A/N : Inilah hasil colab bersama dengan Sora Tsubameki!! Bagian Yugi dkk diselesaikan oleh Coolkid4869 dan bagian akhir diselesaikan oleh Sora Tsubameki. Kenapa ide ini bisa muncul? Berawal dari chatting gaje kedua author, malah bikin mereka memplot cerita ini. heheh. Enjoy, folks!

Disclaimer : Kazuki Takahashi owns the characters. Dan ceritanya rada-rada nyerempet sama Resident Evil. Maaf, ya. Hohoho. Ini gara-gara Coolkid4869 yang keseringan nonton film zombie dan main Plants VS Zombies. *gak nyambung*

Warning : Gore. Darah dimana-mana. Buat yang gak kuat darah, jangan memaksakan diri. Tapi, untuk chapter 1 masih aman, kok. Hehe. Ada juga adegan menjijikan, mayat dimana-mana, dan tentu sedikit bumbu romance dan humor. Pairingnya adalah : Puppyshipping karena kedua author penggemar berat puppyshipping, puzzleshipping, tendershipping, bronzeshipping, dan kata Sora Tsubameki mau ada heartshipping. Masih butuh konfirmasi dari pencetus pairing mengenai keabsahannya... *apa, deh...*


--Chapter 1: The Begining--

Suara deru mobil terdengar menembus heningnya padang pasir. Tak jauh di puncak bukit pasir, melunucurlah sebuah jeep berlapis metal yang tebal. Kacanya tampak begitu tebal dan sengaja digelapkan untuk mengaburkan para pengendara yang ada di dalamnnya. Di bagian belakang sebelah kanan kendaraan terdapat logo perusahaan dengan nama 'Dohma TV'. Sudah bisa ditebak kalau orang-orang di dalam jeep tersebut adalah kru televisi.

"Baiklah. Sekarang kita akan mengulang kembali rencana kita begitu sampai di kota itu." ujar seorang pemuda bertubuh mungil dan berambut unik. Rambut tiga warnanya tampak mencolok dan bergoyang-goyang dimainkan angin. Ia mengeluarkan secarik kertas lusuh yang sudah terlalu sering ia baca dan lipat. "Jou, kau tahu apa yang harus kau lakukan begitu sampai di kota itu, kan?"

Pemuda berambut pirang yang dipanggil Jou tampak mengangguk pelan. Wajahnya menampakkan sedikit kekhawatiran.

"Sejujurnya, Yugi. Aku tidak terlalu yakin dengan liputan ini..." gumam Jou pelan. Dikesampingkannya handycam Sony yang sedang ia setting barusan. Mata cokelatnya menatap lurus ke arah mata lavender milik Yugi, sang pria mungil berambut bintang. "Mungkin, tidak seharusnya kita menerima tawaran Dartz untuk meliput --- 'kota' itu…"

Yugi hanya bisa menghela napas panjang. Yah, kekhawatiran sahabatnya itu masuk akal juga. Siapa yang tidak ketakutan saat harus memasuki kota mati yang seluruh penduduknya adalah zombie yang kelaparan akan daging segar? Ia sendiri juga mengalami rasa takut dan tidak senang saat mendapat perintah dari bosnya, Dartz, untuk meliput ke kota yang sekarang dikenal sebagai Zombie Land. Memang, terdengar seperti taman hiburan, tapi apa yang ada di sana bukanlah hiburan sama sekali, melainkan horor.

Kejadian ini berawal dari Kaiba Corporation yang melakukan penelitian ilmiah mengenai obat yang akan menyembuhkan penyakit apapun. Menurut sebagian orang, tujuan utama penelitian tersebut adalah untuk menghidupkan kembali adik CEO Kaiba Corp, Mokuba, setelah meninggal karena kanker otak. Sang CEO, Kaiba Seto, menempatkan pusat penelitian obat tersebut di kota yang dulu bernama Domino. Sayangnya, obat itu berkembang diluar kemauan mereka. Obat itu bermutasi menjadi virus yang mengubah mereka menjadi zombie. Lebih parahnya lagi, kontaminasi virus ini bisa ditularkan melalui gigitan atau goresan kecil sekalipun.

