Sweetheart

Author: AnnZie-chan Einsteinette

Disclaimer: Masashi Kishimoto

Pairing: SasuSaku

Genre: Romance/Angst

Rated: T

Warning: OOC? Maybe. Typo? Entah. Alur kecepatan? Itu spesialisasi Author sendiri. Mustahil? Namana juga FFn: Unleash Your Imagination. Keren? Itulah AnnZie! *dilempari botol aqua*

Apa ada yang merindukan fanfic baru AnnZie? Ada kan? Semua ngerinduin AnnZie kan? Iyalah, secara AnnZie terkenal gitu lho! *dilindes kebo*

Apaan sih? Sirik ya sama AnnZie? –Syuuuu, angin bertiup- Hiks, hiks, ternyata fansclubku belum sebesar Sasuke ya... *disorakin readers*.

Oia, AnnZie sering bikin adegan Sasuke dan mobilna. AnnZie nggak tahu jenis-jenis mobil, tapi yang ada di benak AnnZie adalah sebuah mobil dengan merek Mercedes Benz berwarna silver. Anehna lagi, batin AnnZie bilang modelna sedan tapi pikiran AnnZie bilang jeep. Binguuuuung! Tolong, help, apa sih mobil yang biasana dipakai Sasuke?

Oke deh, nggak usah banyak cengkonek, selamat membaca and review please!


Chapter 1: Que Sera Sera (: Yang Terjadi, Terjadilah)

Pagi itu adalah sebuah pagi yang indah. Matahari bersinar cerah, kicauan burung terdengar di mana-mana. Mikoto sedang menata meja makan. Kemudian tampaklah Sasuke turun dari kamarnya di lantai dua. Tidak seperti biasanya, hari ini Sasuke terlihat sangat terburu-buru. Mikoto memandang Sasuke heran. "Sasuke!" panggil Mikoto. "Mau ke mana?"

Sasuke berbalik. "Memangnya kenapa?"

Mikoto mengelap tangannya yang belepotan selai –sarapan hari ini- seraya berkata, "Ini hari Minggu, biasanya kau tidak pernah keluar kecuali kalau Naruto atau Gaara ikut bersamamu. Mau ke mana?" Mikoto mengulangi pertanyaannya tadi. Sasuke terlihat berpikir sejenak. Sesaat kemudian, ia membuka suara, "Sebenarnya, aku sendiri tidak tahu mau pergi ke mana," jawab Sasuke jujur. "Aku merasakan akan terjadi sesuatu hari ini. Tapi aku tidak tahu apa itu. Daripada penasaran begini, lebih baik aku cari tahu sendiri apa yang akan terjadi hari ini."

"Sasuke..." Mikoto menatap anak bungsunya dengan rasa cemas. "Jangan bicara begitu, Ibu jadi takut. Tidak sarapan dulu?"

"Tidak."

"Hati-hati di jalan!" seru Mikoto sebelum Sasuke meninggalkan rumah.

"Hn." gumam Sasuke pelan. Saking pelannya hanya bisa didengar oleh dirinya sendiri.

Dari atas tangga, muncullah Itachi yang baru bangun tidur. "Paaagiiii.... Hoaahm.." sapa Itachi malas. Meskipun sudah mandi, entah mengapa Itachi masih mengantuk. Itachi sudah berpakaian rapi, mengenakan celana jeans dan kemeja kotak-kotak, membuatnya terlihat keren. Itachi yang melihat Sasuke keluar rumah pagi-pagi, bertanya heran pada Mikoto. "Ada apa sih, Bu?"

Mikoto merasa seperti tertangkap basah, "Apanya? Tidak ada apa-apa kok, hahaha.."Mikoto tertawa canggung. Itachi mengangkat bahu dan berujar, "Aku tahu Ibu menyembunyikan sesuatu." Mikoto semakin salah tingkah.

Itachi menuruni tangga kediaman Uchiha, berjalan menuju ruang makan. Ibunya menyajikan roti dan selai, simpel namun nikmat. Setelah Itachi duduk di kursi, datanglah Fugaku yang membawa koran pagi. "Pagi," kata Fugaku.

