Disclaimer: Naruto © Kishimoto Masashi

Be With You © Kionkitchee

Genre: Romance/Drama/Friendship

Rating: T

Pairing: NaruSasu/TokiSano

Warning: Shonen-Ai, Yaoi, OC, OOC, don't like don't read!

A/N: Extra Line Kyou persembahkan untuk Anda. Selamat membaca dan enjoy~

---garisgarisgarisgaris---

"Sasuke, apa yang kau pikirkan saat melihat senja ini?"

"… Harus kujawab, ya?"

"Aku ingin tahu, makanya aku tanya! Dan ya, kau harus menjawabnya!"

"… Dobe."

"Hei! Apa-apaan itu? Aku bertanya baik-baik dan jawabanmu malah 'dobe'! Kau ngajak berantem, hah, Teme?"

"… Baka Dobe."

Seharusnya aku menyadari jawabanmu itu. Sayangnya, aku memang benar-benar bodoh… Tak adakah waktu untuk kami mengulang kembali?

---garisgarisgarisgaris---

Be With You

Extra Line: Our Twilight

© Kionkitchee

---garisgarisgarisgaris---

"Toki, Sano sudah datang tuh!" teriak seorang pria berambut merah terang dari lantai bawah rumahnya.

"Suruh naik saja! Aku masih ganti baju nih!" sahut seorang pemuda dari lantai atas—tepatnya dari kamarnya.

Seringai kecil terbentuk di bibir sang pria mendengar jawaban puteranya. Ia beralih pada seorang pemuda berambut raven klimis di depannya dan berkata, "Kau dengar sendiri, 'kan? Langsung naik ke atas saja."

Pemuda yang bernama Sano itu mengangguk dengan wajah tanpa ekspresinya lalu berjalan menuju tangga. Tak sempat lagi ia mendengar decakan dari ayahanda Toki.

"Ck ck ck… semua Uchiha memang bertipe sama…"

---garisgarisgarisgaris---

"Toki, kau di dalam?" tanya Sano ketika sampai di depan pintu yang bertuliskan Narutoki's Paradise! No entry without password!—yang menurut Sano sangat kekanakan. Yang benar saja, sekarang mereka sudah berusia 15 tahun! Apa menuliskan sesuatu yang kekanakan seperti itu akan membuatmu terlihat keren? Maaf, Sano takkan berpikiran seperti itu. Sungguh.

"Password-nya, Sano!" balas Toki yang memang ada di kamarnya semenjak tadi.

"… Pandora Box," jawab Sano dengan malas.

Namun herannya, pemuda uchiha itu tetap saja tak bisa mengabaikan 'permainan' sahabatnya itu. Walau mungkin dengan ogah-ogahan ia menjalaninya, toh dilakukannya juga seperti menyebut password yang sebenarnya sama sekali tidak ada efek apa-apa kalau tidak disebutkan sekalipun. Lagipula, apa maksudnya Pandora Box? Mau coba-coba seperti legenda terdahulu? Benar-benar deh… pola pikir putera Sabaku itu memang 'lain' dari orang kebanyakan.

"Silakan masuk, Sano-chan!" seru Toki sembari membukakan pintu. Terlihatlah dirinya yang hanya memakai celana bahan abu-abu tanpa atasan apa-apa, membuat otot tubuhnya terekspos dengan jelas. Rambut pirangnya masih basah karena shower yang baru selesai dilakukannya tadi, membuatnya terlihat lebih panjang dari biasanya.

Sano yang melihat itu semua berdiri terpaku di tempatnya. Mata oniksnya terkunci pada dada bidang pemuda penyuka ramen itu. Ia tak bisa bergerak entah mengapa, pun tak bisa mengalihkan pandangannya. Padahal ia tahu akan terlihat aneh memandangi bagian telanjang sang sahabat, namun, seperti tadi sudah dijelaskan, ia tak bisa bergerak dan ia tak tahu mengapa! Oh, Kami-sama… tolong palingkan dirinya!

"Hello~ Sano-chan? Kau baik-baik saja?" tanya Toki sambil mengibaskan telapak tangan kanannya di depan wajah Sano.

"…Ja…" Sano mencoba membuka suaranya yang tertahan di tenggorokan, tapi terhenti.

"'Ja'? 'Ja' apa? Jankenpo? Kau mau adu suit denganku? Nanti kalah lagi loh," ucap Toki—kali ini dengan bertolak pinggang. Ohoho~ betapa ia tak sadar bahwa tingkahnya itu malah semakin membuat Sano speechless.

"J-ja…" pemuda berambut raven itu mencoba bersuara kembali. Hasilnya: nihil.

"Apa sih yang mau kau katakan dari tadi? Ngomong itu yang jelas, Teme…" ucap Toki lagi yang kali ini meregangkan otot tubuhnya.

Oh, cukup. Sano tidak mau 'terjebak' lagi dalam kebisuan!

