Yang Terpenting

.

.

By: Emily Weiss

.

Naruto © Masashi Kishimoto

Note : This was my very first dedicated fanfiction. I made it in 2010, I was a fresh year high-schooler back then. And now, I almost finish my college. Time flies soooo fast. I decided to take a few chapter out bcs it was a mess, its supposed to be a threeshoot, but i kept giving it another chapter and I blew it up. Ups. But seeing y'guys loving this fic as much as I do, I republish this into one super long chapter. (I mean, I still got reviews today! Damn yea.)

I don't fix any single word. So yeah, enjoy my messy and old-style writing.

.

.

.

Lapangan basket Indoor Konoha lenggang sore itu.

Dahi Sasuke bersimbah peluh. Wajahnya sudah berganti warna menjadi kemerahan. Napas Sasuke memburu. Lelaki itu terengah-engah."Hah… hah.." Sasuke mengusap dahinya. Lalu ia mendudukkan dirinya di bangku pinggir lapangan. Tangannya merengkuh sebotol air mineral, ditenggaknya minuman itu hingga hampir habis. Kepalanya terasa pening sekali. Botol yang telah kosong itu, sekarang mendarat pada tasnya dengan mengenaskan. Dibanting oleh pemiliknya.

"Sasuke, permainan-mu hari ini buruk sekali." Kakashi-sensei menghampiri Sasuke. Kakashi melipat tangan di depan dada. Pertanda ia sedang kesal pada pemain andalan dalam tim basketnya."Kemana konsentrasimu? Kau tahu, harusnya kau bisa langsung three point! Ingat strategi latihan kemarin! Apa kau mendengarkan aku, Sasuke Uchiha?!"

Kepala Sasuke menunduk. "Iya, sensei." Kakashi mendengus, lalu ia duduk disamping Sasuke dan berkata dengan suara lunak. "Ada apa denganmu? Professional, please. Jangan sangkut pautkan masalahmu dengan permainan. Besok kita akan menghadapi rival terberat kita. Kami semua mengandalkanmu. Dan aku percaya padamu, Sasuke." Sasuke hanya menunduk.

Pelatih tim nasional Konoha itu menjauh, Kakashi memberi aba-aba pada 'anak buah'-nya untuk segera berkumpul. Sepatu-sepatu itu berdecit nyaring karena beradu dengan lantai kayu yang licin. Namun Kakashi meniup peluit yang dikalunginya lebih nyaring lagi.

"Latihan selesai!" teriakannya menggema.

Pemuda-pemuda dengan kostum basket berwarna biru tua dengan garis putih di sisi-nya meninggalkan lapangan. Menuju ke arah dimana tempat tas mereka berserakan. Tempat yang sama dimana Sasuke masih terduduk diam. Keramaian yang diciptakan teman-temannya tak membuyarkan lamunan pria ini. Mata onyx-nya redup. Terlihat di wajahnya betapa lelah dan beratnya hal yang sedang dipikirkan. Entah apa itu.

Sasuke menoleh saat dirasakannya seseorang duduk di sebelahnya. Ia hanya tersenyum tipis-tidak-niat pada Kiba yang kini menepuk pundak kirinya. Pria dengan tattoo merah di kedua pipi itu hanya memberi Sasuke cengiran lebar.

"Ada apa?" Tanya pria disebelah Sasuke.

"Hn." Khas Sasuke.

"Bukan jawaban."

"Aku tahu."

Tiba-tiba terdengar bunyi ponsel. Ponsel Kiba, pria itu melihat layar handphone yang dipegangnya, tersamar Kiba terlihat terkejut lalu menepuk dahinya perlahan. Ia menoleh ke arah Sasuke dan menunjukkan ponsel yang dipegangnya. "Aku lupa janji-ku dengan Hinata!" ucapnya berbisik. Sasuke hanya memeberi tawa seadanya dan dengusan khas-nya jika sedang menyindir. "Tahu rasa."

Kiba meninju lengan Sasuke pelan, "Kurang ajar." Lalu dengan segera mengangkat telepon dari kekasihnya itu.

…"Hai, sayang."

…"Hah? Apa? Aku tidak lupa, hanya saja ak-"

…"Mmh. Oke. Err- aku memang sedikit lupa.."

…"Maaf, aku tak akan mengulanginya. Janji."

..."Ya, aku baru selesai latihan. Kau sudah pulang?"

…"Hey, aku kan sudah minta maaf, sayang."

…"Baiklah, aku akan berlutut di depanmu jika perlu."

…"Tidak mungkin, kau tahu aku hanya mencintaimu."

…"Hahaha, baiklah. Besok aku akan menemuimu, cantik."

Kiba nyengir lagi untuk yang kesekian kalinya. Sasuke hanya memandangnya tak habis pikir, saat melihat Kiba yang merayu pacar atau-lebih tepatnya-merayu handphone.

"Rayuan bodoh." Kata Sasuke sambil membenahi isi tasnya yang berantakan di bawah kursi.

Kiba menoleh, "Harus itu. Bisa repot kalau dia marah, ngambeknya seminggu."Sasuke hanya tersenyum kecut medengar penuturan Kiba. Ia tidak bisa seperti Kiba yang mampu membuat kekasihnya luluh hanya dengan rayuan-bodoh—seperti itu. Sasuke jadi teringat kekasihnya sendiri.

Sakura Haruno. Penulis muda berbakat dan terkenal di Konoha. Yang akhir-akhir ini menjadi sumber peningnya.

"Bagaimana Sakura? Hinata selalu menunggu novel terbarunya." Tanya Kiba yang sedang memasukkan barang-barangnya kedalam tas besar. Ia sudah mandi dan berganti baju selama Sasuke sibuk dengan pikirannya tadi.

"Dalam pengerjaan." Jawab Sasuke sekenanya.

"Oh, oke. Hmm, Sasuke. Kau bisa cerita padaku." Alis Sasuke sedikit mengeryit. Memang Sasuke sedang sedikit terganggu dengan pikirannya sendiri. Sepertinya ada baiknya bila ada yang mau membantu masalahnya. Toh sebagai sahabat harus saling berbagi. Otak jeniusnya sedang tidak dapat diajak berpikir secara jernih.

"Baiklah."

"Bagus, aku tunggu kau selesai mandi. Kita ke coffeshop."

Sasuke mengangguk. Ia mengambil tas dan menuju kamar ganti. Ia meletakkan tas di lokernya, mengambil alat mandi dan handuk, lalu baju gantinya. Menutup pintu loker. Ia menggunakan sandi kombinasi nomor yang sesuai tanggal jadiannya dengan Sakura. Dan Sasuke hanya bisa tersenyum tipis.

Putra bungsu Uchiha masuk ke dalam kamar mandi, menyalakan shower dan mengatur suhu air hangat. Suara kucuran airpun terdengar. Baju yang basah oleh keringat dilemparnya begitu saja. Lalu ia bersandar pada dinding ubin kamar mandi yang dingin. Air hangat membasahi sekujur tubuhnya. Membuat ototnya yang kaku menjadi sedikit rileks. Ia menikmati kucuran air yang menimpa kepalanya. Sasuke pusing sekali. Sakura yang membuat konsentrasi Sasuke buyar hari ini. Sasuke mengusap wajahnya, "Arh, Sakura!" digenggamnya rambut biru tua itu dengan kedua tangannya. Lalu tanpa disadari ia memukul tembok dengan kepalan tangannya.

Kiba menunggu di stadion. Kini tempat itu sudah sepi . Hanya tinggal dirinya berdua dengan Sasuke. Kebanyakan teman mereka memilih langsung pulang ke rumah. Kiba menatap lapangan basket indoor yang sudah 3 tahun ia dan teman-temannya jadikan tempat berlatih. Sejak tim Nasional dipegang oleh angkatannya, Konoha selalu menang, 3 tahun berturut-turut. Kiba dan teman-temannya mengawali karir sejak berumur 18 tahun. Tanpa disadari ia dan Sasuke kini sudah berumur 21 tahun. Mengapa begitu cepat waktu berlalu? Sejauh ini timnya yang nomor satu di antara negara-negara lainnya. Kecuali Sunagakure. Mereka sedang melatih fisik dan mental untuk mempersiapkan pertandingan dengan Tim yang selama ini berusaha mengambil posisis 'nomor satu' tim-nya.

Kiba menatap sosok yang keluar dari kamar ganti, Sasuke. Lalu Kiba menghentikan aktifitasnya-melamun- dan berdiri, melihat Sasuke yang sedang menghampirinya.

"Ke mobil." Ucap Kiba sambil memberi gerakan tangan menunjuk parkiran.

Dan Sasuke hanya mengangguk. "Hn."

Dentingan sendok dan cangkir yang beradu terdengar mengganggu. Itu Sasuke sedang mengaduk mocchacino di hadapannya. Di depannya Kiba sedang menikmati kopi karamel yang mengepul.

"Sasuke."

Sasuke balik menatap, "Hn?"

"Jadi?" Kiba membuka pembicaraan dengan kurang nyaman karena pegawai coffeshop dan pengunjung-terutama perempuan- yang sedang menatap kearah mejanya.

"Apa?"

"Hubunganmu dengan Sakura. Apa yang sebenarnya mengganggu-mu?"

Sasuke terdiam. Kejadian dua hari lalu berputar kembali dalam ingatannya. Dadanya terasa sesak.

..Flashback

"Sasuke! Jangan menghindar!" Sakura berteriak tertahan.

