Khukhukhukhu, Akai balik lagi!

Maaf, sudah tidak sempat lagi. Jadi Akai berterima kasih pada semuanya yang sudah membaca, mereview, bahkan membaca summarry/title fic Akai. Fic Akai memang buruk, ga' jelas, dan sampah. Akai awalnya cuman iseng di sini, tapi ternyata jadi suka. Jangan kira Akai tak peduli dengan semua. Akai cinta kalian karena kalian begitu spesial. Sekali lagi terima kasih banyak! Maaf kalau mengecewakan, Akai memang tak bisa membuat yang seindah kalian buat…

Thank's a Lot!:

furuba

Artemisaish

YuuRi ShiShi

Hiroyuki Naomi

Uzukaze Touru

Touisback

Hana Hirogaru

CCloveRuki

Namikaze Lin_chan

Eikaru males login

Kuronekoru

Akayuki Kaguya-chan

Arisa Adachi

Diamondlight96

Fujoshi Nyasar

Fi suki suki

HyeFye

Aoi LawLight

Uzumaki Sakamae

Jelli JelFish

Rafa

Chap 5…..!

Naruto©Masashi Kishimoto

Bad Reincarnation©Shie Akai from The Crazy Teams

Hit Me Baby & Please Don't Go©SHINee

More Than Love©Lee Taemin

Warning:maaf kalo bakal ada banyak dialog, chapter ini yah mungkin songchapter(dapat nama dari mana tuh?). soalnya bakal ada lagu-lagu SHINee nih(ketahuan fans fanatiknya SHINee)

I kept saying the words that weren't in my heart…

"AKU INGIN SEPERTI KALIAAANNN…!" Sasuke berlari ke arah Naruto, Hashiru dan Hiza. Ia sudah tak tahan lagi melihat semua senyum di wajah mereka. Dengan menggenggam sesuatu yang mengkilap – diduga sebagai pisau, ia menatap mata Naruto penuh kemarahan. Tinggal selangkah lagi jarak antara mereka. Sasuke mengarahkan pisaunya tepat ke kepala Naruto. Wajah sang ayah tegang sekaligus bingung. Sebenarnya apa yang terjadi dengan Sasuke-nya?. Tangan Naruto sudah akan bergerak sebagai tameng untuk melindungi Hashiru dan Hiza yang bergetar hebat karena shock sebelum tiba-tiba Sasuke berhenti tepat beberapa senti dari kepala Hiza.

"P-Pa…pa…Sas-u…" bibir Hiza bergetar memeluk erat Naruto. Sasuke merunduk. Bahunya naik turun mengatur napas. Naruto tak tahu lagi harus berkata apa. Ia memandangi Sasuke dengan kedua sapphire-nya.

Ketegangan menyelimuti keduanya sampai seseorang membuka mulut.

"Sasuke, apa maksud semua ini?" tanya Naruto. Ia diam, tak berniat membuka bibirnya sedikit pun. Sekian detik berlalu dalam diam. Pria itu tampaknya tak bisa menunggu lebih lama lagi. Ia mulai menatap tajam ke arah Sasuke, mencoba melihat yang tersirat di antara helaian rambutnya yang berayun.

Forgive me causing you pain

"Kau tahu bagaimana rasanya terbang tanpa tubuhmu?" tanya pemuda itu. Ia mencoba mencerna kata-katanya. Apa yang dimaksud pemuda ini?.

"Kata ibuku rasanya sakit. " ia terkikik pelan. Ia rasa ia sudah mulai gila. Ia bukan seorang yang sabar lalu kenapa ia tidak segera mengakhiri ini?. Sumpah serapah ia persembahkan pada perasaan ini. Rasa ini begitu sesak dan menyakitkan. Ia menghalangi segala dendam.

Naruto mengira-ngira. Mungkinkah itu…proses berpisahnya ruh dari tubuhmu?. Mengapa ia menanyakan hal ini?. Apa Sasuke…tidak! Sasuke membenci Naruto?

