Selamat datang!

Saya kembali dengan chapter 7.

Maaf, kalau baru updet sekarang. Saya ucapkan selamat membaca!


Eyeshield 21

Riichiro Inagaki dan Yusuke Murata

(Bukan punya Lan)

Rate : T

Genre : Romance

Pairing: Y. H(?) & Mamori Anezaki

You Return?

Neary Lan

Chapter 7: Replace Position

Pagi ini Mamori melangkahkan kakinya ke sekolah dengan riang. Senyum manis selalu terlukis indah di bibirnya. Gedung SMU Deimon yang menjadi tujuannya sudah tampak di depan mata. Selama perjalanan ke kelas Mamori selalu menyapa dan tersenyum kepada teman-temannya. Hari ini Mamori memang terlihat sangat senang. Ketika Mamori berjalan menuju kelas ia melihat seorang pemuda berambut spike hitam yang dikenalnya. Mamori menghampiri pemuda tersebut.

"Se, selamat pagi, Yuuma," sapa Mamori canggung.

Pemuda yang dipanggil Yuuma tersebut langsung berbalik dan mendapati Mamori yang sedang tersenyum padanya.

"Ah, selamat pagi juga, Mamori," balas Yuuma yang juga tersenyum. Mereka berdua terdiam sesaat hingga Yuuma membuka mulutnya untuk mengatakan sesuatu. "Ng, mau jalan bersama menuju kelas? Itu pun kalau kamu tidak keberatan," katanya dengan sedikit canggung.

Mamori tampak berpikir sesaat, kemudian ia mengangguk. "Baiklah, aku mau."

Yuuma senang mendengarnya. Mereka berdua pun berjalan bersama menuju kelas. Selama berjalan bersama Yuuma, Mamori merasa ada yang aneh dengan dirinya. Ia merasa sedikit gugup dan terkadang jantungnya berdetak tidak karuan. Sejak Yuuma datang ke rumahnya waktu itu Mamori merasa ada yang aneh terjadi pada dirinya. Ia selalu terbayang-bayang akan Yuuma dan selalu memikirkannya. Perlahan-lahan Mamori menyukai kebersamaannya dengan Yuuma.

'Ada apa denganku? Kenapa sekarang ini aku selalu berdebar-debar di dekatnya?' batinnya bingung. Sesekali ia melirik Yuuma.

Hal tersebut tentu saja tidak hanya dirasakan oleh Mamori. Yuuma pun merasakan hal yang sama. Sejak Mamori mau menerima kehadirannya walaupun hanya sebagai teman, ia selalu merasa canggung dan berdebar-debar. Memang sejak pertama kali melihat Mamori ia sudah tertarik dengan gadis bermata biru ini. Namun, kali ini Yuuma tidak hanya merasa tertarik melainkan ada perasaan lain yang mungkin belum mau diakuinya.

'Aku senang dia mau menjadi temanku, tetapi entah kenapa aku mulai merasa berdebar-debar jika didekatnya,' batin Yuuma yang juga bingung.

Yuuma dan Mamori hanya berjalan dalam diam. Jika mata mereka saling bertemu pandang, mereka hanya tersenyum satu sama lain. Mereka sudah sampai di kelas dan masuk bersamaan. Ketika mereka berdua masuk ke kelas semua murid yang berada di dalam tampak sedikit terkejut. Mamori dan Yuuma yang biasanya selalu diam dan jarang menyapa sekarang malah terlihat datang bersama dan saling melempar senyuman. Teman sekelas mereka menduga ada sesuatu di antara Yuuma dan Mamori. Terbesit di pikiran mereka untuk sedikit menggoda Yuuma dan Mamori.

"Wah, ada apa ini? Anezaki dan Hizami datang bersamaan," goda seorang pemuda.

"Kau benar. Ada apa ini sebenarnya?" goda yang lain juga sambil tersenyum jahil.

"Jangan-jangan mereka berdua pacaran!" Seru yang lain.

Murid-murid yang lain hanya tersenyum penuh arti dan beberapa juga saling bersiul-siul nakal. Mamori dan Yuuma yang baru saja tiba langsung terdiam. Mereka berdua tidak menyangka akan disambut seperti ini. Yang lain semakin bersemangat menggoda Yuuma dan Mamori. Wajah Mamori sudah memerah dan Yuuma merasa canggung.

"Ka, kalian ini bicara apa?" seru Yuuma.

"Ah, Hizami. Jangan malu-malu begitu."

"Hehehe, sebenarnya ada apa di antara kalian berdua? Tidak biasanya kalian datang bersamaan."

"Kalian ini berisik. Mamori lebih baik kamu segera ke tempat dudukmu dan jangan dengarkan mereka," ujar Yuuma sambil berjalan menuju tempat duduknya. Mamori juga berjalan menuju tempat duduknya.

"Yah, jangan galak begitu, Hizami."

"Anezaki, kamu ada hubungan spesial, ya, dengan Hizami."

"Benarkah itu, Mamori?"

"Apa kalian berdua pacaran?"

"Beritahu kami."

Berbagai macam pertanyaan dan pernyataan dilemparkan pada Yuuma dan Mamori. Tetapi mereka berdua hanya memilih untuk diam. Wajah Mamori semakin memerah, ia tidak tahu harus menjawab apa. Ia sama sekali tidak menyangka teman-teman sekelasnya langsung menyimpulkan ada sesuatu di antara dirinya dan Yuuma. Mungkin saja teman sekelasnya heran karena biasanya ia dan Yuuma memang jarang bertegur sapa dan sekarang tiba-tiba mereka datang bersama ke kelas sambil tersenyum.

'Uh, kenapa mereka semua berpikiran seperti ini? Aku dan Yuuma 'kan tidak ada hubungan apa-apa. Mungkin ini terlihat aneh di mata mereka,' pikir Mamori.

Mamori melirik Yuuma. Ia melihat pemuda itu hanya sibuk membaca dan tidak memperdulikan teman-teman sekelasnya yang tampak bersemangat menggodanya. Hanya sesekali Mamori melihat Yuuma tampak menatap tajam kepada teman-temannya. Bukannya takut Yuuma akan marah, mereka malah semakin bersemangat lagi menggodanya. Mamori dan Yuuma terus digoda oleh teman-teman sekelasnya hingga guru yang akan mengajar jam pertama datang ke kelas.

-YH=MA-

Bel istirahat berbunyi. Yuuma dan Mamori berjalan bersama menuju ruang klub amefuto. Mamori ingin mengambil beberapa map penting di ruang klub dan Yuuma ikut untuk menemaninya. Ketika mereka keluar bersama teman sekelas mereka kembali menggoda mereka. Yuuma tidak ingin menghiraukan godaan mereka. Tiba-tiba saja ia menarik tangan Mamori dan berlalu keluar. Ia sadar dengan menarik tangan Mamori seperti tadi, ia dan Mamori pasti akan kembali digoda oleh teman-teman sekelas mereka ketika mereka kembali ke kelas nanti.

Selama perjalanan menuju ruang klub Yuuma dan Mamori hanya diam saja. Yuuma mencoba untuk membuka pembicaraan terlebih dahulu.

"Maaf ya, Mamori," ujar Yuuma tiba-tiba.

"Maaf? Untuk apa?" Mamori bertanya balik. Yuuma menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal.

"Ng, untuk kejadian tadi pagi. Aku tidak mengerti kenapa mereka semua menggoda kita seperti itu," ujar Yuuma dengan kesal.

Mamori hanya tertawa kecil sambil menutup mulutnya. Yuuma menyadarinya dan bingung melihat Mamori yang tertawa sembunyi-sembunyi seperti itu.

"Kamu malu?" tanya Mamori sambil tersenyum.

"Ah, aku… Bu, bukannya malu, hanya saja aku pikir mereka semua salah paham." Yuuma menoleh ke arah lain. Jujur sebenarnya ia bingung harus menjawab apa dari pertanyaan Mamori tersebut.

"Wajar saja mereka salah paham. Selama ini kita jarang terlihat bersama, bertegur sapa saja jarang," kata Mamori. "Sebenarnya aku malu, tetapi kita 'kan tidak ada hubungan apa-apa selain berteman biasa. Iya, 'kan Yuuma?"

"Ya, kamu benar Mamori. Kita hanya berteman," kata Yuuma tersenyum. Ia memang mengakui perkataan Mamori tetapi sebenarnya ia merasa sulit untuk mengakuinya. Ia merasa ingin Mamori mengakuinya lebih dari sekedar teman. 'Tidak! Apa yang kupikirkan?' Yuuma memaki dirinya.

Mereka kembali berjalan dalam diam. Terasa sekali ada kecanggungan di antara mereka. Yuuma melirik Mamori.