"Ja-jangan keluar tanpa berpakaian seperti itu, DOBE!" Akhirnya, suara itu keluar juga. Sano pun mendorong masuk sang Sabaku—mengarahkannya pada lemari pakaian. "Dan jangan memanggilku 'teme', Baka Dobe!" tambahnya.

"Hei! Kau memanggilku 'dobe' dua kali! Itu curang namanya, Teme!" protes Toki yang 'terdorong' oleh Sano. "Nggak perlu didorong juga aku bakal pakai baju, tau!"

"Apapun itu! Cepat pakai seragammu! Kita bisa terlambat ke sekolah!" Sano pun berhenti mendorong pemuda itu untuk beralih pada buku pelajaran yang harus disiapkannya untuk Toki. Kalau ia tak berbuat demikian, bisa jadi yang akan dibawa Toki ke sekolah hanyalah komik, dan itu sama sekali tidak membantu pelajaran. Oh, yeah, Sano sangat peduli pada pelajaran dan tak ingin sahabatnya mengalami kesulitan nantinya.

Sementara itu, Toki masih menggerutu tidak jelas seperti 'terlambat sebentar 'kan nggak apa-apa' dan 'apa salahnya keluar tanpa baju? Toh badanku 'kan keren…' dan lain sebagainya. Mata biru pemuda itu tak menangkap raut wajah sang sahabat yang berbeda dari biasanya.

Uchiha Sanosuke, 15 tahun, kini menghadapi dilema yang lumayan berat semenjak libur musim dingin. Wajah yang memerah dan suhu tubuh yang meninggi akibat berinteraksi dengan sahabat masa kecilnya, membuatnya bertanya-tanya: apakah ia terkena suatu macam penyakit?

---garisgarisgarisgaris---

_Konoha Gakuen, kelas IX-A_

"Toki, hari ini kencan denganku ya! Kemarin kau pergi berdua dengan Kanako, 'kan? Sekarang giliranku!" seru seorang gadis berambut hitam legam panjang yang bernama Mirai.

"Eh, gimana ya? Hari ini aku sudah ada janji dengan Shimari-chan. Gomenne, Mirai-chan," tolak Toki dengan senyuman sejuta watt-nya yang ia yakin takkan bisa diabaikan oleh siapa pun yang 'kena'. Dan benar, Mirai hanya mengangguk pelan sambil menunjukkan wajah a la fangirl yang jatuh cinta. Setelahnya, gadis itu langsung pergi dengan bunga-bunga bertebaran di sekitarnya.

"Sejak kapan aku janjian denganmu, hah?" tiba-tiba seorang gadis berambut kuning bergaris hitam yang dikuncir tinggi bertanya dari belakang tampat duduk Toki. Gadis itu memasang ekspresi bosan yang bisa menandingi Buldog kepunyaan penjaga sekolah. Dengan satu tangan menopang dagu, gadis bernama Shimari itu menatap Toki lekat; meminta jawaban pasti.

Toki menghela napas, "Apa boleh buat, Shima. Aku nggak ada alasan lain untuk menolaknya. Kemarin aku sudah minta bantuan Kana, masa' iya hari ini aku minta bantuan lagi sama dia?" ujarnya membela diri. Mata birunya masih bertatapan dengan mata hijau milik Shima yang tetap menuntut penjelasan. "Hei, aku sudah bilang, 'kan?" ketusnya.

Gadis bernama lengkap Nara Shimari itu mencondongkan wajahnya ke depan, tepat berhadapan dengan sang Sabaku. Sejenak diam kemudian berbicara, "Kenapa tidak bilang saja kau ada janji dengan 'Suke-kun?" tanyanya dengan nada mengejek. "Kalian sahabat sangat sangat sangat dekaaa~t, 'kan?"

Pemuda berambut pirang itu agak terkesiap mendengar perkataan sepupunya. Ya, sepupu. Adik perempuan dari ayahnya, Sabaku Temari, menikah dengan seorang pria dari klan Nara yang baru saja lulus SMA. Dengan cepat, Shimari pun hadir dalam bahtera rumah tangga mereka. Jadilah Narutoki memiliki sepupu perempuan. Dan, kembali pada masalah awal. Toki agak terkesiap dengan perkataan sepupunya yang seolah menginginkannya menjadikan Sano sebagai alasan. Jangan-jangan…

"Apa maksudmu? Nggak mungkin 'kan aku bilang ada janji kencan sama Sano. Itu aneh, Shima!" sanggah Toki sembari memalingkan muka. Ada sedikit keraguan di hatinya ketika mengucapkan itu, dan ia tahu kenapa.

Shima menghela napas panjang, "Masih saja ya…" gumamnya. Lalu, tangannya menunjuk ke arah sekumpulan pemuda yang sepertinya tengah mengerubungi seseorang. "Kalau kau tidak bertindak cepat, kau bisa kehilangannya, Na-ru-chan," jelasnya.

