Halooo..! X3 Karena setelah 2 chapter lagi, Detective Girl akan tamat, jadi sekarang aku sudah membuat gantinya. Semoga kali ini di sukaaaa..!! (^O^)

Kemarin, aku sudah mencoba genre Mystery (Detective Girl), Crime dan Angst (I am Different), Horror (Stoic Necromancer di collab Sykucil) dan sekarang lagi penasaran untuk membuat genre Suspense, tapi tetap ada Romancenya laaah~ XD *dihajar massa* Itung-itung, mencari tantangan XP

Oke, fic ini terinspirasi dari Final Destination. Enjoy it..!!



Disclaimer : Always Masashi Kishimoto…

Genre : Tragedy/Suspense/Romance

Pairing : SasuSaku, NaruHina, SaiIno

-

-

-

Apa kau merasakannya? Hari kematianmu sudah mendekat…

xXx

FINAL DESTINATION

(666)

xXx

-

-

-



Aku Sasuke Uchiha, aku bukan apa-apa selain seorang siswa yang duduk di kelas 2 di SMA Konoha. Aku selalu pendiam, tidak banyak bicara, hanya kepintaran yang bisa kubanggakan. Orang-orang selalu mengatakan kalau aku ini suram, sehingga mereka menjauh dariku. Tapi ada juga beberapa cewek yang tergila-gila padaku hanya karena ketampananku, bahkan ada yang selalu bilang karena kepintaranku. Aku tidak peduli itu, dan tidak pernah memikirkannya. Karena yang penting dalam hidupku cuma ada dua, hidupku dan hidup...

"Sasuke..!!" sapa gadis berambut pink ke arahku. Aku mendongakkan kepalaku, dan kubalas senyumannya. Dialah kekasihku yang selalu ingin kulindungi sampai mati, Sakura Haruno.

"Sedang apa Sasuke? Melamun ya?" tanya Sakura padaku. Aku mengangkat bahu saja.

"Mungkin," jawabku seadanya. Kudengar dia tertawa renyah menanggapi jawabanku. Dan kurasakan dia menarik tanganku untuk bangkit dari tempatku duduk.

"Daripada melamun saja, mending kita ke kelas yuk," ajak Sakura dengan ceria. Akhirnya yang bisa kulakukan hanyalah membiarkan diriku ditarik pasrah olehnya.

Kami berdua berjalan di koridor yang sepi ini. Memang hari ini para guru rapat, sehingga kelas jadwalnya kosong. Aku terus berjalan, di saat Sakura terus menghadap depan sambil memegangi tanganku. Entah kenapa, kelas terasa jauh. Memang kelasku ada di ujung koridor, tapi rasanya tidak sejauh ini. Aku pun mengernyitkan alisku heran, apalagi kurasakan angin besar meniupku. Sampai-sampai kulihat rok Sakura di depanku terbuka lebar.

"Kyaaa, Sasuke..!! Jangan lihat..!!" gumam Sakura dengan rona merah di wajahnya. Dia memegang erat rok pendeknya agar tidak terbang lagi. Aku tertawa kecil dan menggeleng.

"Hahaha, tenang saja," jawabku. Lalu kami kembali berjalan. Dasar, padahal harusnya tidak apa kulihat kan?

Akhirnya kami sampai di kelas, "Sakura, Sasuke kemana saja kalian? Dasar, mentang-mentang pelajaran kosong ya..!!" gerutu Ino, cewek cerewet yang jadi sahabat Sakura, juga pacar Sai yang menjadi teman dekatku dan Naruto si dobe.

"Maaf deh, habis kita kan bosan," gumam Sakura sambil menjulurkan lidahnya. Aku memutar bola mataku bosan.

"Huuh dasar, ya sudahlah. Eh, kita kumpul dulu yuk? Kita kan mau ke apartemen Sai, untuk mengadakan acara ulang tahunku," gumam Ino tersipu malu. Aku tak habis pikir, kenapa Sai yang pendiamnya hampir sama sepertiku mau dengan cewek yang super cerewet seperti ini? Bahkan melebihi Sakura, ada ada saja.