Ia mengangkat tangannya lagi. Menyeringai diantara air matanya. Kacau. Seluruh isi hatinya kacau. Sebenarnya iblis apa yang ada dalam jiwanya sekarang?. Ia terus meronta dalam gelap hatinya. Sakit ini bukannya sedang bercanda. Ia benar-benar sudah ingin melakukannya. Tangan-tangan dendam yang melebihi panasnya matahari menutup matanya dan membutakan hatinya. Sang akhir telah dimulai.

"Bagaimana kalau kau mencicipinya?" ia kembali mengangkat benda ditangannya tinggi-tinggi. Ia…tidak kuat lagi.

Just hit me instead of being mad at me…

"Mau apa kau datang ke sini?" tanya ayah pada seseorang. Ia punya wajah yang tampan dengan rambut pirang dan mata birunya. Disamping orang itu ada seseorang yang sepertinya lebih tua dariku. Keduanya tersenyum.

"Waktumu dan Mikoto berakhir, Fugaku." Ujarnya. Ayah menatapnya dalam.

"Sebagai tawanan yang dibebaskan sementara, kau sudah terlalu lama keluar. Kau tahu apa hukuman bagi orang sepertimu?" tanya orang itu lagi. Ada apa? Apa ayah akan dihukum?. Ayahku tawanan dan aku tak tahu sejak kapan. Aku tak bisa melakukan apa pun. Hanya diam dan mendengarkan. Kakak terus meronta dari cengkeraman ibu yang merunduk. Wajah kakak memerah dengan alis berkerut. Ia tampaknya marah. Ayah mundur beberapa langkah. Aku bahkan tak mengerti apa yang sedang terjadi. Sial!

"Maaf, eksekusi bukan di penjaramu tapi di tempat ini dan…sekarang juga."orang itu menodong ayah dengan pistolnya, tepat di kepala ayah. Aku gemetar dan kakak semakin meronta. Tiba-tiba orang itu menarik pelatuknya. Tanpa sempat melihat apa-apa, ayah dengan cepat menghindar dan tangannya spontan menepis tangan orang itu. Semua berlalu begitu cepat. Dan yang aku lihat sekarang adalah ibu yang jatuh ke lantai. Di dadanya penuh darah. Ibu tertembak.

Orang itu menatap dengan wajah datar ke arah ayah yang memandangi ibu. Ia mengangkat tangannya.

"Miko…"

Dor!

Hening. Seakan waktu telah berhenti dan tak ada apapun yang membuat getaran sehingga ada bunyi kecil yang tercipta. Semua berlalu seperti itu hingga suara tubuh ayah yang terjatuh mengembalikan semua.

Keadaan ayah bahkan lebih parah dari ibu. Mereka bermandikan darah. Untuk sejenak aku terdiam. Anak yang berdiri di samping orang itu hanya bisa diam dan menatap takut pada ayah dan ibu. Kakak terus berteriak hingga orang itu pergi bersama anaknya. Aku jatuh ke lantai dan tak sanggup lagi mengintip.