Toki pun melihat ke arah yang ditunjukkan Shima; tempat Sanosuke berada. Pemuda bermarga Uchiha yang menjadi teman sepermainannya sejak kecil itu terlihat sedang di'serang' oleh beberapa pemuda teman sekelasnya. Bukan penyerangan yang berbuah perkelahian atau semacamnya, melainkan 'penyerangan' yang bisa membuahkan…

"Sano-chan, kau mau kencan denganku hari ini? Kutraktir deh semuanya!" rayu pemuda berambut coklat dan bermata lavender yang pada pipi bagian kirinya terdapat 2 tanda segitiga merah yang berjejer.

"Jangan mau sama si jelek Yuta! Mendingan sama aku aja, ya?" kali ini pemuda berambut hitam kebiruan dan bermata coklat yang di bawah mata kanannya terdapat sebuah tanda segitiga merah yang merayu.

"Apa-apaan tuh! Gantengan juga gue! Minggir lu sana!" Yuta berusaha menyingkirkan kembarannya, Yuki, dari hadapan sang Uchiha.

"Ada juga elu yang minggir!" Yuki tak mau kalah.

"Daripada sama mereka, lebih baik kau bersamaku saja, Sanosuke-chan," Seorang pemuda berambut hitam legam dan bermata biru pucat mencoba mengambil kesempatan.

"SAKI! JANGAN MAIN SEROBOT!" bentak Yuta dan Yuki secara bersamaan, melupakan perselisihan mereka.

Sano yang dari tadi diam, menatap mereka bertiga dengan pikiran 'kalian semua sudah gila, ya? Mana mungkin aku mau sama kalian!' meskipun di luar tetap menunjukkan wajah stoic khas Uchiha. Ia tak habis pikir, banyak gadis yang mau jalan dengannya itu wajar, tapi laki-laki? Kenapa laki-laki juga mau mengajaknya jalan? Memangnya mereka tak punya mata? Bukannya aneh kalau sesama lelaki berjalan berdua dalam konteks kencan? Sungguh gila.

"Sano-chan, kencan denganku, ya?" Yuta memulai lagi sebelum disikut adik kembarnya.

"Sama aku aja, Sano-chan!" Yuki tak mau kalah dari kakak kembarnya.

"Mereka berdua itu sama-sama kasar. Lebih baik Sanosuke-chan kencan denganku saja, ya?" Saki pun menunjukkan pesonanya.

TIDAK MAU!

Itulah yang ingin diteriakkan Sano pada ketiga pemuda 'sinting' di hadapannya. Namun, ia sudah terlanjur speechless duluan sebelum sempat berkata apapun. Bagaimana pun juga dirinya adalah lelaki yang bukan dipasangkan dengan lelaki pula! He's straight for God's sake!

… Tunggu, apa benar begitu? Kalau iya, kenapa ia merasakan panas dengan wajah yang memerah secara berlebihan ketika bersama Toki? Tidak mungkin itu… 'kan?

"Gomenne, Minna-san, tapi hari ini aku ada janji kencan dengannya. Iya, 'kan? 'Suke?" Toki akhirnya muncul 'membantu' sahabatnya yang terlihat 'tak berdaya'. Pemuda berambut pirang tersebut melingkarkan lengannya pada leher Sano, terlihat seperti sedang memeluknya mesra dari belakang.

"AAARGH! TOKI CURANG!" teriak Yuki. "Jangan mentang-mentang kau teman Sano-chan sejak kecil jadi bisa seenaknya gitu!" Pemuda itu melipat tangan di depan dadanya dengan raut wajah yang marah.

"Kali ini aku setuju dengan Yuki! Berikan kami kesempatan yang sama, Toki!" seru Yuta.

"Wah wah wah… aku juga akan keberatan jika Narutoki-kun 'mengambil' Sanosuke-chan tanpa persaingan sehat," timpal Saki dengan seringai di bibirnya.

Reaksi ketiga orang itu semakin membuat Sano tidak bisa berkata apa-apa. Dalam otaknya hanya ada kata 'sinting' dan 'gila' yang berputar-putar. Belum lagi 'pelukan' Toki pada lehernya, ia tak tahu apa ia masih bernapas atau tidak.

Lain halnya dengan Toki. Pemuda penggemar ramen nomor satu di Konoha itu malah tersenyum dengan begitu 'manis'nya sehingga membuat ketiga pemuda yang merayu Sano mendapatkan hawa dingin bagai di kutub bumi. Ia pun memutuskan untuk melakukan sesuatu yang pasti membuat para pemuda itu berhenti melakukan hal yang tidak pantas pada apa yang menjadi miliknya.

Miliknya?

Ya. Bisa kita lihat sebentar lagi, setelah pemuda Sabaku itu melepaskan lingkaran lengannya pada Sano dan mendekatkan wajah mereka.

"A-apa yan—hmph!"