Sejak kejadian itu, Domino semakin dipenuhi zombie dari hari ke hari. Kaiba Corp yang dituntut oleh pemerintah untuk bertanggung jawab melakukan karantina pada kota tersebut dan mengungsikan para penduduk yang masih selamat. Sekarang, tinggal para zombie saja yang menghuni kota itu. Domino sendiri tidak dihancurkan oleh pemerintah maupun pihak Kaiba Corp karena alasan penelitian. Kaiba Seto beberapa hari yang lalu telah mengutus tim peneliti beserta tim pengawalnya untuk mengambil sampel darah zombie tersebut dan membawanya kembali ke Tokyo demi kelangsungan penelitian. Banyak pihak yang menentang akan keputusan gegabah sang CEO muda ini, namun kekuatan perusahaan Kaiba terlalu besar hingga tak ada satupun yang mau memprotes lebih lanjut.

Itulah sebabnya Dartz selaku CEO Dohma TV mengutus Yugi, wartawan terbaiknya, untuk meliput langsung ke Zombie Land. Ia yakin, dengan pengalaman sekaliber Yugi, wartawan bertubuh mungil itu sanggup meliput dan kembali ke Tokyo dengan selamat. Selain itu, sang kameraman sekaligus fotografer, Jounouchi Katsuya, adalah mantan ketua geng berandalan yang paling ditakuti di Tokyo. Kemampuan bertarungnya tak diragukan lagi, sama seperti kemampuannya menangkap peristiwa-peristiwa unik melalui lensa kameranya. Honda Hiroto juga dimasukkan ke dalam tim berkat keahliannya menembak. Selain kemampuan menembaknya, ia juga seorang mantan racer yang cukup berprestasi.

Jadi, itulah mereka. Mutou Yugi, Jounouchi Katsuya, dan Honda Hiroto. Tiga orang yang tergabung dalam satu tim untuk meliput kejadian dibalik tembok karantina kota Domino dan menyelidiki kebenaran dibalik fenomena itu.

"Kita sudah hampir sampai. Pintu masuknya sudah terlihat." kata Honda memberitahu dua orang penumpang lainnya.

Yugi dan Jou langsung mengalihkan pandangan mereka ke sebuah titik di tengah padang pasir. Awalnya, hanya terlihat seperti garis tebal yang kabur karena fatamorgana, namun semakin lama bentuknya semakin jelas. Garis lurus itu adalah sebuah tembok tebal dengan tinggi melebihi 10 meter. Bentangannya begitu panjang sampai-sampai ujungnya menghilang di balik horizontal. Di puncak tembok terdapat beberapa pasukan khusus dan militer yang berjaga-jaga dengan senjata termutakhir. Tak ketinggalan beberapa senapan mesin tercanggih tampak menghiasi beberapa titik di dinding tersebut.

"Mana pintu masuknya?" tanya Jou kebingungan. Ia berusaha sebisa mungkin menemukan pintu masuk dari jarak yang demikian jauhnya, namun gagal.

"Masa' kita mau masuk lewat pintu masuknya? Mereka pasti tidak akan mengizinkan!" kata Honda. Ia telah menghentikan kendaraan dan mematikan mesin mobil. Mereka perlu menghemat bensin untuk perjalanan di Domino meskipun persediaan bensin mereka lebih dari cukup.

"Betul juga," gumam Jou malu. "Yug, kau ada ide?"

"Menurut Varon, seharusnya ada jalan tembus rahasia menuju kota bagian dalam. Jalan tersebut dibuat sejak lama sebelum kota terinfeksi virus. Kalau tidak salah…" Yugi mengeluarkan GPS canggih yang diberikan oleh Varon kepadanya. "Ini dia! Sebuah bunker rahasia dengan pintu masuk tepat menuju kota Domino!"

"Tunggu sebentar. Bunker? Berarti, mobil ini tidak akan muat, Yugi!" kata Honda, mulai panik. Ia tidak yakin mereka bisa bertahan semenit di dalam kota tanpa mobil berlapis baja mereka ini.

