasakannya sejak beberapa hari kebelakang.

Entah hanya perasaan Sasuke saja, ataukah memang kakak lelakinya itu sedang dilanda kecemasan yang tidak sewajarnya? Tak pelak, Shikamaru pun keheranan menyaksikan seraut wajah yang demikian gugup, panik, khawatir, was-was dan mungkin juga sedikit ketakutan di sekujur paras Itachi. Hampir saja si rambut nanas itu berpikir kalau dia sudah salah bicara.

Itachi mengambil beberapa langkah mundur yang berakhir di tepi tempat tidurnya. Pria itu terduduk lesu merasakan kedua belah tangannya mendadak dingin tanpa sebab. Pemikiran buruk tentang sesuatu yang telah dipikirkannya selama berhari-hari kembali mengusik akal sehatnya.

"Kau kenapa, Itachi?" tanya Sasuke keheranan.

Itachi menghela nafas berat, "Sulit bagiku mengatakannya."

"Katakan saja," tambah Shikamaru "Bukankah kau memang memanggilku kemari untuk membantu?"

Itachi memilih diam. Tatapannya mengedar berganti-ganti menyambangi Sasuke dan Shikamaru. Satu lagi tarikan nafas berat dihelanya sebelum berkata, "Tolong kunci pintu dan jendelanya. Aku tak ingin siapapun mendengarkan percakapan ini."

Secepat perintah itu diucapkan, secepat itu pula Shikamaru beranjak menghampiri pintu sementara Sasuke meraih grendel jendela. Sebenarnya apa yang ingin dikatakan Itachi sampai-sampai tak seorangpun boleh mendengarnya?

"Sudah kau kunci pintunya, Shikamaru?" tanya Itachi memastikan.

"Sudah."

"Sudah kau kunci jendelanya, Sasuke?"

"Hn."

"Kau yakin?"

"Tentu aku yakin!" Sasuke makin heran saja, "Sebenarnya kau ini kenapa, Itachi?"

Itachi kembali memilih diam. Masih terduduk lemas di tepi tempat tidurnya dengan kedua tangan menangkup di dagu.

Shikamaru mencari kesimpulan, "Jadi benar, kau mengenal gadis bartender yang tewas itu?"

"Gadis bartender apa?" Sasuke memotong sebelum Itachi sempat menimpali.

"Kira-kira dua hari lalu seorang gadis ditemukan tewas di apartemennya dengan leher tergorok benda tajam," Shikamaru menerangkan, "Pagi ini ketika memintaku datang, kakakmu bilang dia tahu sesuatu soal peristiwa itu. Jujur saja, aku jadi tertarik dan bersedia datang kemari karena sampai saat ini aparat masih buntu. Tidak ada jejak yang bisa kami telusuri."

"Kau mengenal korban pembunuhan itu, Itachi?" kali ini Sasuke yang bertanya.

"Antara ya dan tidak," jawab Itachi seolah kebingungan "Maksudku, aku rasa aku pernah mengenalnya. Dan..."

"Dan apa?" Shikamaru bertanya penasaran.

Itachi bergidik ngeri. Shikamaru dan Sasuke hanya diam menyaksikannya. "Dan…" ucapan Itachi terpatah, "Dan aku rasa akulah yang akan jadi korban berikutnya!"

Baiklah, bukan salah siapa-siapa kalau Shikamaru dan Sasuke cuma melongo mendengar penekanan pada kata-kata terakhir Itachi tadi. Tidakkah itu sebuah pemikiran yang bodoh dan tanpa alasan?

"Apa yang membuatmu berpikir begitu?" Sasuke melanjutkan, "Apa belakangan ini kau diteror seseorang? Ayolah, Itachi. Itu pasti cuma kerjaan iseng salah seorang penggemarmu saja. Atau jangan-jangan malah Sakura yang sedang mengerjaimu."

Itachi bersikeras, "Aku betul-betul yakin, Sasuke. Ada seseorang yang ingin membunuhku! Aku hanya bingung bagaimana menjelaskannya pada kalian."

Shikamaru mengerutkan dahi, "Bagaimana yang menurutmu membingungkan? Apa hubungannya dengan gadis yang terbunuh itu? Atau kau berpikir pelakunya mengincar nyawamu karena kau kenal dengan gadis itu?"

"Aku bingung, Shikamaru. Aku tak tahu bagaimana menerangkannya," Itachi masih saja ngotot "A-aku... aku takut kalau aku juga akan dipenjara!"

Mata Shikamaru membulat penasaran, "Maksudmu apa? Kau terlibat?"

Itachi menggeleng tanpa bisa menjelaskan.

