Heart

Berkali-kali ay bilang kalo Naruto punya om Kishimoto^.-

Fic ni punya Ay-^^.—

Enjoy It^.^

Summary

"Terkadang cinta begitu indah.. Terkadang cinta begitu nikmat.. Terkadang cinta pun terasa menyakitkan. Demi orang yang disayanginya, Sakura rela menjual jiwanya, raganya, cintanya, hanya hatinya yang bisa dipertahankan untuk pria yang dicintainya"

Heart

Jilid II

Truth

.

.

Matahari pagi datang terlalu cepat bagi Sakura. Setidaknya izinkan ia beristirahat sejenak setelah semalam kembali harus memuaskan nafsu bejat laki-laki yang membayarnya. Rasa kantuk masih menyerang kedua emeraldnya, wajar saja, baru pukul 4 pagi ia tiba di rumahnya atau lebih tepat rumah kontrakannya. Sudah dua tahun belakangan ini Sakura harus rela menjadi hina di hadapan dirinya sendiri saat ia memutuskan melakukan itu semua. Demi Hinata, adik tercintanya yang masih terbaring lemah di Rumah Sakit, Sakura rela menjadi kupu malam-malam selain menjadi model panggilan yang membutuhkan tubuh indahnya yang terekspos tanpa busana. Demi uang, uang yang digunakannya untuk menopang kehidupannya dan sang adik yang kini terbaring di Rumah Sakit. Uang, hanya satu kata itu yang kini terpikirkan dalam otaknya. Mencari uang sebanyak-banyaknya demi kesembuhan sang adik. Terkadang ia menyalahkan takdir yang begitu kejam mempermainkan kehidupannya.

Takdir yang merenggut nyawa ibunya yang paling ia cintai, takdir yang membuat ayahnya mati bunuh diri, takdir yang melimpahkan penyakit mematikan bagi adiknya, takdir yang membawanya pada jurang kenistaan, takdir yang membuatnya harus melupakan pria yang paling dicintainya. Sakura ingat, hari pertama ia terjerumus dalam dosa pekat yang dijalaninya dua tahun terakhir ini. Malam itu, kalau saja bukan karena kondisi Hinata yang mengkhawatirkan dan membuatnya harus masuk Rumah Sakit, Sakura mungkin tak pernah berpikir akan merendahkan dirinya seperti sekarang ini. Kalut akan kondisi Hinata, kalut akan biaya yang harus dibayarnya demi kesembuhan sang adik membuat Sakura rela menyerahkan keperawanannya pada seorang laki-laki. Laki-laki yang sama sekali tidak diketahui identitasnya oleh Sakura.

Flashback

Tidak. Apa yang harus aku lakukan? Nominal di lembar invoice rumah sakit itu berputar-putar dalam kepalanya. Kepalanya pening melihat jumlah nol yang mencapai tujuh digit pada invoice tersebut. Perkataan pegawai administrasi Rumah Sakit itu kembali terngiang dalam benaknya, 'Nona, kami harap Anda segera menyelesaikan administrasi pengobatan nona Hinata. Karena pihak kami tidak bisa menunggu lebih lama lagi. Atau dengan amat menyesal, kami tidak bisa lagi merawat Nona Hinata.'

Dengan langkah gontai Sakura kembali ke kontrakannya yang kumuh di daerah pinggiran Iwa. Dirinya berpikir keras, apa yang harus dilakukannya? Bagaimana caranya mendapat uang sebanyak itu dalam sekejap. Ingin rasanya Sakura bunuh diri saat itu juga bila tidak teringat pada Hinata yang masih terbaring lemah di Rumah Sakit. Di usianya yang keenam belas, Sakura harus dihadapkan pada takdir yang sulit. Tinggal hanya bersama Hinata tanpa sanak saudara, mengecap pahitnya kehidupan tanpa uang. Ya, andai saja dia memiliki banyak uang, ia tidak akan sesengsara ini.

