ONE HELL OF A YEAR


-Naruto belongs to Masashi Kishimoto-


Summary: Tahun ajaran baru sudah dimulai. Harusnya ini menjadi tahun yang paling berkesan bagi murid-murid kelas 3, karena waktu kelulusan sudah di ambang mata. Termasuk bagi Haruno Sakura. Tentu saja itu jika asrama tempatnya bersekolah bukan Konoha Seito High, sekolah asrama khusus cowok... /AU/Highschool/


Rating: T

Genre: Romance/Friendship

Pairing: SasuSaku, dan sisanya hanyalah minor pairing...

AU, Highschool


-

CHAPTER 5:

MY EYES...!!

-

- Sakura's POV-

OH, KAMI-SAMA...!!! MENGAPA KAU BEGITU KEJI...!?? Aku menjerit dalam hati sementara aku dengan susah payah berusaha menenangkan diri. Detak jantungku masih memburu, dan wajahku terasa sangat panas.

Ugh... Pasti sekarang wajahku sudah merah sekali. Tangan kananku mencengkram handuk putihku yang masih basah erat-erat.

Ya, aku sudah berhasil menemukan kamar mandinya sekitar lima belas menit yang lalu, dan juga sudah sempat mandi –walaupun dengan sangat terburu-buru—.

Masalahnya, sesaat setelah aku selesai berpakaian, tiga orang cowok berjalan memasuki kamar mandi.

Cowok yang pertama bertubuh cukup tinggi dengan rambut hitam panjang. Temannya (yang gaya rambutnya terlihat seperti nanas), berjalan menyusul dengan gaya malas, dengan seorang cowok berkulit sangat pucat dan berambut hitam pendek (Harus kuakui, penampilannya keren juga, tapi aku merasa agak risih melihat senyumannya yang agak—, erm... aneh...).

Kalau dipikir-pikir, sepertinya aku juga sudah melihat mereka sebelumnya, namun saat itu perhatianku sedang teralih ke hal yang lain:

Mereka bertiga sudah mulai menanggalkan baju mereka, bersiap-siap untuk mandi.

Aku memandang dengan tatapan horror sementara mereka melepaskan kemeja dan T-shirt yang mereka pakai. Ketika tangan mereka kemudian bergerak untuk melepas celana panjang mereka, dalam sekejap aku berlari keluar dari kamar mandi sambil menjerit histeris.

For Kami's sake!! My EYES..!!!

Aku langsung berlari menyusuri koridor, tak mempedulikan tatapan heran dari orang-orang yang lewat.

Dan sekarang aku sedang berdiri di depan pintu kamarku, masih berusaha mengatur napas setelah berlari di sepanjang koridor.

Huff... Setidaknya aku berhasil kabur tepat waktu.

Aku bergidik ngeri. Aku hanya bisa berdoa semoga saja aku tidak harus berhadapan dengan insiden cowok-cowok-setengah-telanjang seperti tadi lagi (yang tentu saja mustahil, melihat aku harus tinggal disini selama satu tahun).

Aku bersandar sejenak ke dinding, memandang ke sebuah jendela di dekat tempatku berdiri.

Rupanya hari sudah menjelang sore. Semburat tipis warna oranye dan ungu menghiasi langit yang sudah mulai menggelap. Aku menghela napas panjang dan menyisir sekilas rambutku dengan jari-jari tanganku. Sesaat kemudian, aku mengalihkan pandangan dari jendela dan berpaling menuju pintu kamar.

Aroma segar yang sama kembali menyambutku ketika aku berjalan masuk ke ruangan. Hanya saja, entah kenapa, kali ini lebih harum dan sejuk daripada yang sebelumnya. Tanpa sadar, aku tersenyum kecil dan menghirup aromanya dalam-dalam.

Sasuke tengah duduk disamping jendela, dengan siku bersandar pada bingkai jendela. Wajahnya bertumpu pada jari-jarinya yang panjang dan ramping. Tangannya yang satu lagi menggenggam sebuah i-Pod hitam polos. Mata onyx-nya tertutup sementara ia mendengarkan musik dari earphone-nya.

Sesaat setelah aku melihatnya, aku –lagi-lagi— hampir pingsan di tempat.