"Tidak. Menurut penelusuran Varon, bunker itu cukup besar untuk dilewati jeep kita. Karena, bunker itu dulu digunakan sebagai tempat penyaluran rahasia barang-barang penelitian Kaiba Corp. Truk-truk besar sering keluar masuk dari tempat itu."

"Bagaimana kalau bunker itu dijaga?" tanya Jou.

"Aku sedikit ragu. Bunker itu sudah lama tidak dipakai, bahkan jauh sebelum Kaiba mencetuskan ide pengembangan virus tersebut. Bunker itu nantinya akan bermuara pada gudang persediaan bahan mentah milik Kaiba Corp."

"Apakah cukup aman?" Kali ini giliran Honda yang bertanya.

"Masalah aman atau tidak aman, aku tidak tahu. Tapi, rasanya batas aman dan tidak aman akan menjadi kabur begitu kita menjajakkan kaki di kota itu." balas Yugi suram sambil membuka sebuah peta usang. "Peta ini Varon dapatkan setelah berhasil membobol jaringan rahasia milik Kaiba Corp. Seperti kalian lihat, peta ini adalah peta yang menunjukkan tempat-tempat penting milik Kaiba Corp di dalam kota tersebut."

"Hmm… Sepertinya kota itu betul-betul dikuasai oleh Kaiba, ya." gumam Honda sambil mencermati tiap titik penting di kota . Bunker yang menjadi tujuan utama mereka sudah ditandai dengan tanda X besar berwarna merah tua. "Lihatlah. Di setiap sudut kota, pasti ada gedung-gedung yang berbau Kaiba Corp. Pantas saja Kaiba terlihat begitu depresi saat virus itu menjangkiti masyarakat dan diliarang pengembangannya oleh pemerintah. Ia pasti rugi besar."

"Serugi apapun si kantung uang itu, tidak akan membuatnya bangkrut." dengus Jou. Ia sedikit kesal dengan tindakan semena-mena Kaiba. Ia dengan seenak hati menyuruh ilmuwannya untuk meneliti obat yang akan membangkitkan kembali adiknya. Begitu obat itu gagal, ia malah melarikan diri dan menutupi semuanya dari media massa. Yang lebih buruk lagi, setelah sekian lama terlupakan, Kaiba mengutus beberapa ilmuwannya untuk kembali melanjutkan penelitian dan mengambil sampel darah. Itu sama saja dengan mengirimkan suplai makanan segar kepada sekawanan singa yang kelaparan. Jou tidak berani memikirkan bagaimana nasib para ilmuwan dan pengawalnya itu.

Tunggu, bukankah nasib mereka sama saja dengan nasib para ilmuwan itu? Diutus untuk menjadi santapan singa juga kan? Maksudnya, zombie?

Jou bergidik ngeri saat membayangkan zombie-zombie itu nanti. Sebelum kejadian ini terjadi, ia hanya menganggap zombie cerita khayalan dan mitos. Zombie tidak mungkin ada di kehidupan nyata. Namun, pandangannya – dan seluruh umat manusia di bumi – berubah drastis begitu rekaman yang disiarkan oleh sumber tak dikenal menunjukkan horor di dalam kota Domino pasca merebaknya virus. Sungguh, pemandangan yang mengerikan. Jou yang sudah sering terjun untuk meliput dan menangkap gambar-gambar peperangan di medan perang paling sadis pun sampai harus kabur ke kamar mandi dan mengeluarkan seluruh sarapannya. Betul-betul pemandangan yang mengerikan. Ia tak tahu bagaimana nasib orang yang merekamnya. Kemungkinan besar, ia sudah menjadi bagian dari zombie-zombie yang ia rekam aksinya. Ya, itu kemungkinannya.

Aneh memang, kenapa tiga orang ini mau saja datang ke lokasi yang luar biasa berbahaya, meskipun kemampuan bertarung mereka melebihi wartawan-wartawan lainnya. Hanya ada satu jawaban untuk hal itu.

Ketenaran.

