I LIVE IN HELL!
Disclamer: Masashi Kishimoto
Pairing: SasuxNaru
Rating :T
Warning: BL, karakter OOC, Miss typo, dll
Mau baca atau nggak ya terserah kamu, asal jangan Flame!
CHAPTER: 1
Konoha Gakuen. Sekolah yang berisi anak-anak yang mempunyai prestasi segudang, dan kekayaan yang sangat melimpah. Tetapi, dibalik ketenaran sekolah tersebut, sekolah tersebut menyimpan sesuatu yang selalu ditutupi oleh pihak sekolah, yaitu, akibat sekolah tersebut adalah sekolah yang elite, dengan murid-murid—bertalenta, terkadang murid-murid tersebut tidaklah menghormati guru dan rekan-rekannya. Mereka seperti manusia yang sudah diciptakan untuk saling mengalahkan satu dengan yang lainnya.
Naruto Uzumaki, merupakan salah satu murid yang berbakat dalam segala bidang dan salah satu orang paling terkaya di Konoha Gakuen, selalu merasa bosan dengan sekolahnya yang penuh dengan kekerasan. Terlebih, karena rambutnya yang pirang, dan tanda lahir yang berbentuk kumis mengakibatkan dirinya ditakuti dan selalu dicap sebagai pembuat onar. Tetapi, bukan karena dijauhkan oleh teman-temannya, Naruto selalu merasa bosan, melainkan musuhnya yang selalu mengganggunya lah yang selalu membuat Naruto merasa tidak kerasan berada di Konoha Gakuen.
BRUK!
Naruto terjatuh saat tubuhnya menabrak sesuatu, ketika dia sedang sibuk melamun. Naruto yang kini terduduk di atas lantai mendongakan kepala untuk melihat apa yang telah dia tabrak. Wajah tampan, tatapan onyx, dengan model rambut pantat ayam berdiri di hadapannya. Sasuke Uchiha itulah musuh abadi Naruto! Orang yang terkaya di sekolah ini, ya selain Naruto tentunya. Orang yang benar-benar sombong, orang yang merasa dirinya selalu 'aku paling hebat', dan terakhir, Sasuke merupakan orang yang selalu menjadi musuh Naruto semenjak mereka berdua bertemu.
"Selain bodoh, ternyata kau adalah orang buta, Dobe!" seru Sasuke dengan dengan nada, dan senyum menyebalkan menghiasi bibirnya.
Sasuke menatap Naruto dengan tatapan menghina. Dari arah belakang Sasuke, Naruto melihat teman-teman Sasuke datang menghampiri mereka berdua. Gaara, Neji, Shikamaru, dan Kiba tidak jauh berbeda dengan sifat Sasuke. Mereka semua merupakan sahabat-sahabat Sasuke, dan selalu membantu Sasuke untuk menghajar orang-orang yang mengganggu bagi mereka.
Naruto berdiri dan membersihkan celananya. Sasuke memandang Naruto dengan tatapan sinis.
Naruto mendekatkan bibirnya pada telinga Sasuke. "Aku tidak mau bertengkar di sini, brengsek!" bisik Naruto, dan Naruto segera menabrak bahu Sasuke ketika akan beranjak dari tempat tersebut.
Sasuke mengepalkan tangannya. Dia membalikan badannya, dan memandang punggung Naruto yang semakin menjauh. "Kau tidak memukulnya Sasuke?" tanya Kiba.
Sasuke memandang Kiba. "Belum saatnya," kata Sasuke, dan setelah itu Sasuke pun beranjak pergi dari tempat tersebut dengan diikuti teman-temannya.
Author: Pete
Naruto berjalan menelusuri koridor kelas. Lukisan, dan hiasan patung maupun guci terpajang disepanjang koridor. Saat akan berbelok untuk memasuki kelas, Naruto melihat seorang guru sedang dikerumuni beberapa murid. Kerah kemeja guru tersebut ditarik oleh para murid tersebut, dan wajah guru tersebut sudah pucat karena ketakutan. Naruto mengepalkan tangannya, nuraninya sebagai seorang manusia tidak bisa melihat seorang anak muda melecehkan orang tua begitu saja. Naruto melangkahkan kakinya untuk mendekati murid-murid tersebut.
"Sedang apa kalian?" Naruto bertanya pada murid-murid tersebut dengan senyum lebarnya, dan tangannya sudah berancang-ancang untuk memukul siapapun yang berani melawannya.
Murid-murid yang sedang meganggu guru tersebut melihat ke arah Naruto. Mata mereka semua membulat dengan sangat besar karena terkejut. Naruto makin memperdekat jaraknya ke arah para murid nakal tersebut, secara perlahan. Wajah Naruto masih tersimpan senyuman.
