Warning : There's nothing I need to warn all of you, guys! 12 chapters. You all know what this story like. OOC and other things as usual. LAST CHAPER!
Nggak ada yang mau night sampaikan selain : THANK YOU FOR EVERYTHING! Fic ini fic ke delapan buatan night yang dulu jadi fic pertama dalam karir night sebagai author yang mendapat 17 review di chapter pertama yang waktu itu merupakan angka terbesar yang night dapet sebagai author fic spesialis NaruSaku (well, waktu itu night belum bikin WAMN) Fic ini fic yang paling night favoritin dibanding fic lain.
Proyek penggantinya yang serupa fic ini night belum tahu. Karena dalam waktu dekat mungkin night cuma akan nerbitin beberapa cerita romance ringan yang cuma terdiri dari beberapa chapter kecil aja. But, I hope you all, will be support all of story that I may write after this…
And thanks untuk semua ucapan ultahnya lewat fb dan sms… meski night lagi sakit, temen-temen ffn membuat night tetep semangat. Update WAMN menyusul paling lama lusa ya…
Thanks to : New D Hakama, Fun-Ny Chan D'JiNcHuUri-Q, SoraHinase, Haruno Chan, Namikaze Meily Chan, sava kaladze, Hikari-Hime, Merai Alixya Kudo, Fidy Discrimination, NaRa'UzWa', Rinzu15 The 4th Espada, Ammai, Rere Aozora, Sakura 'Cherry' Snowfalls, Lhyn hatake, Aichiruchan tak login, Wi3nter, Hikari Meiko EunJo, Marmoet-chan, bacadoang, Nara Aiko, Saqee-chan, Shearra26, NaMIKAze Nara, Norikonori-chan, kuraishi cha22dhen, Chocomint the Snidget, natsu-BlackCat, Natsu Matsuri, Yamanara ShikaIno, Lyner Croix Rosenkrantz, Narunaru rin-chan, Ridho Uchiha, karinuuzumaki, Arisa-Yuki-Kyutsa, Aoi Shou'no, ichigo, Kumiko Fukushima, NN, el Cierto, Ann Key, Fhaska, Temari Fanz, Kurosaki Kuchiki, elven lady18, Gymnadenia, Violet7orange, Shaniechan, osoi-chan is not osoi, Uchiha Tomat, kazekage, Michael inoe the UZ, mysticahime, Nous Sommes Un Miroir, Rama-kun.
Yosh. Selamat membaca.
Summary : Sebuah bencana membuat Sakura meninggalkan teman-temannya yang 'terhormat'; Namikaze Naruto, Uchiha Sasuke, Hyuuga Hinata, Nara Shikamaru, Sabaku Gaara. Sakura terpaksa banting tulang demi mengobati ayahnya Sarutobi Hiruzen yang stroke, dan Sarutobi Konohamaru, adiknya yang masih SMA. Dan jalan yang ditempuh untuk bertahan benar-benar meninggalkan predikat 'terhormat' dari raganya. Yamanaka Ino dan Nona Tsunade adalah orang baik yang membantunya dengan cara yang 'berbeda'. Dan kehidupan baru dimulai.
DISCLAIMER : MASASHI KISHIMOTO-sensei
Sedikit inspirasi dari Memoirs of Geisha, dan tentu otak saya yang hobi berkhayal
"Um… Ada apa Tuan Jiraiya kemari?"
Jiraiya malah tertawa khas, "Memangnya tidak boleh? Bukankah aku sudah biasa kemari?"
"Apa ada sesuatu yang perlu kusampaikan?"
"Aku mau memberinya sesuatu…"
"Apa mau dititipkan padaku saja? Aku akan memberikannya pada Nona Tsunade nanti," jawab Shizune tanpa ragu. Ia sudah biasa dititipi barang dari orang untuk Tsunade, bahkan juga dari Jiraiya selama ini.
"Kali ini aku tidak bisa menitipkannya," jawab Jiraiya pelan. Lelaki itu merogoh kantong celananya perlahan dan mengeluarkan sesuatu kemudian menimangnya. "Barang seperti ini tidak bisa dititipkan 'kan?"
Mata Shizune melebar sebelum akhirnya ia tersenyum lembut dengan apa yang ditangkap penglihatannya saat ini.
Sebuah kotak kecil berwarna merah yang indah.
"Kau pernah meninggalkanku sekali dan membuatku hampir mati."
"Maaf."
"Kenapa kita bisa sebodoh ini?"
"Kau percaya takdir?" tanya Sakura setengah berbisik.
Naruto hanya menatap mata emerald gadis itu.
"Aku mempercayai takdir seburuk apapun itu, Naruto. karena itu… kembalilah pada Hyuuga Hinata."
Mata Naruto melebar, tak percaya dengan perkataan Sakura.
"Kalau kita memang ditakdirkan bersama, kau… akan berakhir bersamaku…" ungkapnya lagi. Gadis itu mencium Naruto lagi lalu memeluk pemuda itu erat.
"Kau akan tetap bersamaku pada akhirnya, Naruto…"
"Sh—Shi—"
"Ini yang terakhir," ucap Shikamaru pelan. "Ini terakhir kalinya aku mencampuri urusanmu seenakku sendiri." Gadis itu masih menangis tanpa suara sampai akhirnya Shikamaru menoleh, "Aku ingin melihatmu bahagia."
"Apa Ibu tahu bagaimana caranya mengubah takdir sesuai harapan kita?"
"Shik—"
"Kau marah padaku?"
Ino menghela napas pelan sebelum mengangkat bahunya dan tersenyum. "Aku tidak marah. Kali ini aku tidak marah. Aku tidak akan marah pada siapapun malam ini…"
"Kalau begitu kau tidak boleh marah padaku setelah ini…"
"…"
"Would you marry me?"
"Kukira k—kau tak akan datang."
"Hn," jawabnya singkat. "Tadinya aku tak berniat datang dan ingin langsung ke Sapporo. Tapi ini hari pernikahanmu. Kau sahabatku."
"Sa—Sasuke, ak—aku…"
"I pray for your happiness. Sayonara…"
"Semalam kau bertanya tentang takdir yang kau inginkan kan? Apa kau tidak bahagia dengan takdir yang berjalan sekarang, Naruto?" tanya Kushina.
Naruto terdiam. Menunggu jawaban dari mulut ibunya.
"Takdir itu milikmu. Tak ada orang lain yang bisa mengubahnya selain kau sendiri, puteraku… find your own happiness, Son."
"Setelah saya bacakan doa, kita mulai sumpahnya. Anda siap, Namikaze Naruto… Hyuuga Hinat—"
"Hinata, Ak—aku tak bi…" kalimat mendadak yang meluncur dari mulut Naruto terhenti saat gadis Hyuuga itu menghadap ke arahnya sambil tersenyum dan setengah menangis. Tak jauh beda dengan keadaannya.
"P—Pendeta Hidan, j—jangan ucapkan sumpahnya."
.
MADEMOISELLE SAKURA Chapter 12: The Happy End of a Fairy Tale
.
Kami-sama.
Sejauh hidup yang telah ia jalani, tidak ada hari se-melegakan hari ini bagi Sakura. Seolah gadis itu telah kehilangan segala macam bentuk beban yang sempat tersampir di pundaknya. Semuanya terbayar. Segala kesakitan hati yang pernah memenuhi hatinya kini tergantikan dengan kebahagiaan.
Kebahagiaan.
Ia berharap banyak yang akan terwujud. Tapi ia tak serakah dan mengharapkan semuanya sempurna. Sakura tahu itu. Karenanya, ia memilih pasrah dengan kehendak Tuhan dan takdir yang telah digariskan untuknya. Seperih apapun itu. Ia pernah bertahan untuk saat-saat tersulit dalam hidupnya, maka dari itu, tidak kali ini. Tidak akan lagi ia menyesali ketidaksempurnaan dalam hidupnya.
Cinta, itulah opsinya kali ini.
Tak ada hal lain lagi selain berdoa agar Naruto bahagia dengan takdirnya, sama seperti ia menerima takdirnya.
Cring.