"Apa aku boleh datang ke klub amefuto sepulang sekolah nanti?" tanya Yuuma. Mamori menoleh kepadanya.

"Ng, ke klub amefuto? Kenapa?" Mamori balik bertanya.

"Hanya sekedar mampir, jika kamu tidak keberatan," jawab Yuuma.

Mamori terdiam beberapa saat. Ia tampak sedang berpikir. Dalam hati ia bertanya-tanya untuk apa Yuuma ingin datang ke ruang klub amefuto. Tidak mungkin hanya sekedar untuk mampir. Mamori melirik Yuuma. Pemuda spike hitam itu terlihat menunggu jawaban yang akan keluar dari mulutnya. Sebelum ia membuka mulut untuk mengatakan sesuatu, Yuuma sudah membuka mulutnya terlebih dahulu untuk memulai pembicaraan.

"Kalau tidak boleh juga tidak apa," ujar Yuuma sambil menyisir rambut spike hitamnya ke belakang dengan jemarinya. Mamori menatapnya dengan bingung dan dari raut wajah gadis itu menyiratkan suatu tanda tanya.

"Aku tidak bilang kalau kamu tidak boleh datang," kata Mamori sambil tetap menatap Yuuma. Yuuma hanya tersenyum.

"Menurutmu apa aku pantas menggantikan posisi Hiruma?" tanya Yuuma lagi.

Mamori mengangkat alisnya. Dia bertanya-tanya dalam hatinya bahwa kenapa Yuuma membicarakan tentang Hiruma. Memang sebenarnya bukan tentang Hiruma. Pemuda spike hitam itu hanya menanyakan bahwa apa dirinya dapat menggantikan posisi Si Setan Deimon. Sebenarnya Mamori tidak paham dengan maksud pertanyaan Yuuma tersebut. Menggantikan posisi. Posisi apa yang di maksudkannya Mamori sama sekali tidak tahu. Gadis bermata biru ini perlu mendapatkan penjelasan yang lebih jelas dibalik pertanyaan Yuuma.

"Menggantikan posisi Hiruma-kun? Memangnya posisi apa yang kamu maksudkan?" Mamori kembali bertanya balik pada Yuuma.

Menggantikan posisi yang di maksudkan Yuuma bisa menjadi arti yang luas. Mungkin menggantikan posisi Si Setan Deimon tersebut sebagai penguasa terkejam sepanjang sejarah SMU Deimon, atau menggantikan posisinya sebagai Kapten Amefuto Deimon Devil Bats terkejam, tetapi itu mustahil karena kapten amefuto DDB yang sekarang adalah Musashi. Musashi bukan merupakan kapten yang kejam seperti Hiruma, ia kapten yang tegas.

Namun, jika dipikirkan lagi Yuuma bukanlah orang yang mungkin akan bersikap seperti Hiruma. Dia berbeda dengan Setan Deimon itu. Pemuda bermata hijau tosca ini tidak ada sedikitpun menunjukkan sifat dan sikap yang sama persis dengan Hiruma. Tidak ada sedikitpun kecuali ciri fisik dan beberapa kemampuannya yang mengejutkan anggota DDB dan dirinya. Kemampuan yang sama dengan Hiruma dan kemampuan yang mungkin tidak sama dengan Hiruma.

Satu dugaan Mamori yang mungkin terkesan mustahil tetapi bisa saja menjadi mungkin. Kemungkinan mustahil itu adalah Yuuma ingin mencoba menggantikan posisi Hiruma di hatinya. Itu bisa saja terjadi walaupun memang benar-benar terkesan mustahil. Memikirkannya saja membuat perut Mamori terasa melilit. Ia baru bisa bersikap biasa pada pemuda ini karena pemuda ini ingin dirinya menjadi temannya. Dengan alasan yang cukup ganjil.

Aku tidak tahu. Sejak pertama kali melihatmu aku langsung ingin bisa berada di dekatmu seolah-olah aku memang sudah mengenalmu. Tetapi mengetahui bahwa aku ternyata mirip dengan Hiruma membuatku sedikit kecewa. Apalagi ketika kau selalu saja berusaha menjauhiku.

Itulah yang dikatakan Yuuma pada Mamori. Alasan yang ganjil. Yuuma berkata seolah-olah pernah melihatnya di suatu tempat atau tak sengaja mengenalnya. Atau kemungkinan lagi pemuda itu hanya bertemu Mamori di dalam mimpi. Konyolnya jika berpikir seperti itu karena baik Mamori dan Yuuma sama sekali belum pernah bertemu atau tak sengaja bertemu. Ralat. Mereka memang pernah tidak sengaja bertemu, namun itu hanya sekali. Pertemuan tidak sengaja itu membuatnya harus terus bertemu dengan Yuuma. Harus. Parahnya Yuuma memiliki rupa yang sama dengan Hiruma sehingga membuat Mamori sempat menolak kenyataan tentang kematian Sang Setan Deimon.

Pertanyaan Mamori hanya ditanggapi Yuuma dengan senyuman. Oh, tidak. Kenapa ia selalu saja tersenyum seperti itu. Semakin membuat bulu kuduk merinding jika mengandaikan Hiruma-kun yang tersenyum ramah seperti itu. Mereka memang berbeda. Mamori masih menunggu jawaban dari Yuuma karena sejak tadi ia hanya diam saja. Sekarang Mamori dapat melihat Yuuma sudah membuka mulutnya untuk mengatakan sesuatu.

"Kamu boleh menolaknya jika sudah melihatnya sendiri. Aku hanya ingin mencoba suatu kesempatan yang diberikan kepadaku," jawab Yuuma setelah terdiam beberapa saat yang lalu.

Apa? Apa maksud dari perkataan pemuda ini? Ayolah, Yuuma. Jangan bermain tebak-tebakan seperti ini. Posisi apa yang kamu maksud? Dan kesempatan apa juga yang kamu maksud? Jangan membuat otakku berpikir keras untuk menemukan jawabannya.

"Aku tidak mengerti maksudmu, Yuuma," gumam Mamori bingung.

"Aku tahu kamu tidak akan mengerti. Kamu akan tahu nanti jika aku sudah menyetujuinya dan aku berharap kamu tidak keberatan sama sekali." Yuuma mengatakan hal yang tidak dimengerti oleh Mamori lagi. "Sepertinya aku tidak bisa menemanimu ke ruang klub. Ada seseorang yang ingin ku temui. Tidak apa, 'kan?" tanya Yuuma. Ada sedikit keraguan yang tersamar-samar di nada bicaranya.

"Ah, tidak apa-apa. Aku bisa pergi sendiri," jawab Mamori disertai senyum manis miliknya. Senyum manis yang kesekian kali dilayangkannya pada Yuuma. Tanpa keraguan.

"Maaf, ya." Yuuma langsung bergegas pergi meninggalkan Mamori setelah mengatakan kata sakti itu.

Maaf. Bukankah itu kata sakti yang biasa digunakan setiap orang jika merasa bersalah, segan, menolak, dan lain-lain sebagainya.

Mamori meneruskan perjalanannya menuju ruang klub amefuto. Ia berjalan sambil berpikir. Bohong jika ia tidak memikirkan perkataan Yuuma yang mengandung makna tersirat tersebut. Tak dapat dipahami. Namun, tetap saja terus dipikirkan.

-YH=MA-

Yuuma menghampiri seorang pemuda yang dikenalnya sebagai Kapten Amefuto Deimon Devil Bats. Siapa lagi kalau bukan Musashi. Pemuda berwajah seperti orang tua ini menyadari kehadiran Yuuma yang sangat mirip dengan teman spike pirangnya dulu, Yoichi Hiruma. Musashi mengangkat alisnya melihat Yuuma yang tidak biasanya menghampiri dirinya. Terakhir mereka berdua bicara adalah ketika Musashi meminta Yuuma untuk bergabung ke dalam klub amfuto. Musashi memintanya karena Yuuma memiliki bakat yang sama dengan Hiruma. Kedua tangan Musashi terlipat di dada dan menanti apa yang akan dikatakan pemuda spike hitam ini padanya.

"Akhirnya aku menemukanmu," kata Yuuma. "Ada yang ingin kubicarakan padamu," tambahnya serius.

Musashi merasa tertarik dengan apa yang akan dikatakan Yuuma. Wajah serius Yuuma seolah ingin menjawab pertanyaan sekaligus permintaan dari Sang Kapten Deimon ini. Tentu kita tahu apa yang dipikirkan Musashi jika mengingat pembicaraan mereka dulu yang menyangkut tentang amefuto dan Hiruma.

"Jadi, kau sudah memutuskannya?"

