My Choice
Chapter 3: Need not Reason to Love..
Author : aya-kuchiki chan
Disclaimer : punya Ay Kubo. Lho?
Sejak kapan Ay sodaraan ma om Tite?
Kaga ko, kalau Ay sodaraan ma om Tite,
udah dari zaman ki benen Ay minta dimasukin ke Bleach wat jadi istrinya Byakun.
*dibakar rame-rama ama Byakun fans*
Sudahlah, lupakan author yang terlalu banyak bermimpi ini.
Sekali lagi, Bleach masih punya Om Tite Kubo.
Pairing : ByaRuki or IchiRuki? Anda yang menentukan..
ByaAy,,whaaa..Ampun2. Ay g jadi rebut abang Byakuya dari mpok Hisana d..
Fic ini Ay persembahkan buat para Byakun fans..
(termasuk ..)
Fic ini sebagai ucapan ulang tahun buat Byakun tercinta.
(peluk-peluk Byakun)*dibuang ke Nusakambangan ma Byakun FC*
Oiya, chapter kali ini adalah RUKIA'S POV.
Kalau ada POV lain, akan ada !
Di sini Byakun tercinta akan menjadi OOC,
dan akan ada OC yang tak lain dan tak bukan adalah
*jreng-jreng* Aya Kuchiki..*digaplok rame-rame gara-gara nebeng beken*
Di sini Rukia bernama Shiba Rukia, abis ga mungkin Ay bikin Rukia Kuchiki..
Rukia kan bukan sodara Byakkun..
Okkkkkk!! R&R ok!
Chapter 3: Need not Reason to Love
Aku terkejut saat melihat siapa yang masuk dan duduk di sampingku. Orang ini?
" Kau?" aku benar-benar terkejut melihat laki-laki yang kini duduk disampingku.
"Ternyata kita bertemu lagi, Rukia," laki-laki itu mengucapkan namaku dengan intonasi yang membuat jantungku berdetak puluhan kali lebih cepat. Bukan karena tersanjung, tapi karena aku begitu kesal mendengar laki-laki ini menyebut namaku seolah-olah aku adalah kekasihnya.
"Mau apa kau ke sini?!"
"Tentu saja untuk kuliah, sama sepertimu," laki-laki yang ku tahu bernama Byakuya itu berbisik di telingaku diakhiri dengan mengecup pipiku. Aku sadar beberapa mahasiswa di kelasku menatap ke arah kami. Ingin rasanya aku membunuh Byakuya sekarang juga. Aku sudah hampir menamparnya kalau saja aku tidak melihat dosen sudah memasuki kelas.
"Awas kau, Byakuya!" ucapku pelan.
Aku merutuki kesialanku sepanjang sore ini. Tentu saja itu semua karena Byakuya sekarang duduk di sampingku. Kenapa waktu berjalan lambat sekali?!! Menyebalkan! Aku sama sekali tidak mendengar penjelasan dari dosenku mengenai arsitektur puri zaman Edo. Dan aku terkejut saat dosenku sudah berada di depanku dan bertanya padaku.
"Shiba san, coba jelaskan bagaimana tingkatan atap pada puri Hime di Osaka?" Sial, aku benar-benar mati kutu mendengar pertanyaan itu. Karena di otakku sama sekali tidak tersimpan jawaban dari pertanyaan itu.
"Ehm,.. itu, itu.." belum sempat aku meneruskan jawabanku, walaupun aku sendiri tidak tahu apa yang ingin ku jawab, Byakuya memotong jawabanku.
"Ehm.. maaf Pak, sepertinya Shiba san sedang sakit. Biar saya membawanya ke ruang kesehatan,"
'Tunggu, sakit? Aku? Siapa yang sakit?!'
"Baiklah. Shiba san sebaiknya kau ke ruang kesehatan bersama Kuchiki,"
"Terima kasih Pak," ucap Byakuya.
"Tapi, aku tidak.." aku kembali tidak bisa meneruskan perkataanku karena tanpa menunggu lebih lama lagi, Byakuya menarik tanganku dan membawaku ke luar dari kelas.