Sasuke yang beranjak pergi dari apartemennya berbalik lagi oleh karena teriakan Sakura. "Apa?" Ucapnya dingin.

"Apa?! Kamu bilang 'apa'?!"

Sasuke mengangkat bahu singkat. Sakura yang melihatnya benar-benar habis pikir akan rasa cuek dari kekasihnya sendiri. Matanya berkaca-kaca. "Kamu nggak peduli lagi sama aku?"

"Ayolah, Sakura. Kau harus menerima bahwa aku ini sibuk." Jawab Sasuke enteng.

" Aku akan kembali bertanya padamu, Sasuke Uchiha! Dan jangan menghindar lagi!"

"Hn."

"Aku ini pacarmu Sasuke! Kau tak pernah ada waktu untukku! Semua tentang basket, basket, dan selalu basket! Apa aku tidak pernah menjadi prioritasmu?!"

"…"

"Kenapa kau diam?! Jawab aku!"

"…"

"Aku sudah berusaha sabar denganmu! Satu kali aku bilang, lalu kedua kalinya, ketiga kali, dan seterusnya sampai aku merasa lelah!"

Sakura mulai menangis, kali ini dibonusi dengan isakan kecil."Aku menyayangimu, Sasu. Aku butuh kamu.."Sakura yang sekarang duduk diam sambil meringkuk di sofa Sasuke, terus menangis. Sasuke merasa bersalah. Dilihatnya punggung gadis yang bergetar saking hebatnya tangisan Sakura. Sasuke mendengus. Ia beringsut mendekati sofa, disentuhnya pelan punggung gadis yang sudah menemaninya selama setahun lebih. Dituntunnya Sakura perlahan ke dalam pelukannya. Awalnya ia menolak dan mendorong dada Sasuke, tapi Sasuke sudah terlanjur ingin menyentuh Sakura. Terpaksa Sasuke menggunakan sedikit tenaga, akhirnya Sakura mengalah dan pasrah dalam pelukan Sasuke.

"Shht…" Sasuke mencoba menenangkan Sakura yang tangisannya kini malah semakin kencang. Ia merasa seperti sedang membujuki keponakannya yang berumur 5 tahun. Bahkan pada keponakkannya saja ia tak pernah berlaku seperti itu. Pelukan Sasuke makin kencang. Sasuke merasa amat bersalah bila sudah begini kejadiannya.

End of Flashback

"Hn, aku bigung."

"Kenapa?"

"Sakura selalu menuntut waktu yang aku punya."

"Tentu saja, dia berhak, Sas." Kiba masih belum mengerti situasinya.

"Aku tidak punya."

"Tidak bisa kau usahakan?"

"Tidak bisa. Aku bingung."

"Antara?"

"Sakura dan Basket, lagipula waktu kami bentrok. Dia juga sibuk."

"Kau mencintai basket atau Sakura? Tapi dia selalu menyempatkan waktu untukmu kan?" setahu Kiba, sesibuk apapun Sakura, ia akan menonton pertandingan atau event penting bagi Sasuke. Seperti pesta klub, penganugerahan, dan lain sebagainya.

Sasuke mengangguk.

Kiba bicara lagi, "Daripada ia meminta waktu kepada lelaki lain? Apa kau rela? Jika itu sampai terjadi, jangan kau salahkan dia, karena semua ini salahmu."

Sasuke tercengang. Penuturan Kiba menancap di hati Sasuke. Namun, Sasuke terlalu sombong untuk menyalahkan diri sendiri. Lalu dengan ketus ia menjawab,

"Dia bisa lebih pengertian kan?!"

Kiba mendengus kesal. "Kau tahu apa yang paling aku kagumi dari kekasihmu? Dia sangat pengertian! Kau juga harus mengerti dia. Jangan bersikap egois. Jangan selalu menuntutnya lebih, yang bahkan sudah ia berikan lebih dari cukup." Kiba mengetuk jari telunjuknya lumaya keras ke meja.

Kiba tak habis pikir. Hinata dan Sakura sering bersama. Dan dia cukup mengenal Sakura. 'Sakura tak pernah mengeluhkan hal penting lainnya dalam sebuah hubungan. Jika memang Sakura meminta waktu, toh itu tidak berlebihan. Harus malah, jika dilihat lagi dari waktu yang tersisa dari tuan supersibuk Sasuke.' Kiba menghela napas panjang, mencoba mengerti posisi sahabatnya itu. 'Sepertinya Sasuke memang tidak bisa memperlakukan dan mengerti kemauan wanita dengan baik. Sasuke tidak peka.'

Melihat Sasuke yang hanya bergeming, ia melanjutkan kata-katanya. "Baiklah aku mengerti. Begini saja. Apakah kau mau melihat Sakura dengan lelaki lain yang jauh lebih bisa meluangkan banyak waktu daripada kamu?"

Sasuke yang langsung membuang muka begitu suasana memanas, menolah cepat ke arah Kiba. Sasuke lumayan terperanjat, namun berusaha tetap terlihat tenang sambil menghabiskan minumannya. Dan ia memilih tetap diam.

"Kau tahu? Kita ada di posisi yang tidak jauh berbeda. Kita harus berkorban, Sas. Kau juga tau kan, aku tak bisa bangun pagi? Apalagi suka tidak on-time hanya karena tertidur? Nah, Aku memilih tidak tidur sama sekali, daripada harus membuat Hinata kecewa sampai harus kehilangan dia." Sasuke memang memahami kebiasaan ngaret Inuzuka Kiba. Manusia paling telat bangun seantareo Konoha.

"Boleh aku bertanya Sas ?"

"Hn."

"Coba kau pikir sekali lagi, apa kau mau kehilangan Sakura? Dan merelakan dia dengan LELAKI LAIN?" Tanya kiba dengan penuh penekanan.

Tiba-tiba saja Sasuke jadi menghitung jumlah lelaki yang selalu mengelilingi Sakura. Ia meringis, "Wow.." Katanya sambil menghela nafas panjang. Kepalanya menggeleng pelan. Sambil meremas tangannya ia berkata dalam hati, 'Geez! Over my dead body'. Yang benar saja. Untuk mendapatkan Sakura bahkan lelaki semi-perfect macam Sasuke susah menaklukkannya. Sasuke menggeleng perlahan, 'Jangan harap.'

Lelaki ini jadi ingat kejadian yang lalu, saat dimana ia masih harus berjuang mendapatkan Sakura, dengan BANYAK SEKALI rival. Tetapi yang perlu dikhawatirkan hanya satu orang saat itu. Naruto Uzumaki. Editor tempat Sakura bekerja. Sebagai penulis, tentu saja Sakura banyak meluangkan waktu dengan editor-keparat— itu. Jangan harap Sasuke mau mengulang kejadian itu lagi—merebutkan Sakura untuk yang kedua kalinya.. Karena Sakura HANYA miliknya.

'Kiba benar. Tidak ada salahnya sedikit berkorban untuk orang yang paling dikasihi, jika dibandingan dengan pengorbanan Sakura, sebenarnya aku tidak ada seujung jarinya. Kiba benar. Sakura terlalu pengertian padanya. Kiba benar. Ia yang terlalu egois.' Ternyata butuh bantuan orang lain untuk Sasuke menyadari diri sendiri. Sasuke menyesal. Keturunan Uchiha memang ber-ego tinggi.

Terngiang kembali pertanyaan Kiba, "Coba kau pikir sekali lagi, apa kau mau kehilangan Sakura?" Sasuke menggeleng dengan mantap kali ini, "Tidak akan pernah."

Kiba hanya tersenyum.

"Hn. Thanks." Sasuke tersenyum. "..kau yang terbaik. Aku yang traktir."

Mau tidak mau Kiba tertawa, ternyata temannya ini sudah benar-benar lemah oleh cinta. Belum pernah ia melihat Sasuke yang gila karena wanita. Sakura memang hebat. Dulu Kiba sedikit terkejut saat kurang lebih 1 setengah tahun yang lalu, Sasuke tertarik oleh seorang gadis, dan lebih dari setahun yang lalu, ia baru menggandeng Sakura sebagai kekasihnya. Biasanya wanita, kurang dalam 24 jam juga sudah tergila-gila dengan Sasuke. Sakura? 6 BULAN. SETENGAH TAHUN. Apa saja yang dilakukan Sasuke selama itu? Dan lihat? Selama 6 bulan ia direcoki oleh Sasuke yang selalu diam tetapi amat sangat berbahaya. Saat Sakura dekat dengan lelaki lain, Kiba yang menjadi tempat pelampiasan api cemburu Sasuke. Sasuke yang susah berkata-kata, entah bagaimana menyatakan cinta pada Sakura.

Kiba melihat jam tangannya. "Mmh, Sas. Aku harus pergi."

"Hn. Aku juga mau pergi." Lalu mereka berdiri dari kursi, Sasuke menaruh sejumlah uang yang lebih dari cukup untuk 2 cangkir kopi di ujung meja.

Mereka menuju mobil masing-masing. Sasuke hanya mengangkat tangan sekilas, sebelum mobil Kiba melaju. Setelah mobil Kiba tak terlihat, Sasuke menuju mobilnya sendiri yang diparkir tak jauh dari tempatnya sekarang. Ia bergegas masuk ke dalam mobil. Mengarungi jalan raya yang lenggang, menuju apartemen mewahnya.

