SEDERHANA
Harry Potter kepunyaan JK Rowling
Setting The Serial didasarkan pada Pulang, isinya keseharian, minor konflik, oneshots
-o0o-
"Grandpa!" anak laki-laki—ABG sih—sekitar limabelas tahunan itu mendadak melempar gunting tanamannya ke tanah dan berlari ke sosok berjubah hitam yang baru saja mewujud—Apparate. Kakak laki-lakinya yang sedang menggali-gali, juga melepas sekopnya, dan turut menyambut.
"Grandpa! Dad tidak bilang kalau Grandpa mau datang sekarang—"
"Aku sudah menyelesaikan semua tugas yang Grandpa beri—"
Kedua anak itu bersicepat mendekati sosok berjubah hitam, berambut hitam lurus membingkai, sedikit warna abu-abu menghiasi itu; berebut duluan memeluk sambil ribut melaporkan apa saja yang sudah mereka lakukan.
Sang Grandpa balas memeluk dengan canggung, lalu melepasnya, "OK, OK, sekarang kemana ayah kalian?"
"Dad belum pulang," lapor anak yang lebih muda, "Mum sedang di dapur, sedang Lil sedang ngambek di kamar—"
Tersenyum kecil mendengar laporan lengkap cucunya, ia berjalan bersama kedua cucunya masuk ke rumah. "Al, siapkan ini," ia menyorongkan segulungan perkamen, "—nanti setelah makan malam, kita merebusnya—"
"Aku bagaimana?" James memprotes.
"Kau bantu-bantu saja," sahutnya pendek, tapi langsung dipatuhi oleh keduanya, berlari ke ruang bawah tanah.
Seorang wanita berambut merah dengan celemek muncul dari dapur, "Dad! Kau datang tepat pada waktunya, sebentar lagi kita makan—"
Severus mengangguk. "Mana Lily? Biasanya ia sedang membantumu—"
Ginny menunjuk ke arah kamar anak perempuannya dengan dagu, "—sedang ngambek. Uring-uringan. Kalau menurutku sih, PMS," ia tersenyum, "—makanya kubiarkan saja dulu."
Seperti sudah terbiasa, Severus berjalan ke arah kamar Lily dan mengetuknya. "Lily—"
Tak ada jawaban.
"Lily, kau tak mau keluar dan menyapa kakekmu ini?"
Masih tak ada jawaban, tapi terdengar bunyi kunci diputar. Walau demikian, Lily tak juga keluar.
Mengerti akan maksud cucunya, Severus membuka pintu. Terbuka.
Ia masuk dan menutup pintu rapat-rapat dari dalam.
Gadis kecilnya—tidak, ia tidak begitu kecil lagi kini—sedang duduk memeluk lutut di atas kasur.
"Jadi, ada apa?" tanya Severus, langsung pada pokok permasalahan.
Lily tak langsung menjawab. Ujung jarinya memainkan sepotong benang yang mencuat dari jahitan celana panjangnya
Severus menunggu dengan sabar.
"Grandpa," Lily akhirnya memecah keheningan, "Grandpa dulu pertama kali bertemu dengan Grandma—umur berapa?"
Sebenarnya Severus terkejut dengan pertanyaan ini, tapi disembunyikannya dengan rapi. Dan berusaha menjawab dengan tenang.
"Pertama kali bertemu? Sekitar—sembilan tahun. Kenapa?"
Lily terdiam lagi sejenak. Severus duduk di kasur, tepat di sebelahnya.
"Grandpa—langsung jatuh hati padanya?"
Severus masih menampakkan airmuka tak terbaca, dingin, seperti di kelas saja.
"Ya dan tidak."
"Grandpaaa~"
Bibir Severus membentuk senyum tipis samar, nyaris tak terlihat. "Bisa dibilang, pada saat itu aku tidak punya sahabat lain. Tidak ada perbandingan dengan wanita lain. Er, jangan dibandingkan dengan Petunia, tentu saja—"
Lily tersenyum.
"Jadi bisa saja kalau dibilang aku jatuh hati padanya saat itu juga. Apalagi ia ternyata baik sekali padaku—"
Lily terdiam.
"Memangnya, apa sebenarnya persoalanmu?"
Lily menghela napas. "Ada anak—Ravenclaw—"
"Dan ia mencuri hatimu—"
"Grandpa~"
Severus tersenyum lagi, kali ini terlihat jelas.
"Ia—kelas tujuh."
Severus melipat tangannya, sikap serius. Sikap mendengarkan.
"Ia baik sekali pada semua orang. Ia membantuku mencari jepit yang hilang ke kolong meja, padahal ia harus cepat-cepat masuk kelasnya. Ia selalu mau mendengarkan keluhanku—"
"Lalu di mana persoalannya?"
"Masalahnya—" Lily menghela napas lagi, "—ia berbuat baik seperti itu pada semua orang—"
Kali ini Severus yang menghela napas. Tersenyum. "Jadi, kau yang jatuh cinta padanya, sedang ia belum tentu?"
Lily manyun. "Bukan 'belum tentu' lagi, Grandpa."
Severus menunggu.
"Ia—ia sepertinya sedang mendekati seorang anak kelas enam. Ravenclaw juga—"
"Jadi?"
Lily bertambah manyun. "Jelas aku kalah dong. Ia sama-sama anak Ravenclaw, ia sudah kelas enam, lagipula aku harus akui kalau ia manis, pintar, baik hati juga—"
Sebelah tangan Severus membelai-belai rambut merah gadis kecil itu. "Mungkin ... si Ravenclaw itu bukan untukmu. Lagipula kau kan baru kelas tiga?"
