Previous Chapter
"Sakura, aku pasti akan melindungimu. Aku berjanji."
"Jangan mati! Kumohon jangan tinggalkan aku. Sakura! SAKURAAA!"
"Terima kasih untuk air mata tulus yang kau berikan untukku, Sasuke."
.
.
.
"Para pelayan busuk. Pergi saja kalian ke neraka."
"Kau siapa? Mana Ino? Kau apakah sahabatku, Iblis jahat!"
"Maafkan aku … Sakura."
.
.
.
Naruto©Masashi Kishimoto
Watashi no Sutekina Tenshi©Mizuira Kumiko
Genre : Romance/Fantasy
Rate : T
Warning : AU, OoC, GaJe, Typo's
.
.
.
Enjoy This Chapter
And
Give Me Review
.
.
.
.
.
Sakura terdiam mematung dengan air mata yang membanjiri pipinya. Ia tak mungkin salah dengar. Ino meminta maaf padanya. Akhirnya, setelah sekian lama kata yang ingin di dengar olehnya terucap di bibir sahabatnya itu. Dan Sakura merasa tak salah melihat jika ada cairan bening yang mengalir di kedua pipi Ino sebelum dia menghilang menjadi serpihan debu.
Gadis itu terisak menangis, tapi ia merasa jika apa yang dilakukannya sudah benar. Ia merasa bahagia karena sudah membebaskan Ino dari jeratan hatinya sendiri yang menyimpan dendam padanya. Setidaknya meskipun Ino meninggal dia bisa beristirahat dengan tenang.
Sebuah sentuhan dibahunya menyadarkan Sakura. Gadis itu menengokan kepalanya ke samping dan memandang sosok Sasuke yang melayang terbang di udara bersamanya. Sebuah senyum tipis terlukis di bibir pemuda itu.
Sakura menghapus pelan kedua pipinya dengan punggung tangan lalu menghambur memeluk tubuh Sasuke. Pelukan yang begitu hangat dan erat. "Kau sudah menyelamatkanku. Terima kasih," ucap Sakura dan tersenyum.
"Hn. Sebagai gantinya ku menginginkan kau tetap berada di sisiku."
Senyuman Sakura lenyap seketika. Ia melepaskan pelukannya pada tubuh Sasuke dengan pelan. Setelah itu ia menengadahkan wajahnya dan memandang dalam mata onyx dihadapannya. "Aku … tidak bisa mengabulkan keinginanmu."
"…"
"Aku … tak bisa … hidup seperti manusia. Aku … "
Sasuke langsung meraih dagu Sakura dan mencium bibirnya dengan lembut. Ciuman pertama yang diberikan oleh pemuda itu.
Tes! Tes!
Sakura kembali menangis dan membalas ciuman Sasuke.
Gaara memalingkan wajahnya ketika melihat ciuman yang dilakukan oleh calon pendampingnya itu pada seorang pemuda selain dirinya. Rasa kesal dan marah tentu dirasakan oleh Pangeran berambut merah itu. Namun, apa yang bisa dilakukannya? Dia tak berbuat apa-apa untuk menyelamatkan Sakura. Ia bahkan tak sanggup bertahan ketika melawan Ino. Bahkan ia juga tak mampu menyadari seberapa besar perasaan Sakura terhadapnya dulu dan saat ini.
Ada perbedaan yang besar. Perasaan gadis itu sudah tak sama lagi seperti yang dulu. Sekarang ia hanya mencintai manusia itu bukan dirinya sebagaimana yang selalu ia sangka.
Sasuke langsung memeluk Sakura begitu erat setelah ia menyudahi ciumannya. Merengkuh tubuh mungil gadis itu. Mencium aroma tubuhnya yang begitu memabukkan. Merasakan lembutnya rambut panjang gadis itu ketika bersentuhan dengan tangannya.
"Aku dan kau berbeda. Kita tak mungkin bisa bersama. Sejak awal harusnya kau tahu itu," ucap Sakura.
Sasuke menggelengkan kepalanya pelan di bahu Sakura. "Tidak. Pasti ada cara untuk kita bersama."
"Tidak ada cara agar kita bisa—"
"Ada satu cara," potong Gaara cepat dan bangkit berdiri. Terlihat kedua tangannya mengepal di kedua samping tubuhnya. Nampak guratan kesedihan tercipta di wajahnya, namun sebuah senyum tipis menghiasi bibirnya. Apakah itu senyum kekalahan?
"Apa maksud—"
"Katakan!" Ucap Sasuke yang juga memotong ucapan Sakura begitu saja. Ia berjalan terbang mendekati Gaara dan turun. Lalu menapakkan kedua kakinya di atas tanah, Sakura pun melakukan hal yang sama.
"Ada satu cara untuk membuat Sakura tinggal selamanya di dunia manusia."
Sakura membulatkan kedua matanya karena terkejut. "Kau bohong! Tidak ada cara seperti itu," sanggahnya dengan disertai gelengan kepala.
Gaara menundukan wajahnya dan juga memejamkan kedua matanya. "Kau salah."
"Aku tidak pernah mendengar hal semacam itu. Berhentilah main-main, Gaara!"
"…" Gaara membuka kedua matanya, tapi kepalanya masih tertunduk.
"Cara satu-satunya adalah kau harus membunuhku, Sakura," lanjut Gaara dan memandang sayu kedua mata emerald tak jauh di depannya.
Sakura menutup mulutnya sendiri dan air mata kembali mengalir membasahi kedua pipinya. Beberapa kali kepala gadis itu bergerak ke kanan dan ke kiri. Seluruh badannya nampak gemetar. "Tolong jangan katakan hal mengerikan seperti itu, Gaara!" Ucapnya.
Tiba-tiba saja sebuah benang namun berbentuk seperti rantai panjang muncul. Rantai itu muncul di bagian dada seperti tertancap dan memang sengaja dipasangkan untuk melilit jantungnya. Ujung rantai yang satu keluar dari dada Gaara dan kemudian tersambung ke bagian dada Sakura.
"A-apa ini?" Tanya Sakura dan menggenggam rantai itu dan berusaha mencabutnya keluar. Namun, setelah ia mencoba hal itu rasa sakit yang begitu menusuk menghujam jantungnya. Membuat pertahanan tubuhnya limbung dan Sakura jatuh terduduk. Keringat mengalir dari pelipisnya. Rasa sakit yang begitu menyiksanya seperti terkena cambukan beberapa kali.
"J-jangan lakukan itu, Pangeran!" Ucap Sasori.
Keadaan pemuda berambut merah marun itu sama sekali belum pulih, namun darah pada sisi kepalanya sudah mengering. Sasori berjalan dengan terseok-seok berusaha mendekati Gaara, tapi sedetik kemudian ia terjatuh karena tersandung. Sorot matanya terlihat begitu sedih, sadar apa yang akan dilakukan oleh majikannya saat ini.
"Jangan menghalangiku, Sasori. Kulakukan ini untuk kebahagian Sakura. Gadis yang sangat kucintai sejak dulu," ucap Gaara dan menggenggam rantai itu sambil tersenyum tipis melihat wajah Sakura.
"Apa yang terjadi sebenarnya?" Tanya Sasuke yang sedang memegangi kedua bahu Sakura. Ia menatap geram pada Gaara karena menyangka ia akan menyakiti Sakura.
"Diam dan lihatlah!" Perintah Gaara.