Ketiganya mengincar ketenaran di bidangnya masing-masing. Bila Yugi berhasil mendapatkan wawancara eksklusif dengan salah seorang ilmuwan yang diutus Kaiba Seto ke dalam Domino, reputasinya sebagai wartawan terbaik pasti akan tersebar luas. Namanya akan semakin dikenal dan ia akan semakin dikagumi. Penghargaan sudah pasti akan ia dapatkan tahun ini apabila berita itu berhasil ia liput. Sementara Katsuya, ia mengincar ketenaran, namun di bidang fotografi dan sinematografi. Jarang sekali ada rekaman nyata mengenai zombie-zombie di kota Domino. Rekaman paling terakhir dan teruji keasliannya adalah rekaman yang sudah disebutkan sebelumnya. Bahkan, rekaman itu mendapatkan penghargaan dari asosiasi fotografer dan perfilman seluruh dunia. Sayang, pembuat video tersebut tidak pernah menunjukkan batang hidungnya. Sebagai fotografer sekaligus kameraman, Jou bertekad akan merekam seluruh kejadian yang ada di kota Domino dan membawanya pulang. Penghargaan, kekayaan, dan tentunya ketenaran akan segera ia miliki. Honda juga memiliki motif yang sama. Ketenaran. Ia tidak mengincar penghargaan seperti kedua sahabatnya, namun ia mengincar kehidupan jetset yang menanti bila ia berhasil keluar kota zombie itu dan menceritakannya pada seluruh dunia. Mungkin, dengan menulis biografinya selama berada di balik tembok karantina bisa membuatnya setenar dan sekaya JK Rowling.

"Baiklah." kata Honda. Ia mulai menyalakan kembali mesin mobil yang sempat ia matikan. "Kita akan menuju bunker sekarang. Sudah siap, semuanya?" Terlihat Yugi dan Jou membalas dengan anggukan pelan. Keyakinan dan keteguhan hati mereka tampak dari raut wajah masing-masing. "Oke. Domino City, kami datang!"

XXX

Sementara itu di sudut lainnya,

Pria berkulit sepucat mayat sedang sibuk membolak-balik peta kulinernya. Disampingnya duduk dua orang temannya dengan ekspresi sulit diprediksi. Yang berkulit sedikit hitam mulai jengah. Dia mulai mengeluh dan menyandarkan punggungnya di kursi penumpang. Perjalanan kali ini sangat melelahkan. Mereka berencana memasuki kawasan wisata yang jarang dikunjungi orang. Rencana sudah tersusun dengan sangat matang. Mereka mulai mencoba menemukan petunjuk arah jalan yang tertulis di peta. Semestinya setelah melewati gardu terakhir ini mereka akan memasuki kawasan wisata berpanorama alam. Namun, nasib mujur tak selamanya berpihak pada mereka. Mereka mulai kehilangan arah.

Kawannya yang beranting dadu mulai berulah. Dia benar-benar muak dengan kedua kawannya ditambah seorang pemandu wisata yang merangkap sebagai supir mereka itu.

"Kau yakin ini jalannya?" Otogi mulai memecah kesunyian. Tak dapat dipungkiri betapa sunyinya areal tersebut. Bahkan tak ada satu burung pun yang sudi berkicau di siang hari yang cerah ini. Semuanya serasa mati. Bahkan aura horor mulai terasa mencekam. Hanya deru mesin yang terdengar meramaikan perjalanan mereka.

"Seharusnya kalian mengikuti saranku untuk tidak melewati tikungan itu!" Otogi masih saja mengoceh.

"Tenanglah!" Pria berkulit gelap mulai menginterupsi. Semestinya perjalanan mereka akan menyenangkan. Dia yang menyarankan kedua temannya untuk mencoba mengambil jalur lain, memotong tikungan dan merengsek masuk ke dalamnya. Kini semuanya di luar dugaan. Dia kira dia akan menemukan suatu hal yang lebih menyenangkan dibandingkan tujuan mereka semula. Tak disangka semuanya akan berantakan. Kini mereka malah tersesat di areal tak berpenghuni.

Deru mesin masih menggema. Mereka makin bergerak masuk. Beberapa semak belukar tergilas rapi oleh ban mobil. Kini pemandangan di depan mereka makin sulit untuk dikenali.