Sakura membuka kelopak matanya pelan. Gadis itu melirik sesaat ke depan. Sebuah uang koin menggelinding berputar dan akhirnya masuk ke dalam kotak sembahyangan di kuil. Ia tak serta merta menoleh. Gadis itu menurunkan kedua tangannya yang sedari tadi memanjatkan doa sebelum akhirnya melirik pelan ke sisi kanannya dari sudut matanya, mencoba mencari tahu siapa yang sedang berdoa di sampingnya.
Sakura tersenyum lembut.
Uchiha Sasuke.
"Aku tidak bisa konsentrasi berdoa kalau kau memandangiku seperti itu."
Sakura terkikik pelan. Gadis itu menggelengkan kepalanya lalu berbalik, memutar ke belakang untuk meninggalkan altar sembahyangan kuil. Gadis itu melangkah pelan sampai akhirnya telinganya mendengar suara derap langkah mendekat ke arahnya dari arah belakang. Sosok pemuda tampan disampingnya mencoba menyejajarkan langkahnya dengan langkah miliknya.
"Kenapa kau kemari Uchiha Sasuke?" tanya Sakura sembari tersenyum meskipun tetap memandang lurus jalan di hadapannya.
Sasuke menghela napas pelan. Kedua tangannya terkungkung rapi dalam kedua saku celananya sementara pandangan matanya tertuju pada kapas-kapas putih di langit. "Tentu saja untuk berdoa, Haruno Sakura. Memangnya ada alasan lain seseorang datang ke kuil?"
"Ha~h, memangnya Tokyo kekurangan kuil sampai kau harus ke Sapporo, eh?"
Sasuke tersenyum sesaat.
"Memangnya kau tak menghadiri pernikahan Naruto hari ini?"
"Kau sendiri?" tanya balik Sasuke.
"Aku tak dapat undangan tuh…" kilah Sakura. "Lagipula aku ada acara pembukaan sebentar lagi."
"Hn," respon Sasuke. "Aku bisa melihatnya. Tidak mungkin kau memakai kimono sebagus ini hanya untuk ke kuil."
"Aku mau menari saat pembukaan nanti di bawah pohon momiji di depan Paradise. Kau tahu kan? Warna guguran daunnya sangat indah."
"Jadi itu sebabnya kau memakai kimono warna oranye seperti ini?"
Sakura terdiam sesaat.
"Tadinya kupikir karena si Dobe."
"Hm…" Sakura hanya tersenyum kecil.
"Aku akan menyumbang permainan biolaku nanti. Lagipula mungkin nanti kita nggak akan bertemu untuk beberapa tahun ke depan…"
Sakura menghentikan langkahnya, memaksa sang pemuda Uchiha untuk menghentikan langkahnya juga. Perlahan jemari lentik Sakura terangkat. Tautan tangannya terangkai dengan jemari Sasuke. Pemuda itu meresponnya dengan menggenggam erat balik jari-jari Sakura.
"Terima kasih."
"Hm." Sasuke menyunggingkan senyum tipis, "anggap saja ini hadiah perpisahan sekaligus ucapan selamat untuk Paradise yang baru."
"Ya…"
"Lagipula kau sudah lama tak mendengar permainanku kan?"
Sakura mengangguk pelan. "Terima kasih, untuk semuanya, Sasuke."
.
o.O.o.O.o.O.o.O.o.O.o.O
.
"Hinata!"
Teriakan keras seseorang menghentikan langkah Hinata. Gadis itu sempat menatap ayahnya yang menatap bengis ke arahnya. Gemetar. Tapi tidak dengan hatinya. Ia telah kokoh. Ia tak ingin menyesali sesuatu untuk waktu yang lama.
"A—Aku memikirkannya baik-baik, Ayah."
Naruto tertegun sejenak. Pemuda itu dapat melihat sang gadis Hyuuga tersenyum meski tangan mungil gadis itu bergetar hebat saat menggenggam tangannya.
Hinata menengok pintu gereja yang kini terbuka lebar. Entah magis, tapi gadis itu melihat cahaya terang di luar sana.
Ia menyebut cahaya itu sebagai kebahagiaan sesungguhnya.
"Pintu i-itu, saat ini pintu itu terbuka. Aku h-hanya berpikir, Ayah. Bagaimana jadinya kalau seumur hidup aku a-akan menyesal saat mengingat di hari ini, pintu itu terbuka tapi aku sama sekali tak melakukan apa-apa."
"Apa maksudmu, Hinata!" teriak Hiashi, mengacuhkan suasana dalam gereja yang semakin tegang. "Kau harus menikah."
"Sudah, Ayah."
"Ap—"
Hinata tersenyum lembut sembari mengangkat tangan kirinya tinggi-tinggi. "Aku sudah menikah. Itulah sebabnya a-aku tak mungkin menikah dengan Naruto-kun."
Naruto tercekat melihat keberanian Hinata. Air mata gadis itu masih menetes, tapi entah kenapa ia melihat keteguhan gadis itu secara utuh. "Hinata, kau…"
Klek. Hinata melepas tudung putihnya dan memasangnya ke atas rambut jabrik 'mantan-calon-suaminya'. Tanpa basa-basi, gadis itu turun dari altar, menarik kencang pergelangan tangan Naruto, lalu berlari ke arah pintu keluar.
Hanabi tersenyum lebar menatap kakaknya. Gadis itu berdiri kokoh di ujung pintu. Begitu kakaknya berdiri sejajar dengannya, gadis itu meraih telapak tangan kakaknya dan memberikan sebuah kunci di tangan Hinata. "Cepat lari, Nee…"
Hinata hanya tersenyum sebelum akhirnya sosoknya berlari ke arah tempat parkir.
Suasana gereja ricuh. Kedua mempelai lari dari gereja. Sementara Hiashi nampak shock, dua pemuda sahabat Naruto mendekat pada dua keluarga yang mempunyai acara ini. Kedua pemuda itu menunduk sesaat.
"Bagaimana ini?" bisik Minato pelan pada istrinya.
"Pernikahannya akan tetap dilangsungkan," sahut Gaara tiba-tiba.
Hanabi hanya bisa tersenyum dan mendekat. Shikamaru berbisik pelan di telinga Gaara. "Hinata mengendarai mobilmu?"
Hanabi yang mendengarnya langsung mengangguk di samping Shikamaru.
"Kalian berdua tidak lupa kan kalau Hinata tak pernah lulus ujian lisensi mengendarai?" tanya Shikamaru pelan.
Kali ini giliran Gaara dan Hanabi bertukar pandang. Shit! Mereka lupa!
Terang saja Hanabi langsung mencengkeram lengan Gaara kuat-kuat.
"Cih, troublesome," ungkap Shikamaru malas. Pemuda itu menyodorkan kunci mobilnya pada Gaara. "Cepat kejar mereka. Tak lucu kalau mereka malah mati kecelakaan nanti…"
Tanpa basa-basi, Gaara langsung menarik—atau lebih tepatnya menyeret—Hanabi keluar gereja. Shikamaru memperhatikan seluruh tamu undangan yang sedari tadi berbisik-bisik. Dengan pembawaannya yang santai, Shikamaru mendekat ke podium dan meraih microphone mimbar.
"Mohon maaf atas gangguannya Kalau tak keberatan, sebaiknya kita semua bersama-sama menuju ke Sapporo."
"…"
"Pernikahannya dilangsungkan di sana."
.
o.O.o.O.o.O.o.O.o.O.o.O
.
Bruuk.
Kiba memegangi pantatnya yang kesakitan sementara tumpukan kain coversheet round table yang dibawanya untuk dipasang malah jatuh berserakan. Sebagai gantinya, seorang gadis juga jatuh terduduk sementara buket bunga yang tergeletak jatuh di tanah.
"Ah, sial!" umpat gadis itu sambil menatap horror ke arah Kiba.
"Shion, cepatlah berdiri," ujar seseorang dengan rambut perak sambil membantu adik perempuannya berdiri.
"Woof!" Akamaru menyalak pada Shion yang melotot pada Kiba.
Kiba menatap Shion dengan tatapan meremehkan, "Kenapa, Nona? Kau yang menabrakku kan?"
"K—Kau!"
"Oi, Shion! Kakashi!" seru Jiraiya enteng sambil mendekat dengan asisten istrinya.