"AAAAAAA!" teriak para murid tersebut sambil berlari. Guru yang diselamatkan oleh Naruto tersebut terjatuh lunglai. Naruto memandang guru yang wajahnya masih sangat ketakutan, dan Naruto menjulurkan tangannya hendak membantu guru tersebut berdiri.
"Kau tidak apa-apa?" tanya Naruto.
Guru tersebut menggeleng-gelengkan kepalanya dengan wajah yang semakin ketakutan. "A-aku permisi!" seru guru tersebut, meninggalkan Naruto yang terpukau dengan kecepatan berlari guru tersebut.
'Huff… dasar,' pikir Naruto sambil menggelengkan kepalanya.
Author: Pete
KREET!
Naruto membuka pintu kelas. Suasana di kelas sangatlah gaduh meski terdapat guru di dalamnya. Bahkan, terdapat murid yang duduk di kursi, melempar-lempar kertas, bahkan bermain kartu dan bergosip dengan sangat keras.
Naruto menghela napas. 'Kelas apa ini?' Naruto mendengus melihat sekeliling kelas. Naruto melangkahkan kakinya dan menuju bangku paling terdepan untuk duduk dengan rapih. Naruto mencoba mendengar apa yang diucapkan guru, tetapi suasana terlalu gaduh membuat konsentrasi Naruto menghilang. Pada akhirnya, Naruto memandang sekeliling; memandang ruangan kelas yang begitu eksklusif dengan AC, kaca yang lebar, tv, mini golf, dan semua fasilitas begitu mewah terpampang disana. Naruto kembali mendengarkan guru, tetapi tidak ada hasilnya, dan akhirnya, Naruto beranjak dari kursi menuju luar kelas.
'Ah, sial!' pikir Naruto yang sudah sangat menyesal karena telah memasuki sekolah yang benar-benar bukan tempat untuk belajar.
Author: Pete
Sasuke sedang membaca buku ketika beberapa orang siswa memasuki ruangan pribadinya. Sasuke memandang orang-orang yang datang menghampirinya dengan tatapan sinis.
"Mau apa kalian kemari?" seru Sasuke sambil membanting bukunya ke atas meja. Dipandangnya satu persatu orang-orang yang telah meganggu ketenangannya.
"Ma—maaf Sasuke-sama. Kami hanya ingin memberitahukan ji.. jika kami telah gagal untuk menghajar guru tersebut," kata salah satu dari orang tersebut dengan wajah yang sudah sangat ketakutan.
Mata onyx Sasuke memincing tajam, nembuat murid-murid tersebut merasa lebih tidak nyaman. "… Dan?" Sasuke merubah nadanya menjadi sangat rendah. Sehingga membuat orang yang mendengarnya akan merasakan bulu kuduk mereka berdiri.
"Uzumaki yang telah menggagalkannya…" kata orang tersebut, dan seperdetik wajah Sasuke memperlihatkan emosi, tetapi karena dia seorang Uchiha emosi tersebut berlalu begitu saja sama halnya dengan kecepatan emosi itu datang.
"Uzumaki, ahn?" tanya Sasuke yang sudah berdiri di depan mereka berdua.
Salah satu dari orang tersebut menatap Sasuke, dan langsung Sasuke pukul perutnya dengan pukulan yang sangat telak. "Kalian pikir kalian siapa? Hanya menghadapi seorang Uzumaki, dan seorang guru saja tidak becus!" teriak Sasuke.
Neji menahan tubuh Sasuke agar tidak menyiksa orang-orang tersebut lebih lanjut. "Kalian keluar semua!" teriak Neji, dan membuat orang-orang yang sudah sangat ketakutan tersebut berhamburan keluar ruangan dengan secepat kilat.
Setelah orang-orang tersebut pergi, Neji melepaskan Sasuke. "Uzumaki…" Sasuke berbicara dengan dirinya dengan amarah yang sangat besar.
Gaara, dan Shikamaru pun saling pandang. "Mendokusei," kata Shikamaru sambil menghela napas.
Author: Pete
Jam makan Siang sudah tiba, anak-anak berhamburan menuju kantin, mungkin bisa disebut restoran jika melihat ukuran dan fasilitas mewah kantin tersebut. Naruto berjalan dengan memakai jaket hitam mewah yang berbulu, dan tampak paling nyentrik di antara seluruh murid Konoha Gakuen. Dengan wajah tampannya, dan mata birunya yang begitu cerah Naruto memandang sekeliling.
"Kau minggir!" Seseorang dengan tubuh gendut sambil memakan kripik kentang mendorong seorang anak yang lebih lemah darinya. Anak tersebut terjatuh dari atas kursi. Seluruh ruangan menjadi ricuh karena suara gelak tawa.