Seluruh pasang mata di kelas itu membelalak dan terpaku pada apa yang kini dilakukan Toki pada Sano. Mulut mereka menganga lebar pertanda syok yang berlebihan. Tubuh mereka menjadi kaku layaknya batu, seperti terkena serangan frozen dari Mr. Freeze dalam Batman and Robin the Movie. Bagaimana tidak? Yang tengah mereka lihat adalah Toki mencium Sano di bibirnya!

Kali ini Sano benar-benar kehilangan suaranya. Tentu saja, selain karena mulutnya di'bungkam' oleh Toki, sepertinya jantungnya mulai berpacu dalam detakan yang tak sepelan biasanya. Dan lagi, ia kehabisan napas dengan cepat diiringi dengan suhu tubuh yang meningkat. Oh, mungkin saja wajahnya sudah semerah darah sekarang!

Bagus sekali, Toki! Kau sedang dalam kala membunuh sahabat baikmu sendiri!

Merasakan bahwa apa yang dilakukannya sudah cukup, Toki pun melepaskan Sano dengan lembut. Ia langsung menatap teman-temannya seraya berseru, "Uchiha Sanosuke adalah milikku dan tidak ada yang boleh mengusiknya lagi! Kalian paham?"—dengan seringai kemenangan bermain di bibirnya.

Ketiga orang yang tadi merayu Sano masih memandang dengan cengok, tak menyangka akan keduluan oleh Toki. Mereka merasa bahwa mereka sudah kalah sebelum bersaing—terlihat dari wajah pujaan hati mereka yang memerah hebat dengan uap putih di atasnya. Dengan satu kutukan untuk Toki, mereka memutuskan untuk menyerah mendapatkan Sano.

The unexpected winner is Sabaku Narutoki!

… Benarkah itu?

BUGH!

Sebuah pukulan mendarat di pipi kiri Toki. Ternyata Sano menonjoknya dengan—err—lumayan keras hingga membuat beberapa gadis terpekik kaget. Kelas menjadi semakin tegang dan dingin karena tatapan yang dilontarkan Sano pada Toki. Dan mereka lebih dari tahu bahwa Sano marah besar sekarang.

"… Baka Dobe!" desis marah Sano pada sahabatnya sebelum keluar dari kelas dengan cepat dan membanting pintu, meninggalkan suasana yang tidak enak untuk dirasakan.

Lagi, keheningan menguasai keadaan dalam kelas selama beberapa menit. Tak ada yang berani menegur Toki yang memegangi pipinya yang terasa sakit. Hei, memangnya siapa yang mau masuk kandang macan, hah? Nyari mati namanya…

"Aah~ kau bodoh sekali, Naru-chan," celetuk Shimari—masih bertopang dagu.

Ternyata ada yang berani memasuki kandang mematikan itu!

Selengkung senyum malas bermain di bibir sang Nara, "Apa kau mau membiarkannya begitu saja?" ejeknya. Toki mengalihkan pandangannya pada gadis itu; terlihat ekspresi kesal dan menyesal di wajah kecoklatannya. Shimari tahu betul apa yang dirasakan sang pemuda. Oleh karena itu, ia bangkit dari duduknya untuk berjalan ke arah sepupunya. Ia tepuk pundak lesu itu dua kali dan berseru, "Kejar dia, Naru-chan!"

Dan hal itu lebih dari cukup untuk membuat Narutoki mengejar Sanosuke.

---garisgarisgarisgaris---

Sano berlari, terus dan terus berlari. Ia tak tahu harus ke mana, tapi ia harus terus berlari. Ia harus pergi jauh dari sahabatnya. Ia harus pergi jauh dari Narutoki. Ia harus! Karena kalau tidak, ia takkan tahu lagi apa dirinya hidup atau tidak. Ia bahkan tak bisa merasakan degup jantungnya sendiri! Ada apa ini? Kenapa ia merasakan hal seperti ini? Kenapa ia merasakan beratus kupu-kupu hinggap di perutnya? Kenapa ia merasakan hal yang tak biasa seperti ini? Kenapa?

Tidak tahu adalah jawaban yang dimilikinya saat ini. Ia tidak tahu apa yang terjadi pada dirinya. Ia merasa ini bukan dirinya. Ia merasa aneh, merasa sangat aneh ketika bersama dengan Narutoki. Bahkan memikirkannya saja sudah membuatnya merasakan sesuatu yang menyesakkan. Tidak. Ia tak ingin menjadi seperti ini! Ia tak ingin mengetahui bahwa ia telah tertarik dalam pesona yang dimiliki sang sahabat. Tidak, ia takkan mengakuinya! Itu aneh! Ia akan tampak sangat aneh! Ia—

BRUK!

Karena berlari sambil memejamkan mata, Sano tak melihat ke depan sehingga membuatnya menabrak seseorang. Begitu ia membuka matanya, yang terlihat adalah sosok seorang gadis berambut biru dan bermata laut dalam dengan piercings di bawah bibirnya dan di bawah mata kanannya.