Akhirnya aku dan Sakura mengikuti Ino berjalan menuju pojok kelas, dan aku langsung disambut dengan sambutan berisik dari si dobe, "Temeee, ayo sini sini..!!" gumam dobe sambil menarik tanganku yang terkulai pasrah.

"Jadi semua pada ikut kan?" tanya Sakura pada semuanya. Kami mengangguk.

"Ng... anu.. jadinya.. kapan ya..??" tanya Hinata, pacar si dobe ini. Gadis paling pemalu tentunya.

"Dasar, Hinata setiap sama Naruto, konsentrasinya selalu buyar ya? Kan kita sudah bilang besok dari tadi," gumam Ino yang terdengar sedikit menggoda Hinata.

"Go.. Gomen," gumam Hinata itu, wajahnya mengeluarkan semburat merah.

"Berarti besok ya, baguslah. Jangan lupa, apartemen Konoha quality lantai 6 no 6000," gumam Sai mengakhiri pembicaraan. Lalu kami semua kembali ke tempat masing-masing.

Tapi, kenapa sedari tadi aku tidak bisa menghilangkan firasat buruk ini?

-

-

-

Hari H

Inilah harinya. Setelah menjemput Sakura, kami berdua menaiki mobil dan menuju apartemen yang bisa dibilang paling mahal di Konoha ini. Apartemen Konoha quality. Apartemen itu sangat besar, dan tinggi menjulang. Jujur saja aku kagum, tapi setelah kulihat banyak sekali pesawat-pesawat yang berputar ke sana kemari. Aku pun heran juga.

"Sakura, kenapa sedari tadi banyak pesawat ya? Atau cuma perasaanku saja?" tanyaku sambil terus melihat ke atas langit.

"Lho? Sasuke tidak tahu? Apartemen Sai kan memang di samping bandara," jawab Sakura sambil tersenyum. Aku mengangguk mengerti.

Lalu kami memakai lift dan menuju lantai 6, tempat apartemen Sai. Dan di saat kami masuk, "Sakura, temeee..!! Kalian lama sekali..!!" gerutu dobe saat kami baru saja membuka pintu.

"Maaf maaf, habis tadi macet ya kan Sasuke?" tanya Sakura padaku. Aku mengangguk lalu mengajak Sakura masuk dan kami pun duduk di sofa.

Bising sekali, suara lagu di mana-mana. Jujur aku tidak suka tempat bising seperti ini. Aku pun merengut kesal, sampai Sakura menyapaku.

"Kau kenapa Sasuke?" tanya Sakura padaku. Aku menghela nafas, entah kenapa cuma cewekku ini yang selalu bisa menebak saat aku berubah sikap.

"Hnnn, aku tidak apa-apa. Tenang saja," jawabku sambil memaksakan senyum. Sakura menatapku polos dan mengangguk. Lalu...

TIIING

"Wah, roti bakar pesananmu sudah matang, Hinata-chaaan~ silahkaaan," gumam Naruto, err maksudku dobe sambil sok manis pada pacarnya yang sedang blushing tingkat menengah di sana. Aku mendengus kecil, lalu aku dan Sakura tersentak mendengar sesuatu seperti desahan di samping kami.

"Aaah, Sai.." aku dan Sakura melongo melihat Sai yang sedang mencumbu bagian leher Ino di sofa yang tidak jauh dari aku dan Sakura.

"He.. Hei kalian, apa tidak terlalu berani?" tanya Sakura gugup melihat keduanya. Sai menghentikan aksinya lalu menatap kami berdua dan menyeringai, seringaian dari Sai yang jarang kulihat.

"Daripada menasihati kami, bagimana kalau kalian juga lakukan, hm?" ketus Sai pada kami, lalu dia meneruskan aksinya sehingga Ino kembali mendesah. Sakura membuang mukanya yang memerah, begitu pula aku. Lalu tiba-tiba...

