Pamanku Ganteng Sekali

Naruto? Kishimoto sama masih belum merelakannya pada orang lain .-,-

Fic ini? Ay^^

Halaman 5

.

Akhir Untuk Sebuah Awal

"Apa maksud Paman?" tanyanya. "Siapa? Siapa tunanganku? Paman mengetahuinya?" Sebuah kesadaran menghantamnya, bagaimana jika tunangannya itu adalah... "Atau paman adalah..."

Kini sebuah kejelasan mulai tergambar di pikiran Sakura. Mulai dari perkataan orang tuanya bahwa tunangannya berada di Konoha. Lalu Kakashi yang tiba-tiba dikenalkan kepadanya sebagai pamannya yang tidak ,pernah ia tahu sebelumnya. Usia Kakashi yang hanya terpaut lima tahun darinya. Bodoh...

.

Kakashi menutup wajahnya dengan telapak tangannya. Sedangkan Sakura masih menatap Kakashi dengan pandangan tak percaya. Gadis berambut merah jambu pucat itu tak menyangka jika pria yang dibencinya, yang menyebabkan hubungannya berakhir dengan Sasuke, yang ditunangkan dengannya adalah pria yang kini sedang berdiri di hadapannya. Kakashi menurunkan telapak tangannya perlahan dari wajahnya. Tatapan kekecewaan Sakura yang tertangkap kedua retina matanya membuatnya menyesal mengungkap jati dirinya terlalu cepat. Bukan keadaan seperti ini yang ia inginkan.

"Penipu," desis Sakura tajam. Ia bersiap meninggalkan Kakashi ketika dirasakannya Kakashi menangkap pergelangan tangannya.

"Aku bisa menjelaskan semuanya, Sakura," kata Kakashi.

Kedua mata mereka bertemu. Sakura menatap tajam kedua mata Kakashi.

"Lepaskan!" seru Sakura. Ia benar-benar tak habis pikir. Tega sekali orang tuanya dan Kakashi membohonginya selama ini.

"Tidak, sebelum kau mendengarkan penjelasanku," balas Kakashi. Pria itu semakin mengeratkan pegangannya pada pergelangan tangan Sakura.

"Tidak ada lagi yang perlu dijelaskan," kata Sakura. "Paman—" Sakura menghentikan perkataanya. Ia memandang sinis Kakashi. "—penipu."

"Sakura, dengarkan aku!"

"Aku tidak mau! Dan cepat lepaskan aku!"

"Tidak, aku—"

"—jangan mengucapkan kata-kata bohong lagi! Aku sudah cukup sadar bahwa selama ini kau... hanya menipuku!" Dengan sekali hentak, Sakura melepaskan tangan Kakashi yang memegangnya. Ia segera berlari menuju kamarnya. Namun Kakashi sempat melihat sebutir air mata jatuh di pipi gadis itu.

Kakashi menghempaskan tubunya di sofa. Ia mengumpat kejadiaan yang baru saja terjadi. Sakura menangis karenanya. "Shit!"

.

.

Sasuke menatap ponselnya dengan penuh tanya. Rasanya baru sejam yang lalu ia mengantar Sakura pulang ke rumah pamannya, tetapi kini gadis beriris hijau bening itu sudah mengiriminya e-mail untuk menjemputnya di rumah pamannya sesegara mungkin. Sasuke menekan keypad ponselnya. Pria bernama lengkap Uchiha Sasuke itu segera menghubungi Sakura. Nada tunggu yang terdengar dari ponselnya segera digantikan oleh suara Sakura yang sedikit serak.

'Sakura menangis?'

"Apa yang terjadi? Kau baik-baik saja?" tanya Sasuke dengan nada khawatir. "Baik, aku akan menjemputmu sekarang. Tunggu, aku segera berangkat." Sasuke memakai ulang jaketnya yang tadi telah dibukanya. "Hn, sama-sama."

Setelah memeutuskan hubungan di ponselnya, Sasuke segera berangkat menuju rumah paman Sakura. Baru selangkah keluar dari kamarnya, ia mendengar namanya dipanggil oleh seseorang.

"Mau ke mana?"

Sasuke membalikan tubuhnya. Ia melihat seorang pria dengan tubuh tinggi tegap sedang berjalan ke arahnya.

