Aku dan Pangeran Kerang-ku

(4ly'Z5t0rY)

Disclaimer : tokoh-tokohnya bukan punya saya, Anda tahulah punya siapa

tapi, ceritanya pyur hasil imajinasi Miss 4ly (sebuah kepribadian lain dari sosok cantik [najos!] Fredella)

Pairing : pasangan paling saya suka è Sasuke-Sakura (walaupun lebih suka lagi kalo Sasuke-Fredella)

Warning! : AU, OOC, norak dan kampungan, serta keburukan-keburukan lain siap menanti Anda di cerita ini

-fredella-

Awan kelabu menyelimuti bulan yang bersinar redup menemani malam. Bintang-bintang sudah tenggelam dalam selubung langit mendung yang tergantung di atas sana. Namun Sakura belum juga berniat tidur. Ia masih termenung sendiri menatap kegelapan malam tanpa bintang dan redupnya rembulan. Perlahan-lahan, titik-titik air hujan turun dari langit.

"Hhh…" Sakura menghirup napas dalam-dalam, seakan ingin mengisi penuh paru-parunya dengan dinginnya udara malam. Ketika dirasakannya bulu halus di permukaan kulitnya bergetar, dirapatkannya jaket tebalnya. Lalu ia duduk di sebuah kursi malas di sudut balkon depan kamarnya yang terletak di lantai 23 sebuah asrama sekolah yang sekelas apartemen mewah itu.

Sakura melirik jam tangan yang melingkari pergelangan tangan kirinya. Pukul 2 dini hari. Teman-temannya pasti sudah lama bersafari di alam mimpi, tak seperti dirinya yang masih terjaga dengan sejuta perasaan berkecamuk di hatinya dan semilyar pikiran yang menjejali benaknya. Sakura tak mampu menguraikannya, bahkan mendeskripsikannya sekalipun. Ia tak paham, ia tak mengerti. Itu semua membuatnya kesal sendiri.

Kekesalannya dan kelelahannya membuat kedua mata indahnya perlahan-lahan terpejam.

Sinar matahari pagi membangunkan Sakura yang tertidur di kursi malas sejak dini hari tadi. Sakura membuka matanya perlahan-lahan sambil merentangkan kedua tangannya lebar-lebar, sekadar meregangkan otot-ototnya sejenak. Setelah matanya benar-benar telah terbuka, ia baru menyadari telah tertidur di balkon. Sakura bergegas masuk untuk bersiap-siap olah raga di hari Minggu yang lumayan cerah setelah diguyur hujan semalam. Ia tersenyum ketika melihat kedua teman sekamarnya masih terlelap, tak ingin mengusik istirahat panjang mereka di hari libur itu.

Setelah mencuci muka, menggosok gigi, dan berganti pakaian, Sakura mengambil sebotol air mineral untuk dibawa lalu mengenakan sepatu olah raganya. Sakura tersenyum penuh arti saat melangkahkan kaki keluar apartemen menuju lapangan olah raga.

Ya, seperti biasa, Sakura akan melihat pangerannya di hari Minggu, saat ia sedang berolah raga. Pangeran impian Sakura, yang baginya seperti pangeran-pangeran di dongeng. Namun Sakura tak pernah punya cukup keberanian bahkan untuk menyapanya saja.

Sakura tersenyum dalam hati ketika melihat pangerannya, Uchiha Sasuke, sedang mengayunkan raket tenisnya. Keringat membasahi wajahnya yang tampan. Tanpa sadar Sakura berjalan mendekati lapangan tenis tempat Sasuke berada.

"Hai, mengapa kau berdiri saja?" sapa seorang perempuan yang tiba-tiba menepuk pundak Sakura dari belakang.

"Oh, hai. Aku hanya sedang berjalan-jalan saja dan kebetulan kulihat ada yang sedang bermain tenis. Aku hanya ingin melihatnya saja." Jawab Sakura yang buru-buru beranjak pergi dari tempatnya semula.

"Mau ikut bermain tenis?" tanya gadis itu, Hinata, teman sekelas Sakura. Semua orang di sekolah mengenal Hinata, putri keluarga terpandang itu.

Sakura terdiam sesaat. Lalu Hinata menariknya memasuki lapangan tenis tanpa bisa Sakura tolak.

"Naruto! Sasuke! Boleh kami bergabung?" teriak Hinata pada Naruto dan Sasuke yang sedang asyik bermain.

Sasuke hanya melirik sekilas tanpa berniat mengiyakan, tapi Naruto segera menjawabnya dengan berteriak juga, "Tentu. Dengan senang hati!"

Sasuke hanya menyambut mereka dengan tampang sedikit kurang bersahabat.

"Sasuke, jangan melihat kami seperti itu. Kau tidak suka kami bergabung? Baiklah, kami pergi." Kata Hinata pura-pura ngambek ketika menyadari raut kurang bersahabat Sasuke.

"Jangan, jangan pergi. Sasuke memang seperti itu. Seperti kau tidak tahu saja." Cegah Naruto.