"Pagi," jawab Mikoto. "Hn," respon Itachi. Fugaku memerhatikan anggota keluarganya yang duduk melingkari meja makan. Mikoto sedang mengoleskan selai ke roti untuk Fugaku, sementara Itachi menimbang-nimbang akan minum air biasa atau kopi, seperti ayahnya. "Hn? Mana Sasuke?" tanya Fugaku.

"Pergi." jawab Itachi pendek. "Sepertinya dia ada suatu urusan penting."

Mikoto menggelengkan kepalanya. "Tidak, dia mencari sesuatu..." Ia menerawang. Itachi dan Fugaku beralih dari sarapan masing-masing, menoleh dengan tatapan 'apa itu?'. Mikoto melanjutkan, "Katanya ia memiliki feeling akan terjadi sesuatu... dan ia akan mencari tahu apa itu." Itachi dan Fugaku bertatapan, lalu mengangkat bahu. "Berharap saja itu adalah sesuatu yang bagus." Fugaku melanjutkan makannya.


Mobil Sasuke melaju kencang sekali. Beberapa kali ia melanggar lampu merah. Sasuke tidak memiliki tujuan, hanya berputar-putar mengelilingi kota, menghabiskan bahan bakar. Tak disangka, setelah satu jam mengelilingi kota, perutnya berbunyi. "Haah.." desah Sasuke. Memalukan sekali perut seorang Uchiha berbunyi keras karena lapar. Untungnya ia sendirian saat ini. Sasuke menyesal tidak sarapan tadi pagi. 'Sudahlah, sekarang cari tempat yang nyaman untuk makan,' pikir Sasuke.

Sasuke membelokkan mobilnya ke kanan, ke sebuah restoran yang tidak terlalu besar tapi terkenal karena lezatnya makanan yang disajikan di sana. Sasuke mematikan mesin, mengecek dompet dan ponsel, lalu menutup pintu mobil dengan agak keras.

Ia berjalan cepat-cepat ke restoran itu. Seorang pelayan wanita di depan pintu terkagum-kagum melihat Sasuke. Si pelayan memasang muka imut untuk menarik perhatian Sasuke, "Selamat datang." Sasuke masuk, mengacuhkan si pelayan. Setelah Sasuke lewat, pelayan tersebut mencibir kesal, "Ganteng-ganteng sombong. Cih!"

Sasuke memilih meja yang terletak di pojokan restoran. Ia harus cepat-cepat makan sebelum ada yang melihatnya sedang makan. Kemungkinan terburuk yang dapat diperkirakan Sasuke adalah, salah satu fangirl-nya melihatnya di sini, dan dalam sekejap sekitar restoran akan dipenuhi dengan fangirl-nya yang memuakkan.

Seorang pelayan mendekati Sasuke. "Silahkan, ini menunya. Mau pesan apa?" Pelayan ini –laki-laki- menyodorkan daftar menu. Sasuke melihat-lihat menu yang disediakan. Ia sendiri bingung apa yang mau dipesannya, karena semuanya terlihat enak di mata Sasuke. Akhirnya Sasuke memilih, "Nasi goreng spesial satu porsi dan jus tomat. Itu saja." Pelayan itu mencatat apa yang dipesan Sasuke, dan berkata ramah, "Terima kasih. Pesanan Anda akan segera datang."

Sembari menunggu, Sasuke mengetuk-ngetukkan jemarinya ke meja, sebuah pertanda bahwa ia tidak sabar. Sepuluh menit kemudian, setelah penantian yang panjang, pesanannya tiba. Sasuke memakan makanannya dengan lahap. Dua alasan, ia lapar dan ia tidak mau berlama-lama di sini.

Tiga puluh menit cukup baginya untuk berada di restoran itu. Sasuke membayar semua yang ia makan, kemudian berjalan keluar. Sepertinya aman, belum ada fangirl yang menyadari keberadaannya di sini. Dengan santai, Sasuke membuka pintu mobil, menyalakannya, dan melaju kencang, merasa lebih berenergi setelah makan.