"Aku ada urusan, Aniki," kata Sasuke. Kini posisi pria itu sudah berada di hadapan Sasuke. Pria itu adalah Itachi, kakak lelaki Sasuke.

"Dengan mantanmu lagi?"

Sasuke mendengus kesal. Entah kenapa ia selalu tidak suka ketika orang-orang menyebut Sakura sebagai mantannya. Sasuke tahu ini egois, tetapi ia merasa Sakura masih miliknya.

"Namanya Sakura, kurasa kau sudah tahu itu sejak dulu," jawab Sasuke dingin.

"Itu tidak merubah statusnya sebagai mantanmu, Sasuke," kata Itachi.

"Bukan urusanmu," balas Sasuke ketus.

"Akan jadi urusanku jika adikku sama sekali tidak mengerti perbedaan antara mantan pacar dengan pacar."

"Apa maksudmu berkata seperti itu?"

Itachi memandang Sasuke dengan tatapan sedikit iba. Sebagai seorang kakak, ia tahu bagaimana perasaan adik satu-satunya itu kepada gadis bernama Sakura. Ia tahu, Sasuke menyukai Sakura. Tapi bukan berarti adiknya itu harus selalu ada untuk Sakura.

"Sakura itu bukan siapa-siapamu lagi sekarang, Sasuke. Hubungan kalian sudah berakhir. Kau sendiri yang memutuskan hubungan kalian. Untuk apa lagi kau peduli padanya?"

"Dia temanku, itu tidak akan merubah—"

"Kau tidak hanya menganggapnya teman jika semua foto Sakura dan foto mesra kalian masih tergantung rapih di dinding kamarmu," kata Itachi.

Sasuke diam. Ia tahu dengan persis apa maksud perkataan Itachi. Sakura sudah bukan miliknya, Harusnya ia sadar, sekeras apa pun usahanya menganggap Sakura miliknya, gadis itu bukan lagi miliknya. Sakura bukan barang. Gadis itu punya kebebasan untuk melanjutkan hidupnya tanpa Sasuke.

"Kau harus tegas, Sasuke," kata Itachi. "Kau hanya akan membuat Sakura bimbang jika terus seperti ini, Sasuke," lanjut Itachi. "Dia harus terbiasa—dia harus terbiasa tanpa kau di sampingnya."

Sasuke merasa apa yang ia takutkan selama ini terjadi. Ya, kehilangan Sakura. Apa ia siap?

"Dan kau juga harus terbiasa tanpa dia, Sasuke."

"Hn, aku tahu."

Sasuke membalikan tubuhnya, melangkahkan kakinya menuju garasi. Ia mengendarai Jaguar hitamnya ke arah rumah paman Sakura. Sepanjang perjalanan Sasuke terus memikirkan perkataan Itachi. Ia tahu perkataan Itachi benar. Tapi jujur, ia sama sekali belum siap jika harus benar-benar merelakan Sakura dengan pria lain. Sakura adalah cinta pertamanya. Satu-satunya gadis yang mampu menarik perhatiaanya. Ia sudah terbiasa dengan Sakura di sisinya, terbiasa dengan perhatiaan gadis itu, dan ia terbiasa—mencintai gadis itu. Bagaimana rasanya jika semuanya nanti berbeda dengan apa yang selama ini berjalan?

Kata orang cinta itu tumbuh karena terbiasa. Lalu bagaimana dengan cintanya pada Sakura? Ia sudah mencintai gadis itu sejak lama, ia sudah terbiasa mencintai gadis itu. Ia...

'Apa aku masih mencintai, Sakura?'

.

.

Kakashi mengetuk pintu kamar Sakura dengan pelan. Ia tahu Sakura masih belum bisa menerimanya sebagai tunangannya. Ia hanya ingin mengatakan hal yang sejujurnya pada gadis itu. Kakashi bukan lagi pria remaja yang hanya menggunakan emosi sesaat untuk urusan cinta. Ia sudah cukup bermain-main dengan perasaannya sendiri. Kakashi sudah pernah menjalani hubungan dengan gadis-gadis lain sebelum Sakura. Ia benar –benar jatuh cinta pada Sakura. Bukan perasaan meletup-letup bahagia khas remaja yang baru saja mengalami masa pubertas. Ia dapat mengenali perasaannya dengan pasti. Ia mencintainya Sakura.