At least this way I hope you can feel better…

Sasuke maju beberapa langkah, menodongkan pisaunya pada Naruto. Hashiru dan Hiza berlari ke balik tangga. Memori-memori lama yang telah berdebu dan kusam bergumpal-gumpal di kepala Naruto hingga ia temukan satu diantara yang lain, memori beberapa tahun yang lalu saat ia masih berupa anak-anak yang menuju remaja. Kepalanya terasa sakit. Hari itu penuh darah. Ia tak percaya hari itu seorang Naruto bisa berdiri tegap di hadapan mayat yang satu persatu jatuh kelantai bersama bunyi yang mengerikan. Berkali-kali ia mendengar jeritan luka yang menakutkan. Saat itu terasa bagai akhir dunia. Ayahnya datang dan pergi dari satu rumah ke rumah yang lain bersamanya. Salah satu rumah yang begitu diingatnya, di sana ia melihat sendiri seorang anak yang sebayanya memeluk orang tuanya yang bermandikan darah. Anak itu menangis dan berteriak pilu dengan suaranya yang serak dan hampir habis. Saat itu mata Naruto seakan ditutupi sesuatu yang membuat dunia ini penuh dengan warna merah. Beberapa bulan setelah isterinya meninggal, ayahnya dipenjara dan dihukum mati karena telah bergabung dalam suatu kelompok teroris dan membunuh puluhan orang dalam satu hari. Astaga, ia lupa. Ia juga menemukan di celah sebuah pintu seorang anak jatuh terkulai tanpa ada yang menyadarinya selain Naruto. Ah! Itu dia! Itu Sasuke!

Arguing and growing from them is what love is all about…

"S-Sasuke…" ucap Naruto pelan. "Sasuke, aku ingat." Sasuke tersentak.

"Sebelum kau bunuh aku, ku mohon maafkan ayahku. Jika kau tetap dendam padanya, ia takkan tenang di sana. Juga ku mohon jangan bunuh anakku." . Seakan tersengat listrik untuk sejenak, perlahan tubuhnya roboh dan jatuh berdebum ke lantai. Ia mulai memukuli lantai dengan kepalan tangannya. Pisau ditangannya ia coba untuk menggores ubin. Hatinya terus bertanya kenapa ia harus merasakan ini. Dua perasaan yang menyatu dan membuatnya sakit terluka. Ingin rasanya ia buang hati ini agar tak ada lagi perasaan semacam itu. Tentu dia takkan menderita seperti ini. Dia takkan bertemu dengan Naruto.

Hit me as much as I had hurt your feelings…

Naruto berbalik dan tersenyum pada anak-anaknya. Ia kemudian berjalan ke arah Sasuke. Ia membalikkan tubuh Sasuke agar ia bisa menatap wajahnya lagi. Tangan Naruto bergerak menggenggam tangan kanan Sasuke. Mereka saling menatap satu sama lain. Naruto tersenyum lembut.

"Aku tahu kau dendam padaku karena saat itu aku hanya bisa berdiri dalam diam. Aku tak bisa menghentikan ayahku. Isteriku juga mati karena ayah. Ayah marah saat tahu bahwa wanita yang ku nikahi sebenarnya adalah salah satu tawanan pemimpinnya. Ia lalu membunuh isteriku, orang yang paling aku cintai, dan ia begitu mirip denganmu…" Naruto mengelus pipi Sasuke dengan tangan kirinya perlahan.

"Maka dari itu,bunuhlah aku. Potong tubuhku sebanyak luka yang kau dapat. Anggap saja ini hadiah terakhir dariku. Jika aku mati, itu artinya kau harus hidup, janji?. Kau harus berjanji padaku. Aku sudah menghubungi kakakmu, aku menemukan nomor teleponnya di tasmu. Ia akan menjemputmu hari ini…" perlahan ia menarik tangan kanan Sasuke yang menggenggam pisau ke arah dadanya. Ia tahu ini akan terasa menyakitkan, tapi Naruto bukanlah seorang yang suka melihat orang lain terluka. Jika bukan dia yang mengakhiri semua ini, maka ia yakin Sasuke akan terus menyimpan dendamnya pada Namikaze sampai mati. Ia pasrah. Tanpa penyesalan di wajahnya, ia tersenyum lebar namun begitu miris.

Ujung pisau itu menyentuh baju Naruto. Sasuke tetap terpaku. Keringat dingin mengalir melewati tengkuknya. Ia tak mau semua ini terjadi tapi mengapa tak bisa tubuhnya mengelak. Ia menelusuri wajah Naruto yang penuh ketulusan dengan kedua inderanya. Ia rasakan tangannya semakin di tarik Naruto bersama semakin kerasnya tangisan Hiza dan Hashiru. Tidak, ia tidak mau!. 'Naruto tolong hentikan ini! Aku memaafkan ayahmu, ku mohon Naruto!' batinnya memohon.