"Baiklah. Kau memang baik, Naruto." Sahut Hinata dengan sedikit penekanan, bermaksud menyindir Sasuke. Namun Sasuke tetap tak merasa bersalah sedikit pun.

"Hai, sepertinya aku belum mengenalmu. Kau sekelas dengan Hinata?" tanya Naruto, yang juga terkenal di seantero sekolah. Siapa yang tak mengenal salah satu cucu pemilik sekolah itu?

Sakura hanya mengangguk tipis. Hinatalah yang menjawab pertanyaan Naruto dengan lengkap, "Ya, dia teman sekelasku, namanya Sakura. Haruno Sakura."

"Senang berkenalan denganmu, Sakura. Tentu kau sudah tahu orang terkeren di sekolah ini kan?" kata Naruto yang sering merasa sok oke itu sambil mengulurkan tangannya pada Sakura. Naruto memang tidak sepenuhnya salah, ia memang keren. Tapi tetap saja bagi Sakura, Sasuke lah yang paling tampan dan keren. Sakura menjabat tangannya dengan senyum.

"Hei, Sasuke. Kau tak mau berkenalan dengan gadis cantik seperti dia?" tanya Naruto heran.

Sasuke menghampiri mereka lalu mengulurkan tangannya pada Sakura. Jantung Sakura seperti mau keluar saat bersalaman dengan pangeran impiannya yang hanya berkata "Sasuke." itu.

Setelah perkenalan singkat itu, mereka berempat bermain tenis. Sakura bersyukur dalam hati karena ia cukup baik dalam bermain tenis.

Awalnya, Sakura bermain dengan Naruto melawan Hinata dan Sasuke, namun Sakura menjadi tak fokus karena berhadapan dengan Sasuke, sehingga permainannya agak kacau.

"Stop! Kupikir ini kurang asyik. Aku tak mau menang telak. Kita bertukar pasangan!" kata Sasuke tiba-tiba. Sasuke memang jauh lebih hebat bermain tenis daripada Naruto. Sakura yang kurang konsentrasi membuat tim Sakura-Naruto tertinggal jauh dari Sasuke-Hinata.

"Aku setuju. Kulihat kau kurang konsentrasi, Sakura. Ada apa?" tanya Hinata yang heran melihat permainan Sakura yang buruk.

"Tidak, aku tidak apa-apa." Jawab Sakura.

"Lebih baik kita istirahat dulu. Pasti Sakura kelelahan." Ujar Naruto yang sudah bermandikan keringat.

"Haha. Aku tahu itu alasanmu saja. Sebenarnya kau kan, yang butuh istirahat?" sahut Sasuke.

"Memang. Aku lelah." Ujar Naruto jujur. Kemudian ia duduk di bangku penonton sambil meneguk air mineralnya.

"Kurasa Sakura juga butuh istirahat. Tak biasanya ia bermain seperti ini." kata Hinata yang langsung menggandeng Sakura menuju bangku penonton.

"Hmm… baiklah, kuberi kalian waktu lima belas menit untuk beristirahat." Kata Sasuke yang tampak agak sebal sambil melihat jam tangannya.

Setelah beristirahat lima belas menit, mereka bermain lagi. Kali ini Sakura berusaha keras memusatkan pikirannya pada permainan tenis mereka. Lagi-lagi Sasuke menang telak, karena kali ini partnernya Sakura.

"Aah, aku tak mengerti, Sakura. Tadi saat kau bermain dengan Naruto, permainanmu buruk. Sekarang kau bemain luar biasa baik. Ada apa sebenarnya? Ah, aku benci sekali dengan kemenangan mutlak!" kata Sasuke sambil berjalan meninggalkan lapangan tenis. Dibantingnya raket tenis yang tadi dipakainya ke tanah.

"Kenapa dia?" tanya Hinata.

"Entahlah, terkadang aku tak mengerti dengannya. Seperti perempuan saja yang tiba-tiba marah." Jawab Naruto asal.

"Enak saja! Kau pikir semua perempuan mudah marah, begitu?!" tukas Hinata kesal.

"Maaf, ini pasti salahku." Kata Sakura tiba-tiba dengan tatapan bersalah.

"Maksudmu?" tanya Hinata tak mengerti.

"Kau dengar kan tadi Sasuke menyalahkanku. Saat bermain dengan Naruto, permainanku buruk, tak seperti saat aku bermain dengannya. Karena itulah ia selalu menang telak." Urai Sakura, suaranya mulai agak serak.

"Jangan menyalahkan dirimu seperti itu. Coba kau pikir, seharusnya yang marah itu kan aku, bukan dia. Aku yang selalu kalah telak. Mengapa ia yang mengamuk? Sudahlah, Sakura. Mungkin ia hanya sedang memikirkan hal lain yang membuatnya kesal." Hibur Naruto sambil merangkul pundak Sakura. Hinata pun melakukan hal yang sama.