"Kita putar arah." Malik akhirnya menyerah. Dia mencoba mengakhiri petualangan gilanya. Perjalanan mereka sepertinya sudah terlampau jauh. Sejauh mata memandang yang ada hanya gundukan tanah kering dan ilalang setinggi pinggang orang dewasa.

Saat mobil mulai berputar, suatu 'incident' mulai terjadi.

"Oh, shit! Mengapa mobil busuk ini harus kehabisan bensin di saat seperti ini?" Malik mulai hilang akal. Kedua temannya tak kalah paniknya. Bahkan Otogi mulai mencengkram kerah Malik dan menghempaskannya ke gundukan tanah kering.

"Brengsek kau. Ini semua karena ulahmu!" Otogi mulai panik. Berada di kawasan tak dikenal dengan bekal seadanya tidak akan pernah membuat keadaan terlihat lebih baik. Sang pemandu wisata hanya terdiam menahan getaran tubuhnya. Diam-diam dia menyesali kesediaannya untuk memandu mereka memasuki kawasan wisata 'aneh' ini. Ya, uang memang membutakan segalanya. Dengan bayaran yang melebihi rata-rata dia senang-senang saja untuk menyewakan mobil dan mengikuti permintaan mustahil ketiga kawanan tersebut.

"Sudahlah, tak ada gunanya kalian bertengkar." Ryou yang sejak tadi terdiam mulai angkat bicara.

"Sebaiknya kita jalan kaki saja." Ryou mengomando di depan. Yang lain mulai mengikuti dari belakang. Kendaraan mereka tinggalkan. Setelah berada di luar areal ini mereka bisa meminta bantuan kepada perusahaan derek terdekat untuk menjemput mobil mereka. Akhirnya mereka melanjutkan perjalanan.

"Cih!" Ryou mulai membuang peta kulinernya begitu saja. Percuma, tak ada petunjuk apapun untuk mengeluarkan mereka dari areal tersebut.

XXX

Tak jauh dari kawasan itu,

"Setelah ini kita pulang." Yami mulai mengeluarkan segala peralatan dari dalam koper hitamnya. Dia mulai menghujamkan jarum suntik ke arah kepala mayat zombie yang membusuk didepannya. Disampingnya ada dua ilmuwan lainnya, Mai dan Marik. Yang lain berbaris mengelilingi, membentuk barikade dan berjaga dengan senapan laras panjang.

"Hei, ambilkan aku beberapa tabung reaksi lagi!" dengan cekatan dia mulai menadahkan tangan dan menerima tabung reaksi dari partner kerjanya. Mai.

"Marik, segera simpan cairan ini ke dalam cool box yang kita bawa." Yami mulai mengerjakan dengan kecepatan tinggi. Hari sudah mulai gelap. Mereka tidak boleh terlambat sedetik pun. Bisa-bisa nyawa mereka yang jadi taruhannya. Penjagaan beberapa bodyguard tentu tak dapat mengimbangi serangan makhluk-makhluk menjijikkan itu. Mereka kalah banyak. Para zombie itu tak kenal lelah, tak kenal sakit, dan tak kenal hati. Yang mereka punya hanya insting, persis seperti insting hewan liar yang kelaparan dan memburu daging segar. Mereka bukan lagi manusia, meski awalnya mereka berasal dari spesies yang sama. Para zombie sudah bermutasi dan membentuk spesies baru. Darah mereka sudah bersatu dengan beberapa jenis virus baru hingga daging manusia yang mereka makan dapat menghasilkan nutrisi, dan darah manusia tak menggumpal di alat pencernaannya. Virus itu mulai merebak, mengendalikan kesadaran otak besar, lalu mulai mengendalikan keseimbangan otak kecilnya. Senjata apapun tak akan mempan untuk membunuh mereka. Perkembangbiakan mereka perlahan mulai berubah mirip seperti perkembangan koloni virus didalamnya. Mereka bisa berfragmentasi dan membentuk bagian tubuh yang rusak. Seolah tak kenal mati, para zombie itu masih saja bisa bergerak bahkan hanya dengan sebagian potongan tubuhnya. Satu cara agar mereka bisa mati, yaitu dengan menghancurkan otaknya, mengeluarkan cairan cerebelumnya yang berwarna abu-abu dan mulai membusuk.