Tangan kiri menggenggam rantai yang tertancap di dadanya dan tangan kanan mengeluarkan sebilah pedang. Dengan sekali tebasan Gaara memotong rantai itu menjadi dua dan desah kesakitan meluncur dari bibir pemuda itu. Ia langsung memegang bagian dadanya erat.
Sedangkan Sakura tak merasakan sakit apapun lagi pada jantungnya. Ia hanya melihat rantai itu perlahan lenyap dari dadanya. Namun, ia merasakan suatu perubahan pada tubuhnya. Badannya entah kenapa terasa ringan seperti tak ada sayap dipunggungnya.
"Sayapku!" Seru Sakura kencang dan melihat bagian punggungnya. Kedua sayapnya mulai menghilang dan berubah menjadi cahaya-cahaya kecil. "Kenapa?"
"Kau bebas sekarang, Sakura."
Sakura menatap wajah Gaara dengan pandangan bingung. Dan gadis itu langsung bangkit berdiri ketika sadar jika sosok Gaara semakin terlihat samar-samar dan sulit terlihat oleh kedua matanya. "Tubuhmu—Gaara, tubuhmu … "
"Mulai menghilang. Aku tahu itu."
"Apa yang kau lakukan?"
"Aku membunuh diriku sendiri agar kau bisa bebas," ucap Gaara di tengah menahan rasa sakit yang menghujam seluruh bagian tubuhnya. Ia juga mulai menyadari jika sayapnya sudah menghilang. "Mulai sekarang kau akan bisa hidup di dunia manusia. Untuk selamanya."
"Apa?"
"Benang rantai yang menghubungkan kita berdua sudah kuputuskan. Tapi, sebagai imbalannya aku harus rela menghilang—sebentar lagi aku akan mati."
"TIDAAAAAAKKKKK!" Sakura berlari sekuat tenaga berusaha mencegah menghilangnya pemuda itu di depan matanya. Gadis itu memeluk tubuh Gaara dengan begitu erat. Air mata mengalir begitu deras dari kedua mata emerald-nya.
"…"
"Jangan pergi!" Bisik Sakura pelan dan semakin mengeratkan pelukannya.
Gaara hanya bisa tersenyum mendengar perkataan Sakura. Tapi, semuanya sudah terlambat. Pemuda itu sudah memutuskan untuk merelakan orang yang dicintai bersama pria lain selain dirinya. Pemuda itu sudah memutuskan benang rantai yang sejak dulu sengaja dibuat untuk dirinya dan Sakura agar bisa terus bersama.
Jika Sakura merasakan rasa sakit maka begitu pun dengan apa yang dirasakan oleh Gaara. Rantai itu sudah melilit jantung mereka berdua. Dan satu-satunya cara agar Sakura bisa bebas darinya adalah dengan memutuskan rantai itu sendiri. Dengan kata lain … membunuh dirinya sendiri agar rantai itu hilang dan ikut terbawa dengan orang yang sudah memutuskannya.
Di sini, Gaara lah yang sudah memutuskan rantai itu, maka artinya dia harus menanggung konsekuensi karena sudah melanggar peraturan. Dan hukumannya adalah … mati. Dan konsekuensi untuk Sakura adalah kehilangan kedua sayapnya beserta seluruh kekuatan yang ada di dalam dirinya. Selanjutnya Sakura akan dibuang ke dunia manusia dan tak diperbolehkan untuk kembali lagi. Dengan kata lain ia akan di penjara dengan cara tak boleh meninggalkan dunia manusia.
Itulah alasan kenapa Gaara memilih cara ini. Di samping membuat Sakura hidup sebagai manusia baru dia juga tak mungkin kembali ke tempat asalnya dengan tanpa membawa Sakura. Dia sudah kalah dengan Sasuke. Dan ia berpikir jika ini adalah takdir yang baik yang bisa diterima olehnya.
"Sakura … selamat tinggal," ucap Gaara untuk terakhir kalinya. Sedetik setelah itu tubuhnya menghilang menjadi serpihan cahaya, dan cahaya itu lenyap seketika.
"GAAARRAAA!" Teriak Sakura dan jatuh terduduk ketika kedua tangannya sudah tak menyentuh tubuh pemuda itu. Sakura memeluk tubuhnya sendiri sambil menangis dengan kencang.
Sasuke berjalan mendekati Sakura dan menyentuh bahu gadis itu dengan pelan dari belakang. Sasuke menundukan wajahnya dengan rahang yang mengeras dan tangan kanan yang mengepal kuat.
Sasori menangis meskipun ia adalah seorang laki-laki. Pemuda itu merasa gagal untuk melindungi dan mencegah majikannya yang sudah ia ikuti ketika dirinya berumur 7 tahun di depan matanya sendiri. Membiarkan majikannya mati, kira-kira apa hukuman yang akan diterima olehnya saat ia kembali nanti?
Namun, sedetik kemudian Sasori bangkit berdiri dan menghapus kasar kedua pipinya yang basah. Setelah itu ia memejamkan matanya dan sedetik kemudian sebuah sinar terang menyelimuti tubuhnya. Perlahan semua luka yang ada di tubuhnya menghilang, kalungnya sudah kembali dan melingkar di lehernya, dan kedua sayapnya sudah kembali membentang dengan lebar di belakang punggungnya. Bahkan Sasuke tak menyadari jika kekuataan aneh yang tadi baru saja ada di dalam tubuhnya adalah pinjaman dari Sasori. Namun, ia cukup menyadari apa yang sudah terjadi pada Gaara.
Sasori mulai menggerakan kedua sayapnya dan sedetik kemudian kedua kakinya sudah tak menyentuh tanah, pemuda itu melayang dan terbang rendah mendekati Sakura. "Sakura!" Serunya pelan.
Sakura menengadahkan wajahnya yang basah dengan linangan air mata. Bahunya nampak gemetar.
Sasori menjulurkan tangannya dan menyelimuti Sakura dengan sinar kehijauan yang keluar dari telapak tangannya. Hanya seling satu detik saja Sasori sudah menurunkan kembali tangannya. "Mulai sekarang hiduplah menjadi seorang manusia. Kutahu itu akan sulit. Tapi, ini adalah hukuman yang pantas untukmu karena sudah melanggar peraturan," ucapnya.
"Aku—hiks!—mengerti … Kakak …" Lirih Sakura pelan.
"Dan ingatanmu mengenai kau seorang malaikat tidak akan pernah hilang, begitu pun dengan kau (manusia). Selamanya kau akan mengingat kejadian ini. Kuperintahkan kau untuk menyimpan rapat-rapat bahwa gadis yang ada di sampingmu adalah seorang malaikat."
Sasuke menganggukan kepalanya. "Hn."
"Semoga kau bahagia … Sakura. Selamat tinggal," ucap Sasori dan kemudian terbang dengan cepat ke langit. Dalam hitungan detik saja sosoknya sudah tak terlihat.
"Kakak … jaga dirimu. Dan terima kasih," bisik Sakura.
Mahkota di atas kepala Sakura mulai ikut menghilang, dan rambut Sakura yang tadinya sepanjang tumit kaki mulai memendek hingga sepunggung. Gaun cantik yang dikenakannya mulai ikut berubah kembali menjadi sebuah dress yang sejak awal Sakura pakai.