Dia terus menarik tanganku sepanjang koridor gedung D. Dan yang membuatku heran, dia tidak membawaku ke ruang kesehatan di gedung B, melainkan terus menarikku ke ujung gedung C, gedung terpojok di kawasan Karakura University. Dia lalu menaiki tangga menuju atap, dan aku yang ditarik oleh kedua tangannya yang kuat hanya bisa pasrah mengikutinya.
"Heh Byakuya, mau apa kau membawaku ke atas atap seperti ini?!" aku melepaskan tangannya yang sedari tadi menarik tanganku.
"Kau ingin tahu?" dia mengucapkan hal itu sambil mendekati tubuhku. Memaksaku menyandarkan tubuhku di kawat penyangga tepi atap.
"Urusai! Apa yang mau kau lakukan?!" aku berusaha bersikap setenang mungkin, walaupun kenyataannya jantungku berdebar dengan sangat hebat.
"Yang ingin kulakukan adalah…," Byakuya tidak meneruskan ucapannya karena bibirnya sekarang tepat berada di atas bibirku. Kecupan yang singkat karena dia segera melepaskan ciumannya dan meneruskan perkataannya, "..membuatmu jatuh cinta padaku" aku tertegun mendengar ucapannya. Lagi-lagi Byakuya mengatakan hal itu. Apa sih yang ada didalam kepalanya?!
"Cih, jangan mimpi!" balasku.
"Kau tidak percaya bahwa aku bisa membuatmu mencintaiku?" Byakuya mengucapkan hal itu sambil tersenyum. Senyum menyeringai yang memuakkan.
"Sudah kubilang, jangan mimpi membuatku mencintaimu!"
"Baiklah, akan kubuktikan sekali lagi agar kau mengerti," Byakuya lalu kembali mencium bibirku secara paksa. Aku berusaha melawannya, tapi aku tidak bisa. Ciumannya penuh dengan hasrat, aku tidak bisa menolaknya. Aku bisa merasakan dia melumat semua bagian bibirku, menghisapnya, seolah ingin menelan bibirku.
Aku berusaha dengan sekuat tenaga untuk lepas dari ciumannya. Ciuman memalukan! Tapi aku tidak berdaya menolaknya. Tangan yang menyangga tubuhku ke kawat pembatas atap sangat kuat, mengunci semua gerak tubuhku. Belum puas dengan mencium bibirku, lidah milik Byakuya berusaha menerobos masuk kedalam mulutku. Aku sekuat tenaga mengatupkan kedua bibirku. Aku tidak ingin lagi merasakan lidahnya menyentuh lidahku seperti kemarin.
Tapi upayaku sia-sia, karena sekarang aku bisa meresakan lidahku kembali bertautan dengan lidahnya. Aku tidak bisa menahan serangannya. Tapi aku tidak boleh menyerah, aku harus segera menghentikannya. Baru saja aku ingin mendorong tubuhnya, tapi satu gerakan dari Byakuya mengunci semua tubuhku. Yang dilakukannya adalah menyentuh bagian belakang leherku, titik rangsangku. Membuatku berhenti melawan. Dan bodohnya, aku sekarang malah membalas ciumannya, membiarkan lidahnya menjelajahi semua yang ada di dalam mulutku. Dia lalu menggigit kecil bibirku. Aku berusaha melepaskannya, tapi upayaku malah membuat bibirku sedikit perih karena upayaku untuk lepas dari ciumannya membuat bibirku berdarah. Aku merasakan Byakuya menghisap darah yang berada di bibirku.