Shizune membungkuk sesaat, menarik lengan Kiba sambil memunguti kain-kain yang dijatuhkan Kiba, "Jangan banyak omong, Kiba. Ayo cepat pergi, bantu Suigetsu…"
"Iya, iya, Shizune-nee…"
"Eh, tunggu!" seru Jiraiya tanpa dosa. Lelaki itu menyeringai sesaat sebelum mendorong Kakashi dan Shion ke arah Shizune dan Kiba, "Kalian belum berkenalan dengan kedua keponakanku!"
.
o.O.o.O.o.O.o.O.o.O.o.O
.
TIIN TIIN.
Naruto melotot memandangi jalanan di hadapannya sambil menutupi mulutnya. "H-Hinata, se-sebaiknya aku yang menyetir," ucap Naruto setengah memohon.
"Tidak a-ada waktu, Naruto-kun."
Muka Naruto makin pucat. Detak jantungnya berdebar keras serasa bersiap lompat dari rongga dadanya. Mukanya pucat seolah akan mati di tempat. Sial. Hinata benar-benar perlu les menyetir lagi.
Sementara itu di belakangnya, Hanabi terus-terusan berteriak dalam mobil Gaara. Membuat Gaara semakin tegang dan kebingungan.
"Apa mereka akan selamat, Nii?"
Gaara hanya mengangguk meski ragu. Pemuda itu tersenyum kaku, "Sebentar lagi kita memasuki Sapporo. Begitu kita masuk ke daerah Paradise, kita belok dulu ke kuil. Kita harus menjemput seseorang."
.
o.O.o.O.o.O.o.O.o.O.o.O
.
Sasuke memejamkan kedua matanya, begitu juga dengan Sakura. Semilir lembut angin menerpa keduanya yang berdiri di tengah kerumunan masyarakan sekitar Paradise yang datang. Ino yang barusan datang dengan sosok Deidara di sampingnya segera duduk dan memetik dawai shamisen di tangannya. Yamato berdiri tenang di samping Hiruzen yang kini sanggup berdiri di atas kakinya sendiri. Tsunade juga hanya bisa tersenyum, bahkan Jiraiya dan yang lainnya, yang terbiasa ramai, kini tak mengeluarkan suara berisiknya.
Karin mengelus pundak Konohamaru perlahan dan meraih piring di tangan Konohamaru. "Ayo kita lihat acaranya diluar. Sakura akan menari kan?"
Konohamaru mengangguk dan sejenak meninggalkan dapur restoran bersama Karin.
Angin berhembus pelan. Menggoyangkan dedaunan momiji yang telah jatuh di tanah. Ranting-ranting kering melambai, menari pelan saat sesosok tubuh gadis berbalut busana kimono dengan puluhan rerumbai kain terang melapisi sisi pinggangnya, belasan mutiara kecil tersemat di helaian rambut sang malaikat. Rambutnya tergerai sempura, hanya tersemat jepit bunga sakura di beberapa sisi kepalanya.
Sasuke menyunggingkan senyum perlahan. Tangannya dengan mahir mulai menggesek dawai biola dan melantunkan nada surga. Sosok malaikat di depannya mulai menari, melenggokkan tubuhnya mengikuti arah angin dan irama nada dari Ino juga Sasuke.
Napas gadis itu menari. Tubuhnya tergerak sempurna. Gerakan tangannya mengayun indah. Helaian rambutnya ikut terbelai dengan lembutnya. Guguran momiji jatuh menghujaninya bak meteor di atas langit malam.
Sihir.
Sihir dari langit terlukis di atas bumi.
Sekali ini, tempat yang dulunya neraka itu berubah. Sang malaikatnya yang terjebak kini mengepakkan sayapnya tinggi. Mengubah kesunyian yang menyesakkan menjadi keindahan. Setiap geraknya adalah mimpi. Satu persatu kenangan yang terkabulkan.
Sasuke pun melawatkan doa dalam tiap nada yang ia ciptakan. Hatinya terasa damai, tak peduli kesakitan sempat menggerogoti hatinya beberapa saat lalu. Yah, tak ada yang perlu disesali.
Nada surga mengalun.
Dan sang bidadari mulai bersua,
Saigo ni kimi ga hohoende,
Massugu ni sashidashita mono wa,
Tada amarini kirei sugite,
Koraekirezu namida afureta~
(What you effered straight to me,
With a smile for the last time,
Was so just beautiful,
That I gave way to tears)
Cinta. Ia mengingatnya. Perasaan itu tumbuh di hati semua orang, termasuk hatinya. Setiap kisahnya dinamakan cinta. Ino dengan kenangannya, Sasuke dengan cinta pertamanya, juga ia sendiri dengan takdirnya. Takdir. Mempertemukannya dengan pemuda pirang yang mendiami hatinya. Dan kalau pada akhirnya begini jadinya, itupun karena takdir. Tapi setidaknya, bagi Sakura, ia memiliki kenangan yang akan membesarkan hatinya. Setiap detik yang terbayang ketika pemuda itu tersenyum, akan jadi kekuatannya.
Ano hi kitto futari wa,
Ai ni fureta~
(Surely that day,
The two of us thouched love)
Bibirnya masih tergerak melantunkan syair surga. Tak ada keraguan. Yang ia tahu betul, perasaannya untuk Naruto memang nyata. Dan tak ada satupun kebenaran lain yang bisa membantah bahwa pemuda itu sangat mencintainya melebihi apapun di dunia. Ia tahu itu.
Watashitachi wa sagashiatte,
Tokini jibun o miushinatte,
Yagate mitsukeatta no nara,
Donna ketsumatsu ga matte ite mo~
(We sought for each other,
Lost ourselves at times,
And found each other at times,
So whatever result maybe waiting for us)
Ada banyak kesalahan dalam hidupnya. Dendam, penyakit hati yang menggerogotinya sehingga ia harus jatuh dari tahtanya. Ia menghindar dari dunia, dan rasa dendam menyampaikan pada dunia bahwa ia tersakiti oleh takdir. Ia pernah menyalahkannya, menutup kenyataan bahwa seseorang ada berdiri untuknya. Namun ia pernah merasa terlalu takut. Hingga ia pergi, dan akhirnya kembali saat semuanya telah berubah. Meski tidak dengan hatinya. Hatinya yang tetap menetap untuk pemuda itu.
Unmei to iu igai, hoka ni wa nai~
(It's nothing, but destiny)
Sakura percaya pada takdir. Pembayaran atas semua yang telah ia korbankan. Perjalanan ini menguras perasaannya, namun juga menguatkan cintanya dalam waktu bersamaan. Ia mengatakan pada Naruto bahwa semua akan berjalan baik-baik saja, meski sedikit bimbang dalam hatinya, menghantuinya bahwa ia sebenarnya tak akan baik-baik saja tanpa pemuda itu di sisinya. Tapi inilah takdir. Ia telah memutuskan untuk menerima apapun hasilnya.
Soba ni ite aisuru hito,
Toki o koete katachi o kaete,
Futari mada minu mirai ga koko ni,
Nee konnanimo nokotteru kara~
(Stay by my side my love,
Crossing over time and changing your shape,
You see? The future we haven't yet seen,
remains here like this)
"H-Hinata?"
Gadis bermata lavender itu tersenyum lembut. Kedua sisi tangannya yang memegangi sisi gaun putihnya terlihat bergetar pelan. Gadis itu masih tersenyum. Hinata melirik sekilas ke arah kerumunan di ujung sana. Tempat yang kini terlihat di matanya sebagai tempat seseorang menemukan cintanya. Layaknya bukit tempat Adam menemukan Hawanya. "Larilah, N-Naruto-kun. Sakura menunggumu. Takdirmu… menunggumu…"
Naruto tertegun sesaat. Gadis di hadapannya itu berdiri di sisi lain badan mobil, memandanginya sambil tersenyum tulus. Naruto percaya pada takdir karena Sakura yang memintanya. Dan kali ini Naruto percaya, karena takdir ini ia yang membuatnya. Takdir ini, ia yang memilihnya.
Masa depannya, masih belum terlihat. Namun yang ia bisa lihat, Sakura… gadis itu akan ada dalam jalan masa depannya. Tinggal di sisinya, sama seperti mimpi-mimpi di masa lalunya.