Sasori hanya bisa terdiam ketika mendengar bisikan Sakura. Meskipun dia adalah kakanya tapi sebenarnya bukan seperti itu kenyataannya. Dia hanya menjadi kakak karena atas perintah Ratu. Dan Sasori pun teringat tentang takdir apa yang akan diterima oleh Sakura saat ia menginjak umur 18 tahun. Ya, benar. Hal seperti ini sudah diketahui oleh Ratu, Ibunda Sakura sendiri.
Ratu mempunyai kekuatan untuk meramalkan sesuatu. Dan ketika ia ingin meramal anaknya bola kristal yang menjadi medium kekuatannya retak dan kemudian hancur. Sekilas di dalam pikirannya, Ratu melihat jika anaknya akan turun ke bumi, lalu jatuh cinta dengan salah satu manusia di sana.
Dan ia juga melihat akhir tragis dari Pangeran Gaara yang sudah ia rencanakan untuk mendampingi Sakura. Tapi, ia sendiri tak bisa mencegah takdir itu untuk tidak terjadi. Karena memang sudah seperti itu apa yang dikehendakan oleh Tuhan.
Dan Ratu sudah sejak lama sekali merelakan Sakura untuk pergi dan tinggal di dunia manusia. Selamanya dia tak akan pernah melihat anak kandungnya lagi. Sebuah kenyataan pahit yang harus diterima dan diingat olehnya seumur hidup. Putri satu-satunya yang seharusnya memimpin kerajaan harus memiliki takdir seperti itu.
Tapi, takdir itu tidaklah terlalu buruk. Akan ada keluarga baru, teman-teman baru dan juga seseorang yang akan menerima dan mencintai Sakura seutuhnya. Dunia manusia menjadi dunia baru bagi putrinya.
Dan bagi Sakura ini adalah awal dari segalanya. Mulai sekarang ia harus bisa beradaptasi dengan dunia manusia, tempat tinggalnya yang baru.
.
.
.
.
.
.
.
##My Lovely Angel##
Sasuke mengulurkan satu tangannya pada Sakura dengan sebuah senyum tipis di bibirnya. Entah pemuda itu harus berbicara bagaimana pada gadis itu. Ia sungguh sangat bahagia. Ia sama sekali tak percaya jika cintanya tak berakhir dengan sebuah tangisan.
Meskipun Sasuke tahu hal ini tidak akan terjadi tanpa pengorbanan salah satu pihak. Dan untuk membalas pengorbanan pemuda berambut merah itu adalah dengan cara menjaga Sakura seumur hidupnya. Ia akan terus mencintai gadis itu sampai maut memisahkan mereka.
"Bangunlah!" Ucap Sasuke.
Sakura menerima uluran tangan itu lalu beranjak bangun. Setelahnya ia menghapus pelan kedua pipinya yang basah oleh air mata. Sebuah senyum simpul terlukis di bibirnya. Baik Sakura sendiri merasa jika ini hanyalah mimpi. Ia mengira tak akan pernah bisa melihat wajah pemuda itu. Ia mengira tak akan pernah melihat senyuman manis di wajah pemuda itu. Ia mengira tak akan pernah merasakan sentuhan hangat tangan pemuda itu. Ia mengira jika hari ini adalah perpisahan antara dirinya dengan pemuda itu.
Selamanya Sakura tak akan pernah melupakan kebaikan yang telah dilakukan oleh Gaara. Ia dapat melihat sosok pemuda itu semuanya karena Gaara. Dulu, ia memang mencintai pemuda itu. Tapi, sekarang ia hanya mencintai Sasuke. Selamanya akan mencintai pemuda itu.
Sakura tidak akan pernah menyia-nyiakan pengorbanan yang dilakukan oleh Gaara terhadapnya. Ia akan terus hidup bersama Sasuke sampai tak ada kehidupan lagi di bumi ini.
Pelan namun pasti Sasuke kembali merengkuh tubuh Sakura. Menenggelamkan wajahnya dilekukan leher gadis itu. Mencium aroma buah cerry yang menguar keluar dan merasuk ke indera penciumannya. Membuatnya begitu sangat merasa nyaman.
Sakura hanya tersenyum dan membalas memeluk erat tubuh pemuda itu. Menenggelamkan wajahnya di dada bidang Sasuke. Rasanya begitu nyaman dan hangat. Ia merasa tak ingin menyudahi pelukan itu.
Namun, suara derap langkah kaki seseorang membuat keduanya langsung memisahkan diri.
Tap! Tap! Tap!
Dilihatnya ada sosok seorang gadis berambut merah panjang yang berjalan ke arah mereka. Gadis itu terlihat nampak kebingungan. Sedetik kemudian gadis itu berlari menuju Sasuke dan Sakura berada. Tangannya melambai-lambai ke udara. "Sasuke!" Teriaknya kencang.
"Hn."
"Kau ada di sini juga. Kau tahu, tadi aku rasanya bermimpi mengenai mahkluk yang bersayap. Dan mimpi itu seperti—siapa gadis ini, Sasuke?" Tanya Karin dan menunjuk Sakura dengan pandangan menyelidik. Ia baru menyadari keberadaan gadis itu di belakang tubuh Sasuke.
Sakura membulatkan kedua matanya karena saking terkejut. Dadanya begitu terasa sesak. Karena nyatanya gadis berambut merah itu tak ingat mengenai siapa dirinya.
Sasuke juga nampak terlihat terkejut namun tak begitu diperlihatkan olehnya. Ia sudah mengira bakal seperti ini kejadiannya. Ingatan semua orang—kecuali dirinya dan Sakura—sudah dihapus. Itu artinya Karin sama sekali tak ingat jika dia pernah kenal dengan Sakura, bahkan mungkin dirinya sendiri pun tak ingat kenapa ia bisa ada di tempat ini. "Hn. Dia kekasihku," ucapnya.
"APA?"
"…" Sakura langsung menatap wajah Sasuke dengan rona merah di kedua pipinya. Selanjutnya gadis itu hanya menundukan wajahnya karena malu.
"K—kau … ga-gadis ini—sejak kapan?" Tanya Karin begitu terlihat tak percaya.
"Hn. Sejak hari ini," jawab Sasuke singkat lalu menggandeng tangan Sakura dan mulai berjalan, bersiap untuk pulang.
"Be-benarkah?" Karin ikut berjalan di samping Sasuke dan memandang wajah Sakura meminta jawaban. Tapi, gadis berambut merah muda itu hanya menunduk dan rona merah dipipinya semakin bertambah.
"Hn."
Karin menaikkan letak kacamatanya lalu berpindah tempat ke samping Sakura. Gadis itu mengulurkan tangan kanannya mengajak untuk berjabat tangan sebagai tanda perkenalan. "Namaku Karin. Kau?"
"Sakura."
"Hanya Sakura?" Tanya Karin dengan sebelah alis terangkat.
Sakura nampak kebingungan untuk menjawabnya. Di dunia manusia ia pernah mendengar jika setiap orang itu selalu mempunyai nama depan atau nama keluarga di belakang nama mereka. Tapi, dia sendiri hanya dikenal dan dipanggil Sakura oleh semua orang di tempatnya tinggal.
"Hn. Nama lengkapnya Haruno Sakura." Sasuke yang berinisiatif untuk menjawab pertanyaan Karin ketika dirasa Sakura sedang kebingungan. Tapi, rasanya nama depan itu cocok untuk Sakura. Haru, yang berarti musim semi. Dan Sakura, yang berarti bunga Sakura. Arti kedua nama itu adalah Sakura di musim semi. Sungguh cocok dan begitu cantik.