Sempat terpikir untuk meminjam uang pada Sasuke-kekasihnya. Tapi sayangnya, Sakura terlalu malu untuk melakukan hal itu. Selama ini ia mencintai Sasuke, dan tidak ingin memberatkan Sasuke pada miris kehidupannya. Tapi apa yang harus ia lakukan sekarang? Menunggu maut menjemput Hinata? Tidak akan! Hanya Hinata satu-satunya yang ia punya saat ini. Tak pernah sedikit pun terlintas membiarkan Hinata dijemput maut dalam benak Sakura. Satu-satunya jalan ia harus mencari uang sebanyak-banyaknya, tak peduli darimana uang itu berasal.

Dilangkahkan kaki indahnya keluar dari lingkungan pemukiman kumuh itu. Entah ke mana langkah kaki itu akan membawanya. Tubuhnya limbung saat menabrak sesosok manusia yang lebih tegap darinya. Sakura mengadah, melihat sosok yang menabraknya. Pria tampan dengan warna merah mencolok pada rambutnya.

"Maaf," pria itu mengulurkan tangannya membantu Sakura yang masih terpana.

"Eh, tak apa."

Emerald bertemu emerald. Seakan menelaah satu sama lain, mencoba mencari cari sesuatu yang abstrak dan tak terlihat di balik kabut kedua emerald.

"Kau membutuhkan uang?"

"Eh?"

Pria itu melirik pada invoice di tangan Sakura. Dan Sakura tahu, mungkin ini yang disebut takdir.

Dianggukan kepalanya saat menjawab, "Benar."

"Aku bisa membantumu," pria itu berkata tanpa ekspresi, wajah datarnya mengingatkan Sakura pada Sasuke.

"Eh?" lagi-lagi Sakura terperanjat dengan perkataan pria itu.

"Temani aku, walau hanya malam ini."

End Of Flashback

Sakura menggeliat sebentar sebelum akhirnya benar-benar mendapati seluruh kesadarannya. Ia duduk di tepi tempat tidurnya, memandang sekilas jam dinding di kamarnya.

"Hari minggu, huh.. Menyebalkan! Siapa pula yang mengorderku di hari libur seperti ini?" gerutunya sambil melirik pesan singkat Ino di ponselnya.

'Jangan lupa, pagi ini ada pemuda kaya yang ingin memakaimu'

"Pemuda? Tumben sekali… Biasanya pria hidung belang yang ingin memakaiku? Apa Ino kini sudah kehilangan respectnya pada kakek-kakek hidung belang?" Sakura tertawa miris.

.

.

.

Ruangan itu kini terasa begitu suram. Keheningan masih meliputi Sasuke dan Itachi. Itachi menundukkan wajahnya, tak sanggup melihat tatapan intimidasi dan kekecewaan Sasuke. Mata hitam itu memaksa Itachi membuka mulutnya, mengungkap kebenaran eksistensi Sakura selama ini.

'Kak Itachi, berjanjilah… Jangan beritahu Sasuke tentang hal ini'

'Aku ingin Sasuke mendapatkan wanita yang lebih baik dari aku'

'Ku harap dengan kematianku, ia akan membuka hati untuk gadis lain'

'Kau tak ingin adikmu bersanding dengan 'kupu-kupu malam' kan?'

'Maka itu, berjanjilah padaku, kak Itachi'

"Jawab aku, Aniki!"

Perkataan Sasuke itu mengembalikan Itachi ke alam nyata, membuatnya sadar-ia harus menjawab. Tak peduli ia harus mengngkari janjinya pada Sakura. Apa arti janji itu, jika hanya membawa derita pada adiknya-mungkin Sakura sendiri.

"Kau benar. Sakura masih hidup."

Sasuke langsung melangkahkan kakinya ke luar dari apartemen mereka. Ia menstarter mobilnya menuju sebuah tempat yang akan merubah segalanya, hidupnya, dan hidup gadis yang dicintainya-Sakura Haruno.

.

.

Sakura memoles pipi ranumnya dengan blush on mahal yang hanya ia gunakan untuk 'pekerjaannya'. Blush on berbentuk seperti puluhan biji kelereng itu ia sentuh dengan kuasnya, bush on lalu pipinya, bergantian, terus sampai ia merasa cukup untuk menarik 'pemuda' yang aka memakai 'jasanya'.