DENG DENG DERENDENG

"Hei, Narutooo..!! Berisik tahu..!!" teriak Ino yang sepertinya kaget. Naruto terkekeh kecil, tangannya memegang pemutar volume radio itu.

"Lebih baik mendengar ini, daripada desahanmu, ya kan Hinata-chan?" gumam Naruto tanpa dosa. Sedangkan Hinata mengangguk canggung.

Aku memutar bola mataku bosan, lalu aku menghampiri beranda kaca dan kulihat ke bawah, rupanya kamar Sai ini strategis sekali sehingga aku bisa melihat jalan landasan pesawat terbang. Kulihat sepertinya ada pesawat yang berhenti di atas landasan seperti menaikkan penumpang. Sepertinya pesawat itu juga akan lepas landas. Aku terdiam mengamati pesawat itu.

Tiba-tiba isi kepalaku serasa melayang, kubayangkan ada seorang anak yang sedang memainkan tali. Lalu tali panjang itu dia sangkutkan pada baling-baling. Sedangkan para mekanik tidak teliti memeriksa keadaan pesawat sehingga tempat oli pesawat bocor dengan sempurna. Sehingga ketika pesawat itu lepas landas, dia akan terpeleset oli dan melayangnya tidak akan sempurna karena baling-balingnya terbelit oleh tali panjang itu. Huh, sudahlah. Ada ada saja khayalanku ini. Mana mungkin ada kebetulan seperti itu, aku mendengus kecil sampai Sakura menepuk bahuku.

"Sasuke, daripada bengong. Lihat, aku bawakan jus tomat. Minumlah," gumam Sakura sambil tersenyum padaku dan memberikan aku gelas berisi jus tomat.

"Terima kasih," jawabku, lalu menyeruput gelas itu. Setelahnya, aku langsung mencium bibir mungil milik gadis pink di depanku ini.

"Sasuke..." gumam Sakura dengan warna wajahnya yang berubah. Aku tersenyum, lalu kucium lagi bibirnya. Hampir saja kulumat, kalau saja...

BRAAAAK

"Hei kalian..!! Berisik sekali, cepat kecilkan volume suara radio itu..!!" perintah orang berambut perak itu. Di tangannya kulihat dia membawa majalah porno yang terkenal di Konoha, Icha-Icha Paradise. Sedangkan Ino hanya menjulurkan lidah pada orang itu.

"Ngapain kita nurutin orang seperti kamu?" ketus Ino sambil tertawa menantang. Aku terdiam, sedangkan Sakura terlihat geleng-geleng melihat sikap Ino.

Orang itu akhirnya beradu mulut dengan Ino. Benar-benar deh, kata-kata kasar Ino yang pedas mulai meluncur dengan lancarnya dari bibir mungilnya itu. Sai hanya melihat tanpa berniat untuk melerai. Sedangkan Hinata berusaha untuk menenangkan Ino dan Naruto berusaha melerai, tapi tidak digubris. Sakura pun akhirnya setelah lama melihat mulai berusaha menenangkan Ino. Bahkan saking berisiknya, para penghuni apartemen lain pun terlihat mengelilingi pintu depan apartemen Sai.

Aku mendesah pelan, lalu entah kenapa rasanya seperti hening. Dan yang membuatku heran, aku hanya mendengar suara detik jam. Aku menoleh untuk melihat jam besar yang ada di ujung sebelah pintu apartemen Sai. Aku melihatnya tajam dengan mata onyxku.

TIK

TIK

TIK

Sampai kulihat jarum pendek berhenti di angka 12 meleset sedikit dan jarum panjang berhenti di angka 6. Setelah kupikir kamar Sai ini ada di lantai 6, lalu 12 adalah kelipatan dari 6. Wow jadi 666, benar-benar angka sial, aku pun mendengus kecil. Lalu tiba-tiba...