Sasuke hanya mengenakan celana basket putih selutut, tanpa baju atasan—, menunjukkan postur tubuhnya yang lean dan pantas mendapat predikat atletis. Kulitnya yang putih pucat masih tampak agak basah, begitu pula rambut hitamnya yang tampak agak acak-acakkan. Celana basketnya dikenakan agak rendah di pinggulnya, menunjukkan ujung atas dari boxer hitamnya.

Aku menjerit dalam hati.

Oh, betapa Kami-sama membenciku.

Aku menelan ludah perlahan, masih memandangi Sasuke tanpa bergerak sedikitpun dari tempatku. Ia tampaknya menyadari kehadiranku dan perlahan membuka matanya.

Sasuke mengangkat alis ketika melihatku yang masih berdiri mematung dengan mulut setengah terbuka.

...Great, Sakura. Sekarang dia pasti menganggapmu idiot atau apa... aku merutuk dalam hati.

"Apa..?" tanya Sasuke curiga, mata onyx-nya dan mataku yang berwarna emerald terang bertemu sesaat.

Aku menggeleng perlahan, mengalihkan pandanganku dari Sasuke. Ia masih memandang wajahku, dan sesaat kemudian, mulutnya membentuk sebuah seringai kecil.

"Kau mimisan." katanya dengan nada datar.

Aku tertegun sejenak. Perlahan, aku mengangkat tanganku untuk menyentuh bagian bawah hidungku. Wajahku langsung memucat ketika menyadari bahwa ada darah disana.

Lagi-lagi aku berteriak histeris dalam hati.

AAARGH..!! Mengapa hal seperti ini selalu terjadi kepadaku...?!

Wajahku terasa memanas sementara aku berusaha menghilangkan noda darah dari wajahku.

"A-ah... Maaf... Aku hanya sedang tidak enak badan," gumamku pelan, berusaha membuat alasan yang masuk akal. Sasuke memandangku dengan tatapan tajam, tampak agak meragukan kata-kataku, namun kemudian hanya mengangkat bahu sekilas dan kembali menyibukkan diri dengan i-Pod-nya.

Ugh...!! Tidakkah dia tahu dia hampir membuatku terkena serangan jantung...?!

Lagipula, bagaimana dia bisa mandi begitu cepat...? Aku juga tidak melihatnya di shower room tadi... [Bu.. bukanberarti aku ingin melihatnya!!]

Aku menghela napas dan memutuskan untuk berjalan menuju tempat tidurku dan duduk. Aku memandang lurus ke depan, ke deretan foto-foto didinding, dan mataku langsung tertuju pada foto Itachi yang sedang merangkul Sasuke dengan sebelah tangan. Tampaknya foto itu diambil saat Sasuke masih berusia sepuluh atau sebelas tahun. Sebuah senyum lebar menghiasi wajah Itachi, sedangkan Sasuke malah cemberut lucu. Aku tak bisa menahan diri untuk tersenyum. Ternyata Sasuke manis sekali waktu masih kecil...

"Sasuke,"

Sasuke membuka matanya dan menoleh kearahku. "Hn?"

Aku menunjuk ke foto di kuil Sanno. "Mereka siapa...?"

Mata Sasuke tampak memperhatikan foto itu sesaat. Aku terpana sejenak ketika melihat sudut-sudut bibirnya tertarik sedikit ke atas, membentuk sebuah senyum kecil.

Kali ini senyum. Bukan seringai.

"Sai, Sasuke, Naruto, Kiba, Gaara, Neji, dan Shikamaru." kata Sasuke sambil menunjuk dari yang paling kiri ke yang paling kanan.

Wajahku langsung memerah ketika melihat Sai, Neji, dan Shikamaru.

Astaga!! Mereka kan yang kulihat di kamar mandi tadi...!!

Dan mereka tanpa sadar sudah 'mengekspos' diri ke seorang cewek...

Great. Sekarang aku semakin merasa bersalah.

"...Teman-temanmu...?" tanyaku, berusaha mengalihkan pikiranku.

"Hn," gumam Sasuke, "...kebanyakan dari kami sudah saling kenal dari TK."

"Oh. Kau juga dekat dengan mereka...?" tanyaku lagi sambil menunjuk ke foto Itachi bersama keenam temannya di Kuil Sofukuji.

"Lumayan," jawab Sasuke, "Mereka teman-teman dekat kakakku, jadi aku sering juga ketemu dengan mereka. Sebenarnya sih masih ada tiga orang lagi; Tobi, Zetsu, dan Kakuzu, tapi mereka waktu itu tidak ikut pergi ke Nagasaki."