"Hinata-chan… kau juga… berjuanglah," ungkap Naruto sebelum melangkah pergi. Berlari. Pemuda itu sempat menoleh pada pada sang gadis indigo. "Terima kasih."
Soba ni ite aisuru hito,
Toki o koete katachi o kaete,
Futari mada minu mirai ga koko ni,
Nokotteru kara~
(Stay by my side my love,
Crossing over time and changing your shape,
The future we haven't yet seen,
remains here)
Sakura meliukkan tubuhnya sembari terus mengalunkan suaranya. Menyelaraskan irama yang diciptakan dua orang sahabat baiknya. Sasuke, menggesekkan nada-nada hatinya lewat biolanya yang menggaung di seluruh penjuru taman. Angin dan udara menyampaikannya pada telinga setiap insan manusia yang mendengarnya. Juga Hinata.
Nada biolanya terdengar di telinga gadis itu.
Nada cintanya sampai di hati gadis itu.
Lari dari kenyataan bukanlah opsinya. Ia hanya ingin menghindar sesaat. Takut-takut kalau seandainya ia terlalu rapuh dan tak kuat dengan kenyataan yang ada. Sasuke tahu masa depan tak terlihat di matanya. Namun tetap berada di sekitar gadis yang memenjara hatinya, sedang kenyataannya gadis itu dengan pemuda lain hanya akan menghancurkannya. Ia takut terjebak dalam mimpinya yang mengharapkan gadis itu tetap ada di sisinya.
Shinjite aisuru hitto,
Watashi no naka de kimi wa ikiru,
Dakara kore kara saki mo zutto,
Sayonara nante iwanai~
(Trust me my love,
You lived within me,
So I'll never, say goodbye to you…)
Pernahkah gadis kecil itu berdoa bahwa ia akan mengalami betapa pahitnya saat mencintai seseorang? Terkhianati hanya karena dendam dan drama kebencian semata? Rasa percaya dalam hatinya pernah pudar dan meredup. Tapi cahaya cintanya yang redup itu juga tetap membuatnya terjaga bahwa pemuda di hadapannya itu memang mencintainya.
Lepas dari dusta yang pernah mencuat dari lisannya.
"Hei, Bocah! Lihat kesana!" pinta Karin.
Konohamaru menoleh ke arah pintu yang ditunjuk sang Mademoiselle Firefly. Gadis yang pernah ia lukai… Hyuuga Hanabi, berdiri di sana. Seolah kembali menawarkan cinta yang pernah ia buang sia-sia.
"Letakkan adonan itu dulu," pinta Karin. "Temui gadis itu, Bocah. Lagipula tak baik pemuda sepertimu terus-terusan berkutat di dapur dan memperhatikan kakakmu dari sini. Biar aku minta Suigetsu membantuku di dapur. Toh si Jelek itu pasti masih mendekorasi penginapan atas."
"…" Konohamaru terdiam. Entah apa kalimat panjang Karin sampai di telinganya atau tidak. Matanya masih mematut pada sosok gadis yang tetap berdiri di ujung sana. Tak bergerak, meski Konohamaru tahu, gadis itu menantinya mendekat.
Ia pernah melukai gadis itu. Dengan cara yang sangat memuakkan. Seolah Konohamaru yang memutuskan perasaannya sendiri. Mempermainkan gadis itu meski ia tahu bahwa sebenarnya ia juga mempermainkan perasaannya sendiri. Mengatakan perpisahan. Menolak kenyataan bahwa gadis itu adalah takdirnya. Gadis yang harusnya tetap tinggal di dekatnya.
"Konohamaru?" panggil Hanabi pelan.
Pemuda itu linglung, sebelum akhirnya memutuskan untuk memulai langkah pertamanya. Menuju pintu yang ia sebut dengan gerbang masa depannya.
Ano hi kitto futari wa,
Ai ni fureta~
(Surely that day,
The two of us touched love)
Sakura melantunkan lirik terakhirnya. Menyihir seluruh orang yang mendengar dan menyaksikannya. Meski ia tak sadar ketika sebuah akhir drama terlaksana di panggung itu juga. Sang pemuda yang menjadi topik pembicaraan hatinya datang. Menentang takdir dan mengubahnya sesuai harapan yang juga ia harapkan.
Gadis itu berputar. Menari, meliuk, dan berdansa dengan angin. Hingga saat nada terhenti, ia menghentikan gerakannya, membuka kelopak matanya, menyaksikan sang daun momiji menyempurnakan sihirnya.
Pemuda pirang itu muncul dibalik satu helai momiji gugur yang lewat di depan matanya.
Angin berhembus lembut, menyampaikan frekuensi bisikan yang diucapkan Naruto padanya. "Aku datang, Sakura-chan… dengan takdir… seperti yang kau katakan."
Sakura tersenyum. Ya, di hadapan dunia dan puluhan pasang mata penghuninya, sekali lagi, cinta berdiri agung di antara ia dan pemuda di depan matanya.
.
o.O.o.O.o.O.o.O.o.O.o.O
.
"Hai…" sapanya serak.
Lidah pemuda itu kelu. Tak tahu harus mengucapkan permohonan seperti apa agar gadis di hadapannya itu memberi pengampunan atas kesalahan yang pernah ia lakukan. Nyatanya ia tak pernah siap dengan keadaan ini. Ia masih muda, dan pernah berharap bahwa kehidupan cintanya tak akan serumit kakaknya. Namun nyatanya ia juga yang membuat kisah cintanya menjadi rumit.
Ah, kadang ia mengeluh mengapa saat ia belajar mengagumi wanita selain kakaknya, yang ada ia malah menyakitinya.
Ia pernah bermimpi bahwa gadis ini akan mendiami hatinya. Ia pernah berharap bahwa gadis ini mencintainya dengan tulus tak seperti ia yang mencintai dalam kebohongan.
Meski dalam kebohongannya tersemat kejujuran.
Ia pernah mengharapkannya. Meski sekelebat. Hanya sedetik.
Sisa harapannya hanya agar gadis ini tak akan muncul di hadapannya dan membuatnya makin bersalah selayaknya detik sekarang.
"Jadi…" Konohamaru menggantung ucapannya.
Hanabi mengumbar senyum tipis sebelum mengalihkan pandangannya ke semua sudut asal bukan mata Konohamaru yang ia lihat. Tangannya mengayun kesana kemari untuk meringankan kegugupannya. Gadis itu hanya tersenyum, entah memaksakan agar terlihat kuat, atau malah sebaliknya, terlalu bahagia bertemu lagi dengan pemuda yang ia cintai.
Sekalipun pemuda itu pernah menyakiti, sihir di hatinya tak pernah menyalahkan pemuda itu.
Aku mencintaimu, dan semua resiko rasa sakit yang kualami akan kutanggung semua.
"Aku… mengantar Hinata-neechan dan kak Naruto," ungkap Hanabi tiba-tiba.
"Oh…"
"Pernikahan Naruto-nii dan kakakku batal. Yah, kau tahu… Naruto-nii tak mungkin bisa hidup dengan mencintai orang lain."
Konohamaru tersenyum sekilas, "Hebat ya, kakakku bisa membuat seseorang mencintainya sampai-sampai membatalkan pernikahannya."
Hanabi mengangguk sambil menunduk sesekali.
"Lalu kakakmu?"
Hanabi menggeleng, "Tak ada yang perlu dikhawatirkan." Hanabi mulai mengangkat kepalanya. "Jadi, tempat ini akan jadi penginapan dan restoran masakan Jepang? Sepertinya kau jadi kokinya ya?"
Senyum Konohamaru makin lebar, "Koki utamanya tetap Sakura-neechan kok."
"Yah, kakakmu memang pandai memasak."
"Sakura-neechan memang berusaha keras. Aku pernah bilang kan, dulu masakannya bahkan bisa membunuh orang."
Hanabi tertawa. Pipinya merona tipis, memaksa Konohamaru untuk mau tak mau ikut tersenyum. Detak jantungnya ini… tak berubah. Gadis kecil di hadapannya ini istimewa.
"Han—"
"Kakakmu akan bahagia."
"Hah?"