NGOOOONG

Suara pesawat yang terdengar sangat dekat. Aku mengangkat alisku heran, begitu pula yang lain, suasana jadi hening. Saat aku menoleh, mataku membulat kaget ketika melihat pesawat yang tadi kuperhatikan, tiba-tiba melayang menyerang kami. Tepatnya kamar Sai ini, semua yang ada di situ tertegun kaget sampai Ino berteriak dengan suaranya yang melengking itu.

"KYAAAAAAA..!!" teriak Ino. Moncong pesawat itu menyentuh kaca kamar Sai dan menghancurkannya. Dan...

PRAAAAAAANG

Kaca-kaca itu berterbangan, Ino dengan reflek langsung menunduk sehingga kaca-kaca itu melayang dan menusuk Hinata di belakangnya. Mata, wajah, mulut semua wajah Hinata dipenuhi kaca yang berterbangan yang menusuk itu. Naruto histeris, dan aku langsung menarik Sakura untuk segera keluar. Teriakan di mana-mana dan pesawat itu terus memaksa masuk. Aku berusaha keluar, tapi desakan-desakan orang di depan pintu kamar Sai menyulitkanku.

"Sasuke..!! Ino..!!" teriak Sakura, membuatku menoleh ke belakang. Kulihat kaki Ino tersangkut di selipan sofa itu sedangkan baling-baling moncong pesawat itu sudah mendekati Ino di belakangnya.

"INOOOOO...!!" teriak Sakura histeris. Dan seketika juga, tubuh Ino hancur dilumat oleh baling-baling itu. Kulihat bagian-bagian dalamnya seperti hati, usus, jantung, bertebaran ke mana-mana. Dan darah Ino muncrat ke wajahku dan wajah Sakura. Aku menggertakan gigiku dan berteriak.

"HEI KALIAN..!! CEPAT MINGGIR..!!" teriakku penuh emosi pada yang ada di depanku. Dan saat itu kulihat Naruto yang syok masih memegang Hinata di pangkuannya.

"Naruto, Hinata sudah mati..!! Cepat kita pergi..!" ucapku. Tapi Naruto tidak bergeming, dia tetap memeluk Hinata. Lalu kulihat dinding atasku mulai retak, tapi yang di atas Naruto lebih parah.

"DOBEEE, AWAS..!!" teriakku. Tapi dinding itu sudah terlebih dahulu jatuh dan menimpa kepala Naruto, hingga...

CRAAAAT

Darah kembali menghujaniku dan Sakura. Sedangkan kulihat beberapa bagian otak Naruto yang pecah, bertebaran di bawah kakiku, membuatku jijik. Akhirnya aku dan Sakura bisa maju, begitu kami menoleh ke belakang, runtuhan dinding menimpa beberapa para tetangga Sai. Lalu tiba-tiba Sai mundur dan menatap kami dengan tatapan kosong, mungkinkah dia syok karena Ino sudah mati.

"Sai..!!" teriak Sakura sambil mengulurkan tangannya untuk digapai oleh Sai. Laki-laki itu menggeleng.

"Ino.. sudah mati..." gumam Sai di tengah reruntuhan. Dia berdiri di depan kamarnya sendiri lalu....

JREEEB

Entah bagaimana ceritanya aku tidak mengerti. Tapi tiba-tiba baling-baling lepas itu menghujam kepala Sai sampai tembus, sehingga di ujung baling-baling itu otak Sai menancap. Sakura berteriak histeris, melihat Sai yang merosot lalu terjatuh, menatap kami dengan tatapan kosong. Kulihat di baling-baling itu terbelit tali panjang berwarna merah, persis seperti yang ada di khayalanku tadi. Apa khayalanku itu memang kenyataan?

"HEI KALIAN, CEPATLAH..!! LANTAI INI AKAN ROBOH..!!" teriak orang berambut perak yang tadi bertengkar dengan Ino. Dia tepat di depanku dan sepertinya dia berusaha mendorong orang-orang yang ada di depannya untuk memasuki lift.

Menaiki lift di saat begini? Yang benar saja?

