A/N

Ucapan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya untuk para reviewers yang sudah setia membaca dan mereview chap kemarin dan sebelum-sebelumnya. Juga tentu saja kepada pembaca lainnya yang hanya sekedar membaca tapi sangat berarti untukku. Special thanks for: Li Qiu Lollipop, Ka Hime Shiseiten, Windy Haruchiwa-chan, Miss FAVORITE, Akera Raikatuji, Thia2rh, 4ntk4-chan, Risda wuff yu dan para reviewers yang tidak LOG IN untuk reviewnya di chapter kemarin.

Oh ya, satu lagi pemberitahuan, untuk sementara Lemon-nya di tunda—mungkin di menjelang chapter akhir lagi baru ada—karena akan focus ke jalan cerita dulu. Dan akan lebih focus juga pada pair utama, jadi request untuk pair lain akan saya –maaf—abaikan. Saya harap readers sekalian bisa maklum. Mungkin untuk pair lain akan saya sisipkan nanti sebagai Side-Story.

Disclaimer: Masashi Kishimoto

Rate: M

Pair: SasuSaku

.

.

Chapter 9: The New Member

.

.

Sasuke berdiri dari tempat duduknya dan menjatuhkan sendoknya—saking kagetnya. Lidahnya terasa kelu, dan perasaannya jadi tidak enak. 'Kenapa harus dia?' Tanya Sasuke dalam hati. "Kau—" kata Sasuke sambil menatap tajam. Alih-alih membalas tatapan tajam, pemuda itu hanya tersenyum pada seluruh orang di ruangan itu.

"Perkenalkan, saya Sai—"

Pemuda bernama Sai tak butuh waktu lama untuk bisa berbaur dengan keenam pemuda lainnya ditambah Kakashi dan Sakura—yang memang sudah ia kenal lebih dulu. Walau sedikit mengalami kendala dengan Sasuke yang terus menatapnya dengan tatapan tajam.

Sai juga heran mengapa Sasuke bersikap dingin padanya, walaupun tidak dipungkiri bahwa Gaara dan Neji juga bersikap dingin padanya, tetapi Sasuke saja yang mengumbar hawa permusuhan padanya. Karena keterbatasan jumlah kamar, Sai harus berbagi ruangan bersama Kakashi. Karena tidak mungkin ia berbagi kamar dengan Sakura.

.

Sehabis sarapan, Sai memulai hari pertama ia bekerja di peternakan. Tak seenteng yang ia bayangkan, Sai harus menggiring sekitar lima puluhan ekor sapi untuk merumput. Pekerjaan yang biasanya dikerjakan tiga orang itu harus ia kerjakan sendiri. Mungkin ini bentuk keadilan Kakashi pada keenam pemuda lainnnya yang sudah lebih dulu bekerja disini.

Dan setelah pekerjaannya selesai setelah hampir tiga jam, Sai pada akhirnya tepar sendiri di lapangan berumput. Keningnya penuh dengan peluh, matanya terpejam dan tubuhnya tidur terlentang di atas rumput.

"Kalau bukan karena orang itu, aku tidak akan mau bekerja seperti ini. Lebih cepat aku mulai, maka lebih cepat juga semuanya selesai." Bisik Sai.

.

Sasuke berjalan keluar ruangan berbau kotoran ayam ini. Di tangannya sudah tergantung keranjang kawat berisi telur-telur ayam. Jumlahnya tidak lebih baik dari panen sebelumnya. Mungkin bukan musim bertelur yang baik untuk para ternak berkotek itu. Atau mungkin pengaruh peternaknya yang buruk. Entahlah. Sasuke tidak pernah peduli dengan hal macam itu.

Mood Sasuke tidak lebih baik dari tadi pagi ataupun kemarin. Karena lagi-lagi ia harus bertatap muka dengan pendatang baru itu. Bukan maksud Sasuke mencari musuh dengan—yang katanya—sepupunya itu. Tapi, mengingat begitu mudahnya ia akrab dengan Sakura, membuat Sasuke kalang kabut juga. Akrab disini bukan akrab yang ditunjukkan Naruto, Kiba atau yang lainnya pada Sakura. Sikap Sai lebih ke arah aku-sainganmu pada Sasuke.