"Hentikan Naruto!" Naruto berhenti menarik pisau itu ke arah dadanya. Bahu Sasuke naik turun mengatur nafas. Akhirnya ia bisa mengatakannya.

"Sasuke!" seseorang tiba-tiba mendobrak masuk mengejutkan seisi ruangan. Mata sosok itu langsung tertuju pada adiknya dan seorang yang juga bersama memori masa lalunya.

Sementara keadaan di sana. Sasuke menatap dengan ekspresi terkejutnya ke arah Naruto. Ia menjauhkan tangannya dari genggaman Naruto dan pisaunya. Tanpa sempat menghindar Naruto sudah terlebih dahulu jatuh di atasnya.

"Aaaaaaaaaaarrrrgggghhhh…!" Sasuke berteriak semampunya. Ia tak percaya ini terjadi. Ia akui dulu ia begitu menanti datangnya hari seperti ini tapi sekarang ia punya pertanyaan, 'Kenapa ia harus dendam?'.

"Dobe! Bangun, Baka! Jangan bercanda, ini tidak lucu! Jangan buat aku cemas, Idiot!" ia terus mengguncang tubuh Naruto. Ia tersadar akan seorang di hadapannya.

"Kak Itachi, bantu aku!" teriaknya pada sosok di pintu. Sosok itu berlari cepat ke arah keduanya.

"Kak, kita bawa dia dan anaknya ke rumah kita saja ya? Ku mohon, kak!" pinta Sasuke. Itachi menggeleng pelan. Berkali-kali Sasuke meminta hanya ada gelengan sebagai jawaban. Lalu apa? Apa yang harus ia lakukan?.

"Serahkan Naruto padaku. Itachi, kau bawa pulang Sasuke." Ujar suara seorang tua yang familiar. Ia menggantikan Sasuke memangku Naruto. Kemudian ia memberi isyarat untuk segera pergi. Itachi mengerti dan menarik lengan Sasuke. Namun pemuda itu tak mau meninggalkan tempatnya berdiri. Ia bersikeras untuk tetap tinggal.

Sasuke tak ingin meninggalkan Naruto di sini. Ini salahnya. Ia merasa ini semua salahnya. Ini dosanya yang amat besar. Andai bisa ia akan membiarkan kepalanya berdarah oleh dinding, ubin, aspal, bahkan bebatuan runcing dalam jurang. Ia tidak peduli sesakit apa dirinya. Ia sangat ingin Naruto menghukumnya seberat yang Naruto inginkan. Ia diliputi penyesalan. Meski ia meraung-raung memanggil pria itu, ia tahu sosok yang dipanggilnya takkan bangun bahkan untuk mengangkat kelopak matanya barang se-0,00000sekian mikro pun. Tapi ia tetap tak menginginkan ini. Walau bagaimanapun ia ingin menatap mata yang mengalahkan segala benda biru di alam semesta ini. Sasuke begitu menginginkannya. Ia ingin Naruto memaafkannya. Andai itu dalam mimpi, ia ingin Naruto terus datang dan berkata ia memaafkannya sampai ia mati. Dosa ini seperti es krim yang menyentuh lidah-nya, manis dan lembut namun dingin dan mengalir ke seluruh tubuh bersama darahnya.

"Naruto. Maafkan aku! Jangan pura-pura tidak mendengar Naruto! Baka Dobe! Kau senang melihat aku seperti ini hah! Kau pikir ak…argh!" sebuah pukulan keras mengakhiri kalimat Sasuke tanpa sempat ia selesaikan. Itachi menggendong adiknya setelah sebelumnya memberi salam lalu pergi kembali ke tempat Uchiha seharusnya berkumpul.