"Oh! Lalu kau tinggal di mana?" Tanya Karin lagi.
"Aku … tinggal bersama dengan—"
"Hinata." Lagi-lagi Sasuke yang menjawab pertanyaan dari Karin bukanlah Sakura.
"Eh, kau saudara Hinata rupanya. Tapi, aku tak pernah melihatmu. Memangnya selama ini kau tinggal di luar Konoha?"
"Itu … aku—"
"Berhentilah bertanya. Kau membuatnya bingung, Karin."
Gadis berambut merah marun itu hanya nyengir dan memeletkan lidahnya lalu menundukan kepalanya singkat sebagai permintaan maaf karena sudah menyusahkan Sakura dengan pertanyaannya. "Aku hanya sedikit penasarannya saja. Kita berteman 'kan?" Tanyanya dengan sebuah senyum manis di bibirnya.
Sakura menganggukkan kepalanya pelan dan balas tersenyum. Mungkin ini adalah perkenalan cara yang baik dengan gadis itu. Karena pertama kali betemu keduanya sudah bertengkar memperebutkan kalung miliknya tanpa berkenalan terlebih dahulu.
Ya. Ini adalah awal yang baik bagi Sakura untuk memulai kehidupannya yang baru di bumi.
"Kita teman,"jawab Sakura.
"…"
"…"
"…"
"Omong-omong kenapa aku bisa ada di sini?" Tanya Karin dengan raut wajah bingung untuk yang kedua kalinya.
Sedangkan Sasuke dan Sakura hanya tersenyum kecil tanpa di sadari oleh gadis itu.
.
.
.
.
.
.
.
Ketiganya keluar dari sekolah tersebut setelah menemui penjaga sekolah yang rumahnya terletak jauh di belakang gedung sekolah tersebut. Satu alasannya yaitu untuk meminta kunci gembok yang menggantung di gagang pintu yang berantai. Karin langsung heboh ketika di beritahu oleh Sasuke jika dia memanjat tembok untuk masuk ke dalam sekolah. Begitu pun dirinya dan Sakura.
Sasuke sengaja berbohong jika Karin datang ke sekolah untuk membantunya mencari sebuah buku yang tak sengaja tertinggal. Keberuntungan berada di pihak pemuda itu karena ternyata ada sebuah buku catatan yang benar-benar tertinggal di kolong mejanya. Jika ada barang itu akan menguatkan Karin untuk percaya jika dia datang memang untuk itu. Sedangkan mengenai Sakura, Sasuke juga mengatakan jika gadis itu ikut membantunya karena tak sengaja lewat depan gerbang sekolahnya.
Selama dalam perjalan pulang Karin begitu sibuk menceritakan bagaimana mimpi yang dia alami sewaktu tertidur di atap sekolah pada Sakura. Dan Sakura sendiri hanya menganggukan kepalanya sesekali tanda mendengarkan, beberapa kali tersenyum ketika Karin menceritakannya dengan begitu cepat dan terlihat lucu.
Belokan ke kanan tak jauh di depan mereka merupakan bagian akhir cerita yang disampaikan oleh Karin. Karena rumah gadis itu ke arah sana sedangkan tempat yang dituju oleh Sasuke dan Sakura yaitu belokan ke arah kiri.
"Sampaikan salamku pada Hinata, ya!" Ucap Karin dan langsung berlari pergi setelah melambaikan tangannya antusias pada Sakura.
Sakura menatap punggung gadis itu dengan raut wajah gembira. "Dia baik, tapi kenapa dulu aku merasa dia itu jahat? Mungkin karena ingatannya sudah di hapus."
"Hn."
Sakura mulai kembali melangkah namun terlihat ragu. Kepalanya menunduk, raut wajahnya terlihat murung dan gelisah. "Sasuke," panggilnya pelan tanpa memandang wajah pemuda itu yang berdiri di sampingnya.
"Hn. Ada apa?"
"Aku … takut," ucap Sakura dan semakin menunjukan raut wajah murung.
"…"
"Aku takut apa Hinata juga melupakanku."
"Kau percaya saja pada hatimu sendiri."
"Eh?"
"Hati lebih kuat daripada sebuah ingatan."
"Kau ingin mengatakan jika Hinata mungkin saja masih mengingatku karena kekuatan hatinya sendiri?"
"Hn. Kurang lebih seperti itu. Lagi pula, selama ini kau begitu dekat dengannya."
"Memang benar, tapi aku masih takut. Bagaimana jika aku tak diterima lagi di rumah itu? Lalu, aku akan tinggal di mana?"
"Kau bisa tinggal di rumahku?"
"APA?" Tanya Sakura dengan suara yang cukup kencang. Wajah gadis itu memerah bak kepiting rebus.
"Jika kau tak diterima di rumah itu, kau bisa tinggal bersama keluargaku."
"K-kau … se-serius, Sasuke?"
"Hn."
"Tapi, cerita seperti apa yang akan kau berikan pada keluargamu tentangku?"
"Hn. Mungkin aku akan mengatakan jika Ayah dan Ibumu pergi bisnis ke luar negeri dan tidak akan kembali dalam waktu dekat. Atau mungkin …"
"Apa?"
"Aku akan mengatakan tak bisa hidup tanpa kau ada di sisiku, dan meminta Ayah juga Ibu mengizinkanmu tinggal bersama di rumah."
Sakura langsung membulatkan kedua matanya tak percaya. "Kau gila, Sasuke!"
"Hn. Aku akan melakukan apapun karena aku sangat mencintaimu," ucap Sasuke dengan semburat merah tipis di pipinya. Ia semakin mengeratkan genggaman tangannya pada gadis itu.
Kedua mata Sakura langsung berkaca-kaca dan setitik air mata turun dari sudut matanya. Mengalir melewati pipinya, turun ke leher. Dengan suara yang bergetar dan nyaris seperti sebuah bisikan saja gadis itu berkata, "Terima kasih, Sasuke."
.
.
.
.
.
.
.
Di sinilah sekarang Sasuke dan Sakura berada. Keduanya berdiri mematung di depan sebuah pintu gerbang yang menjulang tinggi dengan wajah tegang yang begitu kentara terlihat pada Sakura. Gadis itu beberapa kali memegang dadanya sendiri yang begitu sampai terdengar bunyi detakan jantungnya. Keringat dingin menghiasi pelipis dan keningnya yang lebar.
Sasuke menekan bel di samping pintu gerbang tersebut lalu setelahnya menunggu dengan sabar. Menunggu sampai ada orang yang keluar untuk membukakan pintu gerbang ini untuk mereka berdua. Pemuda itu beberapa kali mengeratkan genggaman tangannya pada Sakura. Berusaha meyakinkan gadis itu bahwa ia tidak sendiri saat ini.
Tin! Tin!
Dua kali klakson mobil sukes membuat keduanya terlonjak kaget. Sakura segera memutar badannya untuk melihat ke belakang dan kedua matanya sukses terbelalak sempurna. Ia melihat jika Neji dan Hinata ada di dalam mobil itu, beserta Hiashi dan juga Hanabi.
"Bagaimana ini, Sasuke? Mereka semua—"
"Ssshhh!" Sasuke mengisyaratkan agar Sakura diam untuk sementara.
