C/N : Hola! Ini adalah chapter terakhir dari 'The Land of Undead'. Betul. Hiks. Akhirnya, setelah berminggu-minggu menulis cerita ini, akhirnya kelar juga. Hiksu. Sedih, nih. Oiya, mau nanya, nih. Sebenernya mengulang pertanyaan di chapter sebelumnya. Mau sequel? Hehehe. Untuk keterangan lebih lanjut mengenai pertanyaan ini, coba baca review reply sama note dari gue paling terakhir.

Disclaimer : Kazuki Takahashi yang punya karakternya. Ceritanya? Murni hasil pemikiran gue dan Sora. Sama sedikit ter-influence Resident Evil. Buktinya ada penggunaan Magnum disini. Eits. Ini bukan Magnum es krim!

Warning : Characters's death, penggambaran yang sedikit annoying, gore, blood, dan… Kayaknya itu aja, sih. Hohoho.


--- Chapter 10 : Escape ---

--- Add : Epilogue ---

Lelah.

Itulah yang dialami oleh mereka yang berhasil keluar dengan selamat dari Kaiba Mansion. Lelah secara fisik, maupun pikiran. Sudah cukup mereka melihat adegan mengerikan tubuh teman-teman mereka terkoyak, tercabik, dan dikunyah dengan begitu mengerikannya oleh para zombie. Sudah cukup mereka terus dihantui rasa ketakutan dan was-was setiap saat. Sudah cukup. Mereka bertekad hari ini adalah hari terakhir mereka berada di Domino. Esok akan menjadi hari baru bagi semuanya untuk memulai kehidupan yang lebih tenang dan tanpa gangguan apapun. Bahkan, Seto sudah memutuskan untuk membatalkan misi menghidupkan kembali Mokuba. Yang telah tiada hendaknya tetaplah tiada. Ia tidak boleh menentang keinginan Tuhan.

Berbicara tentang Seto, sang CEO bermata biru lazuli itu sekarang sedang duduk di kursi penumpang di samping Yami. Sepupunya itu sedang sibuk menyetir mobil, mengitari kota hingga waktu yang pas sampai helikopter datang menjemput. Seorang pemuda berambut pirang duduk di atas pangkuan Seto dengan kepala menyandar pada dada bidang sang CEO. Mata cokelat madu sang pemuda terpejam, menandakan pemiliknya sedang tertidur pulas. Seto hanya tersenyum kecil sambil merapikan beberapa helai rambut pirang Jou yang berantakan. Ia sangat bersyukur berhasil menyelamatkan Jou tepat waktu. Ia sudah kehilangan Mokuba dan ia tidak mau kehilangan belahan jiwanya ini. Tidak untuk yang kedua kalinya. Ia bersumpah akan menjaga Jou walau harus mengorbankan nyawanya sendiri.

"Seto," panggil Yami dari kursi pengemudi. Mata merah rubinya masih menatap lurus ke jalanan. "Boleh aku tanya sesuatu?"

"Apa?"

"Sebenarnya, apa hubunganmu dengan Jou? Sepertinya kalian berdua tampak begitu… akrab." tanya Yami pelan. Ia melirik sedikit melalui ekor matanya untuk melihat reaksi sepupunya itu.

Seto agak ragu untuk menjawabnya. Ia dan Jou sudah sepakat untuk tidak membeberkan hubungan mereka ke muka publik untuk menghindari gosip dan terpaan pertanyaan dari wartawan. Bahkan, mereka sampai merahasiakan hubungan mereka dari sepupu Seto karena khawatir akan terendus oleh wartawan. Selain itu, merahasiakan hubungan ini juga dilakukan karena Seto tidak mau kalau saingan bisnisnya tahu ada 'obyek' baru yang bisa digunakan untuk memeras Seto. Ia tak sanggup membayangkan bila Jou mendapat jatah penculikan seperti Mokuba. Awalnya Seto ingin mengelak dari pertanyaan Yami, namun rasanya sudah percuma. Nasi sudah menjadi bubur. Lagipula, Yami adalah orang yang bisa menjaga rahasia. Tak ada salahnya ia memberitahu ilmuwan sekaligus sepupunya itu.

"Katsuya… Kami berdua dulu sepasang kekasih, Atem." sahut Seto pelan. Jemarinya yang panjang masih sibuk mengelus rambut pirang lembut milik kekasihnya. Secercah senyum tipis tampak menghiasi wajah dingin sang CEO.

"Sudah berapa lama?" Yami kembali bertanya. Sudah ia duga, sebetulnya. Sejak keduanya bertemu untuk pertama kalinya di tempat penelitian di seberang danau. Sikap keduanya bagaikan sepasang suami-istri yang sedang bertengkar. Mungkin, untuk kasus kali ini adalah sepasang suami-suami.

Seto mengangkat pundak lalu berkata, "Tidak tahu. Rasanya sudah begitu lama, aku bahkan sudah tidak menghitung lagi berapa lama kami bersama."

Yami terkekeh pelan saat mendengar perkataan Seto. Memang cinta bisa membuat waktu bagaikan melayang. Awalnya bertemu, entah kenapa tiba-tiba sudah sampai saat dimana harus berpisah. Cinta bisa membutakan segalanya, termasuk indera manusia untuk merasakan pergantian waktu. Dengan cinta, dunia serasa milik berdua. "Aku benar-benar tidak pernah menyangka kau bisa jatuh cinta, Seth." ucap Yami, masih tersenyum.