"Kalau bersama Naruto-nii, kakakmu akan bahagia, Konohamaru-kun." Hanabi melirik jendela yang menghadap luar restoran diikuti pandangan Konohamaru. Gadis itu menghela napas pelan lalu menoleh lagi pada Konohamaru. "Jadi, bisakah kau tak mengkhawatirkan kebahagiaan kakakmu lagi?"
"Hanabi, ak—"
"Bisakah kau memikirkan kebahagiaanmu sendiri? Meski hanya sedikit?"
Konohamaru terdiam. Mata lavender keluarga Hyuuga itu mengikatnya. Layaknya mata medusa, Konohamaru membeku.
Hanabi tersenyum, "Aku sih… tak masalah kalau kau memilih gadis lain, meski aku agak aneh juga saat tahu kakak-kakak pirang yang kau cium itu sekarang bersama Shikamaru-nii," Hanabi tertawa kecil. "Tapi setidaknya bagiku, hubungan kita tetap jadi sahabat kan? Aku tahu kesalahan keluargaku pada keluargamu, tapi rasanya meski aku membunuh ayahku, kau tetap sakit hati dengan perlakuan keluargaku dulu…"
Konohamaru terdiam sesaat sebelum akhirnya tersenyum lembut. "Sepertinya pertemuan terakhir kita dulu buruk sekali ya…"
Hanabi hanya tersenyum sementara tangannya sibuk menyibakkan sisi rambutnya ke belakang telinganya. Suasana sunyi sempat melanda. Saat sudut mata gadis itu mencuri pandang pada rupa pemuda di hadapannya, yang ia dapatkan pemuda itu masih terdiam. Bahkan terlihat kesulitan mengucapkan sesuatu. Beberapa kali Hanabi memergokinya menelan ludah dengan susah payah. Hingga akhirnya sebuah kalimat meluncur dari mulutnya.
"Apa menurutmu aku bisa memperbaikinya?" tanya Konohamaru tiba-tiba.
Tak ayal Hanabi mengangkat wajahnya cepat.
"Mungkin aku masih dendam dengan keluargamu, tapi… aku yakin kau bisa membantuku menghilangkannya."
Hanabi tertegun. Tak ada pergerakan berarti yang terjadi padanya. Ia mematung, hanya bayangan air mata yang mulai bermuara tipis di depan iris lavendernya. Konohamaru-lah yang pertama bergerak. Tangannya meraih telapak tangan Hanabi.
Hanabi tersihir. Ia bisa merasakan tangan pemuda itu gemetar saat menggenggam tangannya. Hei, bukankah itu pertanda bahwa kali ini pemuda ini tulus?
"Bisa kan?"
Tak ada jawaban yang lebih baik selain ketika gadis itu langsung menghambur memeluk pemuda di hadapannya.
Satu mimpinya dikabulkan.
.
o.O.o.O.o.O.o.O.o.O.o.O
.
"Hai, Nona Langit…"
Ino memutar bola matanya. pandangannya menyiratkan rasa bosan karena menunggu pemuda itu muncul hari ini. Dan sekalinya Shikamaru muncul, pemuda itu hanya menampakkan tampang tanpa ekspresi. Oh, mungkin tidak. Ada cahaya bahagia terlukis di mata onyx-nya. Ya, semua orang akan bahagia hari ini. Sebentar lagi.
"Mana orang tua Naruto?"
"Sebentar lagi akan datang, juga orang tua Hinata…"
"Gadis yang memakai gaun pengantin di sudut sana itu?" tanya Ino sambil melirik sosok Hinata yang berdiri di bawah salah satu pohon rindang di dekat sungai kecil, memandang sosok Naruto di hadapan Sakura.
Ino tidak bodoh. Ia belum rabun. Hatinya mengatakan bahwa gadis itu tersenyum karena memang ikut bahagia, tapi entah mengapa logika gadis pirang itu menyangkalnya dan berpikir sebaliknya.
"Shikamaru, apa gadis itu baik-baik saja?" tanya Ino. Shikamaru menoleh pada Ino dan mendapati wajah penuh tanya gadis itu, sebelum akhirnya Shikamaru menoleh pada direksi tempat seorang calon pengantin yang harusnya menikah hari ini, berdiri sendirian di ujung sana. "Maksudku… aku tak bisa membayangkan kalau aku ada di posisinya… menikah… seharusnya akan menikah, tapi… kini harus berdiri dan menyaksikan calon suaminya berdiri dengan gadis lain."
"Hm…"
"Shikamaru… aku tahu, Sakura itu sahabatku, hanya saja—"
"Kau tidak perlu merasa iba pada Hinata."
"Tapi… aku perempuan. Sakura juga… Dan aku tak yakin Sakura bisa bahagia sementara hari ini ada orang lain yang terluka."
"Kau berlebihan Yamanaka-hime…"
Ino menggembungkan pipinya lalu memukul lengan Shikamaru dengan kepalan tangannya.
"Bagaimana kalau kau membantuku membuat Hinata bahagia hari ini?"
"Ha—"
"Ambil kimonomu yang paling bagus."
Ino belum sempat menanyakan apa maksud tunangannya itu, namun nyatanya pemuda Nara itu malah pergi menjauh dari sisinya. Ino masih membatu, sebelum akhirnya iris aquamarine-nya menangkap sosok yang didekati Shikamaru. Pemuda yang juga harus menyudahi kisahnya.
.
o.O.o.O.o.O.o.O.o.O.o.O
.
"Sepertinya semua orang memperhatikan kita," ujar Naruto sambil menggaruk goresan di pipinya.
Sakura hanya tersenyum manis, "Jangan bilang kau kabur dari pernikahanmu."
"Habisnya… bukankah orang yang harusnya kunikahi ada di sini? Bahkan sepertinya gadis yang ingin kunikahi itu sudah siap dengan gaun kimono pengantinnya di hadapanku. Benar kan, Sakura-chan?"
Sakura menundukkan kepalanya. Entahlah. Seolah kali ini keraguan melanda hatinya.
"Kau mengatakan tentang takdir, Sakura-chan. Aku membuatnya. Membuat takdirku sendiri, sekaligus takdir kita… Apa yang kau takutkan?" tanya Naruto sembari mengusap pipi Sakura pelan. Memohon gadis itu agar mau menengadah dan menatap matanya.
"Ada banyak hal yang kutakutkan, Naruto. Banyak… Seharusnya mungkin kau tidak bersamaku. Seorang geisha. Seseorang yang pernah meninggalkanmu, membuatmu hampir bunuh diri, seseorang yang bahkan takut untuk mempercayaimu. Kau tahu betapa rendahnya posisiku kan? Apa orang tuam—"
"Kalau kau merasa kau rendah, aku akan mengangkatmu. Kalau kau merasa tak pantas, aku akan memberitahumu bahwa kau terlalu pantas untukku, kalau kau merasa tak mempercayaiku, aku akan membuatmu percaya sampai kau tak punya sedikitpun keraguan untuk tidak mempercayaiku Sakura-chan…"
"Tapi Naruto, ini tak semudah yang kau bicar—" Kalimat gadis itu terhenti saat pemuda itu menjatuhkan tubuhnya, berdiri dengan bertopang kedua lututnya. Mengangkat kepalanya tinggi dan menatap raut wajah Sakura.
"Kalau begini, kau merasa tak rendah lagi kan? Kau lebih tinggi dariku, Sakura-chan…" canda Naruto.
Sakura tersenyum pelan. Pemuda ini. Selalu saja…
(Trust me my love,
You lived within me, Stay by my side my love,
Crossing over time and changing your shape,
You see? The future we haven't yet seen,
remains here like this… It's nothing, but destiny)
"Apa sekarang kau percaya padaku, Sakura-chan?" tanya Naruto.
Sakura terdiam sebelum akhirnya mengangguk. Menatap Naruto yang masih bersujud bertumpu lulutnya di depannya membuatnya terus tersenyum. "Ya, Naruto…"
"Kau cukup percaya… untuk menghabiskan sisa waktumu denganku, Sakura-chan?" tanya Naruto pelan, tak lagi mempedulikan puluhan pasang mata yang menatapnya. "Kau cukup percaya, untuk menjadi seorang Namikaze 'kan?" Pemuda itu mengeluarkan sebuah kotak merah muda, menunjukkan sebuah cincin berukir bunga yang sedari tadi berdiam di sakunya.