Musashi bertanya seakan sudah mengetahui apa yang akan dibicarakan Yuuma. Tentu hal ini malah membuat Yuuma mengangkat sebelah alisnya. Kagum dengan Kapten Deimon ini yang sudah mengetahui susunan rapi kata-kata yang akan diucapkan dari mulutnya. Kata-kata penjelas maksud dari tujuannya yang menghampiri Sang Kapten Deimon.

Susunan kata yang sia-sia tersusun. Yah, tentu dia mengetahui apa yang akan ku katakan padanya, bukan? Susunan kata-kataku tak berarti lagi jika dia sudah menebaknya dengan mudah. Semudah menebak apa yang digenggam seorang anak kecil di balik kedua tangannya. Permen adalah tebakan yang paling tepat dan seratus persen kemungkinannya benar. Makanan manis lainnya bisa sebagai alternatif jawaban yang lain.

"Jadi, kau sudah tahu apa yang ku maksud, ya?" Yuuma balik bertanya. Mungkin hanya sekedar ingin meyakinkan. Musashi hanya mengangguk kecil sebagai tanda 'Ya'. Mudah sekali menafsirkan kata 'Ya' hanya dari anggukan kepala. Siapapun bisa melakukannya.

"Aku harap kau memang ingin mengatakan hal yang sesuai dengan pikiranku," tambah Musashi untuk melengkapi maksud dari anggukan kepalanya.

"Tentu, Musashi. Aku datang menghampirimu memang bermaksud untuk mengatakan hal tersebut." Yuuma menarik nafas sesaat. "Aku mau menerima permintaanmu untuk bergabung dengan klub amefuto."

Yuuma menjawab dengan mantap. Musashi tidak menunjukkan reaksi apapun. Kapten Deimon ini selalu bersikap tenang. Hanya sesaat. Tidak ada yang tahu bahwa Sang Kapten Deimon sebenarnya sedikit terkejut mendengarnya. Tentu Musashi pandai menutupi rasa terkejutnya ini dengan topeng wajah tenang. Sebelah alis terangkat. Namun, tak lama sudut kedua bibir Sang Kapten Deimon terangkat. Musashi tersenyum, meskipun itu hanya senyum tipis.

"Aku tidak tahu harus berkata apa selain sampai bertemu di ruang klub amefuto. Aku harap kau sudah berada di sana sebelum aku tiba, Yuuma Hizami." Musashi menepuk pundak Yuuma dan berlalu meninggalkannya.

Yuuma masih terdiam. Kemudian ia berbalik untuk melihat Sang Kapten Deimon yang akan berlalu. Musashi belum terlihat pergi jauh. Yuuma membuka mulutnya untuk mengatakan sesuatu pada Musashi sebelum ia benar-benar pergi terlalu jauh. Tentu tidak dengan berbicara layaknya saling berhadapan.

"Aku akan datang. Aku pasti datang. Tak akan ku sia-siakan kesempatan yang kau berikan padaku," kata Yuuma pada Musashi yang menghentikan langkahnya sesaat.

Musashi tidak menoleh. Namun, tanpa diketahui oleh Yuuma bahwa Musashi menyunggingkan senyum tipis di bibirnya. Tak lama ia pun segera berlalu meninggalkan Yuuma dan berbelok ke arah koridor lain. Yuuma masih terdiam di tempatnya. Kemudian ia memutuskan untuk segera kembali ke kelas.

Ada suatu kesempatan yang diberikan kepadaku

Meskipun pada awalnya kebimbangan menghantuiku

Namun telah ku putuskan untuk mencoba menerimanya dengan setengah keraguan semu

-YH=MA-

Yuuma dan Mamori sudah kembali ke kelas dan bersiap untuk menerima pelajaran selanjutnya. Sebelum guru yang bersangkutan masuk Yuuma dan Mamori masih tetap digoda oleh teman sekelas mereka. Yuuma tetap seperti sebelumnya. Cuek dan tidak mau ambil pusing dengan godaan teman-teman sekelasnya. Sebaliknya Mamori yang menjadi sasaran godaan mereka setelah diacuhkan oleh Yuuma. Mamori terkadang diam dan sesekali memarahi teman sekelasnya yang menggodanya. Tentu saja itu membuat wajahnya memerah karena malu.

Akhirnya guru yang bersangkutan datang dan menyelamatkan Mamori serta Yuuma dari semua godaan teman sekelas mereka. Sang guru memulai pelajarannya. Semua mendengarkan penjelasan dari guru dengan serius. Mamori juga mendengarkan pelajaran dengan serius, tetapi terkadang sesekali ia melirik ke arah Yuuma. Yuuma memang tidak menyadarinya karena ia sedang serius sekali mendengarkan penjelasan sang guru. Mamori masih memikirkan ucapan Yuuma tadi yang masih kurang dipahami olehnya.

Menggantikan posisi? Ayolah! Jangan bermain tebak-tebakan denganku. Sama sekali tak dapat ku pahami. Kau dengar? Aku sama sekali tidak mengerti.

Setelah menerima beberapa pelajaran, akhirnya bel pulang yang dinantikan setiap murid di SMU Deimon berbunyi. Semua murid bergegas menyusun buku-buku pelajaran mereka dan mulai berhamburan keluar kelas. Mamori juga sedang menyusun buku-bukunya dan dimasukkannya ke dalam tas. Ia melirik ke arah tempat duduk Yuuma. Namun, gadis bermata biru safir ini terkejut karena mendapati tempat duduk Yuuma sudah kosong.

Yuuma sudah meninggalkan kelas terlebih dahulu tanpa disadari oleh Mamori. Mamori sama sekali tidak melihat pemuda spike hitam itu melewatinya. Tetapi Mamori tidak mau ambil pusing dan hanya mengira bahwa kemungkinan Yuuma memiliki suatu urusan yang penting sehingga tidak sempat untuk mengatakan 'Sampai jumpa' padanya. Setidaknya begitu yang ada di pikiran sang gadis bermata biru safir ini.

Sampai jumpa? Bisa-bisanya punya pikiran seperti itu. Konyol.

Mamori segera berlalu meninggalkan kelas. Tujuan selanjutnya gadis ini tak perlu ditanyakan lagi. Tentu saja ia akan menuju ruang klub amefuto. Tugas sebagai sang manager sudah menantinya di sana. Sekitar sepuluh menit berjalan akhirnya Mamori sampai di ruang klub amefuto. Ia masuk ke ruang klub dan mendapati ruang klub sudah sepi.

"Wah, mereka semua sudah ada di lapangan, ya? Ternyata mereka semua sangat rajin sekali berlatih." Mamori berkata pada dirinya sendiri. Senyum terlukis di bibirnya.

Mamori meletakkan tasnya di meja. Ia mengeluarkan beberapa map yang sedari tadi di ambilnya ketika istirahat. Mamori segera berkutat dengan map-map tersebut. Hanya pekerjaan yang tidak memakan waktu lama karena ketika di kelas ia sudah mengerjakannya sebagian. Sekarang ia hanya melanjutkan beberapa pekerjaannya yang belum rampung saja. Baru beberapa menit Mamori mulai bekerja, ia mendengar bunyi pintu ruang klub yang di buka oleh seseorang. Mamori menoleh dan mendapati seseorang itu adalah Suzuna yang menghampirinya dengan wajah ceria. Memang Suzuna selalu terlihat ceria.

"Hai, Mamo-nee!" sapanya.

"Hai, juga Suzuna-chan," balas Mamori.

"Sedang sibuk, ya?" tanya gadis berambut biru itu.

"Ya, seperti yang kau lihat. Tetapi sebentar lagi akan segera selesai," ujar Mamori sambil tetap berkutat dengan map-mapnya.

Suzuna hanya memperhatikan pekerjaan sang manager Deimon yang cantik ini. Gadis berambut biru ini selalu kagum dengan Mamori karena Mamori adalah gadis yang sangat rajin. Semua tugas sebagai manager selalu dilaksanakannya dengan baik. Tujuan awalnya menjadi manager adalah untuk melindungi Sena dari kekejaman Hiruma, menurutnya. Namun, setelah menjadi manager tim Deimon Mamori selalu direpotkan oleh Hiruma karena Kapten Setan yang tampan itu selalu memberikan Mamori tugas secara berlebihan. Pertengkaran pun sering terjadi di antara mereka dan menjadi tontonan menarik di kala anggota DDB sedang beristirahat. Tidak ada yang tahu bahwa dari pertengkaran kecil itu sang cupid menembakkan panah cinta Mamori kepada Hiruma. Sulit untuk diakui bahwa manager cantik ini diam-diam menyukai sang kapten setan. Atau sekarang ketika disadarinya kata 'menyukai' itu berganti menjadi 'mencintai'.