Seto sendiri ikut tersenyum, bahkan tertawa pelan bersama Yami. "Ya. Sebelum aku bertemu dengan Katsuya, aku juga tidak percaya aku sanggup jatuh cinta. Tapi, takdir berkata lain."

Baru saja Yami membuka mulutnya untuk bertanya tentang pertemuan mereka, terdengar suara mesin. Sama persis seperti yang didengar Yami dan Yugi saat menerima pesan balasan dari pusat. Sepertinya suara itu cukup mengganggu orang-orang di kursi belakang yang sedang tertidur. Karena, sedetik kemudian satu demi satu anggota yang lainnya terbangun dengan muka kusut dan kesal.

"Bunyi brengsek apa itu?" tanya Bakura kesal sambil mengantuk. Terlihat sekali dari ekspresinya kalau ia siap untuk menghancurkan benda sialan yang telah mengganggunya tidur. Ingin sekali rasanya pistol ditangannya ia gunakan untuk melubangi sumber bunyi itu.

"Sepertinya itu bunyi laptop…" gumam Yugi, masih mengantuk. Ia mengusap-usap matanya yang mengantuk sambil mengeluarkan laptop dari tasnya. "Sepertinya ada pesan lagi dari pusat."

Seto mengambil laptop tersebut dengan susah payah karena Jou yang masih terlelap di pangkuannya. Sepertinya pemuda berambut pirang itu begitu kelelahan. Hati-hati, Seto membuka laptop yang sempat ia hibernate dan membuka e-mail yang masuk. Benar kata Yugi. Sebuah pesan baru saja sampai dan itu merupakan pesan dari asisten terpercayanya, Isono.

Mr. Kaiba Seto

Melalui pesan ini, saya ingin memberitahukan bahwa helikopter jemputan akan saya percepat kedatangannya. Saat ini saya dan pilot sedang berada di dalam helikopter menuju Domino, lebih tepatnya puncak gedung Kaiba Corporation. Mungkin sekitar dua jam lagi kami sampai. Hal ini disebabkan karena berita yang diungkapkan oleh pemerintah PBB untuk memusnahkan daerah karantina. Sekitar dua setengah jam lagi, misil akan diluncurkan ke jantung kota untuk menghancurkan segala penghuninya. Para penjaga di daerah perbatasan sudah ditarik mundur. Saya berharap Anda dan rekan-rekan Anda bisa segera mencapai Kaiba Corporation.

Dengan hormat,

Isono

"… Domino akan dihancurkan…" gumam Seto. Ia masih mengalami shock setelah menerima e-mail dari Isono. Akhirnya pemerintah sudah habis kesabarannya. Mereka mengambil keputusan sendiri dan memutuskan untuk meluluhlantakkan kota Domino, meratakan kota yang semula subur dan menjadi rumah bagi puluhan ribu orang dengan tanah.

"Dihancurkan?! Apa maksudmu, Kaiba?" tanya Malik panik. Matanya yang mengantuk sudah membelalak lebar saat mendengar berita itu. "Be... Berarti kita harus segera mencari pertolongan!"

"Tapi, helikopter yang menjemput baru akan sampai sekitar lima jam lagi!" balas Yami, tak kalah paniknya. Saat itu, semua orang di dalam mobil mendadak kalut dengan berita menghebohkan itu. Kecuali Jou yang masih tidur pulas.

"Tidak. Isono bilang, ia sudah ada di dalam helikopter saat mengirim pesan ini. Ia bilang, sekitar dua jam lagi dia akan sampai di puncak Kaiba Corp." kata Seto. Ia menutup kembali laptopnya dan menyerahkannya pada Yugi. "Atem, arahkan mobil ke perusahaan. Kita harus sampai ke helipad sebelum helikopter datang."

"Baik!" Yami langsung menginjak pedal gas dan melajukan mobil menuju Kaiba Corporation. Semoga tidak ada penghalang yang berarti kali ini.

Semoga…

XXX

Kaiba Corporation. Gedung tinggi menjulang yang menjadi kebanggaan penduduk Domino. Perusahaan pengembangan teknologiyang begitu terkenal hingga ke luar negeri, serta memiliki berbagai cabang di kota-kota besar. Bisnisnya begitu menjanjikan sehingga menjadi santapan empuk para pemain saham. Sahamnya yang begitu stabil selalu menjadi primadona di bursa saham. Bahkan, tak jarang pula banyak perusahaan yang ingin menjadi satu dengan Kaiba Corp untuk menambah keuntungan. Tak ada perusahaan yang berani menghalangi jalur perusahaan maju tersebut, kecuali para perusahaan yang mau cari mati.

Perusahaan itu akhir-akhir ini sedang berkonsentrasi pada bidang kedokteran. Banyak Sekali teknologi yang telah mereka temukan untuk mengembangkan pengetahuan di bidang ilmu kedokteran. Tak jarang pula obat-obatan juga mereka kembangkan. Ambisi terbaru dari perusahaan ini adalah mengembalikan kehidupan. Misi yang harus memakan korban satu kota penuh dan mendapat kecaman keras dari pihak pemerintah dunia serta masyarakat. Akibatnya, saham Kaiba Corp untuk pertama kalinya turun drastis. Membuat beberapa cabang harus ditutup dan menyisakan sedikit cabang yang dibuka. Pemberhentian kerja terpaksa dilakukan oleh pengelola perusahaan untuk mengimbangi pemasukan mereka yang mulai menurun. Namun, itu semua berubah saat Kaiba Seto, sang CEO Kaiba Corp, memutuskan untuk membuka penelitian lebih lanjut mengenai Domino. Ia berjanji pada pemerintah dan masyarakat untuk mengembalikan kota mati itu menjadi seperti sediakala.