Sakura meneteskan air matanya. Gadis itu menutup kedua matanya, menarik napas panjang sebelum akhirnya menatap mata blue sapphire pemuda itu. Tak ada sesuatu yang terlukis di sana kecuali kesungguhan. Ketulusan. Dan gambaran kebahagiaan yang selama ini hanya jadi mimpinya.
"Marry me, Sakura… I wanna grow old with you. As my heart, as my wife…" pinta Naruto.
Sakura masih terdiam. Pandangan matanya menangkap sosok beberapa orang di sudut kerumunan yang tampak tergopoh-gopoh. Beberapa orang dewasa yang pernah dikenalnya. Paman Minato juga yang lainnya.
Gadis itu membeku. Apakah kali ini ia boleh memikirkan dirinya sendiri? Sakura pernah bersikap egois dengan pergi dari Naruto. Bolehkah kali ini ia egois dengan menuruti kata hatinya?
Gadis itu menoleh pada sosok ayahnya. Hiruzen hanya menepuk dadanya dengan tangan kanannya sambil tersenyum.
Brukk.
Sakura berlutut. Memeluk erat Naruto yang masih terdiam. Sakura takut. Sakura bahagia. Sakura menangis. Sakura tertawa bahagia. Ia memeluk pemuda itu. Berharap pemuda itu tahu apa jawabannya.
"Sakura-chan?"
"I do…"
.
o.O.o.O.o.O.o.O.o.O.o.O
.
"Apa yang kau lakukan di sini?"
Hinata mengangkat wajahnya. Gadis itu hanya tersenyum tipis sebelum akhirnya mengalihkan lagi pandangan mata lavendernya pada permukaan air sungai yang tenang. Tak ada riak yang tercetak di sana. Andai hidup setenang aliran air…
"Kulihat tadi, p-pendeta yang dipanggil Gaara-kun sudah tiba ya?"
"Kau menangis di sini?" tanya Sasuke cepat. Mengabaikan pertanyaan Hinata yang tak ia pedulikan.
"…" Hinata masih terdiam meski akhirnya mengangguk tenang.
"Hari ini harusnya kau yang menikah. Tapi sepertinya… Yaah… menangislah kalau ingin menangis."
Hinata tersenyum tipis. Gadis itu tak mengangkat wajahnya. Ia masih membiarkan Sasuke berdiri di sampingnya sementara ia duduk bersandar di batang pohon yang sangat besar di pinggiran sungai.
"Aku bukan kemari u-untuk menangis kok…" jawab Hinata. "Habisnya tadi kulihat ada ayah dan paman Minato juga yang lainnya di ujung. Jadi sebaiknya aku menyingkir dulu… Aku m-masih gemetaran."
"Takut dengan ayahmu?"
Kali ini Hinata menggeleng. "Kau tahu t-tidak, Sasuke-kun… Aku yang mengantar Naruto-kun kemari. Tanganku masih bergetar, bukan karena aku sudah melepas Naruto-kun, tapi k-karena tadi menyetir mobil."
"Kemampuan menyetirmu masih buruk ya?" canda Sasuke. Pemuda itu akhirnya menjatuhkan tubuhnya, duduk tepat di samping Hinata. Keduanya menatap lurus permukaan air. Mencoba saling bicara meski tak saling menatap mata masing-masing. "Kalau kau duduk di sini, gaunmu bisa kotor."
Hinata hanya mengangguk. Gaun ini… tak ada artinya kalau bukan ia yang menikah. Kotor ataupun tidak sudah bukan masalah untuk Hinata.
Sret.
Sasuke melepas jasnya dan meletakkannya di bahu Hinata. "Pakai itu. Gaunmu terlalu menarik perhatian di tempat seperti ini."
Hinata mengangguk. Hangat. Aromanya masih sama. Aroma bocah kecil yang di masa lalunya selalu menjadi pelindungnya. "Permainanmu t-tadi bagus s-sekali, Sasuke-kun."
"Kau mendengarnya?"
"Ya." Hinata sekali lagi mengangguk sambil tetap memandang lurus, sama seperti Sasuke. "Aku masih ingin… mendengarnya…"
Sasuke menarik napas panjang kali ini. Pemuda itu bolehlah gugup meski tanpa alasan. Ia juga melupakan keramaian di belakang sana. Entah sudah berapa lama ia tak duduk berdekatan dengan Hinata seperti ini. Sedikit rasa sesak sempat menghinggapi dadanya. Mungkin karena ini semua hanya akan menguatkan perasaannya. "Kenapa kau memutuskan pernikahan tadi?"
Hinata memutar posisi duduknya menghadap Sasuke lalu membuka kelopak tangan kanannya. Menampakkan sebuah cincin yang sedari tadi digenggamnya.
"Ini cincin pernikahanmu?" tanya Sasuke.
Hinata menggeleng cepat lalu melakukan hal yang membuat mata Sasuke melebar.
Gadis itu melemparkan cincin yang entah berharga berapa ratus ribu yen ke dalam sungai. Membuangnya tanpa keraguan sedikitpun dan melukiskan riak tipis di atas permukaan sungai..
"Aku s-sudah punya cincin kawin di tangan kiriku, Sasuke-kun…" ujar Hinata. Pipinya yang pucat mulai bersemu seperti buah tomat menjelang musim panen.
"Cincin itu…" Sasuke tercekat mendapati sebuah cincin yang terbuat dari hasil kerajinan tangannya belasan tahun lalu tersemat indah di sana.
"Mana m-mungkin aku menikah dengan Naruto-kun? Hari itu, s-saat kau bertanya… aku mengatakan a-aku bersedia kan?"
"…"
"B—Bukankah puteri kecil yang waktu itu kau tawan, sudah menjadi istri ksatria itu, Sasuke-kun?"
Sasuke terdiam sesaat. Mata onyx-nya melembut, meleleh seketika mengingat kejadian lampau yang menjadi mimpi masa kecilnya. "Benar juga… kau kan memang sudah jadi istriku, Hinata-hime…"
Keduanya tersenyum lembut.
"Puteri kecil i-itu tak akan menikah dengan pangeran pirang dari negeri seberang… sementara ksatria di sampingnya pernah melamarnya. Lamaran itu masih berlaku ka—"
"Menikahlah denganku, Hyuuga Hinata…"
.
o.O.o.O.o.O.o.O.o.O.o.O
.
"Ehm…"
Konohamaru terdiam sesaat. Pemuda SMA itu memundurkan posisi tubuhnya meski belum melepas penuh rangkulan tangan yang masih melingkupi tubuh mungil seorang Hyuuga Hanabi. Berbeda dengan Konohamaru yang memasang tampang bingung, Hanabi justru makin menundukkan wajahnya yang sudah memerah seperti wajah kakak perempuannya saat tersipu malu.
Konohamaru masih menengok mencari sumber suara deheman barusan.
"Sepertinya itu tadi suara—"
"Moegi…" imbuh Hanabi. Gadis itu akhirnya menengok ke arah pintu samping restoran. Nyatanya dua sosok yang ia kenal sedang menatapnya intensif.
"Kalian…" Kali ini bolehlah ekspresi Konohamaru menjadi seperti Hanabi. 'Merah'.
"Aah…" keluh Moegi. "Bisa-bisanya kalian melupakan kami, terutama kau Hanabi…"
"Eh?" sahut Konohamaru kebingungan.
"Aku tadi mencarimu… dan mereka yang memberitahu kalau kau di sini…" jawab Hanabi pelan. Konohamaru tertawa kecil. Sedikit hatinya ingin tertawa karena tidak menyadari kehadiran kedua sahabatnya, dan sisanya hatinya merasa senang. Pemuda itu tanpa ragu memeluk Hanabi lagi dengan erat. Membuat Moegi dan Udon memalingkan mukanya.
"Hei… berhenti bermesraan," pinta Udon. "Ayo ke depan… pernikahannya sudah dimulai."
.
o.O.o.O.o.O.o.O.o.O.o.O
.
Semilir angin menenangkan lagi-lagi berhembus. Entah berapa lama matahari telah menampakkan sinar terangnya di atas sana, nyatanya angin semilir masih melingkupi suasana tempat dilangsungkannya sebuah pernikahan sederhana yang dibuat mendadak.