'barbar!' Naruto mendengus sambil memandang anak yang sedang dibuli-buli tersebut.
Naruto megelengkan kepala dan mencoba mencari tempat duduk yang kosong. Ternyata ada satu tempat duduk kosong dan Naruto berjalan ke arah tempat duduk tersebut.
"Mau pesan apa tuan muda Uzumaki?" Seorang wanita dengan pakaiam hitam putih layaknya seorang pelayan di restoran mewah di Perancis membungkuk hormat, di depan Naruto.
"Menu yang paling enak saja di hari ini," kata Naruto dengan senyuman lebar, dan membuat pelayan tersebut sedikit merah. Pelayan tersebut meminta ijin untuk pergi, dan Naruto kembali memandang sekeliling.
'Sekolah apa ini? Sejak aku masuk aku tidak merasakan kesenangan di tengah-tengah kemewahan ini. Semua tampak gila,' batin Naruto.
Tanpa disadari Naruto seluruh murid berdiri dari tempat duduknya berhamburan. Naruto malah menjatuhkan wajahnya ke atas meja tidak mengetahui perubahan atmosfir di sekelilingnya. Saat itu jaket mahal yang dia kenakan seperti ada yang menariknya.
"Apa yang kau lakukan?" Naruto berteriak marah ingin mengetahui siapa yang berani meganggu ketenangannya.
"Hallo, Dobe?" Sasuke tersenyum sadis dan Naruto hanya menghela nafas.
Sasuke menarik Naruto jaket Naruto membuat Naruto beranjak dari tempat duduknya.
"Mau apa Teme?" Naruto memandang Sasuke dengan pandangan menghina sekaligus kesal. Sasuke kembali menarik Naruto sehingga wajah mereka berjarak sangat dekat.
"Kau tanya aku mau apa?" tanya Sasuke, dan setelah itu Sasuke memberi aba-aba terhadap teman-temannya.
Tiba-tiba tangan Naruto telah terkunci, tidak bisa bergerak sama sekali. Neji dan Gaara membuat Naruto tidak bisa bergerak. Naruto memberontak, mencoba membebaskan dirinya. "Lepas, brengsek!" teriak Naruto.
BUK!
Sasuke memukul perut Naruto, dan membuat Naruto meringis kesakitan. Seluruh ruangan sunyi senyap, tidak ada satupun dari orang-orang yang berada di kantin tersebut berani bergerak, bahkan mereka semua tidak berani untuk bernafas.
"Ini yang aku mau!" Sasuke tersenyum sadis.
BRAK!
Kali ini Naruto terhampas menabrak meja. Membuat seluruh benda maupun makanan di atasnya berjatuhan ke atas lantai. Sasuke telah memukul wajah Naruto dan membuat pinggir bibir Naruto mengeluarkan darah.
Naruto berdiri dan menghampiri Sasuke. Secepat kilat Naruto memukul Sasuke. Terjadilah baku hantam di restoran tersebut. Mereka berdua pun berakhir dipisahkan oleh teman-teman Sasuke.
"Kau pikir kau siapa hah?" teriak Naruto sambil membalas pukulan Sasuke, dan sekarang dia telah berdiri di atas tubuh Sasuke.
Sasuke langsung mendorong tubuh Naruto, dan akan menghajarnya sebelum seseorang berteriak jika Kepala Sekolah telah datang ke kantin.
"Awas kau!" Sasuke memandang Naruto dengan sinis sebelum beranjak pergi meninggalkan Naruto.
"Kau yang seharusnya berhati-hati terhadapku!" teriak Naruto.
Author: Pete
"Na-Naruto… Tahan ya…" Hinata gadis yang selalu merah wajahnya pada saat melihat Naruto berusaha mengobati luka-luka Naruto. Kini Naruto sedang berada di ruang pengobatan, dan Hinata merupakan siswa yang mengurusi tempat pengobatan tersebut.
"Aw," Naruto mendesis.
"Ka-kalian kenapa tidak bisa berhenti ber-bertengkar?" Hinata mencoba mengobati luka Naruto sepelan mungkin.
"Entahlah! Dia yang selalu megangguku…" Naruto mencoba menahan sakit di bagian ujung bibirnya.
"Na-Naruto…" Hinata telah selesai mengobati luka Naruto, dan Naruto beranjak dari tempat tersebut.
Author: Pete
Kediaman Uchiha
"PELAYAN?" Sasuke berteriak dengan keras, dan membuat seluruh pembantu di kediaman Uchiha ketakutan.