"Biar kutebak," Sasuke bersuara "Jangan-jangan kau keluyuran tengah malam, terlalu banyak minum sampai mabuk di sebuah bar, lalu tanpa sadar meniduri bartender yang kau pikir sangat 'menggiurkan' dan tanpa kau sangka bartender itu terbunuh keesokan harinya? Karena itulah kau takut dianggap terlibat. Benar, kan?"

"Sama sekali tidak!" Itachi kembali membantah.

Shikamaru entah kenapa sependapat dengan Sasuke, "Aku rasa adikmu benar, Itachi. Apa kau diteror belakangan ini? Barangkali ada seorang penggemar yang dengan sengaja mengerjaimu. Makin hari yang namanya penggemar itu memang makin gila saja. Harusnya kau terbiasa dengan perlakuan seperti itu."

"Ah, kenapa kalian tidak mengerti juga?" Itachi mengeluh.

"Kalau begitu, ceritakan apa maksudmu!" ujar Sasuke yang memajang tampang sebal melihat kakaknya frustasi.

Bukannya bercerita, Itachi malah kembali menunduk tak bersuara.

Shikamaru bertanya ketika melihat Sasuke celingukan beberapa saat kemudian, "Kau cari apa?"

"Kulkas," jawab Sasuke "Aku rasa dia hanya butuh segelas bir dingin. Bukankah dulu ada kulkas di kamar ini?"

"Tenangkan saja kakakmu. Biar aku yang carikan," kata Shikamaru "Sejak tahun lalu pemerintah Konoha melarang penggunaan mesin pendingin berlebih untuk rumah tangga. Sekarang satu rumah hanya diperbolehkan memakai satu kulkas."

Benar-benar kampanye hemat energi yang patut ditiru. Sudah begitu, tumben sekali Shikamaru mengajukan diri. Rupanya jiwa malas pemuda itu juga punya pengecualian.

Tanpa banyak bicara lagi Shikamaru segera keluar lewat pintu kamar yang tadi sudah sempat dikuncinya. Setelah menutup kembali pintu itu, ia berjalan menuju dapur. Ingatan Shikamaru cukup baik untuk mengingat dimana letak dapur di kediaman Uchiha.

Sebuah kulkas dua pintu tak sulit didapatinya. Itachi memang tak pernah bisa lepas dari bir dingin. Usai mengambil sekaleng saja, Shikamaru kembali ke kamar Itachi. Ketika kembali masuk ke kamar itu dilihatnya Itachi sedang duduk di sebuah kursi jok besar berlengan yang posisinya membelakangi pintu. Sasuke sendiri berdiri persis di samping kursi itu, masih tampak mencoba menenangkan kakaknya.

"Sudahlah, Itachi. Aku tak mau lagi mendengar ucapanmu yang aneh-aneh itu" Sasuke menyambung, "Ini adalah karir yang kau pilih sendiri. Harusnya bertahun-tahun lalu kau sudah terbiasa dengan penggemar yang meneror idola mereka."

Itachi diam tak menyahut.

Pilihan diam itu mungkin ada benarnya juga. Rasa-rasanya Itachi memang hanya perlu sedikit waktu untuk merenungkan kegelisahannya yang berlebihan dan cenderung tanpa alasan.

"Pikirkan baik-baik ucapanku tadi," Sasuke lantas beranjak ke arah Shikamaru yang masih berdiri di depan pintu, "Ayo, Shikamaru. Aku rasa kakakku perlu ditinggal sendiri."

Shikamaru menurut. Ia keluar lebih dulu masih dengan sekaleng bir ditangannya. Diikuti oleh Sasuke yang sebelumnya sempat membereskan barang-barang diatas meja dan meraih tas kerja yang tadi dilemparkannya.

Ruang tamu masih tetap ramai sewaktu Shikamaru sampai disana. Bermain catur dengan Kakashi menjadi pilihan pertamanya sementara Sasuke lebih tertarik untuk mengobrol dengan konsultan hukum tampan yang sungguh sopan. Kiba masih berkeliling melihat taman sedangkan Sakura pamit untuk mandi sejak sepuluh menit lalu. Ia hanya berpesan bahwa mungkin pegawai salon perawatan kulit yang dipanggil Itachi siang tadi akan datang sebentar lagi.

Dari ruang tamu itu sesekali Shikamaru menoleh ke arah kamar Itachi yang tampak di sisi kanannya. Baru beberapa saat lalu dilihatnya Ayame, si pelayan rumah masuk ke sana untuk mengantarkan nampan yang entah apa isinya. Gadis itu keluar tak lama kemudian.

'Rajin benar,' batin Shikamaru, 'Padahal belum waktunya makan malam.'

Selang beberapa lama dari Ayame, Tsunade si perancang busana yang berniat pamit pulang juga masuk ke kamar itu. Ia juga tak lama disana. Shizune menunggunya di ruang tamu dan ketika keluar dari kamar Itachi, Tsunade terlihat kesal sambil menggumamkan sederet kejengkelan yang nyaris tak terdengar.