Just hit me that much instead…

2 years later…

"Tuan muda…saya mohon makanlah…" bujuk seorang pelayan dengan rambut senada bunga sakura. Ia terus menyodorkan sesendok nasi pada tuan mudanya. Sudah dua tahun berlalu dengan keadaan yang sama. Sasuke seakan tak ingin sistem pencernaannya dikotori makanan. Setiap harinya tak lebih dari lima sendok nasi dan segelas air yang masuk dalam digestive track-nya, bahkan terkadang tidak sama sekali. Ia semakin kurus dan hampir-hampir tak semakin tinggi. Semua khawatir padanya. Yang membuat pemuda ini tetap hidup hanyalah waktu yang masih diberikan Tuhan padanya, bantuan dari kakaknya, dan sebuah penantian. Hari berganti hari ia jalani dengan duduk di kursi goyangnya dalam kamar yang hanya dimasuki sedikit cahaya dari balik tirai jendela. Ia sudah seperti mayat yang bernafas. Diam membisu bersama detak jantungnya. Ia dihantui dosa yang meleleh dan melumuri tubuhnya bagaikan sepotong cokelat di bawah matahari.

"Kau senang, heh? Kau bahagia melihat aku seperti ini? Aku hanya manusia bodoh yang mencintaimu…aku hanya sebentuk kotoran binatang dimatamu…" bisiknya entah pada siapa. Ia kembali menggerakkan kursinya dengan wajah yang tertunduk.

"Tuan mu…" "Sakura! Sudah, jangan bujuk dia lagi. Sekarang keluarlah, aku akan mengganti bajunya." Perintah Itachi yang muncul dari balik pintu. Sakura mengangguk terpaksa dan berlari keluar.

Itachi mendekati adiknya. Ia mulai membuka satu persatu kancing baju adiknya.

"Sasuke, ada yang ingin kakak katakan…"

"Pergi!" tepis Sasuke. "Pergi! Jangan ganggu aku! Pergi kau!" ia meronta, mempersulit Itachi yang ingin menggantikan bajunya. Dengan kerja keras mati-matian Itachi menutupi satu persatu bagian tubuh Sasuke dengan bajunya. Selesai dengan bagian atas, Itachi baru saja akan mencoba menutupi bagian bawah Sasuke yang tertutup boxer dengan celana panjang. Namun seakan tak ingin diganggu lagi, Sasuke mengangkat kakinya dan menendang kakaknya. Dengan keadaan Sasuke yang lemah, ia tak membuat sesuatu yang serius terjadi pada kakaknya. Itachi sedikit terkejut dengan perbuatan adiknya. Apa ini puncak kesabarannya?. Ia tahu Sasuke masih merindukan Naruto. Ia masih terus menyalahkan dirinya. Tapi sebenarnya ini yang ingin Itachi katakan, sesuatu yang sangat penting untuk adiknya.

"Sas…"

Brak!

Kursi goyang Sasuke terjatuh ke arah belakang. Mungkin karena Sasuke menggoyangkannya terlalu keras. Dengan posisi telentang Itachi dapat melihat wajah adiknya yang lebih pucat dibanding biasanya. Wajahnya tanpa ekspresi sama sekali. Lingkaran hitam di bawah matanya jelas sekali terlihat. Bibirnya bergetar. Ia terlihat begitu kurus dan rapuh. Itachi menatap miris adik kesayangannya terkulai lemah tak berdaya. Ia menggumamkan nama seseorang dengan suara yang begitu pelan dan hampir-hampir tak terdengar. Itachi yang menatapnya sudah tak kuat lagi tatkala ia melihat tangan adiknya mulai bergerak menggapai-gapai sesuatu yang entah apa.

"Sasuke lupakan dia! Sudah cukup kau menderita Sasuke! Dia takkan datang padamu meski dia hidup sekalipun!" marah Itachi. Ia menarik tubuh sang adik dan mengguncang-guncangkannya. Ia merasa kehilangan Sasuke yang dulu. Sasuke yang tersenyum bahagia menyambut kedatangannya. Sasuke yang dulu bersinar penuh kehangatan memeluknya. Kini seperti telah mati.