Setelah puas menjelajahi bibir dan bagian dalam mulutku, aku merasakan lidah Byakuya turun menjelajahi daguku. Perlahan-lahan lidah itu menyusuri tengkukku, lalu mulai menggigiti kecil leherku. Aku tersadar, ini tidak boleh terjadi! Aku mendorong tubuh Byakuya. Aku pun berhasil terlepas dari cengkramannya. Aku berlari menuju tangga. Belum sempat aku mencapai tangga, Byakuya kembali menarik tanganku. Aku menepis tangannya dan berhasil. Byakuya melepaskan tangannya yang menarikku. Tapi itu tidak lama, karena sekarang Byakuya menarik bahuku. Aku terkejut. Akibat tarikkannya, kancing kedua dari atas kemejakau terlepas.
Sial, kenapa di saat seperti in aku lupa tidak memakai kaos dalam! Terang saja belahan kedua dadaku terlihat dan menjadi pemandangan gratis bagi Byakuya. Aku takut membayangkan apa yang akan dilakukan Byakuya selanjutnya. Byakuya lalu mendekatiku. Perlahan dia memegang kancing kemejaku yang terlepas. Dan aku sama sekali tidak menduga apa yang dia lakukan sekarang. Dia malah mengancingkan kembali kemejaku.
"Tidak baik seorang wanita yang baik sepertimu membiarkan belahan dadanya dinikmati umum," ucap Byakuya. Aku terkejut. Kenapa? Kenapa dia malah mengancingkan kembali kemejaku? Byakuya lalu pergi meninggalkanku yang masih terhanyut dalam keterkejutanku.
"Kau, emm.. maksudku Byakuya, kenapa kau mengancingkan kemejaku?" tanyaku. Bodoh, kenapa aku bertanya seperti itu? Seolah-olah aku mengharapkan sesuatu yang lebih darinya. Byakuya lalu menghentikan langkahnya dan kembali menujuku. Sial, bagaimana ini?? Bagaimana kalau sekarang dia hendak melakukanhal itu. Ah Rukia, jangan berfikiran macam-macam. Tetaplah tenang Rukia. Aku berusaha menenangkan diriku sendiri.
"Kau ingin tahu?" ucap Byakuya. Kenapa sih dia selalu mengajukan pertanyaan retoris seperti itu padaku?! Byakuya lalu membisikkan sesuatu di telingaku, "karena aku mencintaimu," aku tidak bisa menjawab apa-apa. Mencintaiku?? Hal sama yang sering dikatakan Ichigo padaku. Byakuya lalu kembali meninggalkan setelah mengucapkan hal itu.
"Tunggu..," ucapku.
"Apa lagi?" Byakuya membalikan badannya, menoleh ke arahku.
"Kenapa kau mencintaiku?"
"Tidak diperlukan suatu alasan untuk mencintai seseorang. Oiya satu lagi, jangan lupa memakai kaos dalam. Atau kalau ada kesempatan seperti tadi sekali lagi, aku pasti tidak akan melewatkannya. Hehe..," Byakuya tersenyum. Senyum yang manis, tapi aku tidak boleh mempunyai fikiran seperti itu.
"Diam kau otak mesum!!! Aku benci padamu!!" makiku. Byakuya tidak menghiraukan makianku. Dia terus berjalan menuju tangga dan menghilang dari pandanganku.
Aku menyentuh bibirku. Bibir yang kujaga untuk Ichigo, bibir ini pula yang untuk kedua kalinya malah mendapatkan ciuman dari Byakuya Kuchiki. Orang gila yang tiba-tiba masuk ke dalam kehidupanku. Aku ingat, bibirku tadi berdarah. Dan leherku? Sial, kecupan Byakuya tadi pasti meninggalkan bekas di leherku. Ini tidak boleh terlihat! Ichigo pasti akan marah besar bila mengetahuinya.
Aku langsung bergegas ke toilet wanita. Aku bersyukur karena di toilet tidak ada orang. Sehingga tidak ada yang bisa melihat apa yang kulakukan. Ternyata benar dugaanku, bibirku masih berdarah. Darahnya memang tidak lagi keluar, tapi meninggalkan bekas luka yang cukup terliahat. Dan leherku? Benar, kecupan tadi memang meninggalkan bekas merah di leherku. Aku harus menyembunyikannya.