"Argh, menjijikkan!" Yami mulai menarik masker dan menghirup oksigen didalamnya. Mereka mengambil sampel dengan pakaian lengkap. Kostum mereka mirip astronot, namun lebih fleksibel dan mendukung mereka untuk bergerak bebas. Mereka tidak memakai tutup kepala, hanya saja terdapat sebuah tabung oksigen mini yang terpasang disamping pinggangnya untuk berjaga-jaga.

"Misi komplit. Ayo kita kembali ke markas." dengan bergegas rombongan ilmuwan mulai bergerak. Bakura, sebagai kepala snipper tertangguh dipercayai Kaiba untuk menemani rombongan. Bakura mulai waspada, menaikkan senapannya hingga setinggi bahu. Kostumnya agak sedikit beda dengan kedua ilmuwan itu. Bakura mengenakan pakaian serba hitam dan rompi berisi tabung oksigen mini juga tergantung di pinggangnya. Kini mereka mulai bergegas meninggalkan tempat terkutuk itu. Kegiatan hari ini cukup sampai disini. Seolah sudah menjadi kegiatan rutin sehari-hari, mereka secara otomatis mulai melaju ke arah danau yang berada sekitar satu kilometer dari tempat mereka mengambil sampel. Mobil mereka parkir tepat di depan danau. Disana sudah menunggu perahu karet yang siap mengangkut mereka.

"Huf..sudah aman." Marik menghembuskan nafas lega. Setelah mereka melewati danau ini tak ada lagi yang perlu mereka khawatirkan. Walau masih masuk ke dalam areal berbahaya, setidaknya para zombie tak akan pernah sudi untuk menceburkan jasadnya ke dalam air. Ya, mungkin—belum ada yang meneliti keakuratannya sejauh ini. Namun hal tersebut sudah menjadi petunjuk pertahanan internasional untuk menghalau zombie. Sejak merebaknya virus jahanam itu, Kaiba Corp bersama pemerintah mulai bekerja sama untuk mengisolir daerah tersebut dengan menciptakan aliran sungai yang mengelilingi areal tersebut. Dengan begitu para zombie tak mungkin bisa keluar dari areal tersebut. Di pintu utara, tepatnya di seberang sungai sudah didirikan dinding beton setinggi 10 meter untuk menghadang kedatangan zombie. Hanya pintu selatan saja yang dibiarkan terbuka. Setidaknya tak ada berlapis-lapis pertahanan tentara. Hal ini bertujuan untuk kepentingan riset, sehingga memudahkan arus mobile para ilmuwan. Di seberang sungai mereka mendirikan tenda darurat. Sebuah bunker berisi peralatan riset dan beberapa suplai makanan disediakan secara continue. Semua riset dikerjakan di zombie land. Beberapa data hasil penelitian dapat ditransfer lewat email. Hasil penelitian berupa barang bukti sesekali dikirim lewat udara menggunakan heli. Ancaman biologis itu sudah menjadi ancaman internasional. Tak ada hal lain yang dapat dilakukan selain dengan mengisolasi daerah tersebut dari luar.

"Kita sudah sampai." Mereka beranjak dari perahu karetnya, dan mendaratkan kakin di gundukan tanah seberang danau. Bakura mengambil langkah terdepan, disusul Yami, Marik, dan beberapa snipper jitu di belakangnya. Mereka mulai berjalan, dan tak lama terlihat sebuah bunker yang selama beberapa bulan terakhir ini menjadi tempat tinggal mereka.

"Home sweet home." Marik tersenyum miris, agak sedikit berkelakar untuk meredakan ketegangan yang sejak tadi menyelimuti mereka. Baru saja akan beranjak masuk, mereka dikejutkan oleh kehadiran tamu tak beberapa makhluk mengisi bunker mereka.

"Hei, siapa kalian?" Bakura refleks mengacungkan senapan, siap untuk menembak.

To be continued


A/N: Mohon reviewnya minna! ^__^ Sora Tsubameki said : Coolkid san, arigatou!! *meluk-meluk coolkid* Coolkid4869 : *peluk Sora balik*