Sasuke tentu saja tidak akan mengalah pada siapapun, itu bukan sifatnya. Termasuk dalam hal menggaet wanita, wanita yang disukainya. Sakura. Entah sejak kapan, tapi ia tahu perasaannya sendiri. Ini berbeda dari perasaannya pada wanita manapun. Sudahlah, kalau dibahas tidak akan ada habisnya. Pokoknya begitulah perasaan Sasuke pada Sakura.

Sasuke berhenti di bawah pohon. Ia duduk dan bersandar pada batang besar pohon itu. Perutnya memang sudah beraksi minta makan sejak tadi. Tapi, rasanya begitu malas untuk pulang dan menyantap masakan Sakura. Kau tahu, semuanya karena ia malas bertatap muka lagi dengan Sai. 'Bikin naik darah saja.' Pikir Sasuke.

Sasuke memejamkan matanya menikmati semilir angin yang meniup dedaunan menimbulkan suara-suara gesekan ringan. Ototnya terasa rileks seketika begitu angin menyapu kulitnya. Sasuke menghela nafas perlahan, kemudian menggantinya dengan udara baru yang lebih segar. Bernafas yang manusiawi.

Bukan berarti selama ini ia bernafas dengan tidak manusiawi. Namun, ini kali pertama ia merasa seperti terbebas dari beban-bebannya yang menguap bersama helaan nafasnya.

Sasuke hampir saja tertidur jikalau seseorang tidak menepuk pipinya pelan dan membuatnya terpaksa membuka matanya. Ia menatap gadis itu, tepat di mata emeraldnya.

"Sakura, apa yang kau lakukan disini?" Sasuke membenarkan posisinya. Ia duduk tegak tanpa bersandar pada pohon. Bergeser sedikit untuk memberi Sakura tempat untuk duduk.

Sakura meletakkan kantong yang dibawanya di atas pangkuan Sasuke, kemudian duduk di samping Sasuke dan berkata, "Maaf aku membangunkanmu."

Melihat Sakura yang salah tingkah, membuat Sasuke mengulum bibirnya menahan agar tidak tertawa. "Tidak apa-apa, aku belum tertidur sebenarnya. Hanya 'hampir'." Katanya setelah keinginannya untuk tertawa berkurang.

Sakura makin memerah dengan tingkah pemuda di sampingnya. Ia mendengus keras hingga Sasuke bersikap normal lagi. "Bagus… Aku hanya ingin mengingatkan kalau sekarang adalah jam makan siang."

"Aku sedang malas…" kata Sasuke datar. Ia sempat melihat gurat kecewa di mata emerald Sakura. Membuat suasana antara keduanya diam sejenak.

"Apa masakanku seburuk itu, sampai kau malas memakannya?" kata Sakura dengan kepala tertunduk. Sasuke tahu, Ia baru saja menyinggung perasaan Sakura.

Dengan cepat Sasuke berkata: "Bukan maksudku seperti itu, sungguh—hanya saja aku malas ke rumah." Untuk mengobati kecewa pada Sakura akibat perkataannya tadi.

Sakura tersenyum manis mendengar pembelaan Sasuke. Sebenarnya ia tidak betul-betul kecewa. Ia hanya ingin menguji pemuda itu. "Syukurlah. Sudah kuduga, untung saja aku sudah membawa ini untukmu." Sakura mengambil kantong yang tadi belum digubris Sasuke. Ia melepas simpul ikatannya lalu mengeluarkan sebuah kotak makan putih dari sana.

Ia meletakkan kotak itu di pangkuannya, lalu membuka tutupnya. Di dalamnya sudah tersusun rapi roti isi siap santap buatannya untuk Sasuke. Ia sudah mengira, kalau Sasuke tidak akan kembali untuk makan siang di rumah. Jadi, setelah menyiapkan makanan untuk para penghuni lain, ia menyiapkan roti isi khusus untuk Sasuke dan mengantarkannya kemari.