Aku lalu mengambil plester dari dalam sakuku. Untungnya aku membawa plester chappy ini. Aku menempelkan plester di pinggir bibirku yang memang luka dan di leherku, tempat dimana bekas kecupan itu berada. Aku lalu bercermin di kaca yang terpasang di dinding toilet. Luka di bibirku tampak normal dibawah plester ini, tapi yang di leherku tidak. Plester yang kutempel di leherku terlihat sangat janggal. Itu seperti luka yang dibuat-buat. Apa yang harus aku lakukan? Ichigo pasti curiga..
Aku pun melakukan sesuatu yang yang kufikir adalah jalan satu-satunya. Aku mengambil pisau lipat yang selalu ku simpan di sakuku untuk berjaga-jaga. Aku menggoreskannya perlahan di atas bekas kecupan yang Byakuya berikan di leherku. 'Aww..' aku bisa merasakan perih saat pisau itu menggores leherku. Darah segar keluar dari leherku. 'Bertahanlah Rukia, ini demi Ichigo,' aku berusaha menguatkan diriku sendiri.
Aku lalu menempelkan plester itu di atas luka sekaligus bekas kecupan Byakuya di leherku. Aku kembali bercermin. Nah, akhirnya sekarang plester yang menempel di leherku tidak lagi terlihat janggal. Ini terlihat seperti memang benar menutupi luka. Karena leherku memang benar terluka. Tapi sudahlah, ini semua demi Ichigo. Aku tidak ingin Ichigo menganggap aku mengkhianatinya. Aku lalu merapihkan kemejaku. Aku harus terlihat seperti tidak pernah terjadi apa-apa.
Setelah merasa cukup, aku lalu keluar dari toilet dan menuju kelasku. Kelas pasti sudah bubar, karena sekarang sudah hampir jam tujuh malam. Aku harus bergegas ke kelas, Ichigo pasti sudah menungguku. Sesampainya di kelas ternyata dugaanku benar, Ichigo sudah menunggu di kelasku. Aku memasuki kelas dengan perlahan. Ichigo yang menyadari kedatanganku lalu menatapku.
"Kau darimana Rukia?" tanya Ichigo. Aku bisa melihat matanya memandangku, lalu memandang luka di bibirku sebelum berpindah memandang luka di leherku.
"Ehm.., aku. Tadi aku.." aku belum sempat meneruskan perkataanku saat Ichigo menyentuh bibirku yang terluka.
"Kenapa dengan bibirmu?" Ichigo lalu berpindah menyentuh luka di leherku, "Lalu, kenapa juga lehermu?" Ichigo menatapku dengan curiga.
"Emm.., anu itu, tadi aku terjatuh. Benar, aku tadi terjadi terjatuh di toilet. Hehehe.." aku tahu alasanku benar-benar tidak masuk akal. Tapi aku sama sekali tidak tahu lagi apa yang harus katakana pada Ichigo.
"Oh.. Lain kali kau harus hati-hati," ucap Ichigo. Syukurlah, ternyata Ichigo tidak curiga.
"Iya. Hehehe..,"
"Ayo kita pulang," ajak Ichigo.
"Baik," jawabku. Kami lalu pulang bersama seperti biasa.
Selama perjalanan aku sesekali melirik Ichigo. Aku memperhatikan Ichigo begitu serius mengendarai mobil. Aku tidak tahu apa yang ada di fikirannya. Apa Ichigo curiga dengan luka di bibir dan leherku. Atau?? Ah, aku tidak boleh berfikiran macam-macam dan bertindak yang aneh. Aku tidak boleh membuat Ichigo curiga. Ini semua gara-gara Byakuya! Orang gila yang sudah dua kali mencium paksa bibirku. Orang itu memang kurang ngajar! Awas saja kalau hubunganku dan Ichigo rusak karena orang itu, aku tidak akan memaafkannya!