" Ada apa denganmu? Datang langsung berteriak seperti itu," Itachi yang merupakan kakak Sasuke tampak sangat sebal dengan hilangnya kedamaian yang tercipta sebelum Sasuke tiba. Itachi mengambil kopi yang berada di atas meja dan meminumnya secara perlahan.
"Diam, Aniki!" Desis Sasuke, dan Itachi hanya memutar kedua bola matanya, tidak peduli pada adiknya dan kembali membaca bukunya.
'Dasar kepala batu,' pikir Itachi. Tapi tunggu, jangan-jangan…
"Apa Uzumaki lagi yang membuatmu kesal dan luka-luka seperti itu?" Itachi tiba-tiba membuka mulutnya kembali. Senyum has Uchiha tiba-tiba menghiasi wajahnya.
"Itu bukan urusanmu dan PELAYAN CEPAT BAWAKAN TAS INI KE KAMARKU!" Sasuke berteriak kembali, dan membuat Itachi memandang Sasuke dengan pandangan tajamnya.
"Ya ampun Sasuke! Apa kau bisa lebih tenang? Suaramu sangat mengganggu," Itachi mendengus kesal. Sasuke tidak memperdulikan Itachi dan hanya berjalan ke arah kamarnya.
Itachi menghela napas ketika melihat tingkah laku adik semata wayangnya. 'Anak muda jaman sekarang…' pikir Itachi menggelengkan kepalanya.
Author: Pete
Sasuke mebanting pintu kamarnya, dan membuat seluruh dinding kamar di sekelilingnya bergetar. Wajah putih halusnya sudah sangat merah. Amarahnya sudah sangat memuncak, dan Dihempaskan badannya ke atas kasur.
'Sial!" Sasuke memandang langit-langit kamarnya dan terus memeras otaknya. Memikirkan untuk memberi pelajaran pada Naruto.
TOK! TOK!
"Siapa?" Sasuke mendengus kesal.
"Ini aku Itachi. Ibu berpesan dia akan segera ke kamarmu ketika pulang nanti. Katanya kamu akan diajak ke sebuah pertemuan dengan teman lama. Owh, dan ibu akan memilihkan baju untukmu, Little brother!" Itachi menjelaskan panjang lebar di balik pintu kamar Sasuke.
"Hn." Jawab Sasuke dengan nada malas.
Author: Pete
"Aku pulang…" Naruto memandang berkeliling dalam rumahnya. Rumah yang besar malah sangat besar untuk tinggal seorang diri. Seluruh perabotan mewah tersedia di sana dengan para pelayan siap untuk dipanggil.
"Aku pulang! Damn it! Tidak adakah orang yang mendatangiku ketika aku pulang?" teriak Naruto, dan akhirnya dia pun tertawa kecut pada dirinya ketika menyadari begitu kesepian dirinya. Mata birunya pun mulai berkaca-kaca.
Naruto megelengkan kepalanya. "Yosh! Semangat Uzumaki!" Naruto berjalan ke arah kamarnya.
'Kau anak pria, mana mungkin kau sedih hanya karena kau sendiri?' pikir Naruto yang mencoba menyemangati dirinya sendiri.
Saat sedang membuka bajunya Naruto mendengar ponselnya berdering. Naruto segera berjalan ke kasurnya dan melihat nomer yang tidak dipercayai akan meneleponnya.
"I-ibu?" Naruto mengangkat teleponnya.
"Baby, sebentar lagi ibu dan ayahmu akan tiba di rumah! Kamu lagi apa?" Naruto masih belum bisa berbicara. Tidak percaya sudah tiga tahun ibu dan ayahnya berpergian kini kembali ke rumah. Kembali ke dalam kehidupannya.
"Aku baru pulang…" Naruto tidak percaya suaranya sudah bisa menyaingi dinginnya suara Sasuke.
"Ah baguslah… Kita akan langsung makan malam. Bersiap-siap, sayang! Ibupun mengundang tamu!" Naruto menganggukan kepalanya, seolah-olah ibunya bisa melihat anggukannya.
"Ya sudah, sampai jumpa ya sayang!" Ibunya pun pamit dan menutup telepon.
Bibir Naruto tiba-tiba tersenyum lebar. Senyum yang benar-benar lebar. Naruto ingin sekali berteriak karena senang. Tanpa disadari dia tertawa dengan keras.
'Aku harus segera bersiap-siap!' seru Naruto pada dirinya.
Author: Pete
Seperti yang telah diberitakan oleh Itachi, beberapa saat kemudian Mikoto yang merupakan ibu Sasuke memasuki kamar Sasuke. Mikoto sibuk mencari pakaian yang pantas untuk anaknya dari balik lemari baju.
"Memang sepenting itukah tamunya?" Sasuke memandang ibunya yang sedang memilihkan baju untuknya.