"Kanako…" lirih Sano begitu melihat teman perempuannya yang paling akrab. Langsung saja ia memeluk sang gadis erat seakan berusaha menumpahkan segala keanehannya.

"Kau kenapa, Sasuke?" tanya Kanako tanpa ekspresi—tak mengindahkan pelukan erat dari sang Uchiha.

Sano menghela napas panjang, "Berapa kali kubilang padamu, namaku bukan 'Sasuke' tapi 'Sanosuke', Kanako… Ayahku bisa sedih kalau kau mengurangi suku kata seenaknya, tahu…" ujarnya pelan, masih menenggelamkan wajahnya pada lekuk leher sang gadis.

Kanako mendengus, "Kau adalah 'Sasuke'. Salah kalau kau mengidentifikasikan dirimu sebagai 'Sanosuke', ucapnya tegas sembari menepuk-nepuk punggung pemuda itu.

Lagi, Sano menghela napas. "Terserahlah…" Ia pun menyudahi 'acara' pelukannya. Warna onyx-nya kini bertumbukan dengan warna ruby melingkar milik Kanako, gadis misterius yang sepertinya ahli dalam meramal. Wajar saja, Kanako adalah keponakan dari ibunya, Shion, lebih tepatnya anak dari bibinya yang bernama Konan. Sudah sering ia dipanggil 'Sasuke' olehnya, bahkan ibunya pun sering memanggilnya begitu. Katanya, ia adalah reinkarnasi dari seorang pemuda yang dulu merupakan adik dari ayahnya; pemuda yang meninggal karena sakit keras yang tak bisa disembuhkan.

Ah, mengingatnya saja sudah membuat hatinya sakit. Reinkarnasi… hanya itukah arti dirinya? Tidak, bukan! Ia adalah dirinya sendiri! Ia bukan kelahiran kembali dari orang lain! Hidupnya adalah miliknya sendiri! Apapun yang orang lain katakan, ia adalah dirinya sendiri!

"Sasuke, kau baik-baik saja?" tanya Kanako setelah melihat air muka Sano yang pucat.

"Namaku Sanosuke!" serunya seraya kembali berlari menyusuri lorong, tepat sedetik sebelum Toki menyusul.

"SANO!" teriakan Toki menggaung di lorong. Mata birunya menangkap gerakan sang Uchiha yang berlari menjauhi dirinya. Ia pun dengan segera mengejar pemuda yang telah memerangkap hatinya itu. Dalam pengejarannya, ia berpapasan dengan Kanako yang tersenyum dan bergumam kecil,

"Berjuanglah, Naruto."

Toki sejenak seperti terpanggil oleh nama itu. Ia seperti kenal dengan 'Naruto' yang disebutkan gadis itu, juga pamannya, Gaara. Namun, prioritas utamanya saat ini adalah Sanosuke. Siapa pun 'Naruto' itu, ia bisa mencari tahu nanti. Sekarang ia harus menuntaskan 'masalah'nya dengan sang Uchiha. Dan ia akan terus mengejarnya hingga tertangkap.

Berbelok melewati lorong perpustakaan, kantor guru, hingga sampai ke toilet Utara yang letaknya paling jauh dari kelas, Sano akhirrnya berhenti berlari. Ia mencoba mengatur napasnya yang tersengal-sengal akibat lari yang seperti kerasukan itu. Ia pun mendatangi wastafel paling ujung lalu menyalakan air untuk membasuh wajahnya yang penuh peluh. Sedikit merasa segar, Sano menatap cermin untuk melihat pantulan dirinya. Alangkah terkejutnya ia ketika mendapati pantulannya berbayang seperti ada dua. Apakah matanya sudah mulai rusak, atau memang ada bayangan lain yang ikut terpantul selain wajahnya? Hantukah? Tidak, hantu itu tidak bisa dipantulkan di cermin. Jadi… apa yang…

Sano melihat pantulannya yang berbayang dengan seksama. Benar, ada yang berbeda dari bayangan itu. Model rambut belakangnya tidak sama. Bayangan itu memiliki model rambut yang jigrak ke belakang seperti pantat bebek sementara ia tidak. Bayangan itu juga tampak lebih pucat darinya dengan mata yang lelah dan ingin beristirahat. Bayangan itu mengenakan sweater biru tua turte neck dengan motif pilinan benang. Pada bagian tengah lehernya, terdapat dua huruf inisial: U.S. yang otomatis membuat Sano terkesiap.

"Kau… Uchiha… Sasuke…?" tanyanya tak lebih dari bisikan serak. Rasanya Sano mulai ketakutan. Bukan ketakutan karena ia ditempeli bayangan lain, tapi karena ia menyadari bahwa apa yang dikatakan ibunya dan Kanako itu benar. Dirinya adalah… reinkarnasi dari adik ayahnya.