Baru 5 menit perjalanan, handphone Blackberry Bold milik Sasuke berdering. Sasuke mencari ke segala penjuru mobil dan menemukannya di dashboard. Ternyata ponsel-nya tertinggal sejak tadi. Tanpa diduga, mobilnya terjebak di lampu merah per-empatan jalan. Kesempatan itu ia gunakan untuk melihat layar handphone yang sejak tadi hanya di genggam.

19 missed call(s) and 3 unread message(s)

Sasuke terkejut mendapati 19 panggilan tak terjawab dan semuanya atas nama Sakura. Dengan segera, ia menggulir kursor ke inbox.

Sakura ; 05.47 p.m

Sasuke, jangan lupa. Aku di apartemen jam 7 nanti.

Sakura ; 07.29 p.m

Sas, aku sudah di tempatmu sejak tadi. Kau seharusnya sudah selesai latihan kan?

Sakura ; 08.18 p.m

Sasukee, dimana kau? Angkat telfon ku. Jangan membuatku khawatir!

Sasuke melempar ponsel itu ke jok disebelahnya. Lalu memukul stir mobil, "Jesus!" (baca: Jizez) ucapnya berdesis sambil menekan klakson. Mobil-mobil di depannya mulai melaju lambat karena lampu lalu lintas memang baru saja berwarna hijau selama beberapa detik, tetapi Sasuke sudah tidak sabar.

Ia melupakan janji bertemu dengan Sakura di apartemen-nya. Ia ingat perkataan Sakura minggu lalu. Hari ini Sakura akan menyiapkan makan malam dan ingin memberitahukan hal penting.'Gila! Yang benar saja. Sekarang sudah hampir setengah sembilan!' Sasuke mengendarai mobilnya seperti orang gila menuju dimana Sakura berada. Tujuannya hanya satu, ia ingin bertemu Sakura sekarang juga.

Perasaan Sasuke sekarang jadi kebat-kebit. Ia kalang kabut memikirkan, apakah yang akan Sakura bicarakan? 'Apa jangan-jangan Sakura mau putus? Ah, sial!'

Mengapa ia bisa menjadi begitu bodoh. Ia-melupakan-janji-nya-dengan-Sakura. Sasuke jadi teringat akan Kiba. Lalu ia hanya mendengus. Lengkap sudah penderitaan Sasuke, ia jadi merasa semakin menjadi manusia tidak tahu diuntung, yang baru saja kemarin berjanji akan meluangkan lebih banyak waktu, dan sekarang ia mendapati dirinya MELUPAKAN KEKASIHNYA SENDIRI!

Lelaki super-duper tampan ini menjadi kalut. Ia gelisah. Ia lelah sekali. Kemarahan Kakashi-sensei masih terngiang di kupingnya, teringat akan permainannya yang memburuk. Apalagi pembicaraanya dengan Kiba. Belum lagi pertandingan dengan Suna adalah BESOK. "Arrghh! SIAL!" Sasuke mengumpat dan memukul sekeras mungkin stir mobilnya yang tidak bersalah.Mood-nya benar-benar jelek hari ini.

Setelah penantian yang panjang, akhirnya Sasuke sampai di apartemennya. Sekarang sudah pukul sembilan lebih. Sasuke berlari menuju lift di gedung mewah itu. Ia segera naik ke lantai 3 tempat kamarnya berada. Lalu dengan menenteng tas olahraganya, ia berlari lagi menyusuri lorong. Setelah sampai di depan kamar bernomor 37, ia mengeluarkan kartu kamarnya, Sasuke terburu-buru membuka pintu. Di dalam, ia sudah mendapati Sakura duduk memeluk lutut dengan kedua lengannya. Kepalanya dibenamkan dalam-dalam.

"Sakura.."

Sakura menoleh. Sasuke terkejut melihat Sakura. Mata dan hidungnya merah.

"Kenapa sih, Sas?" Tanya Sakura dengan nada menyakitkan. Isak pelan terdengar.

'Oh, jangan mulai lagi.' Batin Sasuke. Sasuke ikut duduk di sofa dan berhadapan dengan Sakura.

"Kamu selalu tidak ada waktu untuk aku! Sebenarnya apa artinya aku buat kamu selama ini?! Cuma boneka pajangan?! Iya?" kini Sakura benar-benar menangis. Sasuke mendengus. Ia mengalihkan wajahnya agar tidak melihat Sakura yang menangis seperti ini. Ia tidak mampu.

Tetapi Sakura malah menangis lebih keras lagi. 'Lihatlah Sasuke! Ia hanya mendengus dan membuang muka.' Pikirnya sedih.

"Kamu selalu dan selalu aja sama urusan basketmu itu! Apa aku tidak lebih penting dari itu Sas?! Kamu-" belum selesai Sakura bicara, terdengar Sasuke mebentak,

"DIAM!" suara Sasuke keras, membuat Sakura kaget setengah mati. Belum pernah ia dibentak sekasar ini.

Sasuke yang terlanjur marah, tidak dapat menge-rem apa yang mau ia katakan atau perbuat. Apalagi, Sakura menghantamnya di tempat yang sangat tepat. "KAU SELALU SAJA MENUNTUT. AKU SUDAH MAU BERUSAHA MENGERTI KAMU! KAU SEHARUSNYA MENDUKUNG AKU KAN?!" wajah Sasuke benar-benar menampilkan amarah. Emosinya meletup. Wajahnya juga merah karena menahan segala perasaan. Bercampur dengan semua kegundahan yang tercipta sejak dalam perjalanan menuju tempatnya berpijak goyah sekarang.

Sakura benar-benar tidak percaya dengan apa yang dilihatnya sekarang. Ia terperanggah. "Apa aku ti-tidak b-boleh meminta sedikit saja waktu kamu, Sas?" Sakura bertanya dengan suara yang terbata karena isak tangisnya yang semakin hebat.

Sasuke diam saja. Sakura melanjutkan lagi. "Ka-kamu memang MAU berusaha tapi apakah kamu SUDAH berusaha?" Tanya Sakura lagi sambil menahan tangisannya. Tubuhnya bergetar.

Akhirnya Sasuke menjawab dengan rahang terkatup dan penekanan penuh di tiap kata-katanya. "Sakura, dengar! Konoha mengandalkan aku di tiap pertandingan. Kau pikir ini mudah? Ini sangat penting bagiku. Aku tidak bisa mengecewakan mereka. Mereka semua mengandalkan aku! Konoha mengandalkan aku!"

Sakura ternganga. Tangisannya sudah berhenti, tapi ia masih terisak-isak. Tapi dengan mantap ia menjawab, "Aku juga mengandalkanmu Sasuke, dan aku kecewa." Sakura berdiri dari sofa-nya duduk. Mengambil tas lalu, beranjak pergi.

"Sakura!" Tiba-tiba saja, tanpa Sasuke memanggil kekasihnya yang wajahnya sudah pucat dan mata sembab masih terisak pelan.

Sakura yang sudah menyentuh handle pintu, berbalik. "Kenapa? Kau benar, semua itu sangat penting. Dan kau tahu? Aku sudah selesai disini. Kita putus, Sasuke." Sasuke yang mendengar keputusan final Sakura, bagai terkena hantaman paling menyakitkan tepat di ulu hatinya. Sasuke tidak percaya. Apa yang ia takutkan benar terjadi. Sasuke beku di tempat. Ternyata tidak ada hal yang lebih menakutkan dari kehilangan Sakura.

Sakura melempar kartu cadangan apartemen Sasuke. Seketika Sakura melepas cincin yang berada di jari tengahnya, pemberian Sasuke saat anniversary pertama, dan menaruhnya di atas meja kaca ruang tamu dengan hati-hati. Dan dengan tatapan tajam menatap lurus ke dalam mata Sasuke, Sakura mengucapkan, "Terima kasih banyak."

Sasuke tercengang, masih terpaku di tempatnya berdiri. Sasuke hancur mendengar perkataan Sakura.

Lalu Sakura benar-benar membuka pintu itu dan melangkah pergi. Sasuke yang sejak tadi terdiam karena dikuasai emosinya, tanpa sadari ia sudah mengejar Sakura. Ditariknya tangan gadis berambut panjang itu dan digapainya tubuh Sakura, ia merengkuhnya kedalam pelukan yang dalam. Seolah tak ingin melepaskannya.

Sakura terhentak. Otomatis ia memberontak. Ia sungguh lelah dengan semua ini. Dia sakit hati!

Tapi pelukan Sasuke terlalu kuat mencengkram. "Lepas, Sasuke Uchiha. Aku mau pulang!" Tapi Sasuke terus memeluk tubuh Sakura dari belakang. Sasuke tidak habis pikir. Ia baru saja membentak Sakura.

"SASUKE! LEPASKAN AKU!" dan dengan sekali sentakkan, pelukan Sasuke terlepas. Sasuke terkejut. Terlebih, saat..

PLAKK!

..Sakura menamparnya.

Pipi Sasuke panas. Lelaki itu memegangi bekas tamparan tadi. Dan dengan tatapan yang tajam tepat ke manik mata, Sakura menekankan, "Jang-an per-nah sen-tuh a-ku la-gi!" Lalu Sakura berlari pergi. Sasuke yang tercengang hanya melihat kepergian Sakura dengan mata nanar. Sakuranya yang telah hilang. Dengan putus asa, Sasuke berbalik kembali ke kamarnya. Sekali lagi, ia sungguh putus asa. Apa yang telah dilakukannya? "Arrgh!" dan tinju Sasuke-pun mendarat di tembok yang jelas tidak berdosa.