"Sakura, bukalah!" pinta Kakashi.

Tak ada sahutan dari Sakura atas permintaannya.

"Aku tahu aku salah, maka dari itu, aku akan menjelaskan semuanya padamu, Sakura," jelas Kakashi.

Sakura sebenarnya mendengar segala perkataan yang diucapkan Kakashi. Hanya saja masih tidak bisa menerima kebohongan yang dilakukan Kakashi. Kenapa? Kenapa Kakashi harus membohonginya dan mengaku sebagai pamannya? Kenapa seolah-olah hanya dia orang bodoh yang tidak tahu hal yang sebenarnya? Lebih dari semua itu, ia ragu atas perasaannya sendiri.

"Sakura, aku tahu kau mendengarku. Biarkan aku menjelaskan semuanya, Sakura," ulang Kakashi. "Kumohon, Sakura."

Suara deru mobil terdengar dari kamar Sakura. Sakura mengintip dari jendela kamarnya yang menghadap jalan. Ia bisa melihat Jaguar hitam Sasuke sudah berada di depan rumah. Ia mengusap jejak-jejak air mata di pipinya. Gadis berambut merah jambu pucat itu membuka pintu kamarnya. Sesaat kedua matanya bertabrakan dengan kedua mata Kakashi yang berlainan warna.

"Sakura, aku—"

"—aku ada urusan, mungkin aku akan pulang malam," potong Sakura sambil berlalu melewati Kakashi begitu saja tanpa memedulikan tatapan Kakashi.

Dengan cepat Sakura menuju pintu depan dan berjalan melewati pekarangan tanpa memedulikan Kakashi yang terus memanggil namanya. Sakura melompat ke dalam mobil Sasuke yang segera membawanya pergi dari rumah Kakashi.

.

Sasuke memandang wajah Sakura yang masih sembab. Nampak jelas bahwa gadis itu baru saja menangis. Sasuke menawarkan satu cup jus tomat yang baru saja dibelinya. Mereka kini sedang duduk di bangku panjang di taman kota Konoha.

"Ini," kata Sasuke.

"Trims!" kata Sakura sambil menerima jus pemberian Sasuke. Sakura menyedot jus miliknya dengan pelan sebelum menghela napas panjang.

Sasuke hanya diam memperhatikan kelakuan Sakura. Ia tahu Sakura pasti sedang ada masalah sampai memintanya untuk menemani gadis itu.

"Aku bingung, Sasuke-kun," kata Sakura memulai pembicaraan. Tanganya memutar-mutar jus yang dipegangnya. Kedua mata hijaunya memandang langit dengan tataoan bimbang.

"Hn? Ada apa?"

Sakura kembali menghela napasnya. "Pamanku," kata gadis itu.

"Hn."

"Dia—tunanganku."

Sasuke langsung menatap tajam ke arah Sakura setelah apa yang baru saja dikatakan gadis itu. Pikirannya masih belum bisa mencerna dengan sempurna perkataan Sakura yang singkat.

Sakura kini menatap wajah Sasuke. "Ya, pamanku. Orang yang selama ini ku kenal sebagai pamanku. Paman yang memberikan tumpangan tinggal padaku..." Sakura tersenyum hambar. "...ternyata dia adalah tunanganku."

"Jangan bercanda," komentar Sasuke sambil meminum jus miliknya.

Sakura menggeleng lemah. "Aku tidak bercanda, Sasuke-kun. Dia benar-benar tunanganku. Orang yang membuat hubungan kita berakhir." Sakura merasa tenggorokannya tercekat ketika mengatakan hal itu.

Sasuke diam. Haruskah—haruskah ia memulainya sekarang?

"Aku bingung, Sasuke-kun," bisik Sakura pelan.

"Sakura," panggil Sasuke.

Kedua mata mereka bertemu. Sasuke menatap lembut kedua mata Sakura. "Katakanlah, apa kau masih mencintaiku?"

Sasuke benar-benar berharap akan jawaban Sakura. Ia sudah memutuskan perkataan Itachi benar. Ia harus menegaskan perasaannya sekarang—atau tidak sama sekali.