Kali ini, Sasuke lebih berhati-hati dalam menjalankan mobilnya. Ia tidak lagi melanggar lampu lalu lintas. Sasuke mengerem saat traffic light di sebuah persimpangan menunjukkan warna merah. Di luar mobil, banyak kendaraan mengantri, berbaris karena si lampu merah. Mata Sasuke lalu menangkap sebuah sosok yang sangat dikenalnya. Gaara, salah satu sahabatnya. Di jalanan, Gaara membagikan selebaran kepada para pengemudi. Sesampainya Gaara di sebelah mobil Sasuke, Gaara tersenyum simpul, mengenali mobil Sasuke dan mengetuk kaca jendela.

Sasuke menurunkan kaca jendela, "Gaara, apa yang kau lakukan?"

Gaara masih tersenyum. "Membagikan pamflet. Lihat, hari ini ada Festival Buku di Taman Kota." Gaara mengulurkan selembar kertas yang dibagi-bagikannya kepada pengemudi lainnya. Sasuke membaca selebaran itu. "9 Mei? Itu kan hari ini?"

"Memang. Pukul 10, sebentar lagi. Apa kau mau pergi ke sana?"

"Tentu saja. Aku sedang tidak sibuk, kok," sahut Sasuke. "Apa kau juga akan pergi ke sana?"

Gaara menggeleng, "Tidak. Aku hanya relawan di sini. Kakakku Temari memaksaku menyebarkan pamflet ini. Kau mungkin akan bertemu Temari-nee di sana. Dia salah satu panitia festival ini. Sudah dulu, ya." Gaara beranjak pergi untuk mengetuk kaca jendela mobil lainnya. "Hn," jawab Sasuke pendek.

Lampu berubah menjadi hijau. Sasuke mengambil jalan lurus, jalan menuju Taman Kota. Sasuke menyukai festival semacam ini. Festival yang cerdas, bukan festival abal-abal seperti Festival Lampu atau Cosplay yang sering diadakan di Konoha. Merasa senang menemukan sesuatu untuk dilakukan di hari Minggu yang membosankan, Sasuke menyalakan radio. Mencari siaran yang sedang populer sekarang, KR alias Konoha Radio.

Sasuke sama sekali tidak merasakan firasat buruk. Sebaliknya, ia merasakan firasat baik. Sasuke menggumamkan lagu dengan suara pelan, mengikuti irama lagu. Sasuke berbelok ke kiri, masih menyanyi-nyanyi kecil tanpa memerhatikan seorang gadis yang sedang menyeberang jalan di zebra cross. Sasuke tersadar, segera menginjak pedal rem. Sialnya, tindakan Sasuke sudah terlambat.

Gadis itu menoleh, menyadari sebuah mobil yang melaju kencang ke arahnya. Gadis itu refleks mundur, menghindari pengemudi gila yang menjalankan kendaraannya terlalu cepat. Seperti halnya Sasuke, refleks gadis itu terlambat. Ia terserempet dan terjatuh, terduduk di atas aspal. Di sekitar, ibu-ibu yang sedang berjalan kaki di trotoar menjerit histeris. Beberapa orang memaki-maki pengemudi 'gila' yang tak lain adalah Sasuke sendiri. Dalam seketika, tempat itu menjadi pusat perhatian.

Ckiiiit!

Sasuke menghentikan mobilnya. Ia bergegas menghampiri seorang gadis berambut pink panjang yang sedang terduduk di atas aspal, meringis kesakitan. Sasuke mengulurkan tangannya untuk membantu gadis itu berdiri. "Kamu nggak apa-apa?" tanyanya.

Si gadis itu mendongak, melihat ke mata onyx yang telah menabraknya tadi. Dengan muka kesal dia menjawab, "Kalau aku tidak sedang terduduk di sini berarti tidak, bodoh."

Untuk sesaat, Sasuke terpana melihat mata gadis yang baru ditabraknya. Warnanya emerald. Sasuke belum pernah melihat mata seorang perempuan seindah ini. "Maaf, aku tadi tidak konsentrasi saat menyetir," Ia membantu gadis itu berdiri. "Er... namamu?"