Suasana hening. Bahkan setiap doa yang terucap hanya teruraikan dengan bahasa hati.
Lantunan pengharapan dialirkan seluruh pemilik pasang mata halaman Paradise saat sebuah sumpah pengikat pernikahan telah meluncur dari bibir sang pendeta Chiriku dari kuil tak jauh dari Paradise. Rangkaian doa dan ucapan kebersediaan dari Naruto dan Sakura menyelesaikan semuanya. Ritual yang akan berlanjut satu tahap lebih atas.
Yang tadinya berasal dari dua diubah menjadi satu.
Benang merah telah terhubung. Terikat indah di hati keduanya. Status baru sebagai istri pemuda di sampingnya.
Sakura tersenyum. Bukan lagi Haruno, bukan lagi Sarutobi. Hanya Namikaze, nama itu yang akan melekat sekarang sebagai nama marganya, juga seluruh keturunannya kelak.
"Namikaze Sakura…" bisik Naruto pelan di telinga gadis itu. Wajah Sakura merona kali ini. Genggaman tangannya makin erat pada telapak tangan Naruto. Bersama. Semuanya mulai kali ini akan terlewati bersama. Apapun itu.
"Nama itu bagus juga…" balas Sakura pelan. Gadis itu menyentuhkan ujung hidungnya di ujung hidung Naruto, tersenyum setulus mungkin. Dadanya menghangat.
Naruto memutar tubuhnya. Keduanya lalu melangkah mendekat pada kedua orang tuanya, meninggalkan altar pernikahan. Keraguan anak gadis Hiruzen itu sirna begitu menatap Kushina yang menangis. Sakura yang telah mengenal semua jenis tangisan bisa melihat betapa indahnya air mata yang mengalir di pipi mertuanya itu. Tangisan bahagia. Setidaknya karena berhasil membuat Naruto bahagia, juga ibu mertuanya menangis karena senang, artinya kadar 'pantas tidak'-nya ia yang sempat Sakura bimbangkan kini tak berlaku.
Nada indah kembali terdengar. Naruto dan Sakura menoleh. Begitu juga Hiashi dan Minato juga yang lainnya. Sasuke memainkan lagi biolanya. Ada yang sedikit berbeda sekarang. Hiashi boleh kaget sesaat meski akhirnya pandangan matanya melembut.
Ya, Hinata, anak gadisnya berdiri tepat di samping Sasuke.
Hanabi tersenyum lebar di samping Konohamaru dan Hiruzen. Gadis itu lalu berlari kecil ke arah Sakura dan memberikan sesuatu pada sang Mademoiselle yang barusan melangsungkan pernikahan tersebut.
"Buket?" tanya Sakura heran.
Hanabi melempar senyuman terbaiknya, "Ayo lemparkan, Sakura-neechan…"
"Tapi ini kan pernikahan kuil. Bukan pernikaha—"
"Lemparkan saja," pinta Naruto. "Mungkin takdir kita juga berlaku untuk orang lain."
Sakura terdiam sesaat. Gadis itu lalu tersenyum mengangguk. Sakura sempat melambaikan tangannya pada semua orang yang hadir, sebelum akhirnya gadis itu memutar tubuhnya, memejamkan matanya erat, lalu melempar buket bunga bermacam jenis itu ke langit. Membiarkan angin membawanya kepada seseorang yang katanya akan menjadi pengantin selanjutnya.
Mitos.
Kisah bualan mungkin, namun berlaku kali ini.
Angin bertiup kencang. Tak menghiraukan teriakan gadis-gadis yang berusaha memperebutkan buket itu.
Plukk.
Terpilih sudah sang penerima mitos.
Hanabi tersenyum.
Sakura menyandarkan kepalanya di pundak Naruto sambil mengangguk.
Ino mengedipkan matanya pada sosok Shikamaru.
Dan nada gesekan biola Sasuke terhenti.
Mata lavender Hinata melebar mendapati sesuatu di tangannya.
Ah, apakah Sakura terlalu kencang melempar buket tadi? Kenapa angin membawa rangkaian bunga ini ke tangannya? Wajah gadis itu mendadak merona. Tak sanggup menatap mata pemuda di sampingnya yang memandangnya kaget.
Sunyi. Hening.
Ino yang tersenyum lebar berlari kecil ke arah Hinata, menarik lengan gadis itu. "Ikut aku!" Sang Mademoiselle yang tak mau mendengar penolakan dari bibir Hinata tanpa basa-basi langsung menculik gadis itu dari samping Sasuke. "Karin, bantu aku!"
Sasuke terdiam. Entah apa yang akan dilakukan kakak angkat Sakura itu.
Greb.
Mata onyx Sasuke melebar saat menatap mata onyx pemuda lain dengan rambut yang dikuncir tinggi di depannya. Salah satu sahabatnya. Bukankah tadi pemuda ini selalu stand by di samping sang pendeta pemimpin upacara pernikahan Naruto dan Sakura?
Gaara yang mendadak muncul merebut biola dari tangan Sasuke.
"Sampai sini, tugasmu kuambil alih."
Sasuke masih terdiam dengan ucapan sang pemuda stoic berambut merah barusan. Apa katanya? Belum sempat ia protes pada Gaara, Shikamaru sudah menyeretnya ke arah para orang dewasa di hadapan Sakura dan Naruto.
Hyuuga Hiashi.
Matilah Sasuke. Ini benar-benar diluar rencana. Tapi jika tidak sekarang… kapan lagi? Inilah satu-satunya kesempatan yang ia punya, mungkin. Lagipula ia tak akan melepas Hinata untuk kedua kalinya.
"Uchiha…"
Sasuke mengangguk memberi hormat pada orang tua tunggal gadis yang ia cintai itu.
"Kudengar Itachi akan kau gantikan posisinya, dan kalian akan bertukar tempat," ungkap Hiashi tenang. "Aku mendengarnya dari Shikamaru dan juga Gaara."
"Iya, Paman. Tadinya begitu…"
"Tadinya?"
Sasuke kali ini terdiam. Sungguh, ia tegang. Ia tahu Hiashi adalah orang yang jauh lebih stoic dari siapapun bahkan ayahnya. Ia tahu hal itu sejak ia masih kecil. Namun rasanya kali ini jauh lebih menegangkan. Bahkan semua kalimatnya buyar dari pikirannya.
Plukk.
Sasuke mengangkat wajahnya. Ditatapnya mata lavender sang pemilik Hyuuga Corporation yang kini menyentuh pundaknya itu.
"Kau tak boleh membawanya ke Eropa."
"…"
"Meskipun Hinata menjadi istrimu, kau tak kuijinkan pindah ke Manchester City. Tetap tinggallah di Jepang."
"Paman, ak—"
Hiashi mengangkat dagunya memandang direksi lain. "Putriku… pengantinmu menunggumu, Bocah… asal putriku bahagia… Lagipula aku percaya padamu."
"Terima kasih, Paman," ungkap Sasuke pelan. Pemuda itu memutar tubuhnya, menatap sosok Hinata yang kini berbalut kimono sewarna salju dengan kilauan warna langit malam menghiasi sisi pinggangnya. Rambut panjangnya terikat sempurna ke atas, menyisakan sedikit rambut pendek di sisi telinga Hinata juga tetap dengan poni manisnya yang membingkai atas wajahnya. Berbagai pita putih menghiasi rambut indigonya.
Gadis itu tertunduk.
"Restuku menyertaimu, Nak…" Dengan ucapan terakhir Hiashi itu, Sasuke mengangguk pasti.
Shikamaru dengan santai melepas jas putihnya lalu mengenakannya pada Sasuke. "Pengantinmu menunggumu, Sasuke."
Ino tersenyum senang. Gadis pirang itu balik menghampiri Shikamaru lalu keduanya mendekat di sisi Gaara yang terbuai memainkan biola milik Sasuke. Pemuda dengan tato lambing 'Ai' di dahinya itu tersenyum lembut. Meski tak sehebat permainan Sasuke, tapi Gaara menikmatinya. Alunannya terdengar tulus. Bolehlah kali ini ia mengaku ia bahagia. Sekalipun tak mendapatkan Sakura, juga tak bisa berbahagia dengan utuh seperti Sasuke di depan sana, ia sudah cukup senang. Pemuda itu membuka matanya dan melirik Shikamaru.