Sayang, janji itu sepertinya akan segera menguap dalam hitungan jam.

"Kita sudah sampai." kata Yami sambil menghentikan mobil. Saat ini, mereka berada tepat di depan pintu masuk Kaiba Corp. Beruntung, tidak ada satupun zombie di sekitar situ. Entah mereka harus senang atau justru panik. Sungguh, keadaan di sekitar gedung begitu mengerikan. Bahkan tidak ada satupun zombie yang tampak dalam radius seratus meter. Ada apa ini?

"Aku punya firasat buruk..." gumam Bakura pelan saat melangkahkan kaki keluar mobil. Persenjataannya mulai ia persiapkan. Bahkan, tangannya sekarang menggenggam sepucuk magnum, pistol super dengan efek tembakan yang hampir sama dengan shotgun. Rafael yang melihat gerakan Bakura juga ikut mengeluarkan magnum-nya.

"Ayo." bisik Rafael pelan. Ia memimpin rombongan kecil mereka paling depan. Sayangnya, sang sniper berambut pirang ini lengah.

Sesosok zombie yang tinggal setengah badan tegeletak tak jauh dari tempatnya berdiri. Mencium wangi daging segar yang begitu dekat dengan penciumannya membuat sang zombie langsung terbangun dari tidur sesaatnya. Giginya yang kotor dengan bekas darah tampak menyeringai. Tangannya yang kotor dan berlumuran darah kering menyambar pergelangan kaki Rafael dan langsung menggigit kaki sang sniper hingga putus.

"AAARRRGGGHHH!!" Jeritan Rafael menggema hingga ke langit-langit lobi perusahaan yang tinggi menjulang. Tubuh tinggi tegap Rafael langsung tumbang ke lantai marmer berlumuran darah, sementara zombie itu terus mengunyah penggalan kaki yang sempat ia koyak paksa. Suara gigitan dan decak nikmat dari zombie tersebut membuat semuanya merasa jijik.

Rafael sendiri mengumpulkan sebagian tenaganya untuk mengarahkan magnum-nya tepat ke kepala sang zombie. Hanya butuh satu tembakan untuk menceraiberaikan isi kepala zombie keparat itu.

"Rafael..." Bakura mulai berjalan hati-hati ke arah Rafael yang masih terkapar tak berdaya. "Kau... Kau sudah..."

"Aku tahu, Bakura." balas Rafael. Napasnya tersengal-sengal dan penglihatannya mulai mengabur. Bahkan, kulitnya yang semula berwarna kecokelatan malah berubah menjadi pucat. Warna merah darah mulai mendominasi matanya. "Bunuh aku sekarang."

Sang sniper berambut putih mengarahkan baretta-nya ke arah Rafael. Tak lama kemudian, ia menarik pelatuknya dan membunuh rekannya sendiri.

Sementara itu, Yami tampak memperhatikan mayat zombie tersebut dengan seksama. Dahinya mengerenyit, seperti berpikir keras. "Ada yang aneh dengan jasad zombie ini..." gumam sang ilmuwan. Ada sedikit nada kekhawatiran dalam kalimatnya barusan.

"Apa maksudmu?" tanya Malik, mulai ketakutan. Ia tahu ada yang tak beres sejak memasuki gedung.

"Tubuh bagian bawahnya telah dimakan oleh sesuatu." kata Yami sambil menunjuk zombie tersebut. Memang, bagian perut ke bawah dari zombie itu tidak ada. Yang ada hanya beberapa lapis daging yang masih menggantung menjijikan dari tempat dimana pinggang seharusnya ada. Bekas cakaran yang begitu besar sepertinya telah berhasil membuat zombie ini terbelah menjadi dua.

"Mungkin sesama zombie memakannya." tebak Jou. Sang fotografer itu sudah mulai pulih kembali kewarasannya. Namun, ia tetap tidak mau terpisah dari Seto. Tangannya masih melingkar dengan begitu erat pada lengan sang CEO. "Aku sering lihat di jalanan para zombie memakan sesamanya. Kanibal." lanjut Jou.

"Tapi, bekas lukanya tidak sama dengan zombie-zombie yang pernah kita lihat." balas Yami. Ia sekarang berlutut di samping jenazah tersebut dan mengamatinya. Bakura yang penasaran juga mulai mendekat dan mengamati sosok mengenaskan tersebut. "Bahkan, kalau diperhatikan, banyak sekali potongan-potongan tubuh zombie berceceran disini..."

Benar kata Yami. Di lobi Kaiba Corp begitu banyak potongan-potongan tubuh zombie yang berceceran. Entah itu tangan, jari, kaki, atau kepala yang hancur. Organ-organ dalam seperti usus, hati, dan lain-lainnya juga tampak menghambur berceceran di lobi tersebut. Seolah-olah dulu di tempat itu sempat terjadi pembantaian besar-besaran pada zombie-zombie itu. Sesuatu yang lebih besar dan lebih cepat, juga lebih mengerikan. Mungkin itu alasan para zombie tidak mau mendekat ke gedung ini. Mereka takut dimangsa seperti rekan-rekannya. Monster macam apa yang mendiami gedung itu?

"Yami... Kau ingat dengan percobaan pertamamu?" tanya Bakura pelan. Tangannya menggenggam dengan erat senapan laras panjangnya.

Yami mengangguk pelan. Ia mulai mengerti apa yang dimaksud Bakura. "Mungkin... 'Dia' yang membunuh zombie-zombie ini untuk makanannya."