'ting-tong'

Bel pintu depan terdengar berbunyi. Ayame masih di dapur. Tak satupun orang bergeming untuk membuka pintu. Merasa posisinya yang paling dekat, Shikamaru lantas bangkit dengan setengah terpaksa dan membuka pintu itu untuk mendapati seseorang tengah berdiri disana.

Sesosok lelaki 'cantik' berambut pirang panjang yang dikuncir tinggi tampak menenteng sebuah tas ditangannya. Hampir saja Shikamaru mengira bahwa tamu itu bukan seorang laki-laki, melainkan perempuan. Mengingat penampilannya yang sedikit –eh- meragukan(?).

"Selamat sore," sapa tamu itu "Nama saya Deidara. Siang tadi Tuan Uchiha memanggil saya datang kemari."

'Bahkan suaranya pun mirip perempuan,' batin Shikamaru.

Tamu itu menyambung, "Oh ya, saya bekerja di salon perawatan kulit langganannya."

Shikamaru menoleh ke dalam. "Hey, Sasuke! Pegawai salonnya sudah datang," serunya.

Sasuke menarik dagunya ke arah Shikamaru. Sempat terheran juga kelihatannya sewaktu melihat tamu yang bernama Deidara tadi. Mungkin karena penampilannya yang terlampau mirip perempuan. "Suruh langsung masuk ke kamarnya saja," sahut Sasuke.

"Kenapa aku jadi mirip pelayan begini?" Shikamaru mengeluh spontan. Meski akhirnya ia mau juga menunjukkan pintu kamar Itachi pada pegawai salon itu.

Beberapa menit berlalu. Sakura sudah selesai mandi. Ia yang tak mengetahui kalau Shikamaru mempersilakan masuk seorang tamu ke kamar Itachi langsung memanggil Neji dan mengajaknya bertemu Itachi di dalam kamar. Shikamaru sendiri tak ambil pusing. Biar saja, toh seorang pegawai salon memang terbiasa bekerja sambil mendengarkan pelanggannya mengobrol. Bahkan seringkali mereka sendiri yang mengajak ngobrol pelanggannya.

Neji menghampiri Itachi yang masih duduk di atas sebuah kursi besar. Sementara Sakura menikung ke arah kiri, berniat untuk mengecek register ponsel Itachi yang biasa diletakkan artisnya itu diatas tempat tidur. Sang gadis menyeringai. Entah sejak kapan diam-diam ia punya kebiasaan buruk yang melanggar privasi seperti itu.

Namun Sakura tak sampai melaksanakan niatnya. Dengan keras Neji memanggil nama gadis berambut pink itu. Sakura menengok, dan didapatinya sosok Itachi yang terkulai bersimbah darah.

Tanpa nyawa.

Jadi jangan salahkan Sakura jika kemudian gadis itu berteriak selantang yang ia bisa.

"KYAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA!"

Seisi rumah pun menghambur ke arah sumber suara. Dan dalam sekejap saja kepanikan tercipta tanpa aba-aba. Pekikan-pekikan yang meneriakkan kata pembunuhan, dokter, polisi, dan ambulans mengaung tak beraturan.

Sasuke mendekati tubuh kakaknya dengan raut wajah kelimpungan yang terlalu sulit dilukiskan untuk ukuran seorang Uchiha. Tangannya bergetar ketika meraba pergelangan Itachi dan merasakan tak ada lagi denyut kehidupan disana. Kedua matanya membulat putus asa seiring dengan nafasnya yang terengah seakan dikuasai kepanikan.

Shikamaru tercekat bukan main. Terlebih melihat keadaan Itachi dengan darah yang mengalir dari luka menganga di leher seperti itu, segeralah ia teringat pada mayat seorang gadis yang ditunjukkan Kurenai padanya pagi tadi. Sama seperti gadis itu, Shikamaru juga menyaksikan dengan jelas bahwa leher si sulung Uchiha juga telah digorok benda tajam. Maka dengan sangat terpaksa detektif muda itu menyimpulkan sesuatu yang bahkan tak ingin ia dengar.

Ya, ada kemungkinan bahwa ini adalah kasus pembunuhan berantai.

-x-

-x-x-x-

=x=x=x=x=x=x=x=x=

=x=x=x=x=x=x=x=x=x=x=x=

-x-x-x-

-x-

a/n: Apakah judulnya aneh? Memang. Saya sengaja dan punya tujuan. Apakah aneh juga kalau saya memilih Sasuke untuk mendampingi Shikamaru? Saya harap tidak. Dia ganteng, saya suka.

Review? Yes, please! Tersangkanya tidak banyak. Saya senang sekali kalau ada yang berhasil menebak siapa pelakunya. Mari, sampaikan pendapat anda.