"Uwaaa..!!" teriak orang itu. Begitu aku dan Sakura menoleh, rupanya kepala orang itu terjepit pintu lift.

"Sakura, bantu aku..!!" perintahku sambil berusaha membuka pintu lift agar kepala orang itu bisa keluar.

Aku berusaha membukanya sedangkan kulihat, kapak emergency yang ada di belakang Sakura jatuh tertidur sehingga ujung kapak itu tepat ada di belakang leher Sakura. Tapi karena tidak kena, kupikir tidak akan apa-apa. Prioritas utama adalah menyelematkan laki-laki ini.

"AAAAAAA..!!" teriak orang itu. Begitu aku dan Sakura lihat, rupanya kepala orang itu terbawa lift tadi sehingga hanya badannya saja yang ada di sini. Dan kudengar teriakan orang-orang yang ada di dalam lift.

"KEPALA, ADA KEPALA..!!"

"KE.. KEPALA SIAPA INI..!!?"

"HEI, DARAHNYA KEMANA-MANA..!!"

Mendengar teriakan orang-orang itu, aku menelan ludah. Lalu kulihat ke atas rupanya ada dinding yang akan runtuh juga. Lalu dinding itu menghantam lift tadi. Awalnya terdengar teriakan-teriakan, dan begitu ada api yang menyulut besar, sudah kembali hening. Aku kembali menelan ludah melihat kobaran api di bawahku sedangkan Sakura sudah siap menangis.

"Ti.. Tidak.." gumam Sakura, lalu dia tersandung batu di belakangnya mungkin karena reruntuhan ini membuat kita kehilangan keseimbangan sehingga...

"SAKURAAAA..!!" aku berteriak histeris begitu melihat Sakura menatapku dengan tatapan kosong. Sedangkan mulutnya mengeluarkan darah dan juga lehernya yang menancap pada kapak di belakangnya.

Aku terdiam, terlalu syok untuk kehilangan salah satu nyawa yang paling penting dalam hidupku ini. Lalu begitu aku mendongak ke atas...

KRAK BRAAAAK

Dinding itu menghantamku. Dan aku tidak merasakan apa-apa lagi...

-

-

-

-

-

-

-

-

-

"ke? Kau kenapa Sasuke?" gumam suara di sebelahku.

DEG

Aku langsung menoleh, dan kulihat Sakura menatapku dengan tatapan khawatir. Aku mengamatinya dari bawah ke atas. Kenapa dia masih hidup?

"Ti.. Tidak, aku tidak apa-apa," gumamku sedikit lega. Karena kupikir itu mungkin cuma perasaanku. Sakura mengangguk tidak yakin lalu...

TIIING

"Wah, roti bakar pesananmu sudah matang, Hinata-chaaan~ silahkaaan," gumam Naruto. Aku tertegun, rasanya aku melihat ini dua kali, juga wajah Hinata yang memerah. Aku terdiam lalu menunduk. Sakura memegang bahuku.

"Sasuke?" tanya Sakura, aku terdiam berusaha mengingat.

"Suara desahan," gumamku, Sakura mengangkat alisnya. Lalu..

"Aaah, Sai.." aku langsung mendongak dan benar saja kudapati Sai sedang mencumbu leher Ino. Kemudian Sakura menatap mereka gugup..

"He.. Hei kalian, apa tidak terlalu berani?" benar, benar sekali..!! persis, kata-katanya persis seperti yang aku lihat sebelumnya. Lalu Sai menyeringai..

"Daripada menasihati kami, bagimana kalau kalian juga lakukan, hm?" ketusnya. Aku membelalak kaget, kemudian aku berdiri.

"Sasuke? Kau kenapa sih?" tanya Sakura. Aku terdiam, wajahku pucat, lalu kulihat jendela besar Sai. Begitu aku melihat ke arah lepas landas, pesawat itu! Ya, itu pesawat yang di dalam ingatanku akan menabrak kamar ini, dan persis sekali. Lalu tiba-tiba...