Gila! Benar-benar gila. Jatuh cinta pada manusia yang wujudnya menyerupai setan dengan segala sifat setan yang melekat pada dirinya. Apa yang telah ku pikirkan? Itu pertanyaan pertama yang muncul ketika aku menyadari hal gila itu. Oke, dia sebenarnya memang manusia, seorang pemuda, dan memiliki wajah yang cukup tampan. Meskipun dia menyebalkan tetapi aku tak bohong bila harus mengatakan bahwa aku… ng… jatuh cinta padanya. Oh, Tuhan, apa yang telah ku katakan? Benarkah perasaanku ini?

"Ng, Mamo-nee," panggil Suzuna yang membuat Mamori harus menghentikan pekerjaannya sesaat.

Mamori menoleh. "Ada apa?" tanyanya lembut.

"Kalau pekerjaannya sudah selesai segera ke lapangan, ya. Aku akan tunggu Mamo-nee di sana," kata Suzuna. Matanya melirik kepada map-map yang terletak di meja.

"Ku pikir kau ingin membantuku, Suzuna-chan," gumam Mamori. Wajahnya dibuat seolah-olah kecewa. Suzuna menggaruk pipinya.

"Hehehe… Maaf," gumam Suzuna. "Aku bantu Mamo-nee menyiapkan minuman dan handuk untuk mereka saja," ujarnya diiringi dengan cengirannya.

"Baiklah. Aku akan segera ke lapangan jika semuanya sudah selesai." Mamori menghela nafas. Matanya kembali tertuju pada map yang terbuka di hadapannya.

"Kalau begitu aku kembali ke lapangan dulu untuk menyemangati mereka. Sampai nanti Mamo-nee." Suzuna segera menuju pintu dan berlalu meninggalkan ruang klub. Meninggalkan Mamori yang masih sibuk dengan pekerjaannya.

Mamori kembali melanjutkan pekerjaannya. Hanya sekitar tiga puluh lima menit pekerjaan tersebut telah selesai. Mamori menyusun map-map tersebut dan meletakkannya dengan rapi di meja. Kemudian ia segera mengambil minuman dan handuk untuk anggota DDB. Suzuna datang lagi ke ruang klub. Mamori menoleh ke arahnya.

"Wah, aku datang di saat yang tepat, ya." Suzuna menghampiri Mamori.

"Sepertinya begitu. Kalau begitu bantu aku membawakan minuman dan handuk untuk mereka, ya," ujar Mamori sambil menyerahkan beberapa botol minum dan handuk kepada Suzuna.

"Baiklah Mamo-nee!" seru Suzuna. Ia terlihat semangat sekali.

Mamori dan Suzuna bergegas keluar dari ruang klub. Mereka berjalan menuju lapangan tempat anggota DDB sedang latihan amefuto seperti biasanya. Sesekali Mamori dan Suzuna terlihat membicarakan sesuatu dan tertawa. Mereka hampir sampai di lapangan. Mamori menoleh ke arah lapangan dan menemukan sosok pemuda berambut spike hitam yang sepertinya dikenalnya. Semula ia mengira hanya halusinasi saja, tetapi setelah diperhatikan dengan seksama dia yakin bahwa sosok itu adalah pemuda yang dikenalnya. Matanya membelalak melihat sosok tersebut.

"Bu, bukankah itu Yuuma?" seru Mamori sambil menunjuk ke arah pemuda spike hitam yang dimaksudnya.

Suzuna menoleh ke arah yang ditunjuk oleh Mamori. Senyum menghiasi bibirnya.

"Itu memang Yuu-nii, Mamo-nee," jawab Suzuna yang semakin membuat Mamori membelalakkan matanya. Suzuna hanya tertawa kecil melihat ekspresi Mamori. "Mamo-nee kaget, ya?"

"Eh, aku…" Mamori bingung untuk melanjutkan perkataannya. "Ah, kenapa dia ada di sini dan ikut latihan dengan yang lain?"

Suzuna kembali tertawa kecil. Ia merasa lucu melihat wajah Mamori yang terlihat benar-benar kaget melihat sosok Yuuma seperti melihat setan. Mamori hanya mengangkat sebelah alisnya sebagai pertanda bingung.

"Kenapa kamu tertawa, Suzuna-chan?" tanya Mamori bingung.

"Tidak ada," elak Suzuna. "Kalau Mamo-nee mau tahu lebih baik kita segera ke sana saja." Suzuna menarik tangan Mamori.

"Eh, jangan tarik-tarik Suzuna-chan. Nanti botol minumnya jatuh." Mamori mencoba memperingatkan Suzuna, tetapi Suzuna malah pura-pura tidak mendengarkan.

Suzuna terus menarik tangan Mamori sehingga Mamori harus lebih berhati-hati agar botol minum dan handuk yang dibawanya tidak jatuh. Tak lama mereka berdua tiba di lapangan amefuto. Anggota DDB masih sibuk latihan. Musashi menyadari kehadiran Mamori dan Suzuna yang sedang berjalan menghampirinya.

"Sudah waktunya istirahat, ya?" gumam Musashi yang menoleh kepada Mamori. Mamori hanya mengangguk.

"Hai, semuanya! Waktunya istirahat!" seru Suzuna kepada semua anggota DDB.

Anggota DDB langsung menoleh kepada Suzuna. Mereka menghentikan latihan mereka dan langsung berlari menghampiri Mamori dan Suzuna yang membawa minuman dan handuk untuk mereka. Suzuna dan Mamori langsung membagikan minuman dan handuk untuk semua anggota DDB. Mamori langsung terkejut melihat sosok pemuda spike hitam yang dilihatnya di kejauhan tadi bersama Suzuna. Mata Mamori membulat ketika melihat sosok pemuda tersebut sedang tersenyum padanya dan sebelah tangannya terulur pada Mamori. Meminta minuman dan handuk.

"Yu, Yuuma!" seru Mamori. Botol minum yang dipegangnya langsung jatuh.

Pemuda itu menunduk dan memungut botol yang dijatuhkan Mamori. Ia kembali berdiri dan menatap Mamori dengan senyumnya.

"Ya, ini aku Mamori," kata Yuuma dengan tenang.

"Tapi… kenapa kamu ada di sini? Dan seragam itu… itu 'kan seragam amefutonya Hiruma-kun? Apa maksudnya ini?" Mamori gelagapan. Ia sangat bingung dengan kemunculan Yuuma di tengah-tengah anggota DDB yang lain.

"Yuuma-san sekarang bergabung dengan klub amefuto, Mamori-neesan," kata Monta yang sedang mengelap keringatnya. "Iya, 'kan Sena?" katanya sambil menyikut Sena yang sedang minum. Hampir saja Sena tersedak karenanya.

"Ukh, i, iya. Aduh, Monta. Jangan sikut aku seperti itu," ujar Sena sambil mengelap mulutnya dengan punggung seragam amefutonya. Ia melanjutkan minumnya lagi.

"Itu benar, Mamori. Sekarang Yuuma sudah resmi menjadi anggota Deimon Devil Bats, menggantikan posisi Hiruma sebagai Quarterback," tambah Kurita yang sudah menghabiskan lima botol minuman. Anggota yang lain hanya mengangguk membenarkan perkataan Kurita.

Mamori masih belum mencerna perkataan Kurita. Ia masih kebingungan sambil memijat kepalanya. Berusaha tenang. Mamori menoleh kepada Musashi berharap agar sang kapten lebih memberikan penjelasan yang sebenarnya. Musashi mengerti maksud dari Mamori. Ia menghela nafas sesaat.

"Aku yang memintanya untuk bergabung ke klub amefuto," kata Musashi tenang. Sang Kapten Deimon masih mempertahankan sikap tenangnya. "Ia memiliki kemampuan yang sama dengan Hiruma dan kupikir sangat cocok sebagai Quarterback pengganti Hiruma," tambahnya lagi.

Yuuma mendekati Mamori. Senyum masih menghiasi wajah tampannya yang mirip dengan Hiruma. Namun, senyum itu perlahan-lahan menghilang dari wajahnya. Mulutnya terbuka untuk mengatakan sesuatu.

"Apa kamu keberatan aku menjadi salah satu anggota Deimon?" tanya Yuuma.

Mendengar pertanyaan Yuuma, Mamori merasa tersentak. Ia menatap Yuuma yang tampak sedang menanti jawaban darinya. Mamori menelan ludahnya. Bingung harus menjawab apa. Anggota DDB beserta Suzuna hanya menonton kedua orang tersebut yang tampaknya sedang terlibat pembicaraan serius.