Ia masuk ke apartemennya, kepalanya benar-benar pening. Sasuke sedang mencerna apa yang baru saja di lakukannya. Sasuke meremas rambut untuk kesekian kalinya hari itu. Ia menuju dapur. Hendak mengambil whiski di lemari pendingin, saat tersadar ekor matanya melihat meja makannya telah rapi, lilin berada di tengah meja makan sudah meleleh seperempat. Makanan-makanan sudah ditata rapi. Kelihatannya enak bila saja masih hangat.

Sasuke kembali termenung.

Sakura sungguh mempersiapkan ini. Apa yang sebenarnya ingin dibicarakan?

Gadis berambut pink keluar dari gedung mewah bertingkat, tempat tinggal kekasihnya—ralat, mantan kekasihnya. Rambut panjang sebahu tergerai ditiup angin. Wajahnya muram, pucat. Gadis ini.. layu.

Sakura berlari menuju mobilnya, tangannya masih mengusap mata. Lalu merapatkan mantel. Ia menuju mobilnya, dan akan mengendarai secepat yang ia bisa menuju rumahnya.

Sakura bingung akan sikap Sasuke.

'Sebenarnya aku kurang pengertian apa? Aku hanya ingin bersamanya saja. Walau sebentar. Bagaimanapun aku menyayangi dan membutuhkan dia. Sungguh tadi Sasuke tidak menghargai aku. Aku tersinggung. Keberadaanku untuknya sama sekali tidak berharga. Kalau memang basket itu penting, baiklah, aku akan mengalah. Mungkin ia tidak benar-benar mencintai aku. Jika aku tidak mendukungnya, tentu aku sudah memaki basket sialan itu sejak dulu. Ups! Arh! Lihat! Aku jadi sungguhan memaki! Huh! Ternyata memang Sasuke tidak sungguh mencintai aku.'

Sakura semakin sedih, perasaanya sudah dilukai oleh orang yang paling ia sayangi. Dan saat-saat seperti ini, ia hanya di ditemani suara deru kendaraan lain. Dan hembusan angin malam yang dingin.

'Apa yang sedang dilakukannya sekarang? Ah, paling dia sudah tidur dengan wanita lain.' benak Sakura. Tapi sesaat setelah mengatakan itu, kesedihannya membuncah dan diiringi oleh tangisan kencang.

Dibantingnya stir ke arah kanan. Ia parkir di taman Konoha. Taman yang biasanya ramai, sudah sepi karena diselimuti kabut malam. Hanya ada segelintir orang dewasa yang hilir mudik di trotoar. Sakura turun dari mobilnya, udara dingin langsung mengigit. Mantel krem yang digunakannya seakan tak berguna. Dengan cepat ia menduduki bangku taman.

Sakura menggumam, "Sasuke tidak mencintaiku. Sepertinya aku tidak penting bagi dia. Atau dia merasa aku menggangunya?" Sakura merasa sendirian. Lalu diambilnya handphone yang persis seperti milik Sasuke. Mencari hiburan, Sakura memasang headset dan mencari gelombang radio Konoha.

Tiba-tiba,

Sakura berdiri lalu menyusuri trotoar, angin bertiup pelan, menerbangkan setiap helai rambutnya. Menghapus sisa air di sudut mata. Matanya ikut menyusuri jalan setapak dengan banyak daun yang berguguran.

Dirimu.. tak pernah menyadari

Semua.. yang telah kau miliki

Kau buang aku, tinggalkan diriku

Kau hancurkan aku seakan ku tak pernah ada

Sakura menutup matanya. Mendengar alunan piano itu dengan diam. Meresapi setiap lirik yang di nyanyikan.

'Sasuke! Kamu jahat. Apa aku enggak seberharga itu buat kamu? Ya Tuhan, apa aku salah? Apa aku kurang mendukung? Selama ini aku tidak pernah melarangnya. Apa iya, aku terlalu menuntut?'

Aku kan bertahan meski takkan mungkin

Menerjang kisahnya walau perih.. walau perih

Salahkah.. aku terlalu cinta, berharap.. semua kan kembali

Kau buang aku, tinggalkan diriku

Kau hancurkan aku seakan ku tak pernah ada

Sakura membayangkan saat ia masih bersama Sasuke. Tentu saja sebelum 'waktu' benar-benar menjadi sesuatu yang langka.

Saat Sasuke yang mendiaminya hanya karena berbicara pada lelaki lain dengan akrab.

Saat Sasuke memeluknya, hal yang jarang ia lakukan.

Saat Sasuke mengecupnya, hal yang lebih jarang lagi dilakukan.

Saat Sasuke memandangnya, dengan tatapan yang susah dijelaskan.

Saat Sasuke menggenggam tangannya, karena banyak lelaki yang bersiul saat kami kencan.

Saat Sasuke memberikan tatapan mematikan pada rekan kerja laki-laki di kantorku.

Saat Sasuke bertengkar dengan kakaknya, hanya karena Itachi mendekapku saat hampir jatuh. Dasar, benar-benar pencemburu. Sakura tersenyum sayu.

Saat aku marah, ia sang manusia paling gengsi se-dunia, meminta maaf dengan berdiri di tengah hujan di depan rumahku.

Saat aku senang diberi sebatang coklat oleh lelaki, dan ia memberiku sekeranjang penuh coklat.

Saat Sasuke mengusap rambutku karena aku patah semangat.

Saat aku mencium harum parfumnya, yang tak bisa hilang dari benakku.

Saat mengajakku berdansa di acara keluarganya hanya karena ingin memelukku,dan tidak membiarkan Itachi berdansa denganku.

Saat ia rela memakai kaus pink yang aku belikan untuknya.

Saat aku kagum melihat adegan candle light dinner di televisi, aku mendapatkannya langsung malam itu juga.

Dan masih banyak saat-saat yang lain.

Senyum tipis dari bibir pucatnya terlihat lemah.

Aku kan bertahan meski takkan mungkin , menerjang kisahnya, walau perih.. walau perih

Aku kan bertahan meski takkan mungkin , menerjang kisahnya, walau perih

Aku kan bertahan meski takkan mungkin, menerjang kisahnya, walau perih , walau perih , walau perih..

(Vierra-Perih)

Air mata Sakura meleleh lagi. Dalam keheningan Sakura berbisik pada angin, "Sasuke, aku mencintaimu. Tapi aku tidak bisa bertahan. Maaf."

Sasuke duduk di sofa apartemennya. Menyetel tv, sambil mengganti channel terus-menerus. Dan akhirnya berhenti di acara berita malam. Tangannya menggenggam gelas berisi whiski dan es batu. Ruangan itu sangat hening. Hanya terdengar es batunya berdentingan mengadu gelas.

Bosan. Akhirnya Sasuke menaruh gelas dengan isi yang sudah separuh itu ke meja disebelahnya. Ia merebahkan diri. Pikiriannya melayang menuju Sakura.

'Apa yang sedang dilakukannya sekarang?'

'Apakah masih menangis? Aku sungguh keterlaluan. Bagaimana aku bisa meneriakinya seperti tadi? Dan pembelaan bodohku itu. Ah! Apa yang harus aku lakukan? Bahkan tadinya aku mau meminta maaf atas perbuatanku selama ini.'

Sasuke merapatkan matanya. Lalu ia teringat pertikaian tadi. Seketika Sasuke terbangun! Dan menyentuh jari tengah di tangan kanan-nya. Cincin..

Sasuke beranjak dari sofa dan kembali ke ruang tamu. Ia mengambil cincin Sakura. Di dalam cicin itu terukir 'I Love Sasuke' begitu pula di cincin Sasuke, bertuliskan 'I Love Sakura'.

"Argh!" Ini sungguh hal terbodoh yang pernah ia lakukan! Sasuke pergi ke kamarnya. Ia ingin beristirahat. Besok ia memutuskan untuk ke rumah Sakura dan meminta maaf. Harus. Tak akan diabiarkannya kekasih—ralat, mantan kekasihnya jatuh ke tangan orang lain. TIDAK AKAN! Jika sampai ada yang berani mendekati Sakuranya, ia bersumpah akan melempar kepala orang itu dengan bola basket sekuat-kuatnya.

Sasuke menaiki ranjang. Ia mencoba untuk tidur.

Tapi setelah berubah posisi setidaknya sampai hampir 14 kali, ia belum juga bisa tertidur. Akhirnya Sasuke memutuskan untuk on-line.

Setelah duduk dengan nyaman, ia menyalakan laptop Apple-nya. Membuka jaringan pertemanan Facebook.

Baru seminggu ia tidak membuka account, sudah ada ratusan friend request baru. Sasuke tidak menyentuh ratusan friend request itu sama sekali. Ia sudah mempunyai jaringan khusus fans. Kenapa orang-orang itu masih terus mengusik account pribadinya? Di account ini hanya ada ia dan teman-temannya.

Mata Sasuke menangkap relationship status pada information box. Seharusnya disitu, ia berstatuskan 'In relationship with Sakura Haruno'. Sekarang, disitu statusnya 'Single'. Semarah itukah Sakura? Sasuke mendengus lagi. Ia makin terpaku saat melihat status di wall Sakura :

Sakura Haruno is listening to 'Vierra-Perih'

Baru di update beberapa menit lalu. Sasuke mengernyitkan alisnya. Setelah mendownloadnya, ia mendengarkan lagu itu dengan alis bertaut.