Bakura mengangguk pelan. Bibir bawahnya ia gigit. "Lebih baik kita segera ke puncak. Aku tidak mau ambil resiko harus bertemu dengan makhluk semacam itu."

Yang bisa Yami lakukan hanyalah membalas ajakan Bakura dengan anggukan. Ia langsung menarik Yugi dan berlari menuju lift terdekat.

"A… Apa sebenarnya yang kalian bicarakan?" tanya Yugi. Mata violetnya menyiratkan ketakutan yang amat dalam. Ditatapnya Bakura dan Yami yang bermuka pucat. "Apa sebenarnya yang ada di dalam gedung ini?!" desaknya. Ia ingin penjelasan sekarang juga.

"... Kau ingat dengan cerita mengenai percobaan pertamaku?" tanya Yami pelan. Ia melirik Yugi yang masih berdiri di sampingnya. Beruntung mereka sudah di dalam lift dan sedang menuju ke lantai atas. Sang ilmuwan melihat Yugi mengangguk pelan. "Aku dan Bakura curiga kalau percobaan itulah yang memangsa zombie-zombie itu disini."

"Dan kami curiga ia masih ada di dalam gedung." sambung Bakura yang kemudian mendapat tanggapan berupa jerit pelan Yugi dan Malik. Jou dan Seto hanya bisa membelalak dan mempererat genggaman tangan mereka pada masing-masing. "Makanya, lebih cepat kita sampai ke puncak gedung, lebih baik. Akan jauh lebih aman bila kita menunggu di atas daripada berisiko diterkam oleh monster itu."

Baru saja Bakura selesai berbicara, terdengar raungan mengerikan yang menggelegar. Semua yang ada di dalam lift langsung terdiam, terpaku, dan tak berani bergerak. Suara raungan itu terdengar begitu mengerikan hingga menggetarkan tulang-tulang mereka. Tak berani mereka membayangkan wujud monster itu. Perlahan-lahan, gema raungan tersebut menghilang dan lenyap sama sekali. Yugi, Yami, dan yang lainnya saling berpandangan dengan keringat dingin mengucur deras di pelipis mereka. Apa monster itu tahu ada daging-daging segar di dalam area kekuasaannya?

Belum sempat salah satu dari mereka bereaksi, terdengar bunyi debaman yang begitu keras dari atas atap lift, seperti sesuatu yang berat dijatuhkan ke atap lift.

"A... Apa itu?!" tanya Malik panik. Matanya menatap liar ke arah atap lift, mencoba mencari tahu apa yang sebenarnya ada di atas mereka. Sayang, atap baja lift tidak membiarkan sedikitpun penglihatan mereka bisa menembus sosok mengerikan yang ada di atas sana. Namun, pertanyaan penuh ketakutan tersebut cukup terjawab dengan raungan dan geraman mengerikan yang berasal dari monster tersebut.

"Sial...!" rutuk Bakura kesal sambil mengokang senapannya. Yami dan Seto mulai mengeluarkan senjata masing-masing, begitu pula dengan Jou, Yugi, dan Malik. Sang sniper andalan Kaiba Corp mulai mengarahkan senapannya ke langit-langit lift, tepat saat monster itu mulai memukul-mukul atap lift dengan brutal.

Berkali-kali sang monster memukul-mukulkan tangannya yang besar ke atap lift, mencoba untuk menghancurkan atap baja tersebut untuk menggapai mangsanya. Karena gerakannya tersebut, berkali-kali lift terguncang dan berhenti sesaat sebelum melanjutkan perjalanannya menuju puncak. Merasa tidak ada hasil dengan memukul-mukul saja, sang monster mulai menggunakan kuku-kukunya yang tajam dan merobek lapisan baja lift tersebut.

Yugi menjerit histeris saat ia melihat sosok mengerikan monster itu dari sela-sela lubang yang tercipta, hasil cakaran monster itu. Sekujur tubuh monster itu sudah tidak dilapisi oleh kulit sedikitpun dan malah menunjukkan daging berwarna merah keunguan, seperti daging yang sudah membusuk. Mulutnya yang tanpa bibir tampak begitu mengerikan dengan deretan taring panjang dan tajam berwarna kekuningan. Bercak darah yang telah mengering serta beberapa juntai daging yang baru ia koyak tampak menghiasi gigi-giginya. Monster ini sudah tidak memiliki hidung lagi. Sebagai gantinya, sepasang lubang kecil berada di atas mulutnya untuk pernapasan. Matanya yang merah menyala tampak tertutupi oleh seonggok otak merah dengan cairan berwarna kehijauan. Otak dan daging sang monster sudah tidak bisa dibedakan lagi warnanya. Sepertinya, otak dan daging sudah menjadi satu kesatuan pada tubuh sang monster. Lalu, tubuhnya begitu besar. Mungkin, tingginya sekitar dua meter lebih. Kuku tangan dan kakinya begitu tajam. Betul-betul mesin pembunuh yang luar biasa.

Monster itu kembali meraung sebelum mencakar atap lift sekali lagi. Kali ini, lubang yang ia ciptakan cukup besar sehingga salah satu tangannya bisa masuk ke dalam lift. Melihat tangan mengerikan penuh cakar seperti itu membuat Seto dan yang lainnya merunduk. Mereka merapat pada dinding lift dan berusaha serendah mungkin sementara tangan itu masih menggapai-gapai.

"Kita harus melakukan sesuatu, Seto!" seru Yami panik. Ia terpaksa berteriak karena suara geraman dan erangan dari monster itu terus sahut menyahut. Belum lagi suara tembakan dari Bakura ikut memekakkan telinga mereka. Beruntung, tembakan terakhir mengenai monster itu dan melukai otot lengannya dan membuatnya terpaksa menarik mundur tangan yang cedera.