Nampak Neji keluar terlebih dahulu dari dalam mobil dan berjalan ke arah Sasuke dan Sakura dengan ekspresi datar. Sebaliknya karena berekspresi datar membuat keduanya sangat khawatir. Mereka lebih baik melihat Neji menunjukan ekspresi terkejut, marah atau apalah yang penting supaya mereka tidak menjadi patung yang hanya bisa berkedip.
"Sedang apa kau di sini, Uchiha?" Tanya Neji dengan raut muka yang terlihat tak begitu senang dengan kehadiran sang bungsu Uchiha ini.
"Hn. Aku ingin menjenguk Hinata. Kudengar dia sudah boleh keluar dari rumah sakit."
"Alasan yang bagus, Sasuke," batin Sakura.
"Dan kau, kenapa menghilang begitu saja waktu itu?" Tanya Neji dan mengalihkan pandangannya pada Sakura.
"Eh? Wa-waktu itu?"
"Saat di rumah sakit. Aku 'kan memintamu dan Karin untuk menjaga Hinata sementara waktu."
"Ah! Waktu itu, ya," ucap Sakura dan tersenyum di buat-buat. "Maaf. Aku pulang karena ada sesuatu yang tertinggal."
Neji hanya mengangguk dan kemudian melewati Sakura begitu saja lalu membuka pintu gerbang. Membiarkan mobil yang dikendarai oleh ayahnya masuk. "Ayo masuk!" Ajaknya dan langsung menarik tangan Sakura.
Sasuke hanya bisa mengikuti mereka dari belakang. Pemuda itu juga bingung dengan situasi saat ini. Itu berarti Sasori tak sepenuhnya menghapus ingatan Neji dan semuanya. Buktinya Neji masih mengingat mengenai Sakura hanya sampai ia menemani Hinata saat di rumah sakit. Jika seperti itu mungkin apa yang terjadi pada seluruh keluarga Hyuuga juga sama. "Sepertinya tak ada yang perlu dikhawatirkan," pikirnya.
Sakura dibawa masuk ke kamar Hinata. Dan dengan langkah kaki yang begitu kikuk gadis itu mendekati ranjang Hinata. Duduk di tepinya dan memandang ragu wajah gadis bermata lavender di depannya. "Bagaimana keadaanmu … Hinata?" Tanyanya.
Hinata langsung tersenyum dan menyentuh telapak tangan Sakura. Lalu menggenggam tangan itu lembut. "Aku sudah jauh lebih baik. Terima kasih, Sakura," ucapnya.
"Untuk apa?" Tanya Sakura dengan sebelah alis terangkat.
Sebelum menjawab pertanyaan Sakura, gadis berambut indigo itu memandang wajah Neji dan Sasuke. Lalu mengisyaratkan lewat tatapan mata untuk meninggalkan dirinya dan Sakura di dalam kamar. Mengangguk mengerti akhirnya Neji dan Sasuke pun keluar kamar lalu menutup pintunya.
"Sakura … " Panggil Hinata pelan.
"Ya?"
"Aku tidak melupakannya."
"A-apa … maksudmu?"
"Ingatanku tentang dirimu, semuanya aku masih ingat. Kau adalah seorang malaikat, dan dengan kekuatanmu kau telah menyembuhkanku. Aku sangat berterima kasih."
Raut wajah terkejut tentu menghiasi wajah Sakura. Sedetik kemudian kedua mata emerald gadis itu berkaca-kaca. Dan lagi-lagi cairan bening mengalir dari kedua matanya. "Kau—Hinata, kau mengingatku. Terima kasih," ucapnya dan langsung menghambur memeluk tubuhnya dan menumpahkan air matanya di bahu gadis itu.
Hinata lagi-lagi tersenyum, namun kali ini disertai sebuah air mata yang mengalir dari kedua mata lavendernya. "Apa kau mau tinggal bersamaku untuk selamanya?" Tanyanya.
Sakura menganggukan kepalanya pelan. "Ya, aku mau."
"Aku sudah mengatakan pada Ayah untuk supaya mengadopsimu menjadi anaknya dan menjadi bagian keluarga Hyuuga."
Sakura langsung melepaskan pelukannya dan memandang tak percaya pada wajah Hinata. "Benarkah apa yang kau katakan?"
"Tentu saja benar. Kuucapkan selamat datang di rumah barumu, Hyuuga Sakura," ucap Hinata dan tersenyum sampai kedua matanya menyipit.
"Aku menyayangimu, Hinata." Sakura sekali lagi memeluk tubuh gadis berambut indigo tersebut, namun kali ini lebih erat sampai membuat gadis itu seperti kehabisan napas karena sesak.
Sasuke yang dari tadi berdiam diri di balik pintu kamar Hinata hanya tersenyum tipis dan menghela napas lega mendengarnya. Ia bersyukur jika Sakura tidak sendirian di rumah ini. Akan ada Hinata yang entah bagaimana caranya masih mengingat siapa Sakura. Mungkin karena sebuah rasa yang tulus dari hati dan ikatan persaudaraan yang tidak akan pernah putus atau dihilangkan hanya karena sebuah ingatan.
Dan pemuda itu nyaris mengira jika kejadian seperti hanya ada di dalam sebuah dongeng. Seorang Malaikat yang turun ke bumi hanya untuk keluar dari sangkar emas yang telah mengurungnya. Sangkar emas di sini mungkin hanya kata kiasan saja. Yang berarti dunia yang penuh dengan aturan dan hukum. Dan malaikat itu kini menjadi kekasihnya sendiri. Dan Sasuke tak pernah menyangka bahwa kejadian seperti ini masuk ke dalam kehidupannya dan kini menjadi bagian yang terpenting di dalamnya.
##My Lovely Angel##
Seperti pengakuan dari Hinata, Sakura diadopsi oleh Hyuuga Hiashi. Secara hukum kini Sakura bagian dari keluarga Hyuuga. Meskipun hal itu sangat sulit karena Sakura sama sekali tak mempunyai akta kelahiran atau pun keterangan mengenai siapa ayah dan ibunya, dan juga di mana ia tinggal sebelum ini. Tapi, semuanya berhasil dilakukan dengan baik atas bantuan Sasuke.
Pemuda itu membuat identitas baru untuk Sakura. Akta, KTP, dan juga sebuah sertifikat bahwa Sakura sudah lulus sekolah menengah pertama dan atas. Semuanya komplit. Bahkan Sasuke mencatumkan di mana Sakura tinggal sebelum ini dan juga nama ayah-ibu Sakura yang gadis itu akui sudah meninggal dalam kecelakaan pesawat.
Sasuke juga mengatakan jika Sakura adalah anak yatim piatu yang selama ini tinggal bersama saudara jauh ibunya dan kemudian kabur karena alasan dipekerjakan dengan kasar dan sering dipukuli. Tentunya pemuda berambut emo itu harus berterima kasih atas bantuan Itachi dan teman-teman anehnya yang sudah bisa membuatkan hal semacam itu semua dalam hanya waktu satu minggu. Mungkin itu tindak kriminal, tapi zaman sekarang hal itu sudah biasa dilakukan oleh orang-orang yang mempunyai isi dompet tebal hanya untuk alasan pribadi.