Kini giliran bibirnya yang mendapat kehormatan mencicipi kosmetik mahal itu. Lipstick bubble gum yang kini ada di tangannya, rasanya cocok untuk penapilannya kali ini-mengingat kliennya kali ini adalah seorang pemuda. Dipoleskan lipstick itu ke bibirnya, dikecapkan sedikit, berusaha meratakan dengan struktur bibirnya.

"Sempurna."

'Walau hidup dalam ketidaksempurnaan,' tambahnya dalam hati.

Sakura bergegas menuju sebuah hotel tempat ia akan bertemu kliennya. Hal rutin yang ia kerjakan selama dua tahun terakhir, malu mengakuinya, tapi inilah pekerjaannya. Ingin rasanya menyalahkan keadaan yang memaksanya. Tapi? Hahaha… Salah siapa pun itu, tak akan merubah takdir yang kini dijalaninya sebagai 'perempuan panggilan'.

Tuk… Tuk… Tukk…

Suara hentakan heels sepatunya menggema dalam lorong hotel ini. Sakura melirik deretan papan angka yang tertempel erat di daun pintu setiap kamar. 203, 204, 205… Suara ketukan heelsnya terhenti saat ia menyadari, ia telah sampai. Memulai kembali lembaran hitam terbaru dalam kisahnya. Bukan babak baru, hanya saja sesuatu yang baru akan segera menghampirinya.

Krieett…

Dibukanya dengan pelan pintu kamar itu. Ia masuki kamar itu setelah menutup kembali pintu kamar yang dimasukinya. Mata emeraldnya menerawang sekeliling kamar itu. Nafasnya sedikit tercekat saat melihat sesosok pria yang duduk di tepi tempat tidur. Posisinya yang membelakangi Sakura menyebabkan gadis itu tak bisa melihat wajah pria itu. Tapi itu semua tak perlu, hanya melihat sosok itu dari belakang pun, Sakura tahu. Itu… Sasuke.

Seolah menyadari pandangan Sakura, Sasuke berbalik menghadap Sakura. Onyx bertemu emerald, sekali lagi berusaha mencari, masih adakah tempat tersisa untuknya? Perlahan Sasuke bangkit dari duduknya, berjalan tanpa keraguan ke arah Sakura yang masih mematung-tak percaya dengan apa yang baru saja didapatinya, pria yang 'membelinya' hari ini adalah Sasuke.

Saat Sasuke kini tepat berada di hadapan Sakura, ia bungkukan sedikit wajahnya, berusaha mensejajari wajah Sakura di , hanya perlahan, ia dekatkan bibirnya ke bibir Sakura, menyapunya lembut, tak ada kekasaran ataupun nafsu sama sekali. Hanya melepas rasa menyesakkan di dadanya. Rasa sesak membayangkan jika bukan dia yang mengecup bibir gadis itu. Ia lepaskan kecupan singkat itu. Dan berbalik, kembali menuju tepi satu-satunya tempat tidur di kamar itu.

Sakura tersenyum, ia tahu, takdir kembali mempermainkannya.

"Apa maksudmu?" tanyanya ringan, seolah nada bicaranya yang ringan mampu menutupi gemuruh di dadanya.

"Maksudku?" Sasuke mengulang balik pertanyaan Sakura.

Ia putar setengah badannya pada Sakura yang masih berdiri di depan pintu kamar.

"Jawab saja pertanyaanku, Uchiha-san," Tanya Sakura dengan sinis.

Sasuke kembali bangkit dari duduknya, ia kembali melangkahkan kedua kakinya menuju tempat Sakura berdiri. Kini, mereka kembali berhadapan, bertatap muka, dengan segala emosi yang tak bisa dijabarkan dari raut wajah masing-masing. Mencoba menyembunyikan luka masing-masing.

"Aku hanya ingin kejujuran, Sakura," ia kembali mengecup bibir ranum Sakura.

Pelan tak dalam, hanya sebatas kecupan ringan dan singkat seperti sebelumnya.

Air mata Sakura jatuh dengan sendirinya. Berusaha mati-matian menahannya pun tak ada gunanya. Ia tahu, suatu saat ia tak mungkin terus hidup dalam kebohongan. Dosanya sudah terlalu banyak untuk terus hidup dalam kebohongan.