Sakura merasakan kegalauan dalam dirinya. Ia tidak tahu harus menjawab apa. Ia mencintai Sasuke, ya, dulu ia pasti akan segera menjawab pertanyaan Sasuke dengan mantap dan pasti. Tapi bagaimana sekarang? Bagaimana setelah ia tahu bahwa pria yang entah sejak kapan ia sadari telah masuk secara perlahan ke dalam hatinya adalah tunangannya. Apa ia akan terus mempertahankan perasaannya pada Sasuke atau...?

"Aku tidak tahu, Sasuke-kun," kata Sakura pelan.

Sakura sadar ia egois. Ia ingin Sasuke terus berada di sisinya. Ia tidak siap kehilangan Sasuke sepenuhnya. Ia belum rela jika melihat Sasuke bersama gadis lain. Dan ia tidak ingin melihat Sasuke terluka karenanya... lagi. Tapi ia tidak bisa menutup mata dari kenyataan bahwa sesungguhnya ia menyukai Kakashi.

"Maaf, Sakura, aku—"

"—Sasuke-kun," potong Sakura cepat. "Kumohon..."

Sasuke merasa inilah saatnya. Inilah saat yang tepat untuk menegaskan hubungan mereka. Ini adalah saat yang tepat untuk... berpisah.

"Kurasa, aku tahu jawabanmu."

"Kau tidak tahu, Sasuke-kun. Aku... aku... aku bingung, Sasuke-kun. Aku menyukaimu, kau adalah pria pertama yang kusuka, aku—"

"—tapi kini ada pria lain yang kau suka, kan?" Sasuke tertawa hambar. "Kau menyukai pamanmu—tidak, kau menyukai tunanganmu. Aku tahu, Sakura. Aku bisa merasakannya."

Sakura berusaha menahan air mata yang hampir jatuh dari pelupuk matanya.

"Aku bisa melihat ketika kau menceritakan pamanmu padaku, aku tahu... kau menyukainya. Kita harus berakhir Sakura... sepenuhnya."

Sakura menggeleng lemah. "Aku tidak bisa, Sasuke-kun. Aku... aku tidak tahu. Aku menyukaimu."

Sasuke menatap lurus ke depan, memerhatikan sepasang pemuda-pemudi yang sedang tertawa bersama melihat burung-burung merpati yang sedang hinggap di pelataran air mancur kota. "Kau hanya terbiasa menyukaiku, Sakura," katanya pelan. "Kau—tidak, kita. Ya, kita hanya terbiasa dengan apa yang selama ini kita jalani. Hanya berusaha menutupi luka masing-masing dengan keberadaan satu sama lain. Kau menganggap hanya aku yang bisa mengertimu, yang selalu bisa berada di sampingmu di saat kaubutuhkan, tanpa kau sadari, bukan aku yang sebenarnya kau cintai. Kau hanya terbiasa—dengan keberadaanku di sisimu."

Sakura tak mampu lagi membendung air matanya. Perlahan butiran-butiran air mata jatuh bergulir di kedua pipinya.

"Sama sepertiku," bisik Sasuke pelan. "Aku terbiasa dengan kau di sampingku, terbiasa dengan perhatiaanmu kepadaku, terbiasa dengan segala apa yang kita jalani bersama, berpura dengan menutup mata pada kenyataan bahwa kita sudah... putus."

Sasuke menarik pelan tubuh Sakura pada dekapannya. Sakura menangis pelan dalam dekapan Sasuke. Sasuke membelai helai-helai rambut merah jambu Sakura dengan lembut. "Maka dari itu, kurelakan kau dengan tunanganmu, Sakura."

.

.

Kakashi menatap cemas ke arah wajah Sakura yang sembab. Sasuke berada di samping Sakura, mengantar gadis itu pulang ke rumah Kakashi. Ia bisa melihat raut wajah Kakashi yang tidak suka melihatnya bersama dengan Sakura.

"Kakashi-san, kutitipkan Sakura padamu," kata Sasuke sebelum pergi meninggalkan Sakura dengan Kakashi.

Kakashi kembali menatap Sakura dengan cemas. Gadis itu nampaknya belum ingin membuka suaranya setelah kepergiaan Sasuke. Deru mobil Sasuke yang berjalan semakin menjauhi rumah Kakashi menyadarkan Kakashi tentang sesuatu. Ia masih berhutang penjelasan pada Sakura.

"Sakura," panggilnya.

Sakura hanya membalasnya dengan tatapan.

"Aku ingin menjelaskan semuanya padamu."