"Kita tidak boleh diam disini terus." timpal Bakura dengan napas tersengal-sengal. Ketegangan yang beruntun membuat adrenalinnya mengalir begitu deras. Belum lagi rasa kepanikan yang ada. "Kalau kita pakai lift ini untuk sampai puncak, itu sama saja dengan mengantar monster ini pada helikopter. Kita harus pindah lift, dan cukup jauh."

"Kita bisa gunakan lift pribadiku." usul Seto. "Jaraknya cukup jauh dari lift yang ini. Selain itu, liftku lebih cepat dari lift ini."

Yami menjentikkan jarinya. Ia merangkak menuju panel tombol lift untuk menekan rem darurat pada lift. Begitu sang pemuda bermata merah rubi itu berhasil, lift perlahan-lahan mulai berhenti. "Malik, Yugi, Jou!" panggil Yami. "Bantu aku membuka pintu liftnya! Kita keluar dari sini dan kita lari sampai ke lift Seto."

Tanpa perlu dikomandoi dua kali, tiga orang yang dipanggil barusan langsung berdiri dari tempat mereka terduduk dan membantu Yami membuka pintu lift. Sementara itu, Seto dan Bakura sibuk menembaki monster itu. Diluar dugaan, monster itu begitu gesit sehingga peluru-peluru yang dimuntahkan oleh Seto dan Bakura terbuang percuma. Namun, dua orang itu tidak menyerah. Mereka terus menembaki monster tersebut untuk membeli waktu para rekannya membuka pintu.

"BERHASIL!!" seru Yami gembira. "Seto! Bakura!! Cepat keluar!!"

Seto langsung menyarungkan pistolnya dan berbalik menuju pintu. Ia membantu Jou untuk keluar sebelum meraih uluran tangan Yami dan menarik dirinya sendiri keluar. Sang CEO kemudian membalikkan tubuhnya dan mengulurkan bantuan kepada Bakura yang masih tertinggal di dalam lfit. "Bakura!! Ayo!!" panggilnya.

Bakura menatap uluran tangan yang diberikan Seto dan mata sang CEO. Ia kemudian menatap wajah-wajah rekan yang telah berhasil sampai sejauh ini. Sedikit sekali. Dulu, mereka datang ke Domino dengan jumlah jauh lebih banyak dari ini. Sekarang, hanya lima orang yang berhasil selamat sampai sejauh ini. Rasanya angka lima begitu sedikit dibandingkan angka puluhan di awal misi. Beginilah misi. Begitu banyak orang yang datang, tapi hanya segelintir yang berhasil kembali. Apakah ia termasuk yang selamat? Bakura kembali mengingat bagaimana Ryou, pemuda berambut putih tambatan hatinya. Memang, baru sebentar ia bertemu dengannya, namun ada perasaan aneh yang membuatnya tak sanggup melupakannya. Cinta, kah? Suka, kah? Apapun itu, Bakura merasa senang sudah bisa merasakan perasaan menggembirakan seperti itu. Ia tak akan pernah melupakannya. Tak akan. Kembali matanya menatap uluran tangan dari Seto dan berganti menatap monster yang semakin liar merobek atap lift. Kalau ia ikut kabur bersama yang lainnya, monster ini pasti bisa keluar dari dalam lift dan mengejar mereka. Kecil kemungkinan bagi mereka untuk selamat dari serangan monster ini. Harus ada yang ia lakukan.

Tanpa basa-basi, Bakura langsung menekan tombol lift untuk menggerakkan kotak baja tersebut. Kali ini, tujuannya adalah ke bawah. Ia akan membawa monster itu menjauh dari tujuan teman-temannya.

"Bakura!! Apa yang kau lakukan?!!" seru Seto panik saat lift bergerak semakin menurun. "Raih tanganku, Bakura!"

Sebuah senyuman penuh kesedihan. Itulah yang Bakura berikan kepada Seto dan teman-teman seperjuangannya sebelum pintu lift menutup. Ia bisa mendengar jerit putus asa teman-temannya. "Semoga kalian bisa keluar dari kota ini dengan selamat." bisik Bakura lirih.

Ia kembali berkonsentrasi dengan monster yang masih sibuk mengoyak atap baja lift tersebut. Ditatapnya senapan yang ia genggam. Amunisinya tinggal sedikit. Magnum masih terisi penuh, tapi ia tak yakin bisa menghabisi monster itu dalam jarak sedekat ini. Kemudian, matanya mendarat pada sebuah granat tangan. Ya... Ia bisa menggunakan ini. Bakura mencari-cari kebradaan granat lainnya, hingga akhirnya ia berhasil menemukan total tiga granat pada persediaannya. "Tiga sepertinya cukup untuk membunuhnya…" gumam Bakura pelan.

Sang sniper berambut putih itu duduk di salah satu pojok lift sambil terus memandangi sosok monster di atasnya. Sudah cukup besar lubang yang ia ciptakan. Mungkin, sebentar lagi monster itu akan memaksa masuk ke dalam lift dan memangsanya. Bakura mengeluarkan sekotak rokok yang biasa ia hisap bersama dengan Rafael, Keith, Varon, dan Amelda. Masa-masa yang begitu indah bersama dengan timnya. Diambilnya sebatang rokok lalu ia sulut. Gumpalan asap putih melayang-layang hingga ke atap lift, sementara monster itu masih sibuk memperbesar lubangnya. Geraman dan raungan mengerikan masih terpancar dari monster tersebut. "Bodoh…" gumam Bakura pelan sambil memperhatikan monster itu. "Ia tidak tahu kalau ia memasuki liang kuburnya sendiri."