"Tapi kau kan baru berumur sembilan tahun waktu bertemu Grandma—"
Severus berhenti membelai-belai, dan ganti memeluk Lily dengan sebelah tangan. "Itu—harus dilihat lebih jauh lagi, Lil. Grandpa dulu tidak punya teman. Hanya Grandma yang baik pada Grandpa. Berbeda dengan dirimu, kau punya teman banyak. Di sekolah. Di rumah. Anak-anak dari teman Dad. Belum lagi anak-anak Weasley. Kau punya banyak perbandingan, kau punya banyak pilihan."
Nadanya datar saja, airmukanya datar juga, walau sorot matanya menyiratkan banyak kegalauan masa lalu. Sesal yang tak berkesudahan.
Lily menyandarkan kepala di bahu kakeknya. "Kapan Grandpa menyatakan pada Grandma?"
Severus terdiam sejenak. Perlahan ia menggeleng.
Lily tak yakin akan apa yang dilakukan kakeknya karena posisinya, sehingga berbalik. Matanya menatap tajam kakeknya. Severus menggeleng kembali, masih saja perlahan. Matanya berusaha menghindari tatapan gadis kecilnya.
"Grandpa ... tidak bilang?"
Severus mengangguk sekali, menguatkan kata-kata cucunya.
"Grandpa sama sekali tidak pernah bilang apa-apa?"
Mereka terdiam.
"Lalu ..." Lily menuntut.
Severus menghela napas panjang. "Ceritanya akan panjang sekali, Lily. Dan mungkin akan ada banyak bagian di mana kau tidak akan mengerti, jadi ... mungkin bukan saatnya kuceritakan padamu—"
Lama Lily memandang kakeknya, kemudian ia mengangguk. "Asal Grandpa janji, suatu saat akan cerita—"
Severus mengangguk. "Kalau bukan aku, Dad-mu juga tahu, ia akan menceritakan padamu kalau tiba saatnya."
Lily memeluk kakeknya erat-erat, "Kisah Grandpa sepertinya rumit dan berbelit-belit—"
Hanya tersenyum tipis, Severus melepas cucunya dan berdiri. "Sekarang bantu Mum menyediakan makan malam—"
"OK!"
Mereka mendekati pintu, Severus membukakan, dan dari arah seberang, Harry berdiri dengan tangan dalam posisi siap mengetuk.
"Oh! Baru saja aku akan mengetuk pintu—"
Lily tak berbicara lagi, tapi ia segera berlari ke arah dapur dan membantu ibunya.
Mata Harry mengikuti anaknya sampai hilang di dapur, tetapi kemudian berbalik pada ayahnya, mata yang menuntut penjelasan.
"Kenapa Dad tidak bilang saja kalau Dad berbahagia dengan Mum, tapi hanya sebentar? Jadi Lily tidak akan bertanya-tanya?"
Severus menggeleng, wajahnya mengeras, "Aku tak mau menutup kenyataan, Son. Biarkan mereka tahu apa yang sebenarnya terjadi. Walaupun, tentunya, nanti kalau usia mereka sudah cukup untuk menerimanya—"
Dengan cepat Severus berbalik , kali ini matanya yang menuntut penjelasan, "Kau menguping ya?"
Harry menyeringai, "Hanya sedikit—"
Dengan gemas Severus mengacak rambut Harry yang sudah teramat acak itu. Harry terkekeh. Tapi kemudian langsung terdiam.
"Dad—"
"Ya?"
"—tapi Dad jangan marah?"
"Kau seperti anak kecil saja, ada apa?"
Harry menghela napas panjang. "Kalau kupikir, sepertinya Mum—tidak mencintaimu—"
Severus tidak menjawab. Ia menunggu saja Harry meneruskan kata-katanya.
"—setelah peristiwa 'kata itu', ia seperti berbalik, ia seperti membencimu, ia seperti tak pernah mengenalmu, dan bahkan ia seperti lengket dengan Da—dengan James—yang tadinya seperti sangat dibencinya—"
Severus masih tidak menjawab. Ia menutup pintu kamar Lily dan berjalan pelan ke arah ruang makan, diikuti Harry yang penasaran.
"—tapi kau masih saja mencintai Mum? Kau tak membencinya?"
Harry tak jelas, apakah melontarkan pertanyaan atau pernyataan.
Severus berhenti. Menghela napas. Pelan menjawab, "—citra Lily yang masih ada padaku, hanyalah citranya sampai kelas lima." Melipat lengannya, menerawang jauh, "—dengan demikian, aku selalu mencintainya, apapun yang terjadi."
Menghela napas lagi, "Dengan demikian, kau tahu, aku selalu menyesali apa yang terjadi—"
"—Dad," Harry turut bersuara pelan.
Tapi Severus menggeleng. "Sudahlah. Biarkan apa yang terjadi, ceritakan nanti pada anak-anak apa adanya—"
Harry mendeham, "Kau tahu, Dad?"
Severus menoleh.
"Kau tahu apa yang harus kuceritakan pada anak-anak?"
Kedua alis Severus bertaut.
"Bahwa kisah cintamu itu sederhana."
Severus tak mengerti. "Dengan apa yang sudah kulakukan—"
"Kisahmu sederhana," Harry memotong. "Tidak rumit. Tidak berbelit-belit. Kau hanya mencintai Mum, titik. Apapun yang terjadi, kau hanya mencintai Mum. Itu saja."
Dari ruang makan terdengar Ginny memanggil mereka untuk makan malam.
Keduanya bergerak, berjalan mendekati ruang makan, tetapi Severus masih menggumam.
"Sederhana?"
Harry mengangguk. Mengulang. "Kisahmu sederhana."
Sederhana.
FIN