"Sakura. Sakura Haruno." jawab gadis yang Sasuke tabrak tadi. Sakura mencoba berdiri tegak, tetapi kakinya terasa sakit sekali. Tidak tahan atas rasa sakitnya itu, Sakura terjatuh. Untungnya Sasuke sigap menangkap Sakura.

Sakura tersenyum kecil, "Terima kasih.. um.." Sasuke menyadari maksud Sakura menanyakan namanya, "Sasuke Uchiha," jawabnya. Sakura menggumamkan nama Sasuke, "Sasuke Uchiha, ya..". Sepertinya Sakura mencoba mengingat nama orang yang menabraknya. Hitung-hitung kalau Sasuke tidak bertanggung jawab, ia bisa melaporkannya ke polisi.

Sasuke melingkarkan tangannya ke bahu Sakura, membawa Sakura ke sebuah halte yang kebetulan dekat dari sana. Sakura awalnya kaget melihat seorang pria yang sangat tampan begitu dekat dengan dirinya. Tapi ia tidak ambil pusing dengan itu. Dirinya korban, dia pelaku. Wajar kan kalau laki-laki ini menolongnya?

Sasuke mendudukkan Sakura di kursi halte yang dingin dan keras. Sakura meringis saat kakinya diperiksa Sasuke. Sasuke menyentuh pergelangan kaki Sakura beberapa kali, dan beberapa kali jugalah Sakura meringis. Sasuke mencari-cari mata emerald lawan bicaranya yang tengah terpejam menahan sakit. "Sakura?"

"Hm, ya?" Sakura membuka matanya. Tampaklah Sasuke dibawahnya, masih memegang kakinya yang putih mulus dan jenjang. Sepatu hitamnya tergeletak di samping pemilik mata onyx tersebut.

Sasuke memasang wajah penyesalan yang dalam, "Maafkan aku," katanya lagi. "Akan ku antar kau ke rumahmu. Atau ke dokter dulu, mungkin?"

Sakura menggelengkan kepalanya cepat, "Tidak usah ke dokter. Antarkan saja aku ke rumahku, ibuku dokter."

Sasuke mengangguk, memasangkan kembali sepatu Sakura. Kalau dilihat dari jauh, maka mereka berdua kelihatan seperti Prince Charming dan Cinderella, adegan ketika sang pangeran yang tampan memasangkan sepatu kaca Cinderella.

Sasuke kembali memapah Sakura. Sakura tertatih-tatih di sebelah Sasuke. Dirasanya mereka berjalan terlalu lambat, Sasuke berbisik, "Sakura, aku maaf untuk yang satu ini." Sakura mengernyitkan dahinya bingung. Kemudian ia mengerti maksud Sasuke tadi setelah Sasuke menggendongnya bridal style ke mobil Sasuke yang terparkir agak jauh dari mereka.

Sakura merasa malu digendong seperti ini. Apalagi yang menggendongnya adalah seorang pria tampan, yang dilihat dari mobilnya adalah orang berada. Sakura sudah tahu itu. Sasuke adalah seorang Uchiha. Sebenarnya bukan siapa-siapa, tetapi, di Konoha keluarga Uchiha yang kaya itu terkenal di sana. Keluarga yang semua keturunannya jenius, kaya, sukses, dan memiliki wajah rupawan.

Mobil melaju pelan, santai. Sakura sudah mengatakan rumahnya berada di pinggiran kota. Kebetulan sekali Sasuke mengetahui daerah rumah Sakura. Masih memerhatikan jalanan raya yang ramai, Sasuke mencoba mencari tahu tentang gadis yang baru dikenalnya. "Sakura, tadi kau mau pergi ke mana?"

Sakura menoleh, menatap lawan bicaranya sebagai tata krama. "Hm? Aku mau ke Festival Buku di Taman Kota. Sudah sejak seminggu lalu aku berencana pergi ke sana, tapi ternyata tidak jadi."