DENG DENG DERENDENG

"Hei, Narutooo..!! Berisik tahu..!!"

"Lebih baik mendengar ini, daripada desahanmu, ya kan Hinata-chan?"

Aku terdiam, kata-kata mereka. Benar-benar sama persis. Apa ini kebetulan? Tapi, terlalu persis dan ganjal..!! Aku mengernyitkan alis menatap pintu.

"Akan ada yang datang, orang berambut perak," gumamku. Sakura menatapku bingung dan ikut menatap pintu, lalu...

BRAAAAK

"Hei kalian..!! Berisik sekali, cepat kecilkan volume suara radio itu..!!" teriak orang perak itu.

Sakura tertegun, lalu menatapku heran. Aku langsung menoleh melihat ke arah lepas landas. Pesawat itu sudah mulai menurunkan penghubungnya dengan bandara. Kemudian aku menoleh ke arah jam, jarum pendeknya tepat di angka 12 sedangkan jarum panjangnya di angka 12 juga. Berarti masih ada sekitar 30 menit untuk kabur secepatnya dari sini..!!

"Sakura, ayo kita pulang..!!" gumamku. Sakura dan yang lainnya menatapku bingung.

"Haaa? Ngapain pulang teme? Acaranya kan baru mulai..!!" elak Naruto. Aku tidak menggubrisnya, waktu kami sedikit dan aku langsung menarik Sakura keluar.

"Sa.. Sasuke?" tanya Sakura di tengah tarikanku. Saat kami di pintu depan, orang berambut perak itu menghalau kami.

"Hei kalian, mau la-"

BHUAAAK

Aku langsung menonjoknya dengan emosi. Tidak bisa lihat kami sedang terburu-buru apa? Dasar. Aku terus berjalan dan kudengar Ino juga Sai mengikutiku sepertinya mereka cuma mau lari dari orang berambut perak itu, setidaknya yang kudengar terakhir adalah..

"Na.. Naruto-kun," gumam Hinata.

"Hinata-chan di sini aja ya, aku bakal bawa balik si teme, oke?" gumam Naruto, dan setelah itu dia mengikutiku dan yang lain. Kenapa Hinata nggak di bawa aja sih? Tapi aku nggak punya waktu untuk itu, karena yang penting Sakura dan aku tentunya, selamat dari sini.

Aku memilih untuk menuruni tangga emergency, karena kejadian di lift terus membayang-bayangiku. Kudengar orang berambut perak itu terus-terusan menceramahi kami sambil mengikuti kami tentunya. Turun tangga memang lebih cepat dari naik tangga. Akhirnya kami sampai di bawah, dan aku segera keluar dari gedung apartemen itu. Semua yang mengikutiku, Sakura, Ino, Sai, Naruto, dan orang berambut perak itu kecapekan dan terengah-engah. Sai menatapku dengan tatapan membunuh.

"Apa-apaan kau, hah!? Cepat jelaskan, apa maksud semua ini..!? Kau mau merusak acara ulang tahun Ino, hah..!?" geram Sai sambil memegang kerah bajuku. Sakura berusaha melerai kami. Sedangkan aku hanya diam...

"Maafkan aku, Sai. Tapi-"

DHUAAAAAAARR

Kami semua tersentak kaget. Dan begitu kami melihat ke atas, tepatnya lantai 6 tempat kamar Sai, sebuah pesawat menabrak kamar itu. Api menyulut pesawat itu, aku tertegun sedangkan Sakura menutup mulutnya tidak percaya. Ino berteriak histeris. Sedangkan Naruto....

"Tidak.. Tidak.." Naruto segera berlari masuk ke dalam gedung itu. Lalu Sai menahannya.

"MINGGIR..!! HINATA-CHAN ADA DI SANA..!!" teriak Naruto marah. Aku segera membantu Sai dengan memegang tangan Naruto yang satunya.