..

..

'Argh!'

Pikirannya benar-benar kalut. Besok ia harus benar-benar menemui Sakura.

Malam ini Sasuke sudah menyadari tiga hal. Satu, ia sudah terlalu mencintai Sakura. Dua, Sasuke tidak sanggup ditinggalkan Sakura. Tiga, Sasuke sangat membutuhkan Sakura. Klise, tapi dalam.

Keesokan harinya..

"Kak? Pesawat jam berapa?" Tanya seorang remaja muda dengan rambut berwarna pink tua.

Sakura mengecek jam tanganya, "Tiga jam lagi. Kamu baik-baik ya Purie-chan." Ucap Sakura lembut sambil mengacak pelan rambut di puncak kepala adiknya itu.

Seorang gadis berumur 14 tahun menatap kakaknya dengan kagum. "Sakura-nee pulang kapan sih?"

Sakura menghentikan aktifitasnya. Tadi memang ia sedang memastikan bahwa di dalam dua koper-nya tidak ada yang kurang. Ia menatap langit-langit. "Hmm, mungkin aku hanya dua minggu disana."

"Dengan siapa saja, nee?"

"Mmh, Ada Naruto-kun yang menemani. Dia editor ku, ingat?"

"Ohh.."

Sakura menatap Purie yang saat ini duduk mendekatinya. "..nee-chan.. boleh tanya tidak?"

Sakura kini duduk menghadap adiknya. Sambil mengangkat sedikit alis, Sakura menjawab, "Boleh, ada apa?"

"Tapi nggak boleh marah. Janji dulu!" dengan segera diacungkannya jari kelingking ke depan wajah Sakura.

"Okay." Sakura mengaitkan kelingkingnya pula.

"Mh, anu.. nee-chan kenapa nangis abis pulang kemarin? Ada masalah sama Sasuke-san?"

Sakura menghela nafas. Tangannya menyelipkan sejumput rambut ke belakang telinga. "Hmm, yeah. Seperti itulah." Mata Sakura berkaca-kaca kembali. Tiba-tiba dirasakannya pelukan hangat dari sang bungsu.

"Nee-chan jangan sedih. Sasuke-san memang jahat.."

Sakura tersenyum, ia mengecup dahi adiknya. "Enggak kok, sayang.. nggak ada yang jahat."

Purie melepaskan pelukannya, untuk menghilangkan suasana haru-biru-tidak-jelas itu, Purie tersenyum jenaka dan menjawil pinggang kakaknya. "JANGAN LUPA OLEH-OLEH! Kalau tidak, jangan berani-berani masuk ke rumah!"

Mau tak mau, Sakura tertawa.

TIIN TIIIIN !

"Baiklah. Purie, nee-chan berangkat. Jangan kangen ya." Sakura tersenyum lagi.

"Okay.." Purie mengantar Sakura sampai ke depan pintu. "Dan jangan berharap aku akan memberimu oleh-oleh yang mahal!"

Sakura tertawa lagi saat melihat adiknya itu hanya meringis.

"Jaa.."

"Bye bye."

Sakura mencibir, "Mentang-mentang baru menang pidato bahasa Inggris." Purie hanya menjulurkan lidah pada sang kakak. "Udah sana, ntar telat baru tau rasa!"

Sakura tersenyum lagi. "Aku pergi."

Tok-tok-tok-tok-tok-tok-tok!

"Ya, sebentar. Ih, bibi mana sih? Masa ada ketok pintu kasarnya kayak gitu nggak denger?" Gerutu Purie saat mendengar ketukan di pintu rumahnya. Ketukannya beruntun dan buru-buru sekali. 'Apa Sakura-nee? Tapi kan tidak mung-' Batin Purie tak terselesaikan begitu melihat siapa yang ada di teras rumahnya. Purie melongo melihat sosok di depannya.

Badannya tegap, tubuh atletisnya dibalut kaus biru tua berlengan panjang, yang digulung sampai ke siku. Kemeja-nya senada dengan warna rambutnya.

"Sasuke-san?"

"Hn. Dimana Sakura-nee?"

Purie teringat kakaknya yang dibuat menangis oleh makhluk tampan satu ini, langsung air mukanya berubah ketus. "Yang pasti tidak akan mau menemui Sasuke-san!"

"Ayolah.."

"Sakura nee-chan mengurung diri di kamar dan menangis semalaman karena Sasuke-san, tahu!" Kini ganti Sasuke yang bungkam. Ia semakin was-was.

"Tolong bantu aku. Sekali saja." Melihat kesungguhan dari Sasuke, akhirnya gadis berbola mata biru kehijauan ini luluh. Ia berkata tanpa menghilangkan suara ketusnya, "Sakura-nee ke Oto, baru berangkat kira-kira sejam lalu. Tadi dijemput oleh Naruto-san."

Jantung Sasuke berhenti berdetak untuk beberapa detik. Kecemasannya kembali menjalar. Kecemburuan tingkat tinggi tak ter-elakkan. Sekejap saja ia langsung melesat pergi, meninggalkan Purie yang kini bingung.

Sasuke mengendarai mobilnya menuju bandara Internasional Konoha dengan kecepatan tinggi.

'Bodoh! Semua ini benar-benar salahku! Semuanya berantakan. Sakura pergi. Bersama Naruto pula.' Sasuke menggebrak stir mobil dengan keras. Dirinya mulai putus asa, apa yang akan ia lakukan jika benar-benar kehilangan Sakura.

Sasuke membayangkan saat Sakura tersenyum, tertawa, menangis, marah, sakit. Segalanya telah mereka lewati bersama. Sekarang semua terlepas dari tangannya begitu saja. Hanya karena satu kesalahan fatal yang bahkan tidak mampu dibayangkan.

Bagaimana jika Sakura bersama lelaki lain? Apa yang ia lewati dengan Sakura, akan dirasakan oleh pihak lain-yang tidak kalah keparat dengan Naruto—dan semua itu membuat Sasuke tidak rela setengah mati.

Baru-baru ini, Sasuke baru menyadari bahwa tanpa Sakura disampingnya, ia merasa.. lumpuh, tidak berdaya. Dulu Sasuke pernah berkata pada Sakura bahwa tanpa basket dirinya mati. Hal yang paling Sasuke cemaskan ketika temannya lumpuh dan tidak dapat bermain basket lagi. Lumpuh baginya sama saja seperti mati. Kehilangan Sakura, ia berasa lumpuh. Tidak berdaya. Ia sudah berasa lumpuh dan mati. Sasuke memikirkan hal yang lebih buruk daripada mati dua kali karena satu alasan. Tidak ada.

Ini benar-benar buruk baginya. Tanpa Sakura benar-benar buruk bagi Sasuke.

Sasuke sampai di bandara. Tak lupa ia telah menggunakan kacamata hitam guna menghindar dari kejaran wartawan atau masyarakat yang mengenalinya. Mata Sasuke menyapu seluruh tempat yang bisa dijangkau. Ia bertanya sana sini. Ditahan oleh beberapa satpam karena telah memasuki ruang tunggu penumpang dan sebagainya.

"..merepotkan"

Tapi bagai menjentikkan jari, sesaat kemudian ia sudah diperbolehkan lewat.

Di bandara..

Sakura menatap televisi, kebetulan disetel acara infotainment paling terkemuka di Konoha. 'Pisau'. Beritanya sering kali akurat, namun judulnya saja 'infotainment' belum tentu dapat dipercaya kebenarannya. Sakura menangkap sosok wanita berpenampilan anggun, pembawa acara itu. Karin Rose. Sakura pernah bertemu orang ini sekali. Orangnya ramah namun tetap sedikit ketus bicaranya. Pembawaan wanita ini di tiap acaranya elegan, terlihat dari tiap penuturan kata-katanya. Menjadi ciri tersendiri. Sakura menyisir rambutnya dengan jari dan lamat-lamat disimaknya berita yang dibawakan Karin Rose.

"..dan tentunya, kita harus berbangga hati dengan para pejuang muda di tim basket Nasional Konoha. Karena prestasinya yang telah mencapai peringkat satu dari seluruh negara-negara bagian. Mari suarakan dukungan kita pada mereka dalam pertandingan penting melawan Tim dari Sunagakure. Pertandingan Konoha-Suna akan diselenggarakan pada sore ini, pemirsa. Tepatnya di stadion Konoha. Seperti yang kita tahu, bahwa Sunagakure adalah rival terberat Konoha. Tim yang diperkuat oleh Sabaku no Gaara, adik dari aktris Sabaku no Temari dan juga sepupu dari Sakura Haruno ini mendapat peringkat kedua dalam dua tahun terakhir, tentu masih kita ingat sebagaimana sengit pertandingan mereka dengan tim kita. Apakah Konoha dapat mempertahankan kejuaraan ini tiga kali berturut-turut? Semoga Sasuke Uchiha, dan teman-temannya dapat menjawabnya sore ini. Dan.. bicara soal Sasuke Uchiha, pemirsa. Atlet tampan kekasih Sakura Haruno, dikabarkan sedang mempersiapkan pernikahannya di kepulauan Bali, Indonesia. Apakah benar? Atau malah mereka sudah menikah secara diam-diam? Pasangan kekasih paling diidolakan ini sudah menjalin tali kasih selama kurang lebih setahun, pantas saja bila mereka dikabarkan akan menuju jenjang yang lebih serius. Namun di saat yang bersamaan, kabar gonjang-ganjing asmara mereka juga berhembus. Apakah mereka baik-baik saja? Dan akankah mereka benar-benar menuju jenjang perkawinan? Atau malah.. keduanya memutuskan untuk berpisah? Nantikan jawabannya hanya di 'Pisau'setelah pariwara berikut ini. Dimana semua kisah dikupas secara tajam, setajam 'Pisau'!"