"Oh, kalau begitu akulah pihak yang menyebabkan batalnya rencanamu."

Sakura tertawa kecil, "Tidak apa-apa. Lagipula, tidak ada sesuatu yang penting kok. Aku sudah janjian dengan... Oh, astaga, aku harus menelepon temanku yang menunggu di sana. Sebentar, ya." Sakura merogoh tas kecil yang terselempang, mengeluarkan ponsel lipatnya. Menelepon seseorang di suatu tempat, "Halo? Hinata-chan, maaf, aku tidak bisa datang... Hanya ada insiden kecil. Ya, aku minta maaf... Sampaikan permintaan maafku ke Naruto, ya. Oke, jaa."

Sakura mematikan sambungan telepon. Sasuke bertanya penasaran, "Oh, kalau boleh tahu, siapa temanmu itu? Sepertinya aku kenal.."

"Naruto Uzumaki dan pacarnya Hinata Hyuuga." jawab Sakura ringan. Sasuke menaikkan bibirnya sedikit, tertawa tertahan. "Mereka sahabatku. Mereka sekolah di Konoha High School, kan?"

"Oh ya?" tanya Sakura tak percaya. "Mereka juga sahabatku sejak SMP."

"Omong-omong, kau kelas berapa sekarang?"

"Aku? Aku kelas 11 di Konohagakuen. Kau?"

"Aku juga kelas 11, di Konoha High School. Aku sekelas dengan Naruto dan Hinata."

"Kebetulan sekali, ya? Sebenarnya, aku masih kurang yakin orang yang ku maksud adalah orang yang kau maksud."

"Coba saja cocokkan nomor ponsel mereka," Sasuke menyodorkan sebuah ponsel hitam dengan gantungan kipas lambang keluarga Uchiha. "Nama mereka di sana Naruto Dobe Uzumaki dan Hinata Hyuuga."

Sakura menerima ponsel Sasuke, mencari nama Naruto. Mencocokkannya. Lalu nomor Hinata. "Cocok," katanya. "Berarti orang yang sama." Sakura mengembalikan ponsel Sasuke.

Sasuke membelokkan mobilnya ke arah kiri. "Kita sudah di Konoha 6 Street. Yang mana rumahmu?"

Sakura menunjuk ke sebuah rumah yang tidak besar, tapi tidak juga kecil bercat putih. "Yang itu," sahutnya. Rumah yang asri, bertingkat dua, dengan kolam ikan kecil di depannya. Sasuke berhenti tepat di depan rumah Sakura. "Biar ku bantu kau turun." Kembali Sasuke menuntun Sakura pelan-pelan.

Seorang wanita yang cantik dan berambut pirang, mengenakan jas dokter menyambut kedatangan mereka. "Sakura!" seru wanita itu. Sakura menjawab lirih, "Kaa-san..."

Wanita itu memberikan perintah pada Sasuke, "Bawa Sakura masuk ke ruang praktekku. Ikuti aku." Sasuke menurut. Sasuke dan Sakura memasuki sebuah ruangan putih yang baunya seperti obat-obatan. Sasuke mendudukkan Sakura di atas ranjang pasien di sana. Wanita itu, yang diketahui Sasuke adalah ibu Sakura, memeriksa kaki Sakura. "Apa yang terjadi?" tanyanya pada Sasuke.

Sasuke menjawab, "Aku tidak sengaja menabraknya di jalan. Saat itu aku sedang berbelok, dan aku tidak tahu dia sedang menyeberang jalan. Aku mencoba mengerem, dan ia juga menghindar. Tapi tetap saja tertabrak. Maaf."

Wanita itu memandang Sasuke dari atas ke bawah. Ternilai olehnya, yang menabrak putri semata wayangnya bukan orang biasa. "Siapa namamu? Kau terlihat berbeda bagiku."

"Namaku Sasuke Uchiha, Nyonya."

Wanita itu tertawa lepas. "Panggil aku Tsunade-san saja, ya? Aku ibu Sakura. Salam kenal. Aku salut padamu, Uchiha-san. Kau mengantarkan putriku pulang, baik sekali."