Aku mengangguk mengerti. Selama ia bicara, aku berusaha keras untuk memandang ke wajahnya alih-alih tubuhnya—, untuk mencegah mimisan yang kedua kalinya datang.

"Mmm... Kelihatannya kalian sering pergi-pergi, ya?" kataku lagi, "Habisnya sepertinya banyak sekali tempat yang sudah kalian kunjungi..." aku melambaikan tangan sekilas ke foto-foto di dinding.

"Hn. Kami selalu pergi ke tempat yang baru setiap libur sekolah. Sudah semacam tradisi sejak enam tahun yang lalu,"

"Rasanya seperti keluarga, ya..." gumamku pelan, memandang ke luar jendela dengan tatapan menerawang. Ekspresi Sasuke tak berubah, namun matanya menunjukkan kebingungan ketika ia memandang ke arahku.

"Punya begitu banyak teman dekat... Apa rasanya seperti keluarga...?" kataku lagi, kali ini sambil memandangnya.

Ia tampaknya langsung mengerti. Mungkin ia mengingat kata-kataku tadi siang bahwa aku tak punya keluarga.

"...I suppose." katanya sambil mengangkat bahu.

Setelah melempar cengiran kecil kepadanya, aku mengedarkan pandangan ke sekeliling ruangan. Pandanganku langsung teralih pada handphone-ku yang tergeletak begitu saja di atas meja belajarku. Aku memandangnya selama beberapa saat. Rasanya aku jadi teringat sesuatu yang penting...

Aku melirik kembali ke foto-foto di dinding.

Aku langsung ingat kembali ketika melihat foto Naruto dan Kiba.

Aku segera melompat turun dari tempat tidur dan mengambil handphone-ku. Sasuke mengangkat alis ketika melihatku kembali dengan sebuah cengiran lebar di wajahku.

"Ada apa, Sei?" tanyanya sambil melepaskan salah satu earphone dari telinganya.

Aku kembali mendudukkan diri di tempat tidur. "Kau mau membantuku mem-blackmail dua orang...?" tanyaku sambil nyengir semakin lebar.

"...Ya. Tapi siapa?" tanyanya sambil bangkit berdiri dari kursinya. Lagi-lagi aku berusaha keras untuk memandang wajahnya dan bukan ke arah leher ke bawah.

"Naruto dan Kiba."

Dan seringai yang bahkan-lebih-licik-dari-milikku merekah di bibirnya, sementara ia berjalan mendekat dan duduk di sampingku.

"When do we start...?" tanyanya dengan nada datar, namun entah bagaimana terdengar antusias di saat bersamaan.

"Now." jawabku sambil tertawa dan menyerahkan handphone-ku kepadanya. Foto-foto skandal Naruto dan Kiba menyala terang di layarnya.

-

-

-

Aku dan Sasuke baru tidur saat malam sudah agak larut, karena sibuk memasukkan foto-foto Kiba dan Naruto ke Internet. Kami iseng membuat blog baru dan kemudian memasukkan foto-foto tadi ke blog itu.

Lima detik setelah kami mem-publish foto-foto itu, sudah ada sekitar 76 orang yang melihatnya, dan sebagian besar dari mereka langsung meninggalkan comment.

...GILA.

Sekarang, kalau Naruto ataupun Kiba melakukan sesuatu –apapun itu—, yang aku atau Sasuke tidak suka, kami akan memberi tur gratis ke sekeliling blog kami kepada para penghuni sekolah.

Ahh... Power felt SO good.

BIP! BIP! BIIP!

Damn. Alarmku sudah berbunyi...

BIP! BIP! BIIP!

Yeah, yeah... Bisa tunggu sebentar nggak, sih...?

BIP! BIP! BIIP!!

Ugh! Berisiiik~!! Aku masih ngantuk...

BIP! BIP! BIIP!!

"AAAAAAHH...!!! BISA DIAM NGGAK, SIH!?" teriakku marah sambil menyentakkan tubuhku ke posisi duduk. Aku mendelik ke arah jam weker digitalku yang masih juga berbunyi-bunyi di atas meja.

Aku mempertimbangkan untuk mengahancurkannya dengan sepatuku, —tapi setelah dipikir-pikir, sayang juga kalau dihancurkan dengan sepatu... –maka aku melempar jam itu ke luar jendela. Beberapa detik kemudian, terdengar suara samar-samar jam yang hancur berkeping-keping jauh dibawah sana.