"Kenapa kau tetap memperlakukanku seperti ini, Sasuke-kun? Kenapa? Kenapa tak kau maki saja aku?"

"Kenapa? Kau tanya kenapa, Sakura?" Sasuke memindahkan posisi bibirnya yang kini tepat berada di telinga Sakura, dibisikannya satu kalimat, "Kau tahu alasan semua ini, Sakura, aku… mencintaimu."

"Cinta? Hahaha…- " tawa hambar Sakura terdengar menggema di kamar itu, "-pada seorang wanita yang mengobral tubuhnya untuk pria lain?"

"Maka dari itu aku disini," ucap Sasuke kalem.

"Untuk menghinaku?"

"Untuk mencintaimu."

Sakura tak tahu apa yang ia dengar. "Untuk mencintaimu."

Rasanya kalimat itu terlalu muluk bagi 'wanita panggilan' seperti dirinya. Ia bukan wanita baik-baik untuk Sasuke. Ia hanya akan menambah daftar dosanya jika sampai merusak Sasuke-kun nya.

"Aku tak pantas untuk 'pria terhormat' sepertimu," Sakura menekankan frasa 'pria terhormat', berharap Sasuke sadar, ia memang tak pantas untuk Sasuke.

"Aku tak perlu 'wanita terhormat' untuk melengkapi hidupku," balas Sasuke.

"Aku hanya wanita panggilan, Sasuke-kun."

"Kalau begitu, aku akan setiap saat memanggilmu, Sakura."

"Aku sudah tidur berkali-kali dengan banyak pria, Sasuke-kun," pancing Sakura.

"Tidak lagi, sekarang."

"Eh?"

"Karena mulai saat ini, hanya aku, tak ada yang lain. Hanya aku, Sakura. Hanya aku satu pria yang akan menemanimu, tak akan ada yang lain," ucap Sasuke serius. Tak sedikit pun keraguan tercermin dari setiap perkataanya.

"Kau gila," komentar sarkastik itu meluncur dari bibir Sakura.

"Dan harusnya kau tahu, kau lah yang membuatku gila, Sakura," balas Sasuke.

Grebb…

Sasuke menarik Sakura ke pelukannya. Pelukan yang lama ia rindukan, penantian dari dua tahun hidup dalam bayangan kematian gadis di pelukannya, penantian dari ujung cintanya yang tak bercabang. Penantian hanya untuk gadis ini-Sakura Haruno.

"Sasuke-kun…"

"Sstt.. Biarkanlah terus seperti ini, Sakura. Hari ini, malam ini, malam esok, seterusnya, biarkan tetap seperti ini. Hanya kau dan aku," bisik Sasuke lembut.

Sakura menangis, tersenyum, akankah kali ini kebahagiaan menghampiri hidupnya. Salahkah bila ia berharap muluk bisa terus seperti ini? Terus dan terus bersama Sasuke. Hanya ia dan Sasuke. Jika tidak, izinkanlah untuk hari ini dan malam ini saja, ia bersama Sasuke-nya.

.

.

"Tuan Gaara, ada apa?"

Mata pria bernama Gaara itu masih memandangi lukisan gadis tanpa busana yang kemarin dikirimkan sepupunya Sai. Ia tak mungkin salah mengenali sosok gadis dalam lukisan itu.

"Cari gadis ini, Kankurou! Aku akan melamarnya."

"Baik."

TBC

.

.

Huee~~~T.T

Maafkan fic ini yang tambah gaje dan ancur. Hikss..*pundung di kolong bale*

Terimakasih untuk

popoChi-moChi, sava kaladze, zangetsuichigo13, So-Chand 'Luph pLend', kuroneko hikari-chan, rukiahinata, Kasumi Yumaeda-GothicLolita, Kiran-Angel-Lost, SwidHya cHaN nHak d'FouRS, Je_jess, Uzumaki_kyubi, Uchiha Sakuya-Chan, minamicchi, Micon, Hikari Uchiha Hatake, Kira Hikarii-chan.

Thank's a lot~~:D

Jaa

Aya^^01082010