"Apa ini yang kamu maksud dengan menggantikan posisi itu?" Mamori malah memberi Yuuma pertanyaan.

"Ya. Tetapi kalau kamu keberatan aku akan keluar dari klub ini," ujarnya tenang.

"Yuuma…" gumam Mamori.

Mamori memperhatikan Yuuma dari ujung rambut hingga ujung kaki. Mata birunya menatap rambut spike hitamnya yang dulu diingatnya pernah melihat rambut spike yang serupa, namun berwarna pirang.

Kemudian menatap wajah tampan Yuuma yang sebelumnya juga pernah dilihatnya dan berhenti di kedua mata hijau tosca yang indah itu. Mata yang selalu membuat Mamori tak bisa berhenti untuk menatapnya dengan sembunyi-sembunyi karena si pemilik mata hijau tosca itu akan menghardiknya jika ia ketahuan sedang menatapnya.

Mata Mamori kembali menatap tubuh Yuuma yang sekarang sudah dibalut dengan seragam amefuto DDB yang berwarna merah dengan nomor punggung satu. Mamori mengenali seragam itu sebagai seragam amefuto milik Hiruma. Meskipun pemuda yang ada di hadapannya ini bukanlah Hiruma, Mamori tidak menyangkal bahwa seragam amefuto itu sangat cocok dipakai Yuuma. Tidak disangkal oleh Mamori juga bahwa sosok Yuuma yang ada di hadapannya perlahan-lahan berubah menjadi Hiruma. Benar-benar Hiruma.

"Mamori," panggil Yuuma yang membuyarkan lamunan Mamori.

"Ah, iya," ujar Mamori. "Ada apa?"

Yuuma menghela nafas. "Apa kamu dengar apa yang ku katakan tadi?"

"Ah, iya. Jadi maksudmu tadi adalah kalau kamu diminta untuk bergabung ke klub, ya?" Yuuma hanya mengangguk membenarkan.

"Aku menggantikan posisi Hiruma di tim Deimon sebagai Quarterback. Maaf, kalau tadi aku tidak mengatakannya padamu. Aku hanya ingin mencoba kesempatan yang diberikan kepadaku dan aku cukup tertarik dengan amefuto terlebih lagi dengan posisiku di tim ini. Kamu tidak keberatan, 'kan?" Yuuma menatap lurus Mamori.

Mamori terdiam beberapa saat. Namun, sebuah senyum menghiasi bibir indahnya. Ia menatap pemuda spike hitam yang tadi perlahan-lahan di matanya berubah menjadi sosok yang sangat dicintainya dulu, Hiruma. Dia menyadari pemuda di hadapannya ini bukanlah Hiruma, melainkan Yuuma. Ya, dia bukan Hiruma, tetapi Yuuma.

"Kamu bicara apa, Yuuma?" kata Mamori diselingi dengan senyuman manisnya. "Aku sama sekali tidak keberatan."

Yuuma terkejut mendengar pernyataan yang keluar dari mulut Mamori. Seperti kata ajaib di telinganya.

"Be, benarkah itu, Mamori?" ulangnya seakan-akan tidak percaya.

"Tentu saja, Yuuma. Lagipula semenjak Hiruma-kun meninggal tim Deimon tidak memiliki seorang Quarterback hebat seperti dirinya. Tidak ada yang bisa menggantikannya, tetapi…" Mamori menggantung ucapannya, kemudian kembali tersenyum lagi pada Yuuma, "tetapi sekarang tim Deimon sudah punya penggantinya, yaitu kamu Yuuma."

Ya, kamu memang pengganti yang tepat. Tidak ada bedanya dengan orang itu, meskipun dia tidak lagi berpijak di bumi ini. Kembali ke alam dimana dia berasal. Kamu mirip dengannya bahkan segalanya.

"Terima kasih Mamori. Aku merasa senang mendengarnya," ujar Yuuma senang.

Tiba-tiba ia memeluk Mamori, tubuhnya secara reflek saja memeluk gadis bermata biru itu. Terlihat di wajahnya yang mirip dengan Hiruma menyiratkan kebahagiaan. Saat ini ia sama sekali tidak bisa menyembunyikan perasaan senanganya. Mamori terkejut ketika Yuuma memeluknya secara tiba-tiba. Ia sama sekali tidak tahu harus berbuat apa. Wajahnya perlahan-lahan memerah. Mungkin saja ia malu. Tetapi ia juga tidak mencoba mendorong tubuh Yuuma sebagai tanda penolakan.

Anggota DDB yang lain hanya terdiam dan mata mereka membelalak melihat pemandangan di hadapan mereka. Pemandangan Yuuma dan Mamori sedang berpelukan. Sebelumnya mereka juga pernah melihat pemandangan yang sama, yaitu Mamori memeluk Yuuma secara mendadak dari belakang dan sekarang malah sebaliknya. Memang Yuuma yang memeluk Mamori sementara Mamori hanya diam saja. Ia tidak membalas pelukan Yuuma.

Mereka benar-benar kaget. Misalnya Kurita dan Daikichi yang hampir menumpahkan minuman mereka, Yukimitsu dan Ishimaru terdiam tetapi wajah mereka memerah, Taki berputar-putar dengan semangat, Musashi masih tetap dengan sikap coolnya. Lalu Monta membelalak kaget dengan jari teracung ke arah Yuuma dan Mamori, Sena terdiam juga dengan wajah memerah, dan Suzuna hanya tersenyum jahil dengan antena di rambutnya yang terus berputar-putar menangkap sinyal yang menarik. Tiga bersaudara Ha-Ha hanya mendengus bosan.

"Hei, jangan lupakan kalau kami ada di sini," ujar Juumonji yang sedang memain-mainkan handuknya.

"Kalian benar-benar terbawa suasana," sahut Kuroki yang meletakkan kedua tangannya di belakang kepalanya.

"Terlalu menikmati seolah dunia milik berdua. Di komik yang ku baca selalu tertulis seperti itu," tambah Togano sambil membaca komik yang entah di dapatnya darimana.

"Ma, Mamori-neesan… Kenapa kamu berpelukan dengan Yuuma-san lagi," kata Monta dengan lirih. Jarinya tetap teracung kepada Yuuma dan Mamori. Eksperi wajahnya terlihat hampir menangis.

"Yei, Yuu-nii dan Mamo-nee pelukan lagi. Good job, Yuu-nii!" Suzuna berseru riang sambil mengacungkan dua jempolnya.

"Tenang, Monta," hibur Sena. "Hie, apa maksudmu, Suzuna-chan?" Sena menatap heran pada Suzuna.

"Ahaha… Ternyata dia orang yang romantis. Tetapi aku juga seorang laki-laki yang romantis," seru Taki yang tetap berputar-putar.

"Mereka berpelukan, Daikchi," ujar Kurita yang mengelap mulutnya dengan handuk.

"Ya," sahut Daikichi singkat.

Musashi hanya menghela nafas, sementara itu Yukimitsu dan Ishimaru tidak berkomentar apa-apa.

Mendengar komentar dari masing-masing anggota DDB, Yuuma langsung tersadar. Dengan cepat ia melepaskan pelukannya pada Mamori. Wajah Yuuma memerah begitu juga dengan wajah Mamori. Mereka berdiri berhadapan dengan canggung. Yuuma menggaruk-garuk belakang kepalanya, sementara Mamori menoleh ke arah lain. Detak jantung mereka berdua sangat cepat. Tidak ada yang mencoba untuk membuka pembicaraan. Yuuma melirik Mamori yang masih meoleh ke arah lain.

"Ma, maafkan aku, Mamori." Yuuma mencoba menatap wajah Mamori. Ada sedikit rona merah yang terpancar di wajah tampannya.

"Ah, ti, tidak apa-apa. Jangan dipikirkan," sahut Mamori. Wajahnya juga memerah dan ia mencoba untuk tersenyum, meskipun terkesan canggung.

"Sepertinya aku kelepasan. Kamu tidak marah padaku?" tanya Yuuma.

"Sebenarnya aku mau marah. Tetapi dengan begini kita impas, 'kan?" kata Mamori. Ia teringat ketika dia memeluk Yuuma yang disangkanya Hiruma.

Yuuma mengangkat alisnya tanda bingung dengan maksud Mamori. Sesaat dia berpikir dan akhirnya mengerti dengan apa yang dimaksud oleh Mamori. Mereka berdua kembali tersenyum meskipun masih merasa malu dan canggung. Anggota DDB juga ikut tersenyum kecuali Monta yang masih merasa kesal dengan Yuuma. Monta merasa memiliki saingan lagi untuk mendapatkan Mamori. Suzuna menyeringai yang mana membuat Sena merinding ketika melihatnya.