Seperti biasa, Ichigo berjalan di sampingku tanpa menggandeng tanganku. Bersikap seolah aku hanya sebuah patung yang dijaganya, tak pernah disentuhnya. Kenapa Ichigo? Kenapa? Lagi-lagi aku tidak bisa menemukan jawaban atas pertanyaan ini. Sampai kapan harus seperti ini Ichigo?? Kau begitu bebas menyentuh, menggandeng bahkan mencium wanita lain. Tapi kenapa tidak untukku Ichigo?? Pacarmu sendiri! Huh, apa lagi-lagi karena cinta?! Lalu cinta seperti apa yang kau miliki untukku? Seperti apa Ichigo?
Akhirnya kami sampai juga di depan kost-kost an ku. Aku terdiam. Aku selalu terdiam di saat seperti ini. Aku selalu menunggu, menunggu, bahkan berharap Ichigo akan mengecup keningku. Mengucapkan selamat malam sebelum aku turun dari mobil dan masuk ke dalam. Tapi lagi-lagi aku hanya bisa mengubur semua harapanku. Karena seperti biasa, Ichigo hanya diam dan mengucapkan hal itu.
"Aku mencintaimu Rukia," ucapnya. Aku hanya terdiam. Tidak, tidak boleh terus seperti ini! Byakuya saja sudah mencium bibirku. Ichigo pun harus! Aku menatap Ichigo. Violetku bertemu dengan coklat musim gugurnya. Ichigo, kumohon lakukanlah hal itu sekali saja. Kumohon Ichigo. Aku memerlukan bukti atas segala ucapan cintamu. Aku mohon Ichigo.
Seolah mendengar harapan hatiku, Ichigo lalu menyentuh keningku, perlahan mengelus pipiku, lalu aku bisa merasakan tangannya menyentuh lembut bibirku. 'Teruskan Ichigo, aku mohon,' batinku. Dan kali ini Ichigo mendekatkan wajahnya padaku. Akhirnya harapanku tercapai. Aku pun mendekatkan wajahnku padanya. Aku menutup mataku. Penantian, harapan, dan cintaku akan terwujud saat ini. Aku menunggu, tapi kenapa hal itu tidak juga muncul. Tidak, jangan, aku tidak ingin berakhir disini!
Aku membuka mataku, dan aku bisa melihat semua harapanku hancur. Kembali hancur! Ichigo sudah kembali ke posisi awalnya dan dia memang tidak menciumku. Aku kehilangan kendaliku. Aku menarik Ichigo, memaksanya untuk menghadap ke arahku.
"Kenapa Ichigo?! Kenapa!?" jeritku. Aku tidak tahan dengan semua ini. Mataku menatap matanya.
"Aku tidak mengerti maksudmu Rukia," Ichigo menghindar dari tatapanku.
"Jangan berpura-pura kau tidak mengerti Ichigo!" tangisku sudah tidak bisa lagi kubendung. Perlahan aku merasa air mataku jatuh menetes di pipiku.
"Maafkan aku Rukia," kali ini Ichigo menatapku.
"Tapi kenapa Ichigo?" ucapku lirih. Aku harus tahu apa alasanmu memperlakukan aku seperti ini Ichigo.
"Itu karena aku..," ucapan Ichigo terhenti karena aku memotongnya.
"Jangan bilang lagi karena kau mencintaiku!? Lalu apa cinta seperti apa yang kau miliki untukku!!?" aku menumpahkan segala kepedihan hatiku. "Kau selalu mengatakan bahwa kau mencintaiku, tapi kenapa kau selalu menyakitiku Ichigo? Kenapa? Sekalipun kau tak pernah menciumku, memelukku bahkan menggandeng tanganku pun kau tidak pernah. Tapi apa yang kau lakukan dengan wanita lain?! Kau bisa dengan bebas memeluk mereka bahkan mencium mereka. Dan semua itu kau lakukan di depanku. Di depanku Ichigo!!" aku sudah tidak bisa menahan ini semua. Semua yang selama ini tersimpan rapat dihatiku. Kesedihan, kepedihan, dan luka yang diciptakan Ichigo selama menjalani hubungan ini. Aku menangis, hanya itu yang bisa kulakukan. Menangisi kehidupan cintaku yang pahit.