"Ini adalah acara penting Sasuke," Sasuke memandang ibunya. Ibunya tersenyum dan pergi meninggalkan Sasuke.
"Dan Aniki kenapa tidak ikut?" Sasuke bertanya dengan nada datar.
"Karena dia banyak tugas untuk kuliahnya!" Mikoto tersenyum lembut terhadap anak terkecilnya ini.
Sasuke melipat kedua tangannya di depan dadanya. "Lalu bagaimana denganku? Bukannya akupun harus mengerjakan tugas?"
Mikoto tersenyum penuh pengertian. "Ibu sangat tahu dengan baik jika sekolahmu tidak akan pernah memberikan tugas pada murid-muridnya," kata Mikoto sebelum beranjak pergi dari kamar Sasuke.
Sasuke memandang pintu yang telah ditutup oleh ibunya dengan rapat. 'Sial!' pikir Sasuke.
Author: Pete
Dengan kaos oranye nya, celana jeansnya, dan membuat kesan jauh dari rapih, Naruto tiba di restoran mewah tempat dia akan bertemu dengan ayah dan ibunya. Restoran tersebut didekor dengan bermacam-macam ornamen nuansa klasik, dan hiasan kristal yang begitu banyak jumlahnya.
"Naruto!" Kushina mencium pipi Naruto yang meringis kesakitan ketika baru saja datang menghampiri mereka.
"Ada apa dengan mukamu, Honey?" Kushina melihat muka anaknya dan dari arah belakang muncul Minato yang segera duduk di depan Naruto. Senyum Minato melihat anak semata wayangnya tidak bisa lepas.
"Sudahlah sayang, namanya juga pria. Itu adalah hal yang wajar. Benarkan, Naruto?" kata Minato yang merupakan ayah Naruto, dan Naruto tersenyum lebar, sehingga membuat Kushina memeluk Naruto lebih erat.
"A-Aku tidak bisa bernafas bu," kata Naruto, dan Kushina segera melepas pelukannya ketika menyadari anaknya kehabisan udara.
"Minato? Kushina?" Dari arah belakang mereka terdengar suara. Suara yang sangat dikenal oleh ayah ibu Naruto.
"Fugaku! Mikoto!" Minato berdiri dari kursinya dan pergi ke arah Fugaku untuk berpelukan.
"Dan ini?" Fugaku menunjuk ke arah Naruto.
GRAP!
"Naruto!" Mikoto tiba-tiba memeluk Naruto sama halnya dengan ibunya. Naruto memutar bola matanya dan berpikir 'mengapa wanita senang memeluk?'
Saat pelukan dilepaskan Naruto merasa bersyukur. Akhirnya kedua keluarga itupun duduk dengan tenang. Mereka semua saling berbicara satu sama lain dan saling tertawa. Sampai pada saatnya…
"Ibu?" Naruto membelalakkan mata, begitu juga orang yang dihadapannya. Sasuke tidak percaya orang yang di depannya adalah Naruto.
"Sasuke?" Naruto bertanya bodoh.
"Hn." Sasuke duduk di sebelah ibunya berusaha sejauh mungkin menjauhi bangku Naruto.
"Eh, kalian sudah saling kenal?" Naruto mengangguk pelan ketika ibunya bertanya. Sasuke hanya memutar kedua bola matanya dengan kesal.
"Baguslah kalau begitu! Sini Sasuke duduknya dekat dengan Naruto." Kushina menarik Sasuke ke bangkunya dan mereka bertukar bangku, sehingga Sasuke kali ini duduk bersebelahan di dekat Naruto.
'What the …?' mereka berdua memasang muka cemberut dan kesal. Mereka tidak percaya tidak ada satu pun di sekeliling mereka yang merasakan aura membunuh antara mereka berdua.
Acara makan malam kedua keluarga mereka berdua pun sudah mencapai puncaknya. Kali ini mereka semua kembali berbincang-bincang.
"Begini, aku boleh minta bantuan tidak Fugaku?" Minato bertanya.
"Boleh. Apa yang tidak bagi sahabatku?" kata Fugaku. Naruto dan Sasuke hanya memasang kuping untuk mendengarkan obrolan-obrolan mereka.
"Aku ingin Naruto dititipi di rumahmu selama kami pergi," Minato tersenyum.
'WHAT?' Sasuke dan Naruto tidak percaya dengan apa yang mereka dengar. Beberapa saat sesudah terkejut wajah Sasuke tersenyum licik 'hahaha, ayah pasti tidak memperbolehkan orang memasuki rumahnya sembarangan. Aku tau sifat ayah.'