Sasuke merendah, "Tapi, tetap saja aku bersalah. Aku menabraknya. Apa dia baik-baik saja?" Sasuke melirik ke arah Sakura.

"Ya, begitulah," jawab Tsunade enteng. "Kurasa ia tidak akan bisa berjalan selama sekitar sebulan. Aku harus membawanya ke rumah sakit untuk meng-gipsnya. Kukira ada tulang yang retak, tapi ah entahlah."

Sakura tiba-tiba berteriak histeris mendengar perkataan ibunya, "Satu bulan? Bagaimana aku pergi ke sekolah?"

Tsunade memandang tak suka ke arah Sakura, "Jangan menjerit begitu. Kau bisa diantar ayahmu, kan?" Sakura merengut, "Tidak mau. Aku mau jalan kaki seperti biasa!"

"Kakimu luka, anak bodoh. Mana mungkin kau jalan ke sekolahmu?"

"Pokoknya aku tidak mau."

Tsunade berbalik, berbicara pada Sasuke. "Aku tidak memaksamu melakukan ini, Uchiha-san. Tapi maukah kau bertanggung jawab lagi pada Sakura?"

Sasuke merasakan ada maksud tersembunyi di balik perkataan Tsunade. "Memangnya apa yang harus kulakukan?"

Tsunade tersenyum simpul. "Mudah saja. Antar Sakura ke sekolahnya setiap hari sampai dia sembuh. Bersedia?"

'Mengantar gadis ini ke sekolahnya, selama sebulan? Tidak masalah kalau Konohagakuen bukan sekolah putri! Memang sekolah yang bagus, tapi itu sekolah putri!' batin Sasuke. Sasuke menolak dengan halus, "Konohagakuen kan? Itu kan sekolah putri, tidak, terima kasih. Ada opsi lainnya?"

Tsunade mengangkat alisnya sebelah, "Kau cuma mengantarnya. Dan tidak ada opsi lainnya."

Sasuke bimbang. Ia sih setuju saja mengantar Sakura ke sekolahnya, karena sedikit banyak gadis ini membuatnya tertarik. Sasuke benar-benar penasaran dengan diri Sakura. Ada dua alasan ia tidak mau mengantar Sakura. Pertama, Konohagakuen adalah sekolah putri. Kedua, ia tidak mau tersebar gosip yang aneh-aneh di KHS, sekolahnya. Tetapi, bukankan seorang lelaki harus bisa bertanggung jawab? Apalagi ia seorang Uchiha yang terhormat.

Tsunade dapat menebak pikiran Sasuke yang bimbang. Tsunade melancarkan serangannya, "Kalau kau tidak mau, akan kulaporkan ke polisi," ancam Tsunade. Di tepi ranjang, Sakura memutar bola matanya. Sudah ia duga, ibunya akan menggertak Sasuke seperti ini. Padahal ia tahu, Tsunade sengaja memanfaatkan Sasuke agar pengeluaran keluarga untuk ongkos Sakura berkurang. Benar-benar wanita yang sangat perhitungan. Sakura sendiri dapat menebak apa yang akan dilakukan ibunya dengan uang ongkos Sakura yang menganggur. Berjudi, apa lagi?

Sasuke setuju, bukan karena ancaman Tsunade, tapi karena dia adalah laki-laki dari keluarga Uchiha. "Oke, aku antar. Mulai besok sampai bulan depan."

Tsunade mengangguk-ngangguk senang, "Sakura pergi pukul 7, masuk pukul setengah 8, pulang pukul 2, dan batas waktunya pulang adalah pukul 5. Kau bisa mengingatnya, Uchiha-san?"

"Tidak masalah. Waktu Sakura sekolah sama dengan waktuku. Dan Tsunade-san, panggil aku Sasuke saja."

"Kalau itu maumu, Sasuke." Tsunade berjalan ke arah pintu. "Kutinggalkan kalian dulu sementara di sini. Aku mau mengambil sesuatu di dalam untuk dititipkan padamu."