"Rukia," panggil Ichigo. Aku menatapnya, menatap mata musim gugur, mata milik seorang laki-laki yang paling kucinta. "Apa selama ini sikapku menyakitimu? Apa selama ini aku tidak pernah membuatmu bahagia?" tanya Ichigo. Aku melihat penyesalan dan kesedihan saat dia menanyakan hal itu.
"Kau adalah kebahagiaan bagiku. Cahaya dari hidupku. Tapi kenapa kau memperlakukan aku seperti ini Ichigo?"
"Percayalah padaku Rukia. Aku memang bodoh, menyakitimu selama ini. Tapi percayalah, aku mencintaimu. Sangat mencintaimu, dan tidak akan pernah berubah. Berkali-kali aku menyakitimu, tapi kau harus mempercayaiku, aku mencintaimu Rukia," Ichigo mengakhiri ucapannya dengan mencium punggung tanganku.
"Hmmphh," aku menghela nafas. Setidaknya Ichigo sudah mencium punggung tanganku. Aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan. Aku, aku memang mencintai Ichigo. Aku harus mempercayai kata-katanya, walau dia tidak pernah memberi alasan selain ucapan 'Aku mencintaimu Rukia,'. Aku jadi teringat, ucapan Byakuya tadi siang. Tidak diperlukan alasan untuk mencintai seseorang. Ya, kau betul Byakuya.
"Selamat malam Rukia," ucap Ichigo. Nadanya menegaskan bahwa pembicaraan ini sudah berakhir. Aku pun keluar dari mobil setelah sebelumnya mengucapkan,
"Selamat malam Ichigo."
Ichigo memnuka kaca jendela mobinya dan menoleh padaku. "Aishiteru Rukia."
"Aishiteru Ichigo," aku lalu masuk ke dalam kost an ku meninggalkan Ichigo.
Aku baru mendengar deru mesin mobil saat aku sudah berada di kamarku yang teletak di lantai 2. Aku pergi ke beranda di depan kamarku. Aku bisa melihat mobil Ichigo perlahan melaju meninggalkan kost an ku. Mataku terkejut saat menangkap sesosok manusia yang mengawasiku dari bawah, tepat di bawah pohon cemara yang tumbuh di samping jalan. Aku mengamati sosok itu, wajahnya terhalang oleh kegelapan malam dan bayangan pohon itu sendiri. Tapi, aku seperti mengenal sosok itu. Aku berlari kedalam kamarku dan menuruni tangga. Aku bermaksud ingin menghampiri sosok itu. Saat aku sudah berada di luar, aku terkejut. Karena sosok itu sudah pergi. Hilang, hanya sepucuk surat yang kutemukan di bawah pohon cemara itu. Ini…..
To be continue
Mina, bagaimana dengan chap kali ini, apa ada peningkatan??
Terima kasih untuk semua yang udah bersedia mampir dan ngeripiu fic ini..*bungkuk-bungkuk*
Iya Sagara Ryuuki, Ichigo emang jahat!!*ditampol*. Nggak ko, nanti akan dijelasin kenapa Ichigo kaya gitu.
Chariot330, ho_oh.. Itu emang Byakun. 100 buat Chari, 1 juta buat Ay…*digatak*
Hei Square_Pants, puaskah dikau dengan chap ini?? Jika tidak,tunggu kelanjutannya..Hahaha..*omes*
Kuchiki Rukia-taichou, ini udah ada ByaRuki nya.. R&R terus ya..*maksa mode on*
Hohoho… Jangan di depan Ichi dulu ah Haru N' Byakun, Byakuya nya masih malu-malu kucing. Hehehe..
Terima kasih untuk semua ripiunya..
Sekarang ripiu lagi ya..
Plizzz, saran dan kritik ay terima.. Apalagi kiriman hadiah, dll.*dijitak*
Ok.. diripiu ya..
Arigato..