Hyuuga Hiashi pun percaya begitu saja tanpa mau memperdebatkan bagaimana Sakura bisa tinggal di rumah ini dalam waktu yang cukup lama tanpa ia tahu sebelumnya. Baginya yang terpenting adalah dengan kehadiran Sakura, Hinata bisa tersenyum dan tertawa. Gadis itu membawa kebahagian pada keluarganya. Gadis itu membawa senyuman yang dulu lama hilang kembali ke rumahnya. Gadis itu membawa keceriaan kembali di dalam rumahnya. Hiashi sama sekali tak mempermasalahkan latar belakang Sakura seperti apa. Menurutnya gadis itu adalah seorang malaikat yang sengaja dikirimkan kepada keluarganya untuk membawa kebahagian.
"Sakura, saat waktunya kuliah nanti kau akan mengambil jurusan apa?" Tanya Hiashi setelah ia selesai menenggak habis air putih dan menaruh gelas itu di meja di depannya.
Hinata menatap Sakura was-was di ujung meja makan yang kini sedang mereka tempati. Neji dan Hanabi juga memandang wajah baru saudara mereka dengan raut wajah penasaran. Menanti jawaban apa yang akan keluar dari bibir gadis itu.
"Mmmm—itu … aku—"
"Sakura akan mengambil jurusan kedokteran, Ayah," ucap Hinata dan sukses membuat kedua mata Sakura terbelalak. "Kami berdua akan mengambil jurusan yang sama."
Hiashi nampak mengangguk-anggukan kepalanya dan tersenyum penuh rasa bangga pada Hinata dan juga Sakura. "Jurusan itu sangat sulit, tapi Ayah yakin jika kalian berdua akan berhasil dengan baik," ucapnya dan mengusap pelan sisi kepala Hinata yang memang duduk di sampingnya.
"Terima kasih, Ayah," ucap Hinata dan tersenyum tipis.
Sakura hendak membuka suara, namun rasanya tenggorokannya tercekat. Membuat ia kesulitan untuk melepaskan suaranya. Setelah mengambil napas pendek selama berkali-kali lalu menghembuskannya lewat mulut. Gadis itu mulai menatap wajah Hiashi dengan tampak malu-malu. Kedua pipinya merona merah. "A—aku … aku tidak akan mengecewakan … A-ay-ayah," ucapnya tersendat-sendat.
Sakura merasa jika lidahnya belum terbiasa memanggil Hiashi dengan sebutan Ayah. Gadis itu langsung tersenyum dengan lebar ketika Hiashi membalas perkataannya dengan sebuah senyuman yang begitu lembut dan membuatnya begitu terasa nyaman.
.
.
.
.
.
.
.
.
Kini Sakura merasakan bagaimana berbaur dengan sesama manusia yang tak sengaja ia temui di jalan. Gadis itu tersenyum pada siapa saja yang berpapasan dengannya. Bahkan ada beberapa pemuda yang merona merah ketika melihat senyumannya.
Tak dapat dipungkiri jika pesona seorang malaikat masih ada dalam diri gadis itu. Pancaran cahaya tak kasat mata mengelilingi tubuhnya, membuat siapa saja yang melihatnya bisa berdecak kagum dengan kecantikan yang Sakura pancarkan.
Kulit yang putih dan nampak bercahaya di bawah sinar mentari. Senyuman di bibirnya yang begitu memikat. Rambutnya yang nampak sangat halus bergerak ke sana kemari terkena embusan angin. Matanya terlihat begitu bercahaya dan bening.
Mungkin jika Sakura diam mematung di balik kaca akan seperti sebuah boneka. Boneka yang begitu cantik dan manis.
Sakura bersenandung kecil ketika ia melihat kedua kakinya sendiri yang sedang melangkah dengan lincah. Rasa lelah karena terus berjalan tak pernah dirasakan oleh Sakura ketika ia masih menjadi seorang malaikat. Kini, ia sama seperti manusia.
Tiba-tiba langkah Sakura terhenti. Gadis itu diam mematung di depan toko yang memiliki sebuah kaca yang dapat memantulkan keseluruhan sosoknya. Pipi gadis itu merona merah ketika melihat jika penampilannya hari ini cukup manis untuk menemui Sasuke.
Gadis itu harus berterima kasih pada Hinata yang sudah membantunya memilihkan pakaian yang cocok untuk dipakainya pada hari cerah ini. Bawahan celana jeans berwarna abu-abu yang begitu ketat membungkus pinggang sampai tumit kakinya begitu terlihat pas. Atasan sebuah tanktop dengan satu tali berwarna merah dan di rangkap dengan bolero warna hitam bermodelkan jaring-jaring nampak begitu terlihat manis.
Lalu, sepasang flat shoes berwarna hitam juga nampak begitu serasi dipakai oleh kedua kakinya. Dan untuk sentuhan terakhir gadis itu memakai sebuah topi berbentuk segi empat berwarna putih yang ia pakai agak dimiringkan di kepalanya. Belum lagi aksesoris seperti sepasang anting yang begitu cantik dan kalung yang begitu indah pemberian dari Hinata.
Entah harus berterima kasih lewat cara bagaimana untuk membalas perbuatan baik gadis itu padanya.
Sakura kembali melanjutkan langkahnya namun kembali terhenti ketika melihat sosok orang yang dikenalnya di sebrang jalan. Ia lantas berlari menuju sosok itu sambil melambaikan tangannya tinggi-tinggi ke udara. "Kak Itachiiiii!" Serunya kencang.
.
.
Itachi kembali melirik sosok seorang gadis yang duduk di sampingnya di tengah ia menyetir mobil yang kini sedang dibawa olehnya. "Jadi, kau teman yang Sasuke bicarakan waktu itu, ya? Aku tak menyangka bisa bertemu denganmu tadi," ucapnya memulai pembicaraan.
Sakura menganggukan kepalanya dan tersenyum.
"Tapi, bagaimana kau bisa mengenaliku? Padahal kita belum pernah bertemu, benar 'kan?"
Sakura menggaruk pipinya karena bingung harus menjawab bagaimana. Ia harus mencari kata-kata yang tepat tanpa menimbulkan masalah apapun nantinya. "Err—Sasuke pernah menceritakan sedikit tentangmu dan juga pernah memperlihatkan padaku fotomu," ucapnya sedikit kaku.
Jujur. Sakura sendiri merasa tak enak hati harus membohongi Itachi mengenai bagaimana ia mengenalnya. Tapi, apa boleh buat. Ini demi untuk menjaga rahasia dirinya sendiri yang harus terkunci rapat dari orang-orang termasuk pemuda yang kini tengah menatapnya.
"Oh!"
Sakura langsung menghela napas lega karena Itachi percaya dengan kebohongannya.
"Boleh kukatakan sesuatu padamu?" Tanya Itachi dan tersenyum tipis.
"Ada apa?"
"Kau gadis yang sangat manis, menurutku," puji Itachi dengan semburat merah tipis di kedua pipinya.
Sedangkan Sakura hanya tersenyum menanggapinya. "Terima kasih. Kau juga sangat tampan, menurutku."
Dan suara tawa pun meledak dari Itachi mendengar ucapan balasan dari Sakura. Dan suasana dingin yang tadi pada awalnya tercipta pun mulai mencair. Menciptakan percakapan hangat dari keduanya.
.
.
.