"Dia takkan peduli padamu Sasuke! Dia membencimu!"

Deg…

Begitu dalam dan menusuk. Sasuke melebarkan bola matanya. Ia takkan percaya ini.

"Membenciku…dia membenciku…padahal aku…begitu mencintainya…". Hilang. Semua gelap. Tak ada yang lain selain bayangnya. Ia terjatuh terlalu dalam di sumur hampa ini. Tak ada yang memeganginya. Tak ada yang meraih tangannya. Tak ada yang membantunya bahkan memanggil namanya. Sakit di dadanya bertambah perih. Tak ada lagi yang ia harapkan dalam dunia bawah sadar ini selain mendapati sang pujaan memaafkannya. Seseorang yang begitu membekas di hatinya.

Last night in my dreams

You draw close to me

Tak lama ia membuka matanya. Ia menemukan kakaknya membawa sepiring makanan untuknya. Kakaknya memaksanya untuk makan. Sasuke menolak seperti biasa. Kakaknya tersenyum ke arah pintu. Beberapa saat kemudian ia melihat kakaknya pergi tanpa sepenggal kalimat pun. Ia kembali merunduk dan menggoyangkan kursinya sebelum tangan hangat menyentuh pipinya. Tangan itu membelai lembut turun ke dagu lalu mengangkatnya.

"Kamu mirip panda, Sasuke. Begadang ya." Angin sejuk berhembus damai di sekitar Sasuke. Harum bunga-bunga musim semi merasuk dalam indera pembaunya yang lama tak berfungsi. Ia tercengang pada sosok di hadapannya. Astaga, sosok itu bagaikan salju pertama yang terlambat turun di musim dingin, layaknya bunga yang terlambat mekar di musim semi, bak hujan yang tertunda di musim panas dan angin yang terlambat berhembus di musim gugur. Sosok di hadapannya tersenyum hangat. Permata-permata yang berkilau mengembang di sudut matanya. Segera ia raih tubuh sang mentari yang terlambat menjumpai langitnya. Isak tangis tak bisa ia bungkam dalam hatinya lagi.

You wishpered words

Your hair that brushed against my face

"Jahat! Kenapa kau baru datang sekarang! Ku pikir aku sudah penuh dosa." Gerutu Sasuke.

"Haha! Maafkan aku, teme. Aku janji takkan meninggalkanmu. Yakinlah pagimu ini takkan terlambat menyapa harimu." Hibur Naruto. Ia merasakan tubuhnya di pukul pelan oleh Sasuke. "Bodoh!". Sasuke merasakan wajahnya di angkat. Sejenak meresapi harum musim semi dan indahnya lautan yang tak pernah ia temui. Tiba-tiba hangat menyentuh bibirnya yang beku. Bagaikan cokelat yang meleleh di atas bibirnya. Bukan cokelat yang berisi krim pahit dosa namun krim manis yang hangat dan lembut.

When I woke up from my dream

It was all too clear

That your presence was nothing but a dream

The tears in my eyes told me

Deg…

Sakit yang begitu menusuk membangunkannya. Matanya menjelajah ke segala arah. Dia tak ada di sini. Tak ada siapapun. Bibirnya pun masih tetap terasa beku.

"Naruto…" bisiknya lirih. Angin pagi membalas diam. Ia angkat telapak tangannya yang pucat. Semua bayangan lalu berkelebat di otaknya.

You can't you can't

Don't leave like this

Deg…

Sakit. Ia mencengkeram dadanya yang terasa begitu sakit. Ia merintih. Ternyata rasa ini tak puas membuatnya seperti ini. Rasa ini meminta lebih. Dan inilah yang terjadi jika rasa itu tak terpenuhi. Begitu sakit dan menyedihkan. Mata Sasuke terasa berat.