Waktu istirahat telah usai. Musashi kembali memerintahkan semua anggota DDB untuk kembali melanjutkan latihan mereka. Monta yang masih dipengaruhi perasaan kesal terhadap pemandangan Yuuma dan Mamori yang berpelukan tadi menarik tangan Sena dan mengajak pemuda manis berambut cokelat itu untuk lari seratus keliling lapangan. Sena tidak bisa menolak karena ditarik paksa oleh Monta. Mamori melirik Yuuma yang sedang berbicara dengan Kurita dan Ishimaru. Gadis bermata biru ini tak lepas memandang pemuda berambut spike hitam itu. Yuuma tak sengaja menoleh pada Mamori sehingga gadis itu langsung terkesiap dan buru-buru menoleh ke arah lain. Yuuma berjalan mendekati Mamori. Mamori mencoba bersikap biasa.

"Aku mau latihan dulu. Apa kamu akan melihatku latihan?" tanya Yuuma.

"Ng, ya. Sepertinya begitu," jawab Mamori sambil menggaruk pipinya.

"Kalau begitu lihat aku, ya. Aku pasti bisa menjadi pemain amefuto yang hebat," ujar Yuuma sambil tersenyum tipis. Mamori hanya mengangguk saja.

Yuuma berlalu meninggalkannya dan segera menuju lapangan untuk memulai latihannya sebagai anggota baru Tim Deimon Devil Bats. Anggota DDB memulai latihan mereka. Sang Kapten Deimon, Musashi, memperhatikan latihan para anggotanya. Mamori juga ikut memperhatikan mereka dari tempat duduk tepat di sebelah Musashi yang sedang berdiri. Terlihat para line sedang berlatih mendorong, Sena dan Monta masih berlari keliling lapangan untuk putaran ketujuh puluh tiga serta Yukimitsu yang juga ikutan lari bersama Taki yang tampak sangat bersemangat dan sesekali terlihat berputar-putar. Suzuna memberi semangat kepada semua anggota DDB bersama dengan Cerberus dan Butaberus.

Dua orang yang sedang latihan pass menjadi perhatian Mamori. Tentu saja itu adalah Yuuma yang dibantu oleh Ishimaru. Seharusnya Yuuma latihan pass dengan Monta. Tetapi karena Monta sedang lari keliling lapangan bersama Sena, maka Ishimaru yang menggantikan Monta sementara. Orang yang diperhatikan Mamori tentu saja adalah Yuuma. Mamori melihat Yuuma yang sedang bersiap-siap melemparkan bola dengan kecepatan tinggi. Ishimaru yang memang bukan seorang Receiver seperti Monta menjadi kewalahan saat menangkap bola lemparan dari Yuuma. Sesekali Mamori dapat melihat Yuuma tersenyum bahagia. Ia sepertinya terlihat sangat menikmati latihan amefuto ini.

Perlahan-lahan sosok Yuuma di mata Mamori mulai berubah lagi menjadi Hiruma. Mamori merasa telah melihat sosok Hiruma yang sudah lama menghilang di lapangan kini kembali lagi. Gadis blasteran ini hampir saja ingin menangis dan berlari menghampiri sosok Yuuma yang di matanya kembali terlihat seperti Hiruma. Namun, Mamori mencoba untuk menahan dirinya. Ia berusaha untuk memfokuskan sosok Yuuma sebagai Yuuma, bukan Yuuma sebagai Hiruma. Janjinya untuk bisa melihat Yuuma sebagai Yuuma harus ditepatinya. Mamori tidak mau terjadi salah paham lagi dengan Yuuma. Ia tidak ingin lagi melihat wajah kecewa Yuuma. Tidak ingin lagi.

Mamori menghela nafas panjang. Musashi sampai meliriknya dengan pandangan bingung, tetapi matanya kembali lagi fokus kepada anggota DDB. Mamori menepuk-nepuk pipinya. Di dalam hatinya ia terus mengulangi kata-kata 'Dia bukan Hiruma, dia adalah Yuuma. Ingat, dia adalah Yuuma, bukan Hiruma'. Kata-kata itu terus diulanginya berkali-kali. Mamori berhenti menepuk pipinya. Ia kembali lagi memperhatikan latihan Yuuma. Entah kenapa perlahan-lahan ia merasa wajahnya memanas melihat pemuda bermata hijau tosca itu. Tidak hanya itu, detak jantungnya pun mulai berdetak tidak karuan.

'Ada apa sebenarnya denganku? Kenapa jantungku berdetak secepat ini?' batinnya.

Menerima kehadiranku merupakan suatu hal yang menyenangkan bagiku

Tentu saja dan siapa yang tidak senang akan kabar baik ini

Dia menerimaku untuk menggantikan posisi seseorang yang sangat berarti baginya

-YH=MA-

Mamori dan Yuuma sekarang benar-benar terlihat akrab. Mereka selalu terlihat sering berdua. Datang ke sekolah bersama-sama dan pulang sekolah langsung menuju ke tempat yang sama. Klub amefuto. Yuuma harus latihan dengan anggota amefuto lainnya, sementara Mamori disibukkan dengan tugasnya sebagai manager tim DDB. Berita tentang kedekatan mereka mulai menyebar secara perlahan-lahan. Jika ditanya tentang status hubungan kedekatan mereka, Yuuma dan Mamori hanya menjawab bahwa mereka hanya berteman. Hubungan sebatas teman dan tidak lebih.

Di kelas pun Yuuma dan Mamori juga semakin sering digoda oleh teman-teman sekelas mereka. Mereka selalu memilih diam dan mengacuhkan godaan serta gosip yang dikatakan tentang mereka. Meskipun Mamori berhasil mengacuhkan godaan teman sekelasnya, tetapi terkadang dia malah malu sendiri hingga wajahnya memerah. Itu karena teman sekelasnya mengatakan bahwa ia dan Yuuma berpelukan di lapangan amefuto. Mamori tidak tahu siapa yang menyebarkan berita tersebut. Mungkin saja ada di antara anggota DDB yang menyaksikan kejadian itu di lapangan secara langsung. Jika sekarang Mamori bisa berpikir cerdas seharusnya dia menyadari siapa sosok setan kecil yang sangat suka mengurusi urusan percintaan orang lain. Tentunya ia harus tahu siapa gerangan orang tersebut. Gosip dirinya dan Hiruma dulu juga berasal dari sumber yang sama.

Mamori dan Yuuma sedang menikmati waktu istirahat mereka di bawah sebuah pohon yang rindang dan nyaman. Yuuma bersandar di batang pohon, matanya terpejam. Kelihatannya ia menikmati hembusan angin yang sepoi yang menerpa wajahnya. Sedangkan Mamori juga menyandar di batang pohon yang sama sambil membaca buku, tetapi di sisi sebelah kiri Yuuma. Yuuma membuka matanya, ia melirik Mamori. Kemudian matanya memandang langit-langit. Melihat awan putih yang berarak.

"Apa tidak masalah jika terus bersamaku seperti ini?" tanya Yuuma yang masih menatap awan.

Mamori menghentikan bacannya. Ia menoleh kepada Yuuma.

"Apa maksudmu?" Mamori terlihat kebingungan.

"Apa kamu tidak memikirkan apa yang dikatakan seluruh sekolah tentang kita?" Yuuma tidak menjawab dan malah memberikan Mamori pertanyaan lagi.

Mamori mengangkat alisnya tanda bingung. Ia menutup bukunya dan membetulakan posisi duduknya. Sekarang ia duduk berhadapan dengan Yuuma. Yuuma tidak lagi memandang awan-awan di langit dan sebagai gantinya ia memandangi wajah gadis cantik bermata biru dan berambut cokelat bernama Mamori. Gadis cantik ini kini berada di hadapan Yuuma dan menanti penjelasan lebih lanjut darinya.

"Apa maksudmu tentang berita kedekatan kita?" tanya Mamori. Yuuma hanya menghela nafas.

"Mungkin," jawab Yuuma singkat. "Aku memang tidak terlalu memikirkannya, hanya saja aku merasa mereka semua terlalu berlebihan. Kita hanya berteman biasa tetapi malah diberitakan seperti ini. Apa menurutmu mereka berlebihan?"

"Sepertinya begitu. Ng, jangan bilang kalau kamu sebenarnya merasa terganggu," selidik Mamori. Yuuma tersenyum tipis.

"Terganggu? Ya, sepertinya aku merasa sedikit terganggu, namun ku abaikan saja. Yang menjadi pikiranku adalah kamu." Yuuma menunjuk Mamori.

"Aku? Memangnya kenapa denganku? Aku juga mengabaikan apa yang mereka katakan," ujar Mamori.