Ha! Rasakan pembalasanku...!! SHANNAROO~!!

Aku tersenyum puas dan kembali berbaring, menarik selimut sampai sebatas leherku dan mengeratkan topi tobagan-ku. Ya, aku juga memakai topi itu saat tidur. Aku sudah hampir kembali tertidur ketika sebuah suara berbicara tepat di telingaku.

"Sekolah sebentar lagi mulai, Sei."

"GYAAAAAA...!!!!" saking kagetnya, aku sampai jatuh terguling dari tempat tidur, disusul oleh selimutku yang jatuh menimpaku. Sasuke hanya terkekeh kecil melihatnya. Aku menyingkirkan selimut dari wajahku dan mendelik kearahnya.

"Berhenti tertawa!" seruku kesal sambil melempar selimutku ke arah wajahnya. Ia menangkapnya dengan mudah dan memutar mata.

"Bel masuk berbunyi sepuluh menit lagi. Kau akan telat kalau tidak cepat-cepat." katanya sambil mengedikkan kepala ke arah jam dinding di seberang ruangan. Aku menyipitkan mata untuk melihat lebih jelas.

Yep. Dia benar. Sudah pukul 07.20.

Aku menghela napas dan bangkit berdiri. "Yeah, yeah... Aku ganti baju dulu," aku berjalan malas-malasan ke arah lemari bajuku.

"Hn." Sasuke melemparkan selimutku kembali ke tempat tidur dan berjalan ke arah meja belajarnya untuk mengambil blazer hitam yang tersampir di sandaran kursi.Aku mengambil baju seragamku dari lemari dan melirik ke arah Sasuke. Ia sudah berseragam lengkap, dan sudah memakai sepatu sport-nya yang kemarin. Ujung bawah kemejanya tidak dimasukkan ke celana, dan kancing atas kemejanya dibiarkan terbuka, menunjukkan T-shirt biru gelap dibaliknya.

Tanpa berkata apa-apa lagi, Sasuke langsung berjalan meninggalkan kamar. Aku cepat-cepat pergi ke toilet untuk mencuci muka dan berganti pakaian. Segera setelah itu, aku menyambar blazer dan ranselku yang kuletakkan di samping lemari.

Aku berjalan ke arah meja dan menarik keluar jadwal pelajaranku dari dalam laci. Aku ingin membaca jadwal pelajaran hari ini.

Hmm... Tidak ada yang benar-benar khusus...

Matematika, Bahasa Inggris, IT, Sejarah, dan—...

...

... OLAHRAGA...!?!

Untuk yang kesekian kalinya hari ini, aku kembali histeris dalam hati.

TIDAAAAK...!! NO MORE NAKED GUYS!!

"Aaaagh...!!" aku meninju mejaku, frustasi. "Apa salahku sehingga KAU begitu membenciku, hah!?" aku mengacungkan tinju sambil memelototi langit-langit kamar.

Aku memasukkan jadwalku asal saja ke dalam saku celana dan berjalan keluar ruangan dengan masih merutuki nasibku.

Koridor didepan kamarku sudah ramai dengan orang-orang yang berlalu-lalang menuju tangga ke lantai dua. Aku mengikuti arus orang-orang itu dan cepat-cepat menuruni tangga.

"Ruang kelas 42: Matematika dengan Iruka-sensei..." gumamku membaca jadwal pelajaran. Aku berjalan menjauh dari rombongan murid-murid tadi dan berbelok ke koridor di sebelah kiri.

"Hmm... 38... 39... 40...," aku bergumam pelan sambil melirik ke arah plat nomor di depan tiap pintu kelas, "Ah! Kelas 42..."

Aku masuk ke dalam kelas tanpa repot-repot mengetuk pintu. Iruka-sensei belum datang, dan semua cowok di ruang kelas tampak masih berjalan ke sana kemari, mengobrol dengan temannya atau berteriak-teriak.

Aku menelan ludah. Ini pertama kalinya aku memasuki ruang kelas yang isinya cowok semua seperti ini...

Hhh... Tenangkan dirimu, Sakura...
Kau sudah bisa mempertahankan sikapmu sampai sejauh ini, kan? Kau pasti bisa...

Aku menghembuskan napas dan berjalan dengan langkah ringan untuk mencari bangku yang kosong.