Bakura lalu mengambil granat-granat itu dan melepaskan pelindungnya, tepat saat monster itu berhasil memasuki lift. Senyum licik terpampang di wajah Bakura saat melihat monster itu. Monster itu sekarang terlihat lebih besar dan mengerikan daripada dilihat dari bawah. Dengan santai, sang pria berambut putih itu menghembuskan kepulan asap putih dari rokoknya sambil berkata, "Sayonara."

XXX

BBBLLLLAAAAARRRR!!

Suara ledakan yang begitu dahsyat membuat lift yang ditumpangi Seto dan yang lainnya berguncang sedikit. Semuanya yang ada di dalam lift saling pandang dengan tatapan penuh arti. Bakura telah mengorbankan dirinya sendiri untuk memberi mereka kesempatan kabur. Yugi dan Malik mulai menitikkan air mata, menangisi kepergian komrad mereka. Jou memeluk Seto semakin erat. Yami hanya bisa terduduk lemas di lantai lift. Semuanya diliputi rasa haru dan sedih, bahkan mereka tidak menyadari kalau lift sudah mencapai puncak gedung.

"Ayo. Kita harus segera menuju helipad." ajak Seto dengan suara lembut.

Kelima orang yang berhasil selamat berlari dengan lemah menuju helipad yang dimaksud. Benar saja. Di atas gedung, sudah berputar sebuah helikopter dengan lambang KC tersemat pada ekor helikopter. Pintunya terbuka lebar dan Isono tampak di ambang pintu. Ia sedang memberi komando pada pilot helikopter untuk merendahkan sedikit supaya atasannya dan rekan-rekan yang lainnya bisa menaiki helikopter lebih mudah.

Kebebasan sedikit lagi.

Monster mengerikan yang seharusnya tewas itu ternyata masih hidup. Dengan tubuh gosong dan beberapa luka, monster itu berhasil mengikuti rombongan mereka dan sampai ke puncak gedung. Dengan memecahkan kaca gedung dan merambat naik, ia berhasil sampai. Gerakannya yang sudah tidak segesit semula membuatnya hanya sanggup meraih mangsanya yang paling dekat.

Jou.

"AAARRGGHH!!" jerit Jou saat taring tajam dan berbisa milik monster itu menghujam begitu dalam ke pundak sang fotografer.

"KATSUYA!!" jerit Seto panik saat melihat kekasihnya dalam cengkeraman monster tersebut.

Yami langsung mengambil tindakan. Ia mencabut magnum yang ia ambil dari Rafael dan mengarahkannya ke otak sang monster, tepat sebelum monster itu menghujamkan taringnya sekali lagi di pundak Jou. Tembakan tersebut membuat monster ini sempat terdorong mundur dan melepaskan Jou. Dengan geraman mengerikan, ia kembali maju untuk mengambil mangsanya. Namun, timah panas dari magnum memaksa sang monster untuk mundur dan mundur. Sampai akhrinya monster itu tidak berkutik sama sekali. Tenaganya sudah habis karena granat dan peluru yang bertubi-tubi.

"Katsuya!!" panggil Seto. Sosok Jou yang berlumuran darah saat ini berada dalam pelukannya. Air mata tampak mengalir deras dari mata biru sang CEO. "Kumohon, Katsuya. Bertahanlah..." pinta Seto. Tangannya terus mengelus pipi kekasihnya yang semakin lama semakin mendingin.

"… Seto…" bisik Jou pelan. Ia mulai bisa merasakan virus tersebut menjalar ke seluruh tubuhnya. "Seto… Bunuh… Aku…"

"Tidak mau!!" bentak Seto panik. "Aku tak sanggup membunuhmu, Katsuya…" Untuk menekankan perkataannya, Seto mengecup bibir kekasihnya itu. "Kumohon... Jangan tinggalkan aku, Katsuya. Kumohon…"

Jou hanya memberikan sebuah senyum tipis. Ia mengangkat tangannya untuk mengelus pipi kekasihnya. Begitu hangat, berbeda jauh dari tubuhnya semakin menggigil. Ia tak mau melukai kekasihnya. Ia tak mau melukai teman-temannya. Erangan pelan keluar dari mulut sang fotografer, menandakan virus semakin menguasai tubuhnya.

"Katsuya, bertahanlah. Kumohon…"

Sudah tidak bisa lagi. Jou tahu virus itu sudah menjalar hampir ke seluruh tubuhnya. Ia harus mengambil tindakan ekstrim. Ia tak mau berubah jadi zombie dan memangsa teman-temannya. Kekasihnya.

"Katsuya..."

Diraihnya pistol yang ia selipkan di sabuk. Hanya butuh sebuah senyum penuh arti kepada kekasihnya dan kecupan lembut di bibir Seto. Sebuah kalimat terlontar dari bibir Jou yang semakin memucat. Kalimat yang berbunyi, "Aku mencintaimu, Seto. Selamanya." Sebelum Jou menarik pelatuk pistol, membunuh dirinya sendiri.

"KATSUYA!!" Jeritan Seto semakin menjadi saat melihat sosok kekasihnya sudah tak bernyawa. Lubang bekas tembakan tampak jelas di pelipis kiri sang fotografer. Hilang sudah harapan Seto untuk kembali menjalani hubungan dengan Jou. Putus sudah harapannya untuk bisa bersatu dengan orang yang ia kasihi.