Yuuma terdiam sesaat. Ia kembali menatap langit dan melihat awan-awan yang berarak. Mamori menatap Yuuma dengan bingung. Ia penasaran dengan maksud perkataan Yuuma tadi. Terkesan mengganjal untuknya.

"Jawab aku, Yuuma," pinta Mamori.

Yuuma memutar bola matanya dan menatap sepasang mata biru safir Mamori. Ia menghela nafas.

"Aku takut kalau kamu akan menjauh dariku," ujar Yuuma sambil memalingkan wajahnya.

Mamori membelalakkan matanya. Ia terkejut mendengar pernyataan Yuuma tersebut. Perlahan ia merasa wajahnya memanas dan jantungnya berdetak tidak karuan. Yuuma tidak menatap Mamori dan masih memalingkan wajahnya.

"Takut? Kamu takut aku akan menjauh darimu?" ulang Mamori. Wajahnya perlahan-lahan mulai memerah.

Yuuma masih saja terdiam. Kemudian tanpa menoleh lagi kepada Mamori ia berkata, "Lupakan!"

Mamori tidak terima Yuuma yang mulai lagi dengan mengatakan hal yang akan sulit dimengerti olehnya. Wajahnya yang tadi memerah sekarang berubah menjadi kesal. Mamori memukul pelan kepala Yuuma dengan buku yang dibacanya tadi. Tentu saja Yuuma mengerang kesakitan.

"Aduh! Sakit Mamori, apa yang kamu lakukan?" erang Yuuma sambil mengusap-usap kepalanya. Memang Mamori tidak memukul terlalu keras, tetapi tetap saja sakit.

"Bagaimana mungkin bisa lupakan begitu saja. Jelas-jelas tadi aku mendengarnya dari mulutmu. Memangnya aku pernah bilang akan menjauh darimu. Itu tidak akan terjadi. Ups!" Mamori menutup mulutnya. Wajahnya kembali memerah, ia memalingkan wajahnya dari Yuuma. 'Apa yang ku katakan tadi? Malunya,' batinnya.

Yuuma menggeleng melihat tingkah Mamori. Tetapi ia dapat menduga bahwa gadis ini malu setelah mengatakan perkataannya tadi. Jujur ia cukup terkejut mendengarnya. Yuuma tersenyum jahil dan mulai menggoda Mamori.

"Oh, begitu. Jadi kamu tidak akan pernah mau menjauh dariku, ya?" goda Yuuma. Senyum jahil ala Hiruma sudah mulai terpasang di wajahnya. Mamori tetap tidak mau menatap wajah Yuuma. Kali ini ia benar-benar malu. "Jangan memalingkan wajahmu seperti itu, Mamori," pinta Yuuma.

"Lupakan kata-kataku tadi. Kamu membuatku malu," kata Mamori yang tetap tidak mau menatap Yuuma.

Yuuma mengangkat alisnya. Kemudian ia tertawa kecil. Mamori sadar Yuuma tertawa, dengan ia enggan menoleh pada Yuuma. Kedua pipi mulusnya digembungkannya pertanda kesal. Yuuma masih belum berhenti tertawa.

"Jangan tertawa seperti itu. Memangnya ada yang lucu?" gerutu Mamori.

"Maaf, maaf. Tidak ada yang lucu," ujar Yuuma yang masih menahan tawanya. Kedua tangan Yuuma memegang bahu Mamori, ia menatap mata biru safir itu dengan hangat. Tentu saja itu membuat wajah Mamori mau tak mau akan memerah lagi.

"Mau apa kamu?" hardik Mamori yang merasa tak nyaman bahunya dipegang seperti itu oleh Yuuma. Terlebih lagi mata hijau tosca pemuda itu menatapnya hangat sehingga membuat Mamori merasa sulit bernafas. Mata hijau itu sangat memabukkannya.

"Tenang saja," kata Yuuma meminta Mamori untuk rileks. Mamori menurut meskipun sebenarnya kesal. "Dengar, aku senang kamu bilang tidak akan menjauh dariku. Sebelumnya aku sempat berpikir bahwa kemungkinan kamu memikirkan semua gosip itu dan memutuskan untuk menjauh dariku, tetapi ternyata tidak. Aku senang mendengarnya." Yuuma berkata serius.

"Dasar bodoh. Aku tidak punya pemikiran seperti itu. Kalau aku menjauh darimu, maka mereka pasti akan berpikir bahwa aku benar-benar menanggapi gosip yang mereka sebarkan," ujar Mamori yang mencoba bersikap biasa. Ia benar-benar merasa tidak nyaman. "Lagipula kenapa kamu bisa punya pemikiran seperti itu?"

Yuuma menyadari bahwa Mamori merasa tidak nyaman bahunya dipegang seperti itu. Ia pun melepaskan kedua tangannya di bahu Mamori dan tersenyum tipis.

"Karena aku mirip dengan Hiruma," kata Yuuma sedikit menyeringai. Mamori sedikit terkejut mendengar pernyataan Yuuma tersebut. "Jangan dipikirkan. Apa sebelumnya ketika kamu digosipkan dengan Hiruma, kalian berdua bersikap acuh seperti ini?"

"Untuk apa kamu tahu?"

"Aku hanya sekedar ingin tahu saja. Boleh, 'kan?"

"Huh, kalau Hiruma-kun bukan lagi mengacuhkan, ia malah mengancam akan menembak kepala mereka satu persatu jika ia masih mendengarnya," ujar Mamori sambil bergidik ngeri membayangkan wajah Hiruma yang sedang marah.

"Hm, sepertinya boleh juga kalau aku bersikap seperti itu." Yuuma meletakkan sebelah tangannya di dagunya seolah-olah sedang berpikir.

"Jangan bicara yang aneh-aneh. Kamu tidak cocok bersikap seperti Hiruma-kun," sanggah Mamori sambil melipat kedua tangannya.

"Kenapa tidak cocok? Aku 'kan mirip dengannya." Yuuma mengangkat alisnya.

"Menurutku tidak cocok saja. Fisikmu memang mirip dengannya, tetapi sifat dan sikapmu tidak sama dengannya," kata Mamori lagi. Entah karena malu atau apa Mamori malah memalingkan wajahnya dari Yuuma. Rona merah kembali muncul di pipinya.

Yuuma mendekatkan wajahnya pada Mamori. Sebelah tangannya memegang dagu Mamori untuk membuat gadis itu agar bertatapan dengannya. Mamori terkejut dengan tingkah Yuuma ini. Sekarang Mamori berhadapan dengan Yuuma. Jarak wajah mereka memang tidak cukup dekat, tetapi dengan jarak yang tidak terlalu dekat itu sudah membuat wajah Mamori memerah.

"Sepertinya kamu sudah benar-benar mengenal diriku, Mamori," kata Yuuma dengan suara yang menggoda. Senyumnya berganti dengan seringai.

'Astaga! Kenapa dia terlihat seperti Hiruma-kun?' batin Mamori. "Jangan sembarangan bicara!" Mamori menepis tangan Yuuma yang memegang dagunya.

"Maaf, maaf. Aku senang kalau kamu memang berpikir bahwa aku dan Hiruma memiliki perbedaan."

"Huh, bicaramu lama-lama menjadi aneh, Yuuma."

"Mungkin saja. Itu mungkin karena aku memang tidak ingin kamu menjauhiku, Mamori," kata Yuuma sambil menggaruk-garuk belakang kepalanya.

'Lagi-lagi dia bicara aneh. Sebenarnya apa yang ada dipikirannya. Tetapi sejujurnya aku juga tidak ingin menjauh darinya dan entah kenapa lama-lama aku merasa sangat nyaman berada di dekatnya,' batin Mamori.

Tak lama mereka mendengar bel masuk berbunyi. Itu sebagai tanda waktu istirahat telah usai. Yuuma bangkit berdiri. Kemudian ia mengulurkan tangannya pada Mamori. Mamori hanya melihatnya saja dan tak lama ia menyambut uluran tangan pemuda spike hitam itu.

"Kita harus cepat sampai di kelas sebelum mereka semakin berbicara aneh-aneh lagi tentang kita," kata Yuuma. Ia menggenggam tangan Mamori untuk membantu gadis itu berdiri. Setelah Mamori berdiri ia masih menggenggam tangannya.

"Dengan kamu memegang tanganku ini malah akan semakin membuat mereka berbicara aneh-aneh lagi tentang kita," gerutu Mamori. Yuuma hanya tersenyum nyengir.

"Kamu hanya protes tetapi sama sekali tidak berniat untuk melepaskannya," goda Yuuma yang semakin mengeratkan genggamannya. Mamori cemberut.