Sakura hanya diam sebagai responnya.

"Aku minta maaf karena telah membohongimu. Aku tahu aku salah karena menawarkan rencana ini pada kedua orang tuamu. Kau berhak marah padaku. Hanya saja, tolong dengarkan dulu penjelasanku," kata Kakashi. "Aku tidak pernah tahu wajahmu sebelum kau pertama kali datang ke rumahku dulu." Kakashi tersenyum mengingat pertemuan pertama mereka. "Awalnya aku sengaja merencanakan agar kau tinggal serumah denganku. Aku ingin membuatmu tidak menyukaiku, karena pada awalnya aku juga tidak menginginkan pertunangan ini."

Sakura mendengarkan penjelasan Kakashi dengan tatapan datar, meski sebenarnya gadis itu mendengarkan dengan jelas setiap apa yang dikatakan Kakashi.

"Tapi nyatanya aku sendiri yang malah menyukaimu, bahkan jatuh cinta padamu," kata Kakashi. "Awalnya aku merasa tidak suka ketika pertama kali melihatmu diantar pulang oleh mantanmu."

"Sasuke," balas Sakura datar.

"Ya, aku tidak suka melihatmu diantar olehnya. Belum lagi, aku melihatmu menangisinya. Saat itu entah kenapa dadaku rasanya sesak. Aku benci menyadari kau masih menyukainya." Kakashi berhenti sejenak. Ia mengambil napasnya dalam-dalam. "Sampai aku sadar, aku mencintaimu. Aku tidak ingin kau dengan Sasuke. Aku tahu akulah orang ketiga di antara hubungan kalian. Aku hanya ingin kau tahu, aku mencintaimu, Sakura."

Kakashi menatap lembut Sakura. Ia ingin agar gadis itu menyadari bahwa ia sangat mencintai gadis itu. Sakura balas menatap lembut Kakashi. Ia tersenyum kecil.

"Paman, apa kau tahu apa yang aku pikirkan ketika pertama kali bertemu denganmu?"

Kakashi menggeleng pelan.

Sakura tertawa kecil. "Aku berpikir, pamanku ganteng sekali."

Senyum Kakashi merekah. "Apa itu berarti kau tidak marah lagi padaku?"

Sakura mengangguk pasti.

"Lalu dengan status kita?" tanya Kakashi penuh harap. Melihat senyuman yang terkembang di bibir Sakura, mau tak mau membuat harapannya kian melambung.

"Apa tunangan bagimu belum cukup?" tanya Sakura malu. Ia memalingkan wajahnya dari wajah Kakashi, berusaha menutupi rona kemerahan yang mulai menjalar di pipinya.

Kakashi tertawa renyah. Ia mengacak-acak kecil rambut merah jambu Sakura. "Aku mencintaimu," katanya mesra.

Sakura makin merona. Ia tahu pamannya adalah paman paling ganteng sedunia. Tapi ia lebih berbahagia ketika mengetahui bahwa pamannya yang ganteng itu adalah tunangannya yang mencintainya.

.

TAMAT

.

.

Yuhuuu'~~~! Akhirnya tamat juga, Piuhh... Hehehe...

Dan dari awal aku memang ga akan membuat fic ini panjang lebar. Plotnya sudah jelas sekali, hanya tambahan sana sini yang err... sedikit lebai. Huhuhu.. *pundung

Rasanya aku ga maju-maju nih, tulisannya abal –abal aja. T.T

Terima kasih banget buat semuanya yang udah mau repot-repot baca, ripiu, fav, alert cerita ini sampai tamat. #terharu

Buat yang baca, fav, alert diem-diem juga makasih. Hehe...

Dan~~~ trims banget buat yang udah nge-fav aku jadi author favorit. Aku senang banget! Makasih ya...*peluk-peluk

Dan err.. aku surprise banget waktu beberapa author fav aku ngefav aku juga. Ahhh... *nyiumin author fav gue satu-satu #dilempar duit.:p

Ga terasa udah setahun setengah aku kecipak kecipuk di FFN. Hehehe... Entah kenapa pengen banget meluk Kika, Zizi, mba Zang, n Sava-nee. Meski mereka mungkin ga akan baca fic ini, Tapi tanpa mereka, mungkin aku ga akan pernah tahu gimana bikin fanfic di FNI. Hehehe... *katro