Sasuke mengamati sejenak kegiatan Sakura. "Ini untukmu. Makanlah!" Sasuke menerima saja roti isi dari tangan Sakura. Kemudian dengan perlahan memasukkannya ke dalam mulutnya. Terasa tawar di awal makanan itu menyentuh lidah Sasuke. Tapi, setelah mengunyahlah baru rasa enak itu mendominasi lidahnya.

Entah karena kadar tomat dalam roti isi itu, atau karena memang tangan Sakura berbakat dalam hal masak-memasak. Mungkin keduanya. Sasuke mengambil roti isinya yang kedua dan mulai memakannya lagi. Nafsu makannya menigkat drastis.

Sakura mengamati sesi makan siang Sasuke. Sebenarnya ia bisa saja ikut makan bersama Sasuke jika saja ia tidak makan lebih dulu tadi. Walau hanya dengan beberapa suap nasi dan sup, itu cukup membuatnya kenyang. Tahulah, mengurangi-intensitas-makanan-untuk-meraih-tubuh-ideal ala remaja putri jaman sekarang.

Sakura sesekali tersenyum dan tertawa kecil melihat Sasuke begitu menghayati makannya. Rasa bangga sedikit menelusup kedalam hatinya melihat Sasuke menyukai masakannya. Dan di beberapa saat Sasuke justru terlihat seperti orang kelaparan yang tidak makan sejak kemarin. Tapi tetap saja membuat Sakura geli.

Sasuke menyudahi makannya ketika kotak makanan Sakura sudah kosong melompong. Hanya tersisa remah-remah roti, sementara yang lainnya sudah tercerna dalam tubuhnya. Ia heran dengan tatapan Sakura yang terpaku padanya, bukannya tidak suka, tetapi terasa aneh saja baginya.

Sakura tersadar begitu Sasuke menjentikkan jari di depan mukanya. Kemudian ia mengalihkan pandangan ke arah lain dengan cepat dan tentu saja berakhir dengan wajah merah padam karena malu. Sakura berdehem, lalu "Apa karena Sai?" tanya Sakura.

Sasuke mengalihkan pandangannya , sembari memainkan kelopak daun kering di tangannya. "Hn. Aku tidak bisa tidak naik darah kalau melihatnya." Tulang daun itu sudah retak di dalam genggamannya.

Sakura menganggukkan kepala mencoba mengerti perasaan Sasuke. Dan seketika itu pula perasaan bersalah tiba-tiba menguasai pikirannya. Ia ragu untuk berkata, "Umm—Soal kejadian di pesta—aku minta maaf." Kata Sakura.

Sasuke menatap mata emerald itu dan menangkap rasa bersalah Sakura disana. Sebenarnya, setelah ia memikirkannya lagi, semua kejadian itu bukan sepenuhnya salah Sakura. Malahan lebih cenderung disebabkan olehnya.

Menghentikan acara romatis mereka, membiarkan Sakura menunggu lama dan kehausan, serta bagian terakhir yang membuatnya meninggalkan Sakura di pesta tanpa pamit dengan baik. "Tidak—seharusnya aku yang minta maaf karena sudah meninggalkanmu begitu saja." Kata Sasuke akhirnya.

Sakura ingin tertawa sekeras-kerasnya saat itu juga. Kalau bukan melihat wajah Sasuke yang super-duper serius seperti itu, mungkin saja Sakura akan kelepasan dan tertawa lepas. Jadilah, Sakura dengan wajah merah padam—bukan malu—dan tangan tertahan di mulut dan di perut untuk menahan tawanya.

Membuat Sasuke tambah bingung dengan sikap Sakura itu.