Saat pertama kali Sakura memasuki kediaman Uchiha sudah banyak orang yang memerhatikannya. Orang-orang yang mungkin berkerja di rumah itu. Sedikitnya membuat gadis itu gugup dan juga risih. Untung saja ada Itachi yang kini berjalan didekatnya, membuat gadis itu sedikit merasa nyaman.
Itachi membiarkan Sakura duduk di sofa di sebuah ruangan yang begitu luas. Ruang tamu di dalam rumah itu. Selanjutnya ketika Itachi pemit sebentar untuk memberi tahu Sasuke perihal kedatangannya, datang seorang wanita berambut biru panjang menemui Sakura.
Wanita itu tersenyum ramah pada Sakura dan langsung mengambil duduk di samping gadis itu dengan jarak yang begitu dekat. "Hallo, boleh kutahu namamu?" Tanyanya.
Sakura menahan napasnya sejenak sebelum menjawab pertanyaan wanita yang duduk di sampingnya tersebut. Jujur, saat ini gadis itu merasa begitu tegang karena harus berdekatan dengan calon ibu mertuanya sendiri. "N-namaku … Hyu-Hyuuga Sakura. Se-senang bertemu dengan Anda," ucapnya dengan penuturan kata yang begitu sopan dan halus sambil menundukan kepala singkat.
Mikoto tersenyum melihat perilaku Sakura yang menurutnya begitu sopan dengan orang yang lebih tua dengannya. "Aku tak menyangka jika seorang anak yang telah di adopsi oleh Hiashi begitu sangat cantik," pujinya dan menyentuh pipi Sakura pelan.
"Eh?" Sakura sangat terkejut atas penuturan wanita dihadapannya. Ia berpikir dari mana wanita ini tahu jika dia di adopsi oleh keluarga Hyuuga.
"Tidak perlu bingung. Tante tahu dari Hiashi sendiri," ucap Mikoto dan tersenyum. "Keluarga Tante dan Keluarga Hiashi saling kenal baik satu sama lain. Jadi, tidak ada yang tidak Tante tahu soal dia mengadopsi seorang anak gadis."
"…"
"Yang sangat membuat Tante terkejut ternyata kau begitu manis. Dan Tante dengar jika kau sudah mengenal Sasuke? Jika boleh Tante tahu sudah berapa lama?"
"Err—ya. Lu-lumayan cukup lama, Tante," jawab Sakura yang masih merasa tegang.
Mikoto nampak mengangguk-anggukan kepalanya lalu tersenyum lagi pada Sakura. "Tidak perlu tegang begitu. Santai saja!" Ucapnya yang sangat menyadari jika gadis dihadapannya itu tengah berwajah tegang.
Sakura mengangguk dan mencoba untuk rileks. "Baik."
"Nah! Sekarang Tante ingin bertanya sesuatu padamu."
"…" Sakura terdiam dengan dahi berkedut.
"Apa Sakura dan Sasuke itu berpacaran?"
Blush!
Sakura sudah tak tahu seberapa malu dan merah wajahnya kini. Mungkin sudah semerah buah apel yang persis sama dengan lukisan yang tergantung di dinding ruangan itu. "Itu—aku … begini—maksudku … "
"Hn." Sasuke datang dan sudah berdiri di hadapan Sakura juga Mikoto. Dan kedatangannya itu disambut helaan napas lega dari Sakura. "Apa yang kalian bicarakan?"
"Sasuke, kau sudah membuat Sakura menunggu lama. Kasihan 'kan Sakura," ucap Mikoto lalu bangkit berdiri setelah mengedipkan sebelah matanya pada Sakura sebagai tanda bahwa ia sudah tahu hubungannya dengan Sasuke.
"Hn."
"Baiklah. Ibu tinggalkan kalian berdua untuk mengobrol," ucap Mikoto. Namun, sebelum dia pergi ia membisikkan Sasuke sesuatu tepat di telinga Sasuke yang membuat wajah pemuda itu langsung merah padam.
Dan Mikoto yang melihat itu hanya menahan tawa.
"Ada apa?" Tanya Sakura setelah Mikoto pergi.
"Hn. Bagaimana kalau kita pergi jalan-jalan saja?" Sasuke sama sekali tak menjawab pertanyaan Sakura. Pemuda itu malah langsung menarik tangan gadis itu untuk lekas pergi keluar dengan wajah masih merona merah.
.
.
.
.
.
Sakura memandang takjub dengan sebuah tempat yang kini ia kunjungi bersama Sasuke. Tak henti-hentinya gadis itu berdecak kagum. Matanya berbinar-binar dan nampak indah tertimpa sinar mentari sore. Sebuah senyuman nampak melekat erat di bibirnya, tak pernah sedetik pun gadis itu untuk tak tersenyum.
Keduanya kini berdiri di sebuah bukit, dan di bawah bukit itu terdapat sebuah padang bunga matahari. Warnanya yang kuning seperti matahari nampak bergoyang-goyang terkena embusan angin. Beberapa helai kelopak bunganya terbang ke sana kemari seperti sedang menari. Pantulan sinar matahari sore berwarna oranye menambah keindahan bunga matahari tersebut.
Entah kenapa ketika melihatnya Sakura merasakan perasaan yang hangat, seperti terkena sinar matahari. "Indah sekali," pujinya.
Langit pun melukiskan guratan-guratan garis yang berbentuk tak menentu berwarna jingga. Beberapa bintang mulai muncul menghiasi langit. Dan pasti pancaran sinarnya akan terlihat begitu terang jika malam sudah tiba nanti.
Ini adalah tempat terakhir yang mereka sempatkan untuk datang setelah seharian penuh keliling kota. Singgah cukup lama di gedung bioskop, setelah itu keduanya pergi makan di sebuah kedai makanan kecil. Lalu, setelah itu kembali berjalan-jalan dan melihat-lihat hal yang sangat menarik, terutama bagi Sakura karena itu adalah pengalaman pertamanya.
Kemudian siangnya mereka mampir di sebuah kedai eksrim atas permintaan Sakura, dan Sasuke hanya menurut. Pikirnya bukanlah ide yang buruk untuk menjadikan kekasihnya seorang Ratu dalam sehari. Mengikuti dan menuruti semua permintaan gadis itu. Lagi pula Sasuke sendiri sangat menikmati waktu berduanya dengan Sakura.
Dan Sasuke menyebut hal itu adalah dengan sebutan 'kencan' ketika Sakura bertanya apa yang dilakukan oleh mereka waktu itu.
Pertanyaan yang begitu polos membuat pemuda itu selalu tersenyum ketika mengingatnya. Dan kini pun Sasuke mengeluarkan sebuah senyuman kecil ketika melihat bagaimana antusiasnya gadis itu untuk melihat padang bunga matahari ketika ia tak sengaja menyebutnya.
Pengetahuan Sakura benar-benar nol soal kehidupan manusia. Gadis itu begitu sangat polos dan lucu. Dia seperti seorang anak kecil yang harus dijelaskan terlebih dahulu ketika ia melihat sesuatu hal yang membuatnya tertarik.
"Sakura … "
"Hmmm?" Sakura menengokkan kepalanya ke samping dan memandang wajah Sasuke dengan sebuah senyuman dibibirnya.
"Hn. Tidak apa-apa."
Sakura langsung menaikan sebelah alisnya dan juga dengan dahi berkedut. Sedetik kemudian ia teringat kejadian ketika di rumah Sasuke. "Sasuke, apa kau mau memberitahuku apa yang Tante Mikoto katakan padamu waktu itu?" Tanyanya dengan penuh harap jika Sasuke mau menjawabnya.