Ah, rasanya lemas. Kedua kakinya sudah tak bisa menahan dirinya lagi dalam situasi seperti ini. Ingin sekali ia jatuh pingsan saja agar ketika bangun nanti ia bisa berkata pada dirinya sendiri bahwa ini hanyalah mimpi belaka. Apa ia harus membenturkan kepalanya ke kaca supaya benar-benar pingsan? Kalau benar begitu, ia takkan sungkan lagi. Namun, belum sempat ia melakukan tindakan semi bunuh diri itu, Toki sudah keburu masuk dan menahannya.

"Apa yang mau kau lakukan, Sano?" seru Toki sembari menahan sang sahabat dalam pelukannya. "Jangan bertindak bodoh! Kau membuatku khawatir, tahu!" tegurnya. Toki tak mendapatkan balasan atas perkataannya. Melainkan…

"… Kau mencintaiku?" tanya Sano dalam bisikan yang nyaris tak terdengar.

"Eh?" Toki yang mendengarnya terkejut hingga hampir melonjak. "Ma-maksudmu?" tanyanya balik, berusaha meminimalisir kegugupan yang melandanya.

"Siapa yang kau cintai? Dalam jiwa siapa kau mencintai? Beritahukan padaku…" bisik sang Uchiha lagi. Tubuhnya kembali gemetaran, menahan gejolak yang tak ia sadari keberadaannya menjadi sangat besar dalam dirinya. Ia takut untuk mendengar jawaban dari pemuda itu.

"Sano…" Toki menyebut namanya dengan lembut. Ia tahu betul apa yang dimaksudkan sahabatnya. Saat ingin menjawab, tak sengaja pandangan matanya bertemu dengan pandangan mata lain yang merupakan pantulannya di cermin. Namun, segera ia tahu bahwa mata yang tengah beradu dengannya itu bukanlah miliknya. Warna miliknya adalah biru langit yang cerah tanpa terhalang awan sedikit pun, sementara warna miliknya dalam cermin berwarna biru langit mendung yang sewaktu-waktu dapat menumpahkan hujannya. Ia juga menyadari bahwa tiga garis seperti kumis kucing di kedua sisi pipi itu bukanlah miliknya, karena ia tak pernah memiliki luka seperti itu. Dan ia tahu siapa yang tengah menatapnya sebagai bayangan dalam cermin tersebut.

"Dengarkan aku, Sano," Toki memulai kalimatnya, "Aku… memang mencintaimu. Sudah lama kurasakan hal ini, bahkan sebelum aku menemukanmu. Aku tahu perasaan itu tidak murni dari perasaanku sendiri karena aku bukanlah aku sendiri. Ada bagian dari 'orang itu' yang bersemayam dalam diriku. Perasaan cinta yang mendalam namun tak tersampaikan dengan baik. Perasaan cinta yang menyakitkan hati tapi juga terasa begitu tulus, begitu lembut… hanya untuk orang yang disayanginya semasa hidup. Perasaan cinta itulah yang mendominasi hatiku." Toki berhenti untuk berpikir.

Sano menggigit bibir bawahnya dengan keras sehingga berakibat memar yang sedikit mengeluarkan darah. Hatinya perih mendengar pengakuan Toki. Ternyata yang ada dalam hati sang Sabaku adalah rasa cinta untuk Uchiha Sasuke, bukan untuk dirinya yang asli. Dan Sano pun beranggapan bahwa Toki lebih memilih menjadi sosok yang direinkarnasikannya, bukan dirinya sendiri. Perih, sungguh perih yang ia rasa. Padahal ia… padahal ia…

"Tapi, Sano… aku mencintaimu sebagai seorang Sabaku Narutoki, bukan Naruto. Dan yang aku cintai bukanlah Uchiha Sasuke, melainkan Uchiha Sanosuke," ucap Toki dengan lugas, menyatukan pandangan mata mereka layaknya samudera dan langit malam. Ia sungguh berharap pemuda Uchiha itu menangkap maksudnya dengan jelas. Ia tak ingin pemuda itu salah paham akan perasaannya.

Lega kah hati Sano? Ya, hatinya lumayan lega sekarang. Ia sudah mendapatkan kepastian akan siapa sebenarnya yang dicintai sang Sabaku, dan itu membuatnya bahagia. Ia eratkan genggamannya pada kemeja Toki; menariknya lebih mendekat lagi. Dan Toki lebih dari senang untuk mempererat dekapannya. Sano pun merasakan Toki mengecup puncak kepalanya lama seolah menekankan bahwa ia ada di sini bersamanya sekarang dan untuk selamanya. Tak butuh waktu lama bagi Sano untuk melingkarkan lengannya pada punggung Toki. Mereka pun saling berbagi kehangatan dalam keheningan yang menentramkan.

Masih dalam keadaan tanpa suara, Toki mencuri pandang ke arah cermin dan sedikit terpana dengan apa yang dilihatnya. Ia dan Sano versi cermin sedang… berciuman? Yang benar saja! Mereka masih berpelukan, 'kan? Ah, atau yang dilihatnya itu adalah Naruto dan Sasuke yang sedang berciuman? Saling melepas rindu yang tak tersampaikan, begitu?