Naruto yang terkejut pun kali ini tersenyum, 'Ibu pasti tidak mengijinkan aku bersama orang lain, ayah bodoh.'
"Waaah itu boleh sekali. Pasti sangat menyenangkan. Benarkan istriku?" Fugaku tersenyum pada istrinya. Mikoto pun membalas senyum Fugaku dengan senyum yang sangat manis.
"Honey, ibu senang sekali kamu tidak akan kesepian lagi." Kushina tersenyum.
Untuk pertama kalinya kaki mereka berdua terasa sangat lemas. Naruto dan Sasuke seperti terkena serangan jantung. 'Apa ini semua?' pikir mereka berdua.
Sasuke tidak berhenti cemberut saat perjalanan pulang dari makan malam. Rasanya hidupnya sudah sebentar lagi mengingat Naruto sang musuh idiot akan tinggal bersama dirinya.
Biiip… Biiip… Biiip…
Suara ponsel Sasuke berbunyi. Sasuke menghentikan mobilnya di pinggir jalan, tepatnya di bawah lampu penerangan jalan. "Hallo?" Sasuke mengangkat telepon tanpa melihat siapa yang menelepon.
"Sasuke ini aku, Sakura!" Mata Sasuke berubah cerah. Kekesalan kejadian tadi hilang begitu saja mendengar nama Sakura.
"Sakura?" Sasuke tidak bisa menyembunyikan senyumnya.
"I—iya… Aku sudah kembali dari Perancis," senyum Sasuke bertambah lebar. Pacarnya yang menjadi model dari Perancis sudah kembali ke sisinya.
"Kapan kita bisa bertemu?" tanya Sasuke.
"Besok!" dari balik sana bisa dirasakan jika Sakura pun tersenyum.
Sesudah lama berbincang-bincang telepon pun ditutup oleh mereka berdua.
'Akhirnya, ada kabar baik juga untuk ku,' pikir Sasuke.
Author: Pete
Semenjak kejadian itu Naruto dan Sasuke tidak pernah bertengkar. Mereka berpura-pura tidak saling kenal. Mereka seperti saling mengerti untuk membuat orang-orang tidak mengetahui apa yang akan dilakukan keluarga mereka berdua.
Dan tibalah hari tersebut…
Mobil putih limosin berhenti di depan kediaman keluarga Uchiha. Minato dan Kushina disambut oleh pasangan suami istri Uchiha. Naruto yang sedang termenung hanya diam di dalam mobil, hendak tidak mau keluar mobil selamanya.
"Honey, sini keluar!" Naruto mendengus kesal ketika ibunya memanggil. Naruto dengan tas ranselnya keluar dari mobil.
"Auw Naruto!" Mikoto memeluk kembali Naruto yang hanya tersenyum meratapi nasibnya.
"Mana Sasuke?" Kushina bertanya pada Mikoto yang sudah melepas pelukannya.
"Dia pergi keluar, dari kemarin dia menjadi senang sekali keluar." Mikoto menjelaskan panjang lebar. Naruto hanya bersyukur Sasuke tidak ada di rumah, sehingga dia bisa tenang untuk beberapa saat.
"Ayo sini Naruto, kita akan tunjukkan tempat dimana kamu akan tidur!" Naruto ditarik oleh Mikoto, dan mereka berjalan menuju lantai dua. 'Rumah yang cukup besar.' Pikir Naruto.
Mikoto membuka pintu kamar, dan memperlihatkan kamar yang membuat mulut Naruto ternganga. 'Pink?' pikir Naruto yang ingin sekali pingsan di saat seperti ini. 'Aku pasti mimpi?' Naruto mencubit pipinya dan membuat Mikoto heran.
"Kenapa? Naruto tidak suka, ya?" Suara Mikoto terdengar sedih, dan membuat Naruto tidak bisa mengelak dan hanya akan berbohong pada Mikoto.
"Tidak, aku suka kok, terima kasih," kata Naruto.
'Why me?' Naruto menangis dalam hati.
Author: Pete
"Kamu mau yang mana Sasuke?" Sakura menawarkan ice cream pada Sasuke.
Biiip… Biiip… Biiip…
'Aniki?' pikir Sasuke.
Sasuke mengangkat ponselnya. "Hallo, ada apa Aniki?" Sasuke bertanya langsung, kesal kencannya terganggu.
"Ayah menyuruhmu pulang. Teman kecilmu sudah tiba di rumah!" terdengar di seberang sana Itachi tidak bisa menyembunyikan senyum jahatnya.
"Aniki bisakah ka—"
Piiiiip….
Itachi memutuskan sambungan telepon, dan membuat Sasuke ingin membanting ponsel ke wajah kakaknya sekarang juga. Sasuke mebayangkan neraka sudah ada di hadapannya. 'Chk,' pikir Sasuke.