Pintu tertutup. Sakura dan Sasuke melihat ke pintu. Lalu Sakura membuka suara, "Kalau kau tidak mau mengantarku, tidak apa."

"Aku akan mengantarmu." ujar Sasuke. Sasuke mengeluarkan ponselnya, "Oh ya, sebelum aku lupa. Aku minta nomormu, boleh?"

Sakura mengangguk, "Tentu." Sakura lalu menyebutkan sederet panjang angka. Sasuke menekan keypad, lalu melakukan misscall ke ponsel Sakura.

"Terima kasih," kata Sasuke.

Sakura mendengus, "Harusnya aku yang berterima kasih sudah mau mengantarku. Kau tahu, sebenarnya ibuku hanya memanfaatkanmu saja supaya ia tidak mengeluarkan biaya untuk ongkosku ke sekolah."

Sasuke melongo. Ia dimanfaatkan? Ugh, sebenarnya Sasuke ingin sekali marah. Tapi ditahannya. Sebagai ganti bensinnya, ia dapat mengobrol dengan Sakura tiap hari selama seminggu. Sasuke pikir, itu cukup setimpal.

"Sakura?"

"Hmm?"

"Berapa umurmu?"

"Sama denganmu."

"Aku tujuh belas."

"Dan begitupun aku." kata Sakura.

Pintu terbuka dan Tsunade masuk. Tsunade membawa sebuah amplop biru kecil. "Sampaikan surat ini pada Mikoto. Ibumu, kan?"

Sasuke menerima surat itu seraya bertanya heran, "Bagaimana kau tahu Mikoto ibuku?"

Tsunade tertawa lagi, "Kau tahu, Mikoto itu teman baikku dulu sewaktu SMA. Kami sempat kehilangan kontak, tapi syukurlah aku bertemu denganmu, anaknya. Kami akan berkomunikasi lagi. Sampaikan salamku padanya, ya!"

"Baiklah. Kalau begitu aku pamit dulu. Sampai besok jam 7 pagi, Sakura." Sasuke beranjak pergi. Keluar dari rumah yang asri itu, kembali memasuki mobilnya dengan satu tujuan. Kediaman Uchiha. Rumahnya.

"Sakura... Haruno... namanya bagus sekali. Memang nama yang umum, tapi entah kenapa aku merasa nama itu hanya cocok dipakai olehnya.." gumam Sasuke menerawang. Tiba-tiba ponselnya berdering. Sasuke melihat ID Call Numbernya terlebih dulu, sebelum menjawabnya. "Apa?" katanya ketus.

"Jangan ketus begitu dong, otouto-ku..." ujar suara di seberang sana. Ternyat Itachi, kakak Sasuke yang meneleponnya.

"Cepat katakan maksudmu menelepon, aku sedang menyetir."

"Ugh, my lovely baka otouto marah nih... Sasuke-chan, apa 'sesuatu yang akan terjadi' yang kau cari tahu sudah terjadi?"

"Hn. Sudah."

"Ya, ya, lalu, apa itu?"

"Aku menabrak seorang gadis tadi."

"Apa?" suara Itachi terdengar panik. "Dimana dia sekarang? Kritis? Koma? Apa ada tulang yang patah? Apa keluarganya sudah tahu? Siapa namanya?"

Sasuke terlihat kesal, "Jangan salah sangka. Dia sudah kuantar ke rumahnya. Namanya Sakura... ehm, Sakura Haruno."

Itachi terdiam, "Sasu-chan, kau menyembunyikan sesuatu kan?"

"Apanya?"

"Dari nadamu menyebutkan nama gadis itu... ada yang beda. Beritahu aku apa yang terjadi!"

"Aku menabraknya, aku mengantarnya pulang, dan mulai besok, karena ia belum bisa berjalan, aku akan mengantarnya ke sekolahnya. Ia sekolah di Konohagakuen. Rambutnya panjang, pink, dan matanya hijau emerald, " kata Sasuke cepat.

"Sasuke.." suara Itachi terdengar serius. Memanggil nama adiknya dengan benar, tanpa embel-embel 'chan' atau 'otouto' ataupun 'my lovely baka otouto' kesukaan Itachi. "Kau itu... menyukainya kan?"