Hei-hei… kalian sedang menyindirku, ya? Kalian ingin aku mengambil inisiatif seperti itu? Aku sudah melakukannya di kelas tadi, kalian tahu!

Pantulan yang dilihat Toki itu malah menunjukkan cengiran dan senyum kecil padanya sebelum kembali berciuman. Dan sukses membuat Toki terpancing.

"Naa, Sano. Kau mencintaiku?" tanyanya polos pada pemuda dalam dekapannya. Ia dapat merasakan pemuda itu menegang sejenak sebelum kembali rileks… dan mengangguk kecil. "Hei, aku nggak akan tahu kau mencintaiku atau tidak kalau kau diam saja, Sano-chan," goda Toki. Ia ingin mendengar pengakuan dari sahabat masa kecilnya.

Sano bingung harus berkata apa. Ia bukanlah tipe yang bisa dengan mudah mengucap cinta untuk orang lain. Ia masih terlalu kaku dalam hal itu. Padahal ia ingin mengatakan pada Toki bahwa ia pun merasakan hal yang sama. Pertanyaannya sekarang adalah: bagaimana sebaiknya?

Di tengah kegalauannya, Sano tak sengaja menatap cermin yang memantulkan bayangannya dan Toki. Ralat, bayangan Naruto dan Sasuke… sedang berciuman? Apa itu berarti bayangan tersebut memiliki kehendak sendiri? Atau itu merupakan petunjuk baginya untuk mengungkapkan perasaannya? Dengan ciuman kah?

Setelah berbagai pertimbangan yang kilat, Sano memutuskan untuk melakukannya. Ia pindahkan kedua tangannya dari punggung sang Sabaku lalu kembali melingkarkannya pada leher kecoklatan itu. Mata oniksnya menangkap siratan keterkejutan dari mata biru itu, dan ia pun berhenti untuk menikmati indahnya langit yang terpantul di dalamnya. Melalui tatapannya itu pun, Sano berusaha mengirimkan perasaannya yang terpendam pada Toki.

Sementara itu, Toki mulai berdebar ketika Sano melingkarkan lengan pada lehernya. Awalnya ia berpikir bahwa pemuda itu yang akan mengambil inisiatif, namun berhenti untuk menanamkan warna malamnya pada langit siangnya. Dan ia sadar, ia paham maksud yang tertera di sana. Dengan lembut Toki meraih dagu Sano dengan tangannya. Lalu, perlahan ia dekatkan wajahnya pada wajah sang Uchiha dan menguncinya dalam sebuah ciuman hangat yang lembut nan lumat.

Ternyata 'nasihat' yang ditunjukkan mereka manjur juga.

---garisgarisgarisgaris---

_Tepi Sungai Konoha_

Kedua pemuda yang bersahabat semenjak kecil sedang duduk punggung bersandar punggung sembari menatap cakrawala senja yang indah. Tak tahu apa yang membuat mereka meluangkan waktu di sana, yang jelas ada suatu perasaan yang mengatakan bahwa mereka harus ke sana. Jadilah sepulang sekolah mereka pergi ke tepi sungai Konoha. Mereka duduk di bagian pinggir namun teratas yang dapat melihat panorama kejinggaan dengan jelas. Tenang dan nyaman, itulah yang mereka rasakan. Seperti hanya ada mereka berdua di dunia ini. Seperti tercipta untuk saling melengkapi.

"Katakan, Sano. Apa yang kau pikirkan saat melihat senja ini?" tiba-tiba Toki memecah keheningan.

"Pertanyaan macam apa itu…" guman Sano, "apa harus kujawab?" ia malah bertanya balik.

Toki mengangkat bahunya sesaat, "Feel free… tapi aku ingin mendengar pendapatmu," ucapnya lagi.

Sano menghela napas panjang sebelum menjawab, "… Dobe."

"Ha?" Toki mengangkat sebelah alisnya, "jawaban macam apa itu? Kau sedang mengejek—" tiba-tiba perkataannya berhenti sendiri. Sepertinya ia menangkap makna dari satu kata itu. Sepertinya ia tahu apa yang dimaksudkan Sano dengan 'dobe' itu. Benar, selesainya mengkalkulasi jawaban, Toki langsung memeluk Sano dari belakang dengan gemas.

"To-Toki! Apa yang kau lakukan? Ini tempat umum, tau!" protes Sano yang kini pipinya merona merah. Bukannya tak suka dipeluk seperti itu, tapi karena malu, takut kalau-kalau Toki mendengar degup jantungnya yang sangat kencang.

"Biarkan saja! Aku tidak peduli tanggapan orang lain!" tegas Toki yang semakin mempererat dekapannya. "Aku mencintaimu, Sano-chan!" riangnya sambil mengecupi pipi kekasihnya.