Beberapa saat kemudian Sasuke pun kembali fokus terhadap Sakura. "Sakura maaf, ayahku memanggilku…" kata Sasuke, dan membuat Sakura tersenyum. Sasuke membalas senyumannya, dan sebelum pergi meninggalkan Sakura, Sasuke mencium pipi Sakura dengan lembut.
"Sampai jumpa lagi sayang, setelah masalahku selesai aku akan segera meneleponmu," kata Sasuke, dan Sakura mengangguk dengan senang.
Author: Pete
"Naruto kita pergi… Jaga diri baik-baik ya?" kata Minato sambil memeluk anak semata wayangnya. Naruto ingin sekali mencegah mereka pergi, tetapi Naruto tidak mungkin melarang kedua orangtuanya untuk bekerja.
Sepasang suami istri pun masuk ke dalam mobil dan meninggalkan anak semata wayangnya yang memasang wajah dengan sangat sedih. "Sebenarnya aku tidak tega…" Kushina menangis dipelukan Minato saat di dalam mobil.
"Sudahlah sayang, pasti dia akan baik-baik saja," kata Minato sambil mengelus rambut Kushina.
"Mudah-mudahan semua akan baik-baik saja," kata Kushina.
Minato tersenyum kecil. "Tentu saja sayang."
Author: Pete
"Ayo masuk ke dalam Naruto, kau mau kue? Aku baru saja membuat kue," kata Mikoto yang bertekad akan membuat Naruto merasa nyaman di rumah mereka.
Naruto kembali tersadar dari lamunannya, dan memandang Mikoto dengan senyuman yang sangat manis. "Tentu sa—"
CKIIIT…
Mobil Sasuke baru saja tiba di depan kediaman Uchiha. Sasuke keluar dari mobil dengan senyuman yang menyebalkannya. Naruto yang hendak akan mengikuti Mikoto ke dalam rumah menghentikan langkahnya. Memandang Sasuke yang kini menghampirinya.
"Kau tidak malu untuk menumpang hidup di tempat musuhmu?" Sasuke tersenyum sinis.
"Apa maksudmu Sa—"
"Tidak usah membalas, aku tidak mau mendengar ucapanmu," kata Sasuke sambil menabrak bahu Naruto dan meninggalkan Naruto yang sudah sangat kesal.
Author: Pete
Setelah mencicipi kue buatan Mikoto, Naruto lebih memilih masuk ke dalam kamarnya. Melihat dekorasi kamarnya, Naruto kembali menghela nafas. Naruto berjalan ke kasur dan merebahkan badannya.
Diambilnya dompet dari saku celananya. Dipandangnya foto yang berada di dalam dompetnya tersebut. Naruto memandang foto tersebut dengan seksama. 'Ayah, ibu…,' pikir Naruto.
"Huff," Naruto melempar dompet beserta foto tersebut ke pinggir kasur.
Author: Pete
Tidak disadari Naruto tertidur dengan sangat lelap, dan terbangun ketika ketukan pintu terdengar dari balik kamarnya. Naruto membuka matanya dan beranjak dari kasur untuk membuka pintu kamar.
"Na-Naruto—" Suara Mikoto bergetar memandang anak di depannya, dan wajahnya tampak sangat pucat.
"Ada apa? Tante kenapa?" tanya Naruto sambil memandang wanita di depannya dengan wajah heran. Naruto sudah merasakan perasaan yang tidak enak tentang kehadiran Mikoto di depan kamarnya.
"A-ayah dan i-ibumu… Minato dan Ku-Kushina mengalami kecelakaan pesawat… Tidak ada satupun dari mereka berdua yang ditemukan jenajahnya.." Naruto tidak bisa berbicara. Kakinya terasa lemas.
"Apa maksudmu? Jangan main-main!" teriak Naruto pada Mikoto.
Mikoto memeluk Naruto dan membuat baju Naruto basah terkarena air mata.
"Jawab! Jangan bercanda!" teriak Naruto.
Mikoto melepaskan pelukannya, dan dengan enggan dia pun menggelengkan kepalanya. "Aku tidak bercanda," kata Mikoto dengan tangisan yang semakin menjadi.
Naruto menggelengkan kepalanya, dan Naruto pun terjatuh ke atas lantai, kakinya sudah sangat lemas karena mengetahui ayah dan ibunya telah tiada.
'Kalian sangat keterlaluan,' pikir Naruto dan tubuhnya sudah sangat bergetar.
"Keterlaluan!" teriak Naruto dan tangisan Naruto pun terdengar di seluruh kediaman Uchiha.
"Naruto…," lirih Mikoto.