Sebuah seringai kecil langsung menghiasi bibir Sasuke. Ia perlahan mulai maju mendekati Sakura.
"Eh—ada apa?" Tanya Sakura dan mulai memundurkan tubuhnya sampai punggungnya membentur batang pohon di belakangnya. Kedua tangannya nampak menyentuh dada Sasuke agar pemuda itu menghentikannya langkahnya untuk semakin dekat dengannya.
"Akan kubisikkan sesuatu padamu."
"Bi-bicara saja 'kan bisa," kilah Sakura.
"Bukankah kau ingin mendengar apa yang dikatakan oleh Ibuku padaku waktu itu?"
"Err—ya, tapi … "
Sasuke langsung menggenggam kedua tangan Sakura lalu mengunci tubuh gadis itu di antara dirinya dan pohon.
Deg! Deg!
Sakura merasa kini jantungnya begitu berdetak dengan kencang. Wajahnya sedikit demi sedikit mulai memerah. Mungkin karena efek bantuan sinar matahari senja. "Tu-tunggu dulu … "
Sasuke mulai memiringkan kepalanya dan mulai mendekatkanya pada wajah Sakura. Dan gadis itu harus menahan napas karena Sasuke membisikkan sesuatu di telinganya yang membuat keseluruhan wajahnya memanas seperti terkena air panas.
"Ibuku bertanya apakah aku dan kau sudah berciuman."
Pemuda beriris onyx itu sengaja mempertahankan posisinya yang menghimpit Sakura. Dan ia juga sengaja menghembuskan napasnya ke leher gadis itu. Sebuah seringai kecil nampak semakin terlihat lebih lebar ketika ia merasakan jika tubuh gadis itu gemetar.
"Kau ingin tahu jawabanku?"
Sakura tak dapat lagi berbicara. Gadis itu hanya bisa menganggukan kepalanya pelan dengan disertai rona merah yang menjalari seluruh permukaan wajahnya.
"Kubilang jika kita belum pernah berciuman."
Sakura sedikit menyerngit bingung mendengar jawaban tak jujur pemuda itu. Gadis itu ingat betul jika dia pernah berciuman dengan Sasuke saat dia masih menjadi malaikat.
Apakah Sasuke sudah lupa? Pikir gadis itu.
"Kita memang belum pernah berciuman untuk yang kedua kalinya. Benar 'kan?"
Sakura ingin pingsan saat ini juga. Ternyata maksud kata-kata Sasuke adalah ini.
"Sakura … " Sasuke kembali berbisik pelan di telinga Sakura.
Embusan napas Sasuke yang begitu terasa hangat di lehernya membuat Sakura gemetar. Belum lagi detak jantungnya yang kini semakin menggilla bertambah cepat. Jika seperti ini terus maka ia akan mati.
"Ciuman yang kedua bagaimana jika kita lakukan saat ini?"
"S—S-Sa-su-ke … aku—"
"Sssshhh! Kau tak perlu menjawab. Hal yang harus kau lakukan hanya menutup kedua matamu dan menikmatinya."
Sakura mulai menutup kedua matanya secara perlahan karena terbuai dengan kata-kata yang Sasuke ucapkan. Namun, sebuah suara tawa tertahan dari pemuda itu membuatnya langsung membuka matanya kembali.
"Hn. Kau mudah sekali tertipu."
Sakura mengepalkan kedua tangannya karena mulai merasa marah. "Berani sekali kau mempermainkanku," ucapnya dengan luapan amarah yang begitu meletup-letup.
"Hn."
Jawaban dari Sasuke semakin membuat Sakura marah. Akhirnya gadis itu menarik dan mendorong tubuh Sasuke ke pohon sampai punggung pemuda itu membentur keras bantang pohon itu. Sakura membalikkan keadaan yang tadi ia rasakan.
Sasuke sangat terkejut dengan balasan dari Sakura. Ia pikir gadis itu hanya akan ngambek dan kemudian akan kembali seperti biasanya. Tapi, pikirannya itu salah. Dan hal yang lebih mengejutkannya lagi adalah gadis itu merapatkan tubuhnya lalu mencium bibirnya begitu dalam.
Tekstur yang begitu lembut dan basah. Rasa yang begitu sangat manis dan hangat.
Sasuke tak dapat menahan rona merah diwajahnya untuk tidak muncul. Ciuman kedua mereka kali ini begitu terasa berbeda. Dan di bawah langit senja berwarna kemerah-merahan dan diikuti tarian dari kelopak bunga matahari yang terkena embusan angin menjadi moment indah tersendiri bagi keduanya.
.
.
.
.
.
.
OWARI
Balas review dulu.
Minato Arisato : Nungguin, ya! Gomen. Saya lama banget update-nya. Dan, yepz, nie dah tamat dengan Happy ending. Hope You Like it. Thank you.^^
Cherry Blossom : I like your pen name.^^.
Begitulah. Ino dulunya itu baik banget. Ya bener donk.^^. Q bakal publish fic GaaSaku dulu. And I'm really sorry if the ending make you disappointed. I try my best, but … Sorry.=.=''I failed. But, I hope you will like it. Thank You.
Aiko Kirisawa : Hi! I think this is the first time you review my story. Thank You very much.^^
Gaara love her. Very much. But not enough and lose with love who Sasuke have. And this is it, the end with happy ending. Hope you like it.
Miura Miharu : Hy there!^^. Thank you for your review to my story. Fav? Sure. Thank you, again.
Black Lily : Oke. Nie dh di update secepat yang q bisa. Thank You.^^
Aiko Sakira : Makasih atas pujiannya. Happy ending? Ofcourse.
ChieAkane : Kenapa ga log in? Panjang ya? Soalnya biar lebih seru z. Hahahah.*ngeles* Yepz, asli tamat. Makasih.^^
Hiruma Akari : Endingnya SasuSaku. Because, I'm SasuSaku Lovers.^^
NdyCeulCeul : Klu saya bisa bikin gambar yang bagus, udh Saya bikinin gimana ilustrasi Baju yang dipake Sakura ma Sasuke.^^
Bagi yang log in. Silahkan cek PM kalian.
Thank You Very Much.
^o^
Yuhuuuuuu~ending yang tak begitu jelas. I Know=.=. Tapi, Saya cukup puas karena akhirnya Sasuke dan Sakura bisa hidup berdampingan bersama. Semua itu tak akan terwujud tanpa pengorbanan seorang Gaara*di-Sabaku*
Hahahha. Gomen.
Jika endingnya ga memuaskan. Tapi, aku berusaha semampuku untuk membuat ending yang bagus. Namun, jadinya malah abal gini. :P
Alhamdulillah akhirnya bisa nyelesaian fic multhicahpter yang begituuuuuuu panjang. Rasanya legaaaa banget.
Makasih, ya, buat semuanya yang dah mendukung ide cerita ini dari awal smpai akhir.*Hug*
Aku benar-benar berterima kasih .^^
Selanjutnya untuk fic nie yang udah selesai, bakal ada gantinya.
Fic dengan ide cerita yang lain. Pairnya liat nanti z deh! Hehehehe.
Ok.
Untuk terakhir kalinya aku minta review yang banyak dari kalian semua.
Kritik dan Saran.
REVIEWS