Gadis cantik ini hanya menghela napas panjang. 'Gossip.'Batin Sakura dalam hati sambil menjulingkan bola matanya. Dua kali namanya disebut dalam satu scene. Sakura mendengus.

Sakura sedang duduk di boarding room. Sambil menunggu ia melanjutkan membaca novel. Telinganya disumpal oleh headset yang memastikan musik terputar disana.

Tak lama kemudian,

"Sakura-chan, ini." Seorang pria tampan dengan hangat menyodorkan segelas kopi susu yang masih mengepul.

Sakura tersenyum. "Arigatou, un."

Dan lelaki itu hanya tersenyum. "Sakura-chan, lagi ada masalah ya?"

Sakura yang sedang menyeruput kopi susunya pelan-pelan—karena panas, tiba-tiba tersedak. "Mgh!" Sakura terbatuk pelan, tangannya mengelap—kalau saja ada sisa kopi susu di bibirnya.

"Sakura? Ada apa?" Rambut pirangnya yang jabrik jadi sedikit menjuntai ke dahi karena terlalu heboh melihat Sakura yang terbatuk.

Sakura jadi sedikit merasa bersalah melihat sahabatnya ini jadi panik karena dirinya. "Ng.. tidak apa-apa Naruto-kun. Hanya sedikit tersedak saja." Ucap Sakura dengan lembut.

Naruto terlihat lega. Lalu tersenyum pada Sakura. "Jadi benar-benar ada masalah?"

Wanita muda dengan rambut pink sebahu ini bersandar lemah pada kursi yang sekarang didudukinya. Matanya jauh melihat 'tempat parkir' pesawat-pesawat yang siap take off. Pandangannya dibatasi oleh kaca besar, terdapat titik-titik embun disana. Memang tadi sempat hujan deras namun sangat singkat. Sakura menatap titik terjauh yang dapat dicapai pengelihatannya. Sakura jadi teringat kejadian kemarin, sungguh hal luar biasa mendapati SASUKE bicara sebanyak itu dengan suara tinggi.

Tiba-tiba wajah Sakura berubah muram. Naruto dibuatnya kaget bukan main.

"Saakuraa? Hey. Ada apa?" Tanya Naruto sambil menepuk-nepuk punggung Sakura perlahan.

"Sasuke.. dia..".

"Iya, ada apa dengan Sasuke?" Tanya Naruto lagi. Ia mengenal Sasuke. Sasuke yang telah 'merebut' Sakura darinya. Tapi itu sudah berlalu—walaupun memang ia akui, ia masih menyukai Sakura dan tak dapat melupakannya—Naruto merelakan Sakura dengan Sasuke, asal Sakura bahagia. Itu yang terpenting baginya.

Sakura mengusap matanya. "Sudah kuceritakan bukan, ia sangat sibuk sehingga jarang menepati janji dan jarang bersamaku?"

Naruto mengangguk, tangannya menggenggam tangan Sakura yang dingin.

"Kemarin, kami bertengkar.."

"..Dan dia berteriak padaku bahwa aku tak pernah mendukungnya, tak mengerti keadaanya, saat itu juga kami putus. Aku sakit hati Naruto-kun.." Sakura tersenyum, namun matanya merah. Naruto tahu, Sakura menahan tangisannya.

"Shht.." Naruto menenangkan dan menarik Sakura ke dalam pelukannya. Dada Naruto yang bidang dan hangat sangat nyaman untuk Sakura, sehingga ia tak kuasa menolak. Naruto yang terus mengusap punggung dan membelai rambutnya berhasil membuat Sakura merasa terjaga dan nyaman. Ia sudah lebih tenang dari sebelumnya. Lalu Sakura melepas pelukannya dengan malu. "Maaf."

Naruto tersenyum. "Tidak apa-apa. Kau sudah merasa lebih baik?"

Sakura menjawab dengan ceria. "Hn." Naruto hanya mengacak-acak rambut pada puncak kepalanya sekilas. Lalu mereka tertawa. Sakura senang sekali. Untuk sesaat ia bisa melupakan kegundahannya.

"Naruto-kun, aku sayang padamu. Kau sahabatku yang palinggg baik. Sumpah. Tidak ada yang lain." Ucap Sakura dengan mengangkat dua jari berarti 'swear'.

Naruto tersenyum. "Aku juga sayang padamu.."

Sementara itu..

Akhirnya Sasuke diperbolehkan ke boarding room. Sasuke mengelap peluh yang mengalir di dahinya, napasnya kembali terengah-engah. Tapi mata elang itu tak berhenti mengitari seluruh isi ruang tunggu. Dicarinya sosok Sakura. Gumaman Sasuke terhenti melihat perempuan yang diyakininya sebagai Sakura sedang berpelukan dengan pria berambut pirang jabrik yang juga sedang membelai rambut Sakura.

Alis Sasuke berjengit. Rahangnya mengatup rapat. Ia menggenggam tangannya kuat-kuat, membentuk kepalan sampai buku-buku jarinya memutih. Seluruh isi dada Sasuke terbakar habis. Ia tak percaya dengan apa yang dilihatnya. Tidak mungkin. Namun bayang kedua orang tersebut begitu nyata dan.. menyakitkan! Dada Sasuke rasanya seperti ditekan kuat-kuat hingga ia tak mampu bernapas. Wanita yang paling dicintainya di muka bumi ini benar-benar terlepas dari genggaman. Ia tidak akan rela menyerahkan Sakura pada siapapun. SI-A-PA-PUN.

"Ck!" Decak Sasuke sambil membenarkan kacamata yang masih bertengger di hidung mancungnya.

Kejadian itu begitu cepat dan singkat, tiba-tiba saja..

BUAGH!

"Aaaa!" Suara Sakura melengking, para penumpang lain yang juga sedang menunggu, menoleh cepat, dan desas-desus-pun terdengar.

Tinjuan kuat bersarang pada pipi Naruto yang kini terjatuh.

"APA-APAAN KAU?" Sakura menjerit marah sambil membantu Naruto bangkit. Tetapi Sasuke malah menarik lengan Sakura dengan kasar. "Ikut aku!"

Sakura hendak menolak, namun apa daya, tenaga Sasuke jauh lebih kuat. Lagipula kehebohan ini tak baik bila dilanjutkan di depan publik. Terlalu beresiko. "Naruto-kun, tunggulah aku sebentar." Kata Sakura mencicit sambil berusaha melepas cengkraman Sasuke yang menyakitinya.

Naruto bangkit, kepalanya pening, dan mencerna kejadian tadi. Walau kepalanya masih pening, Naruto berusaha bangkit dan berlari meninggalkan ruang boarding dan mengikuti Sasuke yang sudah sejak awal menyeret Sakura keluar dari situ.

Sial, Naruto kehilangan jejak.

"Sasuke! Lepaskan! Mau apa lagi kau?" Teriak Sakura dengan suara mendesis.

Sasuke membawa Sakura ke kamar mandi yang kebetulan kosong. Ia membanting pintu dengan suara berdebam. Lalu mengunci pintunya. Kamar mandi itu luas berubin pualam, kabin-kabin kamar mandi berjejer sejumlah 4. Washtafel juga berjejer dengan cermin yang besar. Wangi lemon menyeruak dari pendingin di kamar mandi itu.

Sakura melangkah mundur sambil menyentuh bekas genggaman Sasuke yang kuat. Ia tidak mengenal sosok lelaki itu sekarang, Sakura takut. Sasuke yang sejak tadi bungkam, kini berbalik, lalu melepas kacamata hitamnya dan ditaruh di atas washtafel.

"APA YANG KAU LAKUKAN DENGAN LELAKI KEPARAT ITU?" Tanya Sasuke penuh tekanan dalam suara rendah. Takut ada orang yang dengar. Sakura sendiri? Pucat pasi. Sekarang ia benar dalam kondisi yang terpojok.

"Lelaki apa? Siapa yang keparat?"

"NARUTO!"

"Apa yang kulakukan dengannya, hah? TIDAK ADA! Dan satu lagi, Naruto-kun tidak keparat!" Balas Sakura akhirnya dengan mata melotot.

Sasuke tertawa sinis. "Naruto-KUN? Hebat. Kapan terakhir kau memanggilku Sasuke-kun, SAKURA?" Sakura terdiam, memang ia jadi jarang memanggil Sasuke dengan embel-embel –kun karena pertikaiannya selama ini yang semakin lama semakin panas.

Sakura diam.

"Kenapa, kamu berpelukan dengan lelaki itu, Sakura?" Tanya Sasuke dengan rahang terkatup.

"Itu adalah pelukan biasa! Antar-sahabat." Sakura membela diri.

"Jadi pelukan mesra, untukmu adalah hal yang biasa? IYA?" Sasuke melanjutkan tuduhannya.

"Lagipula, apa itu masalah?" Tanya Sakura sambil menatap lurus-lurus mata Sasuke.

"Tentu saja! Kau kekasihku!"