"Kapan kalian menyusul?"
"Hm…" Shikamaru memutar bola matanya. Meski Gaara tak begitu mengharapkan jawabannya, tapi ia tahu Ino sedang menunggu jawabannya.
"Kalau hanya pertunangan, aku bisa merebut Yamanaka dari tanganmu, Nara Shikamaru…"
Wajah Ino memerah. Dasar pemuda ini!
"Coba saja kalau berani…" jawab Shikamaru.
Gaara tertawa kecil sebelum akhirnya diikuti tawa Ino dan Shikamaru. Ino masih belum mengerti betul seperti apa Gaara, Naruto, Sasuke, bahkan Shikamaru, tunangannya. Ada banyak yang ia ingin tahu dari Shikamaru. Tapi setidaknya satu hal yang ia tahu betul, pemuda ini yang mengenalkannya arti kata kebahagiaan. "Kalian berdua, berhentilah bercanda dan menggodaku."
Tak jauh dari sana, Kabuto tersenyum lega. Lelaki itu melepas kacamatanya dan meraih telepon selularnya. Menghubungi seseorang.
"Moshi-moshi, Itachi-san…"
.
o.O.o.O.o.O.o.O.o.O.o.O
.
Hari ini, mungkin hari yang bersejarah bagi semua orang. Terutama Sakura. Ada kisah panjang yang terhenti di sana. Selanjutnya setelah ini sebuah kisah baru akan dimulai. Perbedaannya, tak akan ada lagi kesakitan yang menjadi hiasan dalam kisahnya.
Ia tahu hal itu karena setelah ini ia akan melalui semuanya dengan Naruto. Sama seperti pasangan baru di hadapannya. Sasuke dan Hinata. Kisah baru lagi akan dimulai. Dan tak lama lagi akan menyusul Shikamaru dan Ino.
Begitu banyak kisah yang ia lihat. Ketulusan Tuan Jiraiya pada Nona Tsunade yang ia kenal betul, juga persahabatan baik layaknya Suigetsu dan sang Mademooiselle Firefly, Karin. Ada lagi, Konohamaru adiknya, juga gadis kecil dengan perasaan lembut dan murni bernama Hanabi.
Berbagai waktu yang ia lewati, semua bentuk perjalannya yang menyakitkan. Yang ia lalui dengan jatuh bangun berulang kali, kini terbayarkan. Sekalipun menyesakkan, dan berakhir tak sesuai harapan seperti yang dijalani Gaara, kisah itu tetap menyenangkan pada akhirnya.
Ia pernah berpikir bahwa hidupnya bukan dongeng. Dongeng dimana sang puteri raja akan menanti sang pangeran dan akhirnya hidup bahagia. Sakura dan orang-orang disekitarnya melewati perjalanan panjang yang melelahkan.
Namun entah itu dongeng atau kisah hidup, pada akhirnya hanya satu yang terharapkan pada bagian akhirnya.
Sebuah hal abstrak bernama… Kebahagiaan.
H A P P Y E N D
.
o.O.o.O.o.O.o.O.o.O.o.O
.
At the backstage
NIGHT : *banjir air mata* Banzai para Mademoiselle-ku….
INO : *pose wawancara sang ratu gossip* Mengapa muncul Shion dan Kakashi, Night?
NIGHT : Karena dulu ada yang minta KakaShizu meski cuma sedikit…
SAKURA : Lalu Gaara nggak dapat pasangan?
NIGHT : Tadinya mau saya pasang Temari *go go GaaTema!* tapi tak sempat
KARIN : Jadi Paradise berubah?
NIGHT : Ya! Sekarang menjadi restoran Jepang dan penginapan…
SAKURA : Jadi tadi lagu siapa yang kunyanyikan?
NIGHT : Ayumi Hamasaki 'HEAVEN'. Lagu itu pertama saya dengar di komunitas fb-nya NS. Kalau belum tahu, silakan cek di youtube ya, Readers!
SAKURA : Ada lagi yang ingin kau sampaikan, Night?
NIGHT : Terima kasih untuk semua orang yang pernah membaca fic ini, mendukung fic ini, memberi kritik membangun untuk fic ini. Terima kasih untuk Sava atas kritik dan masukannya yang berpengaruh besar untuk jalan cerita fic ini. Terima kasih untuk Narurin-chan yang memberi ide tentang pernikahan Hinata sejak beberapa bulan lalu. Terima kasih Raisa dan yang lainnya yang setia membaca fic ini…
INO : Ada lagi?
NIGHT : Sekilas cerita, fic ini pertama terbayang idenya saat saya membaca sebuah cerita fic English 3 chapter kalau tak salah (seingat saya discontinue) dimana Sakura jadi Geisha, disiksa Tsunade, jadi pelacur, diperkosa *maaf* Itachi agar mengandung keturunan Uchiha, ditolong pengusaha kaya (Naruto) dan dibawa pergi. Ada yang ingat fic apa itu? Yang jelas saat itu juga saya pundung dan merancang cerita ini. Night mencoba mengingat film Zhang Ziyi tentang hidup dan setting Geisha meski hasilnya nggak sempurna. Tak banyak yang night ketahui soal Geisha, yang jelas mereka terhormat di masanya dulu. Mereka menari, memberi hiburan, dan menjadi tempat curhat para lelaki kesepian. Ya entahlah. Ide awalnya di otak night tak sampai sejauh ini. Untuk itulah saya berterima kasih banyaaaaak untuk semua yang membantu fic ini hingga menjadi sejauh ini. Dulu bayangan saya, Sakura saya buat bunuh diri di sungai, ayahnya dirawat Ino, Sakura koma, de el el (makin sinet dan berlebihan) tapi ya inilah jadinya sekarang. Semoga endingnya tak terlalu mengecewakan semua pembaca. Terima kasih banyaaaak!
ALL CHARA : Oke, waktunya REVIEW yang terakhir ya…
.
o.O.o.O.o.O.o.O.o.O.o.O
.
Sekali lagi terima kasih untuk semua pembaca dan yang pernah menyempatkan diri me-review. Tanpa dukungan kalian, fic ini tak akan pernah jadi sebesar ini. Terima kasih banyak…
Also for all people who favorite this (Alphabetical):
Aka 'no' Shika, 2winter thief, Aichiruchan, Akasuna Arishima, akasuna no hataruno teng tong, Akasuna no niraDEI Uchiha, Amuchan Hinamori, Angga Uchiha Haruno, Annisaamaharani, Aoi Shou'no, aya-na rifa'i, BathGosht, Blue dwarf hate fuck love, Bunga Perak, Cendy Hoseki, chireita-uzu, Chocomint the Snidget, Cielheart Ie'chan, DeviL's of KunoiChi, dindoet, elven lady18, Farfallanoire, Fhaska, Fun-Ny Chan D'JiNcHuUri-Q, fuyuzakura-hime, Gymnadenia, Hanasaku Yuki-chan, Harucha me Hana, Hikari Meiko EunJo, inessegreen, JustLita, Kanna Ayasaki, Kazuma B'tomat, Kuchiki Hirata, kuraishi cha22dhen, Kurosaki Kuchiki, la988, Lastly, Lhyn Hatake, Lyner Croix Rosenkratnz, mamedmax, Marmoet-chan, Melly D'Ruzzaky Konoha, Merai Alixya Kudo, Michael inoe the UZ, Michiru No Akasuna, Misa Santo, mysticahime, Namikaze 'cherry' Hatake, Nara Aiko, NaRa'UzWa', natsu-BlackCat, New D Hakama, nitachi chan loves itachi, Norikonori-chan, Pleiades The Phantom, Ran Uchiha, Ren Nakuhiko ShieKaru, Rinzu15 The 4th Espada, Rye Hikaru, sabaku no ligaara, Sadistic Shinigami Aoi, Saqee-chan, sava kaladze, Shard VLocasters, Shearra26, sincerely Ai, SoraHinase, The RED Phantom, TheIceBlossom, Violet7orange, Wasurenagusa29, yarai yarai chan, Zhan' Masamune, Ziory 'abie' abukara.
Terima kasih juga untuk yang memasukkan cerita ini dalam alert list-nya… and terakhir…
R E V I E W
I
I
v