"Oh ayolah, ini terlalu mellow. Cukup acara minta maafnya." Kata Sakura meredakan geli yang sempat menjadi-jadi beberapa saat lalu itu."Bagaimana roti isinya? Kau tahu, aku menambahkan lebih banyak tomat sampai menghabiskan persediaan tomat di kulkas untuk minggu ini." Kata Sakura mengalihkan perhatian.

Sasuke mendengus. Satu lagi hari teraneh dalam hidupnya. Tapi menyenangkan. "Bukannya masakanmu memang selalu enak?" Sasuke menyeringai. Berbicara santai dan akrab—penuh godaan—bersama Sakura.

"Jangan menggodaku." Kata Sakura sambil menjitak manja kepala Sasuke.

Aku tidak sedang menggodamu—kau tahu, karena itulah aku menyukaimu. Kau calon istri yang ideal. Cantik. Pintar masak, dan—" oh God, jangan lupa masukkan ini ke dalam daftar sikap Out Of Character seorang Sasuke yang pernah author buat.

"Berhenti menggodaku. Kau menggombal, seperti bukan Sasuke saja."

.

Pekerjaan di peternakan hari ini lebih cepat selesai dari biasanya. Di sore hari seperti ini, Sasuke dan yang lainnya sudah bisa menikmati waktu senggang masing-masing. Untuk Sasuke, ia lebih memilih duduk santai di halaman belakang rumah utama dengan beralaskan rumput.

Bersantai ala Sasuke memang cukup dengan waktu tenang saja. Rasanya begitu damai…

"Err—Sasuke!" panggil seseorang yang berjalan ke arah Sasuke. Pemuda berkaos oblong berwarna hitam dan celana jeans semata kaki. Sasuke yang menengok mengecek seketika membuang muka kesal. Sai menghampirinya.

Alih-alih menjawab panggilan Sai, Sasuke malah beranggap Sai tidak ada disana. Sampai pemuda itu duduk tepat di sebelah kirinya dan menepuk pundak Sasuke. "Hn. Apa maumu?" kata Sasuke datar.

Sai tersenyum—entah tulus atau tidak. "Kau ini! Tidak ramah sekali padaku." Katanya sambil mendecak pura-pura kesal.

"Bukan urusanmu." Kata Sasuke cepat dan tepat membuat Sai tertular kesal dengan sikapnya.

Sai terlihat lebih serius sekarang, walau sesekali malah tersenyum—atau menyeringai. "Oh ayolah. Aku baru disini dan membutuhkan banyak bimbingan." Katanya berdalih.

Sasuke tidak merasa perlu untuk meladeni Sai. Moodnya mendadak buruk setiap berada di dekat Sai dalam radius lima—tidak, sepuluh meter. Sasuke menghela nafas sepanjang yang ia bisa bermaksud mengurangi kekesalannya. "Jangan bertele-tele. Apa maumu sebenarnya?" kata Sasuke akhirnya.

Sai tersenyum lagi. Ia berkata: "Tidak salahkan jika aku berbincang santai sebentar dengan sepupuku," dengan entengnya. Membuat Sasuke lebih kesal lagi.

"Aku tidak bisa santai jika kau di dekatku."

Sai menyerah, ia tidak bisa bermanis-manis seperti ini terus pada sepupunya yang satu ini jika Sasuke saja terus menatapnya dengan tatapan enyahlah-kau-dari-sini. "Terserah kau saja. Apa karena aku menumpahkan minuman waktu itu, kau jadi benci padaku?"

"Bukan urusanmu. Jika tidak ada yang mau kau tanyakan lagi, cepat pergi dari sini!"

"Bagaimana aku bisa puas jika kau tidak menjawab satupun pertanyaanku dengan baik." Sai berdecak kesal entah sudah yang keberapa kalinya. Ia menyerah. Ia berniat cepat-cepat pergi dari sana dan membuat waktu santai untuknya sendiri.

Sebelum ia beranjak terlalu jauh, Sai berbalik sebentar dan berkata: "Kalau kau marah karena itu, aku kan sudah bilang aku tidak sengaja menumpahkannya di bajumu. Lagipula kau yang menabrakku."