"Kita sudah putus, Sasuke!" Sakura menjerit mengingatkan. Sasuke-pun menjadi bungkam. Ia lupa, namun bukanlah hal yang biasa Uchiha kalah berbicara…

"Kau memutuskan secara sepihak. Aku tidak terima." Bicara Sasuke melunak. Disenderkannya tubuh atletis itu dengan lunglai ke dinding pualam kamar mandi itu. Dingin. "Aku .. aku masih sayang padamu." Lanjut Sasuke dengan kepala tertunduk.

Sakura makin tidak habis pikir, "Kenapa kau tidak membiarkan aku pergi? Bukankah aku ini tak pernah mendukungmu? Atau aku tak pernah bisa lebih pengertian? Atau aku tidak lebih sabar? Apa lagi yang kau inginkan lebih dariku? Biarkan saja aku pergi, Sasuke, aku lelah. Kau juga pasti kesal padaku. Lebih baik tak usah dilanjutkan.." Ucap Sakura merepet, kini ia yang emosinya meluap.

Sasuke tercekat. "Sakura.."

"…" Sakura hanya diam saja sambil melipat tangan di depan dada. Lalu berkata dengan sinis. "Bagaimana bisa kau meninggalkan pertandinganmu yang sangat PENTING hari ini, Uchiha?' tanya Sakura dengan penekanan.

"Itu tidak penting. Kau yang penting, Sakura." Jawab Sasuke sungguh-sungguh sambil menuduk. Sakura terpana. Ia ingat apa yang bisa membuatnya jatuh hati pada Sasuke. Sasuke begitu mempesona. Begitu penuh kejutan. Tidak bisa ditebak. Dan selalu bisa membuat Sakura sesak napas. Tapi Sakura ingat, ia tak boleh jatuh begitu saja. Ia tidak boleh terlihat lemah. Ia sudah final, ia LELAH pada Sasuke.

Sakura tidak mengindahkan perkataan Sasuke. "Keluarkan aku sekarang juga!"

"Please, dengarkan aku sekali saja."

"Sasuke, aku tidak mau mendengar apa-apa darimu lagi!"

"Maafkan aku!"

Sakura terperanggah. Tidak percaya dengan apa yang terus-terusan didengarnya. 'Apakah telingaku sedang sakit hari ini?'

Sakura menggeleng dengan kuat. "Ooh, ayolah Sasuke. Lagipula bagaimana bisa kamu mengejarku sampai sini?"

Sasuke menyeringai. "Aku Sasuke Uchiha."

'Ah, ya betul. Bagaimana aku bisa lupa kekuasaan tuan muda satu ini?' Batin Sakura sambil menjulingkan mata dan mengangkat kedua bahunya.

"Aku mau pergi, Sasuke. Keluarkan aku!"

Sasuke menghalang-halangi pintu dan menyembunyikan kunci dalam genggamannya dibalik punggung. Sakura terdiam.

"Sasuke, biarkan aku keluar. Biarkan aku pergi."

Sasuke menaikkan kedua alisnya singkat. Lalu meberi Sakura syarat."Tidak, sebelum kau menciumku." Ucap Sasuke sambil menyeringai tipis dengan tenang.

Sakura melongo sebentar. 'Sasuke benar-benar mempermainkan aku.'

"Jangan main-main. Baiklah, aku akan mengambilnya sendiri dengan tanganku." Sakura mencoba meraih kunci di tangan Sasuke."Aku bersungguh-sungguh Uchiha! Berikan kunc-.."

Jarak mereka menjadi begitu dekat. Dan tidak salah lagi, Sasuke menggunakan kesempatan ini untuk..

"…"

"Mpph—" Sakura menjerit tertahan.

Sakura tercekat, mencoba menjauhkan diri, tetapi, sekali lagi. Sasuke terlalu kuat dan cepat, Sasuke sudah merengkuh dan memeluk pinggang Sakura erat-erat. Hingga tidak ada sedikitpun jarak diantara mereka. Sakura tak dapat menyuarakan protesnya karena sekarang mulutnya bungkam oleh bibir Sasuke. Sasuke menciumnya dengan tiba-tiba. Dan begitu spontan.

Sakura mencoba memberontak. Mendorong dada bidang itu sekuat mungkin.

"Mph—Sas—lep-pas!" Tapi Sasuke berlagak tidak mendengar dan terus menikmati apa yang sedang dilakukannya. Betapa ia rindu sentuhan lembut Sakura. Tangannya mempererat pelukannya, seakan-akan Sakura akan terbang begitu ia melepasnya. Sasuke seperti anak kecil yang tidak mau melepaskan permen. Terlalu manis untuk dilepaskan sekarang.

Bahkan sekarang, Sakura sudah terhimpit diantara tembok dan tubuh Sasuke. Benar-benar tanpa jarak sedikitpun. Panas tubuh Sasuke terasa jelas di kulit Sakura yang dingin. Sebenarnya Sakura juga –sedikit menikmati ciuman itu. Hanya saja, harga diri melemparkannya jauh-jauh sampai tersadar.

Sakura tak kehilangan akal. "Ugh!" Kakinya menginjak keras-keras kaki Sasuke.

"Sh*t." Umpat Sasuke saat sepatu high heels Sakura menusuk kakinya. Yang mau tidak mau, membuat Sasuke harus melepas bibirnya dan terpaksa menyudahi ciuman itu.

"Kau—hhah—kau brengsek!" Sakura memaki dengan suara tersengal-sengal. Ciuman penuh nafsu Sasuke membuatnya kehabisan napas. Sementara Sasuke hanya menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

"Sakura..ak-"

"Pergi! Menjauhlah dariku!"

Sakura melihat jam di pergelangan tangannya. Lalu sedikit melonjak, "Ya Tuhan! Sasuke! Pesawatku akan segera berangkat!" Sasuke yang mendegarnya hanya menyeringai penuh kemenangan. Sakura mencoba menyeruak menuju pintu. Tapi Sasuke mencapai pintu lebih cepat, menghalangi satu satunya jalan itu dengan tubuhnya. Dan saat Sakura mencoba meraihnya Sasuke mendapatkan kesempatan memeluknya kembali. Sasuke memeluknya dengan segenap raga dan jiwanya. Begitu dalam hingga Sakura harus mendorong Sasuke keras-keras, tapi tinggi tubuhnya yang hanya se-dada Sasuke tentu saja tidak mampu menyaingi Sasuke. Begitu pula kekuatannya. Mata hijau Sakura meredup. Ia lelah, akhirnya pasrah saja saat dipeluk Sasuke. Mengapa ia selalu pasrah ketika dipeluk Sasuke?

Mendapati tubuh yang dipeluknya melemah, Sasuke melonggarkan pelukannya, dan menatap Sakura.

Sasuke menarik napas panjang, lalu dihembuskan perlahan.. menunduk sebentar, lalu menatap Sakura lurus-lurus. "Sakura, aku mencintaimu."

Sakura berhenti bernapas.

Sakura merasa sesuatu di dadanya berdetak dua kali lebih cepat.

Tapi akhirnya ia hanya membuang muka dan berkata, "Aku akan pergi ke Oto. Kemarin sebenarnya aku sedang berusaha meminta ijin-mu untuk pergi kesana. Tapi, sudahlah.. semuanya sudah terlanjur. Aku terlanjur menerima tawaran kerja disana." Kata Sakura lunglai.

Sasuke kaget bukan main. "Kau? Disana? Dengan keparat itu?"

Sakura mengangguk. Sasuke yang bersandar pada pintu, kini perlahan meluruh jatuh terduduk. Tubuhnya tak kalah dingin dengan hatinya. Ubin kamar mandi yang di dudukinya bahkan tidak sedingin hatinya. Sasuke mati rasa. Ia menopang kening sambil terus menunduk. Hening.. Sakura juga ikut diam kini.

Hati dalam diri Sasuke berbisik. 'Ini dia, Sasuke. Semua sudah terlambat. Gadismu akan pergi. Disana ia akan berdua dengan Naruto. Dan kau tahu? Naruto akan sebahagia dirimu bila dengan Sakura. Apa kamu mau dia bahagia? Karena Sakuramu?'

Tiba-tiba Sasuke berkata, "Tidak! Tidak akan aku biarkan kamu pergi, terlebih bersama manusia itu." Sasuke menatap Sakura yang kini duduk disebelahnya, "Aku tidak mau kehilanganmu."

Sakura menunduk lama. Lalu Sakura berkata pelan tanpa mengangkat kepalanya, ia berkata dengan sangat lembut, "Sasuke, aku mau keluar. Aku lelah, aku capek dengan semua ini, dengan kamu.. aku yakin kau akan mendapat wanita yang jauh lebih pengertian dari pada aku, yang lebih mendukungmu, yang lebih sabar, yang lebih cantik, yang lebih mencintaimu, yang—" Sakura tidak menyelesaikan kata-katanya. Matanya membulat melihat Sasuke yang terdiam.. dan –kau takkan percaya- dia menangis.

Lelaki itu menangis dalam diam. Air matanya hanya jatuh. Tanpa ada getaran, isakan, suara.. hanya air mata. Satu tetes.. dua tetes.. mengalir di garis wajahnya yang dingin.

Sakura membeku. Setelah sadar dari keheranan karena baru pertama kali ini ia melihat Sasuke menangis, Sakura menepuk pundak Sasuke takut-takut.

"Sa-sasuke?"