Butuh tenaga tiga orang untuk menarik Seto ke dalam helikopter karena sang CEO yang terus memberontak, mencoba untuk menggapai kekasihnya yang tergeletak bersimbah darah. Tangannya terus terjulur, mengharapkan Jou untuk meraihnya. Mata birunya terus menatap ke sosok kekasihnya, mengharapkan ini semua hanyalah mimpi. Ia terus menyangkal bahwa mayat pemuda berambut pirang di depan matanya itu adalah Jou. Jounouchi Katsuya, orang yang ia cintai. Ia tidak mau mempercayainya. Tidak mau.

"Isono, cepat pergi dari sini." perintah Yami. Kedua tangannya masih sibuk menahan tubuh sepupunya untuk tetap diam di kursi.

Selang beberapa detik setelah helikopter mereka lepas landas dan terbang tinggi diatas kota Domino, terlihat beberapa buah misil meluncur dengan pasti menuju kota. Satu, dua, tiga, bahkan lebih diluncurkan untuk menghancurkan Domino dan penduduknya, tak bersisa. Suara ledakan misil-misil tersebut berhasil meredam jerit putus asa Kaiba Seto saat melihat misil menghancurkan kekasihnya.

XXX

EPILOGUE

Kota Domino.

Sekarang, kota itu sudah menghilang dari peta. Menurut kabar, dihancurkan oleh misil yang ditembakkan oleh dinas keamanan PBB. Kota itu luluh lantak, tak menyisakan satupun untuk hidup. Mengapa ini bisa terjadi? Karena sebuah virus yang merebak di kota tersebut telah mengubah penduduk kota menjadi mayat hidup. Demi keamanan dunia, kota harus dihancurkan. Terlebih saat hasil penelitian menunjukkan bahwa virus itu semakin berkembang. Pemerintah dunia memutuskan untuk mengambil langkah tegas dan menghilangkan kota itu dari muka bumi untuk selamanya. Dengan ini, dunia terselamatkan.

Benarkah?

Disela-sela reruntuhan bekas kota Domino terlihat pergerakan. Kerikil-kerikil tampak berjatuhan sebelum sebuah tangan menggapai keluar. Susah payah, manusia ini berhasil menarik tubuhnya keluar dari timpaan beton-beton bangunan yang telah runtuh. Pakaiannya kotor, begitu pula dengan rambutnya. Warna tanah dan debu bangunan tampak mengotori rambutnya sehingga warna pirang yang sesungguhnya sedikit kabur.

Ditatapnya lingkungan sekitar dengan matanya yang merah, lalu ganti menatap tubuhnya. Semuanya lengkap dan seperti sediakala. Tak ada yang kekurangan. Ia bisa berjalan seperi normal. Anggota tubuhnya tak ada yang hilang, bahkan tak ada yang cacat sedikitpun. Ia begitu sempurna.

Ia meraba-raba isi saku celananya, mencoba untuk mencari tanda pengenal. Didapatkannya sebuah dompet dari kulit yang sudah cukup usang. Dibukanya dengan perlahan dan mendapati kartu tanda pengenal di dalam dompet tersebut. Sebuah nama tertera pada kartu tersebut, menunjukkan identitasnya.

Jounouchi Katsuya.

Senyum mengembang di bibir sang pemuda.

THE END

OR NOT?


S/N : Chapter ini adalah chapter terakhir. Terima kasih dukungannya selama ini, minna. Terima kasih juga atas kerja samanya Coolkid 4869. Goodbye Zombie land! *pura-pura lupa dengan sequel* Oke, sekarang yang bales review adalah saya, karena chapter kemarin bagian Sora Tsubameki yang buat. Yuk, mulai.

cHizu draryo : Iya, Jou di chapter gw (Sora) emang selamet, tapi terakhirnya mati juga di chapter ini. Muahaha!! Ah, gw emang dah niat buat matiin Pegasus dari awal. Cuma baru kesampean di chapter gw kemaren. Ahahahaha!! Adegan rated M lagi?? Wah, gimana coolkid san? Kapan kita ramu limenya lagi? Terima kasih reviewnya. ^__^

Vi ChaN91312 : Nah, ini nih orang yang sering senasib dengan gw (Sora) kalau di fb. Kalau kita chat, on off mulu, nyampe harus hijrah ke yahoo. Ahahahaha. Eh nomor hp gw dah ganti. Ntar gw sms ya *mulai OOT*. Balik ke review. Seto datang nyelamatin dong. Gw emang suka banget pas adegan Amelda dan Varon yang ngorbanin nyawanya demi kelanggengan puppyshipping. Ngetiknya aja nyampe berdebar-debar. Karakter yang paling gw suka di zombie land ini adalah Bakura. Hei partner *ngelirik Coolkid* lo berhasil membuat kematian Bakura dengan cara yang sangat awesome! Puas gw. Ahahahaha! Pas Malik nembak Marik, Marik kerasukan author (Sora). Makanya Malik jadi lebay parah! Review lagi, V chan.

Shinrei Azuranica : Iya, Jou selamet walau cuma bentar. Jou mati disini. Muahaha! Ayo, mau minta sequel tidak? Mau Jou mati begitu saja? *sekongkol dengan Coolkid* Terima kasih Shinrei san. Eh, Shinrei san, review Sunshine ya *numpang promosi* hoho.