"Hn." Jawab Sasuke sekedarnya.

"—dan maaf juga mengenai Sakura." Kata Sai ketika sudah berjalan agak jauh hingga terdengar hanya sebagai bisikan oleh Sasuke.

.

.

Malam ini Sasuke, Naruto, Neji, Kiba, Shikamaru dan Gaara sedang berkumpul di meja makan. Bukan untuk makan, karena mereka sudah menikmati makan malam lepas empat jam yang lalu. Mereka belum ngantuk dan jadilah mereka bersantai sedikit sambil bermain kartu. Tidak semua, minus Shikamaru yang berbaring di sofa, dan Gaara yang membaca buku –entah apa—di kursinya.

"—Hei tunggu, harusnya sekarang giliranku." Kata Naruto dengan setengah berteriak.

"Dasar idiot, kau baru saja menurunkan yang itu." Kata Sasuke sambil melirik kartu yang baru saja Naruto turunkan ke meja makan—yang merangkap menjadi arena. Naruto nyengir sambil menggaruk kepala belakangnya.

"Oke, sekarang giliranku." Kiba melirik sebentar jajaran kartu di tangannya. Kemudian memilih yang tepat sebelum meletakkan—setengah membanting—kartu itu ke atas tumpukan kartu di meja. "—bagaimana dengan yang itu. Sedikit lagi, maka aku jadi pemenangnya."

"Oke, Neji ini giliranmu." Kata Naruto tidak sabar. "Berikutnya kau Sasuke." Kata Naruto setelah Neji menurunkan kartunya.

"Kau berisik—diamlah sedikit." Protes Sasuke yang merasa terganggu konsentrasinya. Naruto memasang wajah cemberut.

"Kartuku habis."

"Aku juga." Kata Sasuke, kemudian disusul Neji pada putaran berikutnya. Kartu di tangan mereka sudah tak bersisa setelah menurunkan yang terakhir.

"Haah, ini juga kartu terakhirku Naruto. Sekali lagi kau kalah." Kiba menyusul.

"Ah, sial. Kalian pasti main curang!" teriak Naruto frustasi.

Sasuke, Neji, dan Kiba segera mencelupkan jari mereka kedalam botol, dan membuat jari-jari mereka terbungkus bubuk putih tepung. Kemudian menggoreskannya ke wajah Naruto yang memang sudah coreng-moreng. Menambah bukti kekalahan Naruto sepanjang permainan.

"Aku berhenti. Sepertinya aku saja yang dari tadi kena coret terus." Keluh Naruto.

Naruto melumuri telapak tangannya dengan tepung yang sama kemudian menempelkan telapak tangannya ke pipi Kiba secara spontan. Kiba yang terlambat menyadari mengerang kesal dengan tindakan Naruto. Berniat membalas, Kiba mengambil botol tepung yang setengah tertutup dan melemparkannya ke arah Naruto.

Naruto menghindar dari botol yang melayang ke arahnya. Sialnya, tutup botol terlepas di udara dan tepung terhembur bebas mengenai penghuni ruang makan itu. Neji, Sasuke, Gaara, dan Shikamaru yang sebelumnya tidak ikut campur malah bermandikan tepung dan menyebabkan mereka semua bersin massal.

Naruto pucat, Kiba keringat dingin. Empat pasang mata menatap mereka dengan tatapan membunuh. Aura gelap memenuhi ruangan. Langkah demi langkah, Gaara, Shikamaru, Sasuke, dan Neji mendekat ke arah mereka.

Dan detik berikutnya, ruang makan sudah berubah menjadi arena perang tepung…

.

"Hentikan! Aku lelah." Ujar Sasuke sambil merebahkan diri di sofa. Dikuti Gaara, Neji, Shikamaru, Kiba, lalu Naruto.