Sasuke menoleh, "Aku hanya cinta padamu! Aku akan keluar dari tim dan tidak akan bermain basket lagi seumur hidupku, Sakura! Seumur hidup! Aku bersumpah!" Sasuke melihat Sakura nanar. Sakit. "Kembalilah padaku.."

"Aku tidak akan main basket lagi, Sakura. Sumpah.." Ucap Sasuke semakin lemah. Saat ini juga, Sasuke merasa tidak memiliki apapun untuk dipertaruhkan demi wanitanya. Sasuke putus asa.

Sakura tercengang. Perlu diketahui, mau lupa atau terlambat selama apapun Sasuke, ia tak pernah mengingkari janji satu kalipun. Dan kali ini, ia bersumpah? Sasuke akan menjadi orang paling 'dingin' yang pernah kamu kenal. Dan kali ini, ia menangis?

Faktanya adalah, Sakura tidak pernah berhenti mencintai Sasuke. Tetapi sejak tadi ia menolak, hanya semata-mata ia terlalu sakit hati. Dan Sakura tidak mau kejadian yang lalu terulang lagi. Karena Sakura tahu, yang sakit bukan hanya dirinya, tapi Sasuke! Ia lebih menimbangkan Sasuke. Dan Sakura menyadari bahwa ia tidak sempurna, dan orang yang dicintainya pantas mendapatkan kesempurnaan. Hanya karena Sakura mencintainya. Itu saja!

"Sasuke, ini akan mudah bagimu untuk melupakan aku. Aku paham betul kau mencintai basket—"

"Hh- aku mencintaimu Sakura! Aku cinta padamu! Kau lebih segala-galanya bagiku. Aku? Aku orang terbodoh yang pernah kau kenal! Kau tahu? Aku muak dengan basket, karena dia telah membuat aku kehilanganmu!" Emosi Sasuke memuncak. Namun sedetik kemudian, ia menyesal. Peraturan nomer satu, membentak Sakura adalah kesalahan.

Suara Sasuke melembut, ditatapnya mantan kekasih itu. "Sakura, kau hal terbaik yang pernah aku dapatkan. Melebihi piala MVP Japan Basketball."

Sakura tersenyum. Dadanya sesak, rasanya seperti kehabisan oksigen. Dia butuh udara.

"Kau yang paling penting dalam hidupku." Sasuke menggamit telapak tangan Sakura dan menaruhnya di dada kiri. Sakura merasakan detakan jantung Sasuke. Begitu nyata, sampai Sakura merasa dapat menyentuhnya. Lalu Sakura mendengar suara Sasuke lagi,

"Aku. Tidak. Akan. Bermain. Basket. Lagi. Seumur. Hidupku."

Sakura tersentak, pertahannya jebol saat itu juga. Paru parunya seakan mau pecah!

"Ta-tapi.. Sasuke, aku tahu, hidupmu adalah basket."

Sasuke menghela napas, "Aku cinta padamu Sakura. Hidupku itu kamu. Well, aku tidak akan bermain basket seumur hidup. Bagiku itu sudah tidak penting."

"Sasuke, aku tidak memintamu untuk begitu. Kau bisa gila!"

"Aku lebih gila tanpamu."

Sakura tersenyum, "Sasuke, aku pikir kau tidak benar-benar mencintaiku selama ini.."

Sasuke menatap dalam mata Sakura, "Apa kau gila?"

"Gila karena mencintaimu." Sakura tersenyum. Lelaki dengan mata onyx itu dibuat salah tingkah oleh Sakura.

Perlahan namun pasti, Sasuke meraih wajah Sakura. Menghilangkan tiap inci dari jarak mereka. Semakin lama semaki dekat, sampai Sasuke yakin dapat merasakan hembusan napas Sakura.

Sasuke mengecup lembut bibir sakura, rasanya selalu sama dan tak pernah bisa membuatnya bosan. Manis. Tiap helai rambut Sakura yang halus menggelitik telapak tangannya. Fiuh—Sasuke ingin menghentikan waktu. Akan diberikannya seribu bola basket agar tak kehilangan gadis ini. Betapa ia sudah sangat mencintai Sakura.

Jika sekali lagi ia kehilangan Sakura, dapat dipastikan ia yakin untuk membunuh dirinya sendiri.

Sakura menyudahi ciuman itu, membuka matanya pelan hingga Sasuke dapat melihat manik mata hijau cemerlang itu. Lelaki dingin itu mencoba mendekati Sakura lagi, mencari permennya.

Tapi Sakura hanya tersenyum lembut dan menahan bibir Sasuke dengan dua jarinya. "Ssht. Sudahlah.."

Sasuke menatap dalam mata Sakura, dengan tatapan nakal, Sasuke menaikan alisnya singkat. Lalu dengan cekatan menyingkirkan jari Sakura dan digenggamnya kuat. Lalu mencium Sakura lagi yang sedang lengah. Diperdalamnya ciuman itu.

Sakura melepas bibirnya, ditatapnya Sasuke yang sedang memandangnya tanpa bisa ditebak. Lalu tiba tiba, Sasuke berbisik. "YaTuhan, aku benar benar sayang padamu."

"Aku juga sayang padamu." Akhirnya Sakura mengatakannya juga.

Sasuke hanya tertawa pelan.

Sasuke mengusap-usap rambutnya. "Jadi, sekarang kau adalah kekasihku lagi dan tidak ada yang boleh memelukmu seperti keparat itu selain aku. Mengerti?" Ucap lelaki itu arogan.

Sakura tertawa, "Tergantung Jika kau bisa mengalahkan Gaara sore ini." Sakura menantang Sasuke untuk dapat mengalahkan sepupunya di kejuaraan basket Nasional.

Sasuke melihat arlojinya. Pertandingan dimulai 3 jam lagi. "Hey, aku sudah bilang aku tidak akan bermain basket lagi. Aku sudah berjanji pada Kami-sama. Bila aku melanggarnya, bisabisa kau hilang lagi." Kata Sasuke sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

Sakura tertawa, "Aku tidak akan kemana-mana. Apa kau lupa bahwa aku adalah wanita yang paling mengerti dirimu di seluruh jagat raya ini? Haha aku tidak apa apa Sasuke. Kau harus membela Konoha, atau aku tidak akan kembali padamu."

Sasuke tersenyum. Ia merasa sangat beruntung memiliki Sakura. "Baiklah. Aku pegang janjimu. Jika aku menang, kau harus mau aku nikahi." Mata Sakura membulat. Sasuke hanya menarik satu sudut bibirnya. Lalu ia mengecup bibir Sakura lembut.

Akhirnya Sakura ikut tersenyum, dan memeluk Sasuke. Sasuke masih duduk dan bersandarkan pintu, begitu pula Sakura. Keduanya diam, menikmati tiap detik yang mereka lewati. Sakura melihat jam di pergelangan tangannya. Lalu sedikit melonjak, "Ya Tuhan! Sasuke! Pesawatku akan berangkat!" Sasuke yang mendengearnya hanya menyeringai penuh kemenangan. Lagi.

Sakura terheran melihat Sasuke tersenyum, "Apa? Ayo serahkan kuncinya!"

"Shht. Diamlah. Kita tunggu setengah jam sampai pesawatmu benar-benar berangkat."

"Apa? Sasuke, aku hanya survey 6 minggu disana, lalu kembali. Aku akan membatalkan perjanjian kerjanya kok."

Sasuke malah berlagak tidur sambil terus tersenyum. Sakura yang mulai kesal, mengguncang-guncangkan tubuh Sasuke. "Sasukee. Aku harus pergi. Hanya 6 minggu!"

Akhirnya Sasuke membuka matanya dan menatap Sakura, "Enam minggu? Satu haripun aku tidak akan melepaskanmu lagi."

Dahi Sakura mengerut, "Sejak kapan kau pandai merayu?"

"Sejak takut kehilanganmu."

Kedua insan itu hanya tersenyum simpul. Merenuungkan apa saja yang baru terjadi.

Well, membuktikan perasaan itu memang penting, sama penting dengan kata-kata, bila kita berbuat tanpa berkata ia takkan yakin. Bila kita berkata tanpa berbuat? Ia takkan percaya. Pernyataan yang sungguh sederhana, bukan?

Sakura tersenyum lagi. Begitu pula Sasuke, sekarang ia menyandarkan kepala Sakura dibahunya, lalu dibisiknya pelan. "Berjanjilah tak akan meninggalkan aku."

"Tergantung. Kalau kau mengulanginya, aku akan benar-benar muak."

"Baiklah." Ucap Sasuke dengan nada menyerah. Dipandangnya gadis rupawan itu. Betapa sekarang ia sudah sungguh jatuh hati pada gadis ini. Ketika ia tak ada, rasanyaa.. ehm, berat mengakui tapi, Sasuke tidak bisa hidup tanpa Sakura. Ia tidak akan melepaskan gadis ini demi apapun. Karena dengan kejadian ini, Sasuke betul-betul sadar bahwa Sakura yang paling penting. Tak akan dibiarkannya Sakura lepas dari genggaman.. Tiba-tiba sebersit ide muncul di otak Sasuke.

"Mmh, Sakura.."

"Ya?"

"Mau menikah di Bali?"

.

.

.

Selesai

Hahaha. Oh My God, setting waktu dan semua latar belakang yang hampir a decade ago. Ngakak banget nggak sih?

Anyway, I had a good time re-reading this fic, I hope you did too. At least laugh for old times, okay?

.

.

.

Hugs and Kisses,

Ems.