"Papa Sasu…Papa Sasu…"

"Oyasumi, Ore no Chiisai Tenshi."

"Teme! Kau tidak apa-apa?."

"Aku anggap itu 'iya'."

Please

Just one more time

One more time

Hold me in your arms again

Deg…

"Aku merindukanmu, Naruto… ku mohon jangan pergi…"ucapnya lirih. Penderitaannya akan penantian ini terasa sudah tak bisa ia pikul lagi. Ia begitu tak ingin membiarkan Naruto pergi. Ia sendiri di sini. Hampa tanpa seorang yang di kasihinya. Matanya seakan telah buta, hanya ada gelap. Ia akui ia adalah Sasuke, seseorang yang tak bisa hidup tanpa Naruto. Inilah mengapa ia tak mau memiliki rasa ini. Ia tahu seorang Uchiha sepertinya takkan bisa merasakan hal ini bersama senyuman. Siapa yang telah mengutuknya hingga seperti ini? Ia hanya ingin rasa ini tumbuh dan berkembang hingga datang saatnya ia akan benar-benar bisa melihat Naruto sebagai kekasihnya yang nyata. Bukan sebuah hubungan tanpa status yang ia jalani. Apakah isteri Naruto?. Tidak, dendam apa dia pada Sasuke. Setidaknya saat ia melihat Naruto dan Sasuke dari sana yang dia lihat pasti akan seperti melihat dirinya sendiri.

"Sasuke…aku tak bisa menjadi pengganti dirimu yang baik."bisiknya.

The next I close my eyes

To meet you

Hold me as I stay still in that spot

Deg…

Sasuke rasanya ingin membunuh sang waktu. Ia hanya berlalu dan berganti tanpa peduli apa yang tengah dirasakan seseorang.

Sasuke menatap langit-langit kamarnya. Tak ada yang istimewa karena takkan ada yang lebih istimewa. Wajahnya menghantui setiap kedipan mata Sasuke.

"Naruto, jangan pergi…" bisiknya lagi. Hancur. Segalanya telah hancur. Harapan yang telah ia bangun hancur menjadi puing-puing yang sekarang ia pungut satu persatu. Semua telah hilang seperti debu yang dihembus angin gurun. Panas dan kering, membuat hatinya retak dan mati. Ia takkan melihat Naruto lagi. Ia tahu. Hidupnya takkan bertahan lagi. Ia, jiwanya akan mati, hanya tinggal raga yang bergerak entah oleh siapa. Kepalanya kembali terasa pusing. Seluruh tubuhnya terasa sakit. Matanya semakin terasa berat. Tapi ia akan berjanji terus menunggu Naruto di sini. Ia yakin Naruto akan datang.

Even when I open my eyes

Only your figure is clear

"Naruto, berjanjilah. Jika nanti aku membuka mataku lagi, kembalikan aku dalam pelukmu. Kau harus ada di hadapanku, Naruto…"keheningan membalas. Ia tersenyum kemudian mengangkat jari kelingkingnya. "Aku janji…ukh…meskipun aku ugh…pengganti yang buruk, akh aku akan berusaha untukmu."

"Sasuke, Jiraiya mengatakan padaku bahwa Naruto masih…"

Bruk!

"Hidup…"Sasuke terkulai lemah di kasurnya. Pergi dalam alam mimpinya sementara sang kakak membangunkannya.

That your peresence was nothing

But a dream

The sadness refelcted in my tears told

I try and even though I try

I insist, I insist

Come back to me

If we are in love, we shouldn't worry about our hearts becoming lonely or broken and we shouldn't be afraid of anything pulling us apart…

End…

Terima kasih banyak untuk semua! Atas review, support, kritik dan sarannya! Maaf kalau endingnya aneh. Nantikan fic Akai selanjutnya! Unleash Your Imagination!

Shie Akai from The Crazy Teams