Yuuri Uchiha-Namikaze : Chapter kemaren pendek? Betul! Itu karena saya (Sora Tsubameki) selalu tepar kalau buat yang terlalu panjang. Bahkan Sunshine chapter 9 update hanya dengan kurang dari 2000 huruf. Ahaha! Pemalas banget dah gw! Buat sequelnya? Gimana Coolkid san? *ngedip-ngedip lagi*

Nonohana kizure : Nama Varon dan Amelda jadi keren kalo dijadiin versi jepang. Ahaha! Nama gw kalo dijadiin versi jepang ga berubah loh. Mungkin Cuma 'Hening' nya saja yang menjadi 'Heninggu' ahaha! Ini list buat Sora Tsubameki ya? *karena yang buat kemaren gw* Iya, mereka di chapter kemaren gw matiin semua dengan cara yang menggenaskan. Nah, yang lainnya mungkin list pertanyaan buat Coolkid 4869. ^__^

Din-chan : Waduh! sekuel? prekuel? Cerita baru lagi?? Whooot!!! Bisa tepar kita! Chapter kemarin belum buat lo mewek? Kalo yang ini? Hehe. Tebakan lo salah, Din chan. Malik ga mati dong. Muahaha! Ada perubahan skenario. Iya kan partner? *ngelirik Coolkid lagi* kenapa ga sanggup buat nyutradarainnya? Ayo dong. Kita sebagai script writer udah nunggu loh. Ahaha!

MoonZheng : Halo, temannya Coolkid. Huehehe! Manggil gw Sora-poo keren juga tuh! Ahahaha! Eh, maen-maen dong ke fic gw! Review Sunshine gw ya. Tuh fic nasibnya dah ga jelas. Dah banyak sarang laba-labanya. Ahaha!! Iya, betul! Banyak miss typonya! Terima kasih sudah diingatkan. Gw yang baca ulang aja nyampe ngakak ngebayangin Marik bangkit lagi hanya untuk nyerahin data ke Yami. Ahaha!!

Uchiha 'Haruhi' gaje : Ugh..sebenernya zombie itu dirasuki juga oleh Sora Tsubameki buat nebeng ngelus2 pipi Jou. Ahaha!! *akhir2 ini banyak sekali chara yang gw rasuki* Malik pasti trauma lah ama kematian Marik, tapi mereka semua udah pada kebal ama trauma. Akhirnya pada menggalau deh. Makin gore? Kok gw ngerasa makin romantis ya? Ahahaha!! Sarap deh Sora Tsubameki ini. Hehe

Sweet Lollipop : Wah terima kasih dukungannya, Lolli san. Iya, kami bakal buat deh sequelnya. Iya ga partner? *meluk2 Coolkid* Jou mati di chapter ini. TT__TT

GreenOpalus : Ahaha!! Iya, Otogi ga ada jalan ceritanya tuh. Gw sendiri (Sora Tsubameki) lupa buat masukin Otogi di chapter kemarin. Akhirnya ditambahin oleh Coolkid. Gw kira dah mati Otogi. Hehe. Heh? Berhasil buat lo nangis? Wow, makasih! Baru kali ini gw buat fic yang berhasil buat reader nangis. Biasanya fic gw ga ada yang bener. Sunshine, Abnormal Family, err..For You My Lord. Duh, semua ga ada yang bener. Ahaha!! Benci Fisika? Ngng..kok gw malah seneng ya? Ahaha!! Absen dari review?? Kenapa? Ga suka pairnya? Ah, terima kasih sudah mereview.^__^ C/N : Gue mau nambahin, ya? Hehehe. Tenang, tenang. Di sequelnya gak bakalan fokus ke pairingnya, kok. Kita bakalan fokus ke pengembangan serum sampe bener-bener bisa buat nyembuhin orang. Soalnya, di sequelnya nanti zombienya udah 'canggih'! Yeah!! Ahahahahaha!!! Jadi… baca, please?? Hehehe. Tapi masih gak tau kapan bakal publish, sih.

Dika the Reborned Kuriboh : Tenang Dika. Jou jadi Ko'it kok disini. Muahaha! Iya, gw juga terharu dengan kematian prajurit2 itu. Padahal gw sayang banget ama mereka. Entah kenapa, mereka terlihat keren disini!! Aww..eh gimana nih sekarang? Udah ga menggalau lagi? Moga My Lusiferin bisa buat hati Dika agak membaik ya. *mulai OOT* ^__^

Messiah Hikari : Adekku!!! Masih menggalau kau nak dengan om-om kita itu? Huehehe. Ntar kukirimin paketnya dah. Janji! Serius nih aku *orang yang baca ini pasti nganggep kita lagi bercanda XD*. Tinggal kasih alamat yang jelas aja. Tapi jangan alamat kantor polisi terdekat ya. Ahahaha *mulai OOT lagi* Iya nih, bahasaku agak ketularan sedikit ama kamu. Hehe. Proyek kita dah launching ya? Ahaha. Bagian Coolkid di chapter 2 kan? Ayo Ta, semangat! cemari dengan puppyshipping! Ahaha!! Okelah, sequel kita garap. C/N : Bisa digorok gue sama Rossy kalo masukin puppy kebanyakan… Hueeee… Soraaa, Rossy seremm… TT^TT

C/N : Haaah… Akhirnya selesai juga. Oiya, pertanyaan yang kemaren masih berlaku, lho. Gimana? Setelah kalian baca chapter terakhir ini dan epilogue-nya? Mau ada sequel? Hehehe. Sequel muncul tergantung permintaan. Makin banyak yang minta, makin cepet dibuatnya. Ayo!! Request sequelnya kalo mau tau nasib para survivor itu. Mungkin, justru di sequel mereka gak selamet. Huahahahah!! (ketawa bejat ala Netherlands di Hetalia) Damn… masih gak bisa mirip…

Toodles!