"Terima kasih." Hanya itu yang dapat Sakura katakan. Suasana hatinya sangat kacau.

-fredella-

"Hei, kau yang sedang melamun! Coba lihat ini!" teriak Ino, menghancurkan lamunan Sakura.

Sakura menoleh sekilas. Dilihatnya Ino sedang membaca sebuah undangan dengan mata berbinar-binar.

"Apa itu?" tanya Sakura dengan nada malas-malasan, sekadar menunjukkan perhatian pada apa yang ingin ditunjukkan teman sekamarnya itu.

"Besok Minggu adalah hari ulang tahun Mr. Namikaze Minato Senior, dan beliau membuat pesta untuk merayakannya dengan mengundang semua murid Konoha Boarding School! Itu artinya kita juga!" jawab Ino antusias sekali.

"Ooh." Hanya itu tanggapan Sakura.

"Hey, kau terlihat tak tertarik. Ada apa? Kau kan tahu, Mr. Namikaze Minato Senior adalah pemilik sekolah ini, kakek dari si keren Naruto dan Sasuke pangeranmu itu!"

"Yeah, tentu saja aku tahu. Memangnya kau pikir aku baru masuk ke sekolah ini satu jam yang lalu?"

"Tapi, itu bukan reaksi yang normal, Sakura. Kau tahu itu. Sewajarnya dan seharusnya kau bersemangat seperti aku dan mempersiapkan segalanya agar kita bisa tampil semenarik mungkin di pesta itu. Mungkin kau akan dapat keajaiban bisa berdansa dengan pangeran impianmu itu! Dan aku akan mendapatkan pangeranku di sana! Hihihi…" ujar Ino sambil menerawang.

"Kenapa kau tidak berharap dapat berdansa dengan Sasuke atau Naruto? Bukankah kau mengidolakan mereka seperti aku mengidolakan Sasuke?"

"Entahlah, aku memang mengidolakan mereka, tapi firasatku mengatakan aku akan bertemu dengan pangeranku di sana. Dan, hey, Sakura. Jangan berpura-pura bodoh. Seisi kamar ini bahkan semua boneka-bonekamu tahu kau jatuh cinta pada Sasuke!"

"Cinta?" ucap Sakura heran. Ia sama sekali tak pernah berpikir mencintai Sasuke. Yang ia tahu ia hanya tergila-gila padanya karena Sasuke adalah pangeran dari negeri impian yang, mungkin, dikutuk untuk hidup di dunia yang sangat sangat tak seindah negeri dongeng itu. Ia tak pernah bermimpi untuk menjadi putri yang akan bersama dengan pangeran. Ia hanya memosisikan diri sebagai penonton, atau mungkin pembaca buku dongeng yang tokoh pangerannya Sasuke.

"Tentu saja kau mencintainya!" ulang Ino.

Sakura menggeleng, "Tidak, kau salah, Ino. Aku tak mencintainya, aku hanya mengidolakannya! Aku benar-benar bukan seperti putri yang di dongeng-dongeng itu. Aku… bukan putri, dan tak berhak mencintai pangeran." Ujar Sakura lirih. Semakin sedih mengingat kekesalan Sasuke padanya tadi pagi.

"Oh, ya ampun. Jangan berkata begitu, Sakura. Upik abu saja bisa bersama pangeran!" hibur Ino sambil menepuk-nepuk punggung Sakura pelan.

"Tapi awalnya ia pun bukan anak sembarangan! Kau tentu tahu seperti apa hidupnya sebelum ayahnya menikah dengan ibu tirinya! Kekayaan itu milik Cinderella, bukan ibu tirinya. Tak seperti aku. Asalku hanya dari keluarga yang biasa-biasa saja."

"Jangan merendahkan dirimu begitu. Itu namanya kau tidak berterima kasih pada Tuhan yang telah memberikanmu keluarga sebaik keluargamu!" kata Ino mengingatkan.

Sakura tercenung. Ya, Ino benar, pikirnya. Keluarga yang ia miliki adalah anugerah terindah baginya.

"Jadi?" Tanya Ino.

"Jadi apa maksudmu?"

"Kau harus semangat menyambut pesta ini, Sayang! Jangan murung seperti itu. Jangankan Sasuke, siswa lain yang biasa saja tak akan menoleh padamu kalau kau cemberut begitu." Kata Ino.

"Hmm, yah, mungkin aku akan berusaha tersenyum." Jawab Sakura dengan nada pesimis, masih sedih mengingat kekesalan pangerannya padanya.

"Aduh, jangan pesimis begitu. Kau pikir aku tak mengenalmu? Kau itu gadis yang kuat, gigih, dan penuh semangat! Masa hanya karena Sasuke kau murung begitu?" Tanya Ino heran.

'Aku saja bingung dengan diriku, No, sampai-sampai aku kurang tidur semalam.' Jawab Sakura dalam hati. Tapi Sakura hanya tersenyum menjawabnya. Matanya mulai memancarkan semangat seperti biasanya.

-fredella-