"Hi.. Hinata masih ada di sana? Apa yang harus kita lakukan?" tanya Sakura padaku. Kulihat matanya mulai berkaca-kaca menahan tangis. Aku menggeleng.

"Tidak.. Hinata tidak mungkin selamat. Kalaupun kita berniat untuk menyelamatkannya, malah kita yang akan menjadi korban," gumamku. Walau ngomong begitu juga, tetap saja aku sedih karena tidak ada yang bisa kulakukan. Lalu aku melihat jam yang ada di tangan Naruto.

Jarum pendek di angka 12 dan jarum panjang di angka 6

Aku tertegun. Bagaimana bisa? Apa semua ini kebetulan? Tapi kenapa terjadinya beruntun seperti ini? Kulihat ke atas, dan pesawat itu masih berusaha masuk ke kamar Sai. Juga teriakan-teriakan orang yang mengiringinya. Para polisi dan pemadam kebakaran berdatangan, beberapa orang berlari di sekitar kami. Aku menelan ludah, dan kurasakan Naruto berhasil melepaskan diri dari peganganku. Dia menatapku dan Sai dengan tatapannya yang tidak biasa.

"Pembunuh..!! Kalian sama saja dengan pembunuh..!! Kenapa kalian tidak membiarkanku untuk menolong Hinata-chan..!?" teriak Naruto, mata birunya terlihat berkaca-kaca. Aku terdiam, tidak bisa mengatakan apa-apa. Lalu Naruto berlari meninggalkan kami semua.

"Ino, ayo kita juga pulang," gumam Sai sambil merangkul Ino yang gemetar karena ketakutan. Kemudian mereka pun berlalu. Di sini hanya tinggal aku, orang berambut perak itu, dan Sakura.

"Sasuke," gumam Sakura. "Pulang?" tanya Sakura lagi. Aku mengangguk, dan kami pun pergi setelah aku bertatapan dengan orang berambut perak itu. Dia menatapku dengan tatapan aneh, tapi aku tidak peduli.

Aku dan Sakura berjalan dalam diam. Tenggelam dalam pikiran masing-masing. Seandainya aku tidak mengajak mereka semua pergi. Apakah akan berakhir seperti yang ada di dalam pikiranku? Kenapa aku bisa merasakannya? Rasanya pikiran itu seperti nyata, bahkan masih terasa kepalaku yang sakit setelah dihantam dinding itu. Aku memegang kepalaku, dan saat itulah angin berhembus kencang.

"Uuugh, anginnya kencang sekali ya dari kemaren," keluh Sakura. Aku terdiam menikmati angin ini. Tapi entah kenapa, angin ini terasa membisikiku. Angin ini terus menggesek leherku, sampai rasanya merinding. Seakan, angin ini adalah pembawa kabar. Aku mendongak ke atas dan menatap langit biru yang tenang.

Apakah, ada yang kulewatkan?

To Be Continued



Hah hah hah *keringat dimana-mana -plak* ciiih, padahal sadisnya gak ada apa-apanya dibandingkan fic sadis yang lain. Tapi kenapa aku malah deg-degan begini? (O,o)a Uuukh, jujur deh sebenarnya aku gak begitu suka fic sadis seperti ini. Tapi jadi tertarik gara-gara temen-temen di sekolahku malah lebih suka yang sadis, makanya aku coba baca.

Dan anehnya lagi, aku yang gak suka sadis (tapi sukanya LEMON) *PLAK* malah suka nonton Final Destination..!! (-,-) Dan karena penasaran, akhirnya aku buat fic ini hahaha. Dan seperti biasa, mentalku yang belum siap ini sudah dipaksa keluar demi fic ini hooh..

Yah, bukan apa-apa. Sebenarnya aku membuat fic ini, juga karena aku ingin memastikan sampai mana kemampuanku dalam membuat fic. Nanti, tolong nilai kemampuanku di poll profilku ya? Jadi, aku bisa menulis fic dengan santai X3

Yup, minta review doong *Bhuaaag* Hehe, terima kasih ^^