"Kamu yang terlalu erat menggenggam tanganku," sungut Mamori. Ia berusaha untuk melepaskan genggaman tangannya pada Yuuma, tetapi genggaman Yuuma sangat erat. Wajah Mamori sudah mulai memerah lagi. Dalam hati ia sudah sangat kesal.

"Sesekali tidak apa, 'kan?" ujar Yuuma.

Yuuma masih menyengir jahil. Mamori mendengus kesal. Rasanya Mamori ingin sekali memukul kepala spike hitam Yuuma dengan buku lagi. Mereka mulai berjalan menuju kelas dengan tangan masih tergenggam. Awalnya Mamori memang ingin melepaskannya, namun ia berubah pikiran dan membiarkan Yuuma menggenggam tangannya sepanjang perjalanan menuju kelas. Mamori sudah menyiapkan hati untuk bersikap tenang ketika nanti harus menerima godaan dan bisikan dari seluruh penghuni sekolah, terutama teman-teman sekelasnya.

Selama berjalan Yuuma tersenyum pada Mamori dan Mamori membalasnya. Mamori tak peduli semerah apa wajahnya saat ini. Yang jelas ia merasa ada kenyamanan berada di dekat Yuuma. Ia tidak menyangkalnya sama sekali. Kehangatan yang samar-samar mirip dengan Hiruma. Mamori menikmatinya dan tanpa sadar ia membalas genggaman tangan Yuuma.

'Tanganmu hangat sekali, Yuuma,' batin Mamori.

Kehangatan yang samar-samar jelas terpancar dari dirimu

Membuatku tak mengelak untuk mengakui ada kenyamanan jika bersamamu

Sungguh mengherankan padahal kau bukanlah orang yang sama

-YH=MA-

Mamori dan Yuuma bersiap-siap menuju klub amefuto. Mereka buru-buru memasukkan buku-buku mereka ke dalam tas. Mamori menoleh pada Yuuma sambil menggelengkan sedikit kepalanya. Yuuma mengangguk tanda mengerti. Ketika Yuuma akan menghampiri Mamori di mejanya bisik-bisik dan godaan teman sekelas mereka kembali terdengar. Mamori menghela nafas dan Yuuma mendengus.

"Wah, Anezaki dan Hizami pulang bareng lagi," goda seorang anak laki-laki.

"Benar. Kalian berdua semakin akrab saja," timpal yang lain.

"Gosip tentang kalian berdua semakin heboh saja."

"Ada berniat untuk klarifikasi tentang hubungan kalian yang sebenarnya?"

"Oh, Anezaki. Kamu mematahkan hati semua murid laki-laki SMU Deimon karena ternyata kamu lebih memilih Hizami daripada kami semua."

Dan semakin banyak saja kalimat godaan-godaan yang dilontarkan teman-teman sekelas mereka pada Yuuma dan Mamori. Murid-murid yang lain hanya tersenyum jahil bahkan tertawa terkikik. Yuuma menahan dirinya untuk tidak marah, ia menoleh pada Mamori yang mencoba untuk bersikap biasa dengan wajah yang hampir memerah lagi.

Tiba-tiba otak Yuuma memberi ide. Ia memegang tangan kanan Mamori dan mencium punggung tangan gadis itu di depan semua teman sekelas mereka. Tentu dengan cara yang sangat elegan. Mamori yang melihatnya kaget dan teman sekelas mereka membelalakkan mata tanda tidak percaya. Yuuma hanya menciumnya sesaat dan ia mulai tersenyum pada Mamori. Kemudian ia menoleh kepada wajah-wajah kaget yang menatap mereka. Mamori belum bisa berkata apa-apa, hanya terdiam.

"Ayo Mamori. Kita harus pergi," kata Yuuma sambil menggenggam tangan Mamori. Mamori hanya mengangguk saja.

Yuuma dan Mamori berjalan keluar kelas. Teman-teman sekelas mereka masih belum sadarkan diri. Mereka masih terdiam seperti baru melihat hal yang mengerikan. Yuuma masih sempat menoleh kepada mereka dan melayangkan senyuman. Mungkin bukan senyuman, lebih tepatnya seringai mengerikan yang mirip dengan seringai Hiruma. Melihat seringai Yuuma membuat bulu kuduk mereka merinding karena mereka merasa baru saja seperti melihat Hiruma yang ada pada sosok Yuuma. Yuuma dan Mamori pun sudah tidak terlihat lagi.

"I, itu tadi Hiruma, ya?"

"Bukan, itu Hizami. Tetapi tadi…"

"… terlihat seperti Hiruma."

"Tidak mungkin!"

"Hizami! Dia benar-benar mengincar Anezaki!"

Semua murid laki-laki menjadi histeris setelah beberapa saat yang lalu tersadar. Mereka kesal pada Yuuma yang mencium punggung tangan Mamori dan juga merasa takut karena mereka merasa baru saja melihat Hiruma. Tampaknya akan tersebar gosip baru lagi tentang Yuuma dan Mamori.

Sementara itu Yuuma dan Mamori masih di perjalanan menuju ruang klub amefuto. Keduanya hanya terdiam. Mamori mencoba mengembalikan kesadaran pada dirinya. Kejadian mendadak tadi terasa cepat sekaligus berputar-putar di kepalanya. Ia melirik Yuuma yang juga terdiam tanpa ekspresi. Mamori melirik ke tangannya yang lagi-lagi tergenggam erat dengan tangan Yuuma seolah Yuuma tak ingin melepaskannya sedikitpun. Mamori memulai pembicaraan.

"Kenapa kamu melakukan itu di depan semua orang?" tanya Mamori. Yuuma menoleh padanya.

"Hanya di depan teman sekelas kita, Mamori," ujar Yuuma tenang. Ia merasa seolah tidak terjadi apa-apa.

"Tetapi itu akan membuat mereka semakin berpikiran bahwa kita memang memiliki suatu hubungan yang lain," sahut Mamori.

"Maaf. Itu hanya ide yang muncul mendadak di kepalaku, setidaknya bisa membuat mereka terdiam dan bungkam seperti itu. Kamu melihat ekspresi wajah mereka tadi? Lucu sekali." Yuuma mulai tertawa geli ketika mengingat wajah semua temannya yang terkejut.

"Tidak ada yang lucu, Yuuma. Ini akan semakin gawat."

"Kamu bersamaku, Mamori. Tenang saja, masih untung aku tidak menciummu di hadapan mereka."

"Apa? Jangan berpikiran yang macam-macam. Kalau benar kamu melakukannya aku akan menghajarmu," seru Mamori sambil mengepalkan tangannya membentuk sebuah tinju.

"Jangan buat tangan mulusmu itu sakit. Lagipula aku hanya bercanda," ujar Yuuma tersenyum.

"Ukh, lama-lama kamu menyebalkan juga," gerutu Mamori. Ia mulai kesal.

"Aku tidak akan melakukannya lagi," kata Yuuma. Ia mulai menyadari Mamori yang mulai kesal lagi padanya.

"Pegang kata-katamu itu," geram Mamori.

"Baiklah, Nona Anezaki," kata Yuuma lagi.

Ruang klub sudah ada di depan mata. Hanya beberapa langkah lagi mereka akan tiba. Tangan keduanya masih tergenggam. Tiba-tiba Yuuma menggumamkan sesuatu.

"Mungkin aku bisa menggantikan posisinya," gumam Yuuma pelan sehingga hanya dirinya sendiri yang mendengar.

"Kamu bilang sesuatu, Yuuma?" tanya Mamori. Yuuma menggeleng sambil tersenyum.

"Tidak ada."

Mamori mengangguk. Mereka sudah tiba di ruang klub. Yuuma membuka pintu dan membiarkan Mamori masuk duluan, kemudian ia menyusul di belakangnya. Sebelumnya Yuuma menatap langit sesaat, melihat cahaya matahari yang bersinar terik dan awan putih yang berarak perlahan. Senyuman tersungging di bibirnya.

'Suatu saat aku akan bisa menggantikan posisinya,' batin Yuuma. Kemudian ia menutup pintu ruang klub dan segera bersiap-siap untuk memulai latihan dengan anggota amefuto yang lainnya.

Siapa yang menyangka bahwa kau akan menerima kehadiranku dengan mudahnya

Tak mempedulikan diriku yang mirip dengan seseorang yang berarti bagimu di masa lalu

Aku pun jadi berpikir untuk menggantikan posisinya dan ingin selalu bersamamu selamanya

To be continued…

Selesai!

Sebelumnya saya minta maaf lagi karena sudah lama sekali tidak updet. Terima kasih bagi yang sudah membaca fic saya hingga akhir. Semoga kalian menyukainya dan sampai jumpa di chapter selanjutnya.

Review please…