"Apa?" Sasuke terkejut. "Maksudmu? Kenapa kau berani berkesimpulan begitu, padahal kau sendiri belum tahu bagaimana Sakura itu!"

"Jelas, aku bertanya apa yang terjadi, tapi kau malah bercerita tentang si... siapa namanya, ah ya, Sakura itu."

Sasuke membisu. Dia memang tidak bisa menyangkal. Dirinya memang menyukai Sakura, tapi hanya sebatas teman saja. Selain itu, Sakura juga sahabat dari sahabatnya, Naruto dan Hinata. Apa ada yang salah?

"Sasuke?" suara Itachi terdengar khawatir.

Sasuke mengambil jalan tengah. "Dia itu ternyata sahabat Naruto dan Hinata. Wajar kan aku bercerita tentangnya?"

"Bohong!" tuduh Itachi. "Aku tahu kau tertarik padanya!"

Sasuke gelagapan. Yang dikatakan Itachi barusan memang benar. Aku bukan seperti yang biasanya, kenapa aku bisa tertarik dengan seorang gadis macam itu? Yang memiliki mata emerald, yang senyumnya terasa menyenangkan, yang terlihat cerdas, yang rambutnya panjang halus, yang tinggi, yang berkulit pucat, yang....

Astaga.

Astaga.

Astaga.

Memang tidak bisa disangkal, Sasuke sangat penasaran dengan Sakura. Meskipun ini perjumpaan pertama mereka, tapi Sasuke langsung ingin mencari tahu semua yang berhubungan dengan Sakura.

"Itachi," ujar Sasuke. "Jangan berpikir yang tidak-tidak. Atau aku akan membunuhmu, baka aniki!" ancam Sasuke.

Itachi tahu Sasuke tidak akan membunuhnya. Itu cuma gertakan. "Tenang saja. Percayakan saja semuanya ke Itachi Uchiha yang keren pintar tajir seksi dan tampan ini!" balas Itachi narsis. Sasuke bergidik mendengar kalimat terakhir Itachi. Sasuke segera mematikan teleponnya.

'Kami hanya sebatas teman.' Sasuke meyakinkan dirinya lagi.

'Kami hanya teman.'

'Kami teman.'

Teman yang ditakdirkan untuk bertemu melalui sebuah insiden.

Insiden yang merubah hidup Sasuke, juga Sakura.

Que Sera Sera.

-Tzudzuku...-


Yuuuhuu... Chapter satu selesai! Gimana, bagus kan ceritana? AnnZie sampai duduk terus tiap hari tiap malam selama empat hari buat mikirin fic ini lho! Bagus kaaaan? *kepedean*

Baiklah, AnnZie akan duduk di atas gunungan uang sambil berseru norak, "REPYUUH! Yang nggak review utangna naik 3 kali lipaat!"

Lalu datang Kakuzu mengedarkan narkoba, oh tidak, senyum ke AnnZie. "AnnZie, kau bakat rentenir juga. Mari bergabung denganku untuk menagih hutang Akatsuki."

AnnZie menyodorkan surat kontrak Kakuzu-AnnZie. "Heh, kita masih dalam kontrak sebagai partner di A/N fic aku ya. Lihat nih." Kakuzu kaget setengah mati. "Kapan aku menandatangani itu?"

AnnZie tersenyum licik dan menyeramkan, "Itu kontrak waktu masih di fic Karena Cinta! Masih berlaku sampai fic Sweetheart selesai. Sekarang, enyah dari hadapanku!"

Maaf, itu ada sedikit trailer film lokal berjudul "Kisah Dua Rentenir Brengsek: Kakuzu dan AnnZie". Now available in toko loak dan butut terdekat.

P.S: Membaca tanpa meninggalkan review menurut buku Safir Garpu HARAM hukumna! Diganjar dengan omelan Author lima hari empat malam, baru tahu rasa!

Kalau suka di-fave dong.. ^3^

To review Sweetheart chapter 1, click here, minna!