"Jangan panggil pake '-chan', Toki!" Sano kembali protes dengan menjitak kepala pirang itu pelan. Kemudian, ia tersenyum tulus pada kekasihnya sebelum kembali memandang senja.

"Ya… aku juga… mencintaimu…"

Di balik bayangan yang tercipta lewat matahari sore, dua pantulan keabadian tersenyum seakan turut menikmati panorama senja tersebut. Setelah sekian lama, akhirnya mereka memiliki kesempatan untuk menyaksikan rekaman dalam kenangan secara langsung. Senja. Langit yang mengistirahatkan dewa siang dan menyongsong dewi malam. Langit yang akan menjadi saksi dari berbagai kehidupan manusia dari mulai lahir hingga mati, membentuk kenangan dengan bermacam emosi di dalamnya. Langit yang akan selalu menjadi bagian dari kenangan itu sendiri. Langit yang sangat disukai oleh sepasang remaja yang telah melakukan perjalanan abadi.

"Kau sudah tahu jawabanku, Dobe?"

"Ya, saking bodohnya aku dulu, sampai tak menyadari maksudmu, Teme… gomenne…"

"Hn, kalau sudah tahu baguslah. Aku tak suka siaran ulang."

"Tapi aku ingin mendengarnya langsung! Ya, Teme?"

"Tidak. Aku tidak suka mengulangi perkataanku."

"… Kau baru saja melakukannya loh."

"… Dobe."

"Hm?"

"Senja, panorama langit yang membuat manusia terpana akan keindahannya. Karena terlalu menyilaukan, senja tidak sadar bahwa di suatu tempat ada yang mencintainya dengan sepenuh hati. Senja, terlalu bodoh untuk menyadari perasaannya sendiri. Padahal malam selalu mengamatinya dari sisi lain, mencoba menarik perhatiannya yang langka itu. Senja… senja masih terlalu sibuk dengan pekerjaannya… sementara malam, semakin tenggelam dalam kegelapan"

"Rasanya senja menyedihkan sekali sih… kau yakin itu opinimu, Teme?"

"Hn, Dobe. Senja itu mirip denganmu."

"Sasuke…"

"Tapi… sekarang, jika aku menatap senja, yang kupikirkan hanya satu… hanya satu…"

"Senja pun mencintai malam… aku tahu itu dengan pasti. Meskipun antara senja dan malam terbentang jarak yang cukup jauh, senja pun mencintai malam dengan begitu besar. Dengan sengaja senja menjemput siang demi membukakan ruang untuk malam menampakkan tahtanya."

"Naruto…"

"Ya, senja mencintai malam… amat sangat mencintai malam… sama seperti aku yang sangat mencintaimu, Sasuke."

"… Hn... Malam pun…"

.

.

.

---END---

Extra line dari Be With You Kyou persembahkan untuk Anda semua. Yang ingin Kyou sampaikan di ekstra ini adalah bahwa manusia yang hidup memiliki kehidupannya masing-masing. Walaupun ada sebagian manusia yang beranggapan bahwa mereka merupakan reinkarnasi dari seseorang, mereka harus tahu bahwa hidup yang mereka jalani adalah milik mereka sendiri, bukan milik orang yang direinkarnasikan. Tidak ada seorang pun yang bisa digantikan dengan orang lain. Semua memiliki jiwanya masing-masing dan hal itu adalah absolut. Yang dapat mengambil keabsolutan manusia adalah Dia Yang Maha Tinggi. Karena itu, jalanilah hidup ini sebagaimana jiwa masing-masing berupaya dan berusaha.

Apakah Kyou jadi banyak cincong di sini? Gomenne~ Kyou cuma mau berbagi kok. X3

OCs di sini:

Kanako: puteri dari Pein dan Konan. Di sini Konan jadi adiknya Shion.

Nara Shimari: puteri dari Nara Shikamaru dan Sabaku Temari. Shikamaru langsung ngelamar Temari setelah lulus SMA, makanya anak mereka nggak jauh umurnya sama TokiSano.

Yuta dan Yuki: putera kembar dari Inuzuka Kiba dan Hyuuga Hinata yang juga langsung menikah setelah lulus SMA.

Saki: putera tunggal Sai dan Yamanaka Ino.

Mirai: fangirl biasa.

Inilah penutup dari Be With You: 5 lines utama, 3 missing lines, 1 epilogue, dan 1 extra line. Tadinya mau Kyou udahin aja di epilog, tapi kok jadi pengen bikin lanjutannya TokiSano ya? Yah, jadinya Kyou bikin satu tambahan di fic ini. *digampar gara2 plin-plan*

Terima kasih untuk semua yang sudah mendukung Kyou baik secara langsung maupun secara nggak langsung. Kyou mohon maaf apabila ada kata-kata yang nggak berkenan di hati Anda.

Berikutnya adalah Song for Mute Musician, fic NaruSasu yang baru dari Kyou. Nantikan ya~

Still mind giving me a review? As usual, don't waste your time for leaving me flames.

_KIONKITCHEE _