"Kalian keterlaluan! Ibuku tidak mungkin mati! Ayahku juga!" teriak Naruto dengan penuh emosi, dan kepalanya mulai terasa sakit karena berita yang diberitakan oleh Mikoto begitu sangat keterlaluan.
Mikoto berjongkok dan memeluk Naruto dengan erat. "Naruto tenang, kau masih mempunyai kami, meskipun kami bukanlah kedua orang tuamu, tetapi kami akan mencoba memperlakukanmu seperti anak kami sendiri," kata Mikoto.
Naruto tidak menjawab, dia terdiam, tidak bisa berkata-kata dan pikirannya pun menjadi kosong. 'Tuhan, ini mimpi kan?' pikir Naruto.
Author: Pete
Ini adalah hari ketiga setelah kematian orang tua Naruto telah beredar ke seluruh penjuru dunia. Bahkan ini pun adalah ketiga harinya jasad kedua orang tua Naruto belum berhasil ditemukan. Seluruh keluarga Uchiha dan Naruto berkumpul di ruang keluarga. Mereka semua sedang berdiskusi mengenai pengasuhan Naruto.
"Jadi apa yang akan kita lakukan?" tanya Fugaku memegang pundak Naruto, tetapi Naruto hanya tetap berdiam diri.
"Naruto?" Itachi bertanya.
Naruto tetap terdiam…
Semua sibuk membujuk Naruto, tetapi hanya satu orang yang tidak terlihat bersedih. Satu orang yang tersenyum memandang Naruto melihat ini semua. Satu orang yang sangat senang melihat kekalahan Naruto.
Sasuke Uchiha…
"Tuan, Nyonya, pengacara keluarga Uzumaki - sama telah tiba,"pelayan tersebut membawa seseorang yang sudah paruh baya di belakangnya.
"Mhm Tuan Hatake. Selamat datang! Silahkan duduk," Fugaku berbicara sopan.
"Terima kasih!" Kakashi duduk dan segera membuka kertas-kertas yang dibawanya.
"Jadi, bagaimana masalahnya?" tanya Fugaku.
Kakashi membersihkan tenggorokannya. "Tuan dan Nyonya Uchiha. Di sini tampak ada yang aneh. Tuan Uzumaki-sama tidak akan mendapatkan sepeser pun dari kekayaan orang tuanya." Kakashi tanpa basa-basi langsung berbicara ke topik permasalahan.
"A-apa maksudnya?" Mikoto memandang Naruto yang masih saja terdiam. Sasuke yang mendengar ini semua tersenyum menang.
"Uzumaki-Sama jatuh miskin." kata Kakashi, dan jika Fugaku, Itachi, dan Mikoto bukanlah bermarga Uchiha maka matanya akan terbelalak cukup lama.
'Rasakan kau, idiot! Meski aku tidak menghukummu, tetapi Tuhanlah yang menghukummu!' pikir Sasuke sambil mendengus jijik memandang Naruto.
"Terus bagaimana?" Itachi angkat bicara karena orang di sekelilingnya hanya berdiam diri tanpa berbicara.
"Sebenarnya ada satu cara agar Uzumaki-sama tidak jatuh kekayaannya. Naruto harus segera menikah. Itu yang tertulis di surat wasiat yang telah dibuat oleh pasangan Uzumaki," kata Kakashi, dan membuat Fugaku maupun Mikoto saling bertatapan.
Sasuke kembali tersenyum, 'Darimana si Dobe dapat cewek? Hahaha' Pikir Sasuke.
"Naruto? Apa kau sudah punya—"
"BELUM!" Sasuke menjawab sangat semangat. Itachi mengangkat sebelah alisnya.
Fugaku dan Mikoto mengangguk mengerti.
"Baiklah itu saja yang saya bisa bantu. Mudah-mudahan tuan dan nyonya Uchiha-sama bisa mendapatkan jalan keluarnya," Kakashi beranjak dari tempat duduknya dan berpamitan.
Sasuke dan Naruto sudah kembali ke kamar. Kali ini tinggalah ketiga keluarga Uchiha. "Apa akan berhasil?" Mikoto bertanya terhadap suaminya.
"Entahlah… Kita coba saja dulu," Fugaku tersenyum memandang Itachi yang hanya mengangguk.
' Selama adik kecil ku masih hidup, tampaknya Naruto akan kesulitan untuk menemukan calon pendampingnya,' pikir Itachi. Tapi inilah yang akan membuat seluruh kehidupan ini semakin menarik.
BERSAMBUNG...
Yeay selesaaaaiiiii hehehehe... Yah maaf kalau masih ada typo... hehehe... Maklum pemula... Owh iya... tolong reviewnya ya hehehe...