"Iya—aku setuju. Permainan ini menguras semua tenagaku. Bikin lapar saja." Kata Naruto mengiyakan. Wajah berpeluh berlapis tepung, membuat lengket dan seperti udang siap goreng. Berkeringat di tengah malam, entah baik untuk kesehatan.

Dan kegiatan berisik di tengah malam ternyata mengganggu orang yang sedang beristirahat malam di kamarnya. Sai membuka pintu kamarnya yang juga kamar Kakashi, dan bergabung dalam ruang makan.

"Hei! Kau dari mana saja? Kau ketinggalan acara senang-senang." Ujar Naruto dengan nafas yang masih ngos-ngosan. Rambut pirangnya berubah putih karena tepung. Kulit karamelnya juga sudah tidak berbeda jauh dengan kulit Gaara maupun Sasuke.

Sai mengedarkan pandangannya ke seluruh pelosok ruangan yang—super—berantakan. "Kalau melihat kekacauan disini, sepertinya aku tidak berminat." Sai menguap dan matanya berair. Kalau bukan karena keributan ini, mungkin mimpi indahnya tidak akan tersabotase seperti ini. "—jam berapa sekarang?"

Neji memandang jam tangannya yang sudah tak tampak jarumnya karena tepung. Ia meniup dan tepungnya beterbangan di udara. Kemudian berkata: "Lima menit lagi tengah malam."

"Apa Sakura sudah kembali?" tanya Sai, sambil menatap keenam pasang mata di sana.

Semuanya diam dengan tampang bingung. Seolah beberapa kata dari Sai begitu berat dicerna otak mereka. "—Sakura? Memangnya dia kemana jam segini?" tanya balik Kiba memecah keheningan sesaat di antara mereka.

"Setelah makan malam dia keluar entah kemana? Lho, memangnya dia belum kembali?" tanya Sai—lagi. Dan jadilah adegan saling lontar pertanyaan. Tak ada yang menjawab karena tak ada yang tahu menahu perihal ini.

"Aku ngantuk jadi langsung kembali setelah makan malam. Seharusnya kalian yang lebih tahu, kalian berada disini sejak tadi kan?" kata Sai mulai terlihat panik. Sepertinya keinginannya untuk tidur sudah hilang saat itu juga.

Sasuke beranjak dengan cepat dari tempatnya. Kemudian melangkah cepat ke arah kamar yang diketahuinya adalah kamar Sakura. Tanpa ketukan atau salam, ia meraih kenop pintu, memutarnya, kemudian mendorongnya hingga terbuka penuh. Dan tak ada siapa pun disana, sang pemilik kamar pun tidak terlihat di manapun di dalam kamar itu. Hanya ada tempat tidur kosong yang rapi, selimutnya terlipat tanda tak digunakan sejak tadi pagi.

"Ia tidak ada di kamarnya. Kakashi juga tidak ada!" kata Sasuke panik mengabari ke enam sepupunya yang berkumpul di ruang tadi.

"Kalau Kakashi memang ada urusan. Sudah pergi sejak sore tadi, makanya ia tidak ikut makan malam." Kata Sai yang memang sekamar dengan Kakashi.

Sai dan Sasuke bertemu pandang. Mereka bertahan sejenak seolah salin berkomunikasi melalui tatapan. Kemudian dengan gerakan tiba-tiba yang hampir serempak, mereka melangkah ke pintu depan berniat keluar dan mencari Sakura.

"—Kalian, tunggu!" kata Neji mencengkram lengan Sasuke. "Kalian akan melanggar peraturan kalau pergi sekarang. Ingat peraturan No.8—Semua calon milyuner harus berada di dalam rumah dari tengah malam hingga pagi." Jelas Neji mengingat kembali isi buku tebal tempo hari.

"Terserah!" kata Sasuke dan Sai kompak. Kemudian berlari menembus pintu depan dan menembus angin malam.

To be continue…

A/N

Yah, tak ada banyak kata-kata dariku, mungkin hanya ucapan terima kasih untuk seluruh reviewers dan readers sekalian. *bagi-bagi roti isi buatan Sakura.