Aku memandang ke sekeliling kelas. Setelah dipikir-pikir, rasanya kelas ini bagus juga. Ruangannya luas, dengan berderet-deret jendela tinggi yang menghadap ke halaman sekolah yang tertata dengan indah, membuat ruangan terasa sangat terang bahkan tanpa perlu menyalakan lampu. Tirai-tirai berwarna biru langit membingkai sisi-sisi jendela. Meja-meja dan kursi-kursi berwarna putih berderet-deret, menghadap ke meja guru didepan kelas. Lantai keramiknya yang putih berkilauan tertimpa cahaya matahari.

Yah... Sebenarnya, keseluruhan bangunan sekolah ini memang sangat bagus. Konoha Seito High memang juga dikenal baik karena keindahan arsitektur modern minimalist-nya—, selain karena kualitas dan prestasi murid-muridnya.

Dan harus kuakui, sekolah ini sepuluh kali lebih bagus daripada sekolahku yang dulu. Konoha Seito High mendapat gelar sekolah asrama yang terbaik di Konoha, —dan tentunya biaya untuk bisa bersekolah disini sama sekali tidak bisa dibilang murah.

Huff... Aku pasti akan jauuuuh lebih senang bersekolah disini jika asrama ini bukan asrama khusus cowok.

Ketika tengah mengedarkan pandangan ke sekeliling kelas, aku menyadari kehadiran Sasuke. Tempat duduknya berada di deretan belakang, tepat di samping sebuah jendela. Ia sedang bersandar dengan santai ke kursinya sambil [lagi-lagi] mendengarkan musik dari i-Pod-nya, kedua matanya terpejam. Aku ragu-ragu sejenak ketika melihat sebuah tempat duduk yang kosong tepat disampingnya.

Aku mencoba mencari bangku lain yang masih kosong, tapi beberapa saat kemudian aku menyadari bahwa semua tempat duduk sudah ditempati. Aku menghela napas dan menghenyakkan diri di samping Sasuke. Well... Apa boleh buat, kan...?

Segera setelah aku duduk, Sasuke membuka matanya dan memandang kearahku sejenak, alisnya terangkat sedikit.

"Apa? Nggak ada tempat duduk lain," kataku membela diri. Sasuke hanya memutar mata. Dasar...

Aku mengalihkan pandangan ke arah depan, tepat ketika Naruto dan Kiba berjalan ke arah mejaku. Naruto melambaikan tangannya kepadaku dengan antusias.

"Hai, Sei! Aku nggak tahu kau ikut Matematika di jam pertama dengan kami," kata Naruto ceria sambil duduk dihadapanku.

"Ya... Aku juga baru lihat jadwalnya tadi,"

"Coba pinjam kertas jadwal pelajaranmu, dong... Kau ada pelajaran apa lagi setelah ini?" kata Kiba, berdiri di sebelah bangkuku dengan tangan terulur padaku. Aku mengambil kertas jadwal dari saku celanaku dan menyerahkannya pada Kiba.

"Hhm... Let's see..." gumam Kiba, matanya bergerak menyusuri tabel jadwal pelajaranku, "...nanti kau akan dapat pelajaran Bahasa Inggris bersama Shikamaru dan Shino; IT bersama aku, Naruto, Neji, dan Sai; Sejarah bersama Sasuke dan Shikamaru; dan yang terakhir olahraga dengan kami semua!" kata Kiba sambil nyengir lebar.

Aku langsung mematung. "E-eh...? Kalian semua...?"

"Yeah... Aku, Naruto, Sasuke, Gaara, Sai, Neji, dan Shikamaru!" kata Kiba lagi.

Aku ternganga.

OLAHRAGA? Dengan MEREKA SEMUA..!? Sasuke juga?!!

Aaaaarghh...! Ini buruk sekali!

Aku membenturkan kepalaku ke meja, tak menghiraukan pandangan heran dari Naruto dan Kiba. Aku lebih mengkhawatirkan banjir mimisan yang menantiku di pelajaran olahraga.

Malangnya nasibku...

-

TBC..

-


A/N: Maaf kalau updatenya lama banget! *bows* Belom apa-apa udah kena writer's block, nih... L
Padahal tadinya udah mau di-update dari dua minggu lalu...
Huft... Yasudah deh...

Seperti biasa, makasih buat yang udah baca! Dan makasih yang SEBESAR-BESARNYA buat yang udah review dan fave!

Well... Ada yang mau kasih masukan/komentar buat chap ini...? :D
Silakan klik biru-biru dibawah...