Disclaimer : Eng… Jadi serba salah gini ya? Kalau aku ngomong, entar aku dipikir sombong, tapi kalau ga ngomong, dipikir rendah diri. O.O. Ah, udah, Dari dulu juga punya Masashi… T.T
Rated : T
Family/Friendship/Romance/Mistery
Pairing : Sasusaku
Dimensi Lain
Seseorang dengan mata hijau cemerlang mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruang kelasnya. Ia menghela nafas panjang kemudian menghembuskannya. Segera saja ia menyandarkan dagunya pada telapak tangannya, sedangkan tangan lainnya sibuk menulis sesuatu di bukunya.
Huh, membosankan…
Ia menutup matanya sebentar. Mencoba mencari ketenangan. Tapi yang ada malah ia tidak bisa melakukannya. Keadaan di sekelilingnya begitu berisik. Ia membuka sedikit matanya. Diliriknya teman-teman sekelasnya tengah ribut. Ia melihat Kiba yang sedang melemparkan gumpalan kertas ke arah Chouji. Akan tetapi ketika Chouji berbalik untuk mengetahui siapa pelempar kertas itu, Kiba berpura-pura tertidur di atas mejanya. Seulas senyum tipis tersungging di bibir Sakura, nama gadis berwarna hijau cemerlang itu.
Dengan perlahan, ia mulai membuka matanya lebih lebar.
"Tadi Kiba yang melemparkannya, Chouji!" katanya pelan, lebih pantas disebut berbisik. Selain itu, ia mulai menunduk, menyadari keberadaan dirinya sendiri. Ia berada di pojok belakang ruangan, sendirian. Ya, sendirian, sementara teman-teman yang lainnya duduk dengan teman-seman sebangku mereka bersendau gurau bersama.
"Hhh, teman…" bisiknya lirih sambil tersenyum kecut. Gadis itu kembali mengedarkan pandangannya ke sekeliling lagi. Kembali lagi ia tersenyum tipis. Sekarang tampak Kiba yang menjadi bulan-bulanan Chouji, sementara Rock Lee menyoraki mereka. Sakura menggeleng pelan.
Pandangan matanya kemudian beralih pada Kankurou yang mengganggu Shikamaru yang tertidur dengan mengusapkan bulu ayam yang mungkin diambilnya dari kemoceng kelas pada hidung Shikamaru, membuat Shikamaru menggerakkan hidungnya lucu. Sakura tertawa. Kankurou yang berada di arah diagonal dari Sakura menoleh kemudian mengerutkan keningnya melihat Sakura.
"Kenapa tertawa?" katanya sambil memasang wajah menyeramkan menurut Sakura. Sakura diam, tertunduk. Perlahan ia melirik Kankurou dengan sudut matanya yang kembali ke aktivitas awalnya sesudah mengatakan 'cewek aneh' atau apalah.
Sakura menunduk. Diambilnya nafas dalam-dalam mencoba melupakan kejadian barusan. Ia mencoba untuk tersenyum.
***
Sakura menoleh ke arah jam yang ada di belakang kelas. Ia mengerutkan keningnya.
"Kakashi-sensei terlambat lagi," katanya sambil menggeleng pelan. Ia terus mengamati jam sampai akhirnya ia hampir terlonjak kaget ketika mendengar seseorang tertawa terbahak-bahak. Ia menoleh, mendapati Karin dan Tayuya sedang tertawa bersama. Ia segera membetulkan posisi duduknya, menatap mereka yang badannya terguncang akibat tertawa. Bahkan berkali-kali ia melihat Karin memukul-mukul meja dengan tangannya sambil terus tertawa, sedangkan Tayuya sibuk memegangi perutnya. Mau tak mau, Sakura tersenyum melihat mereka. Ia menyibakkan rambut merah jambu yang kini mencapai bahu lebih sedikit, hampir mencapai punggung.
"Hahahaha, Gak nyangka Kin akan berlaku sekonyol itu!" Karin tertawa seperti kesetanan.
"Hehehe, aku juga gak nyangka, sebegitu gugupnya dia karena berhadapan dengan Gaara!" Tayuya masih memegangi perutnya. Sakura kembali tersenyum. Ia teringat Kin, teman- eng… Sakura bahkan tak tahu apakah Kin menganggapnya sebagai teman. Kin memang tergila-gila pada Gaara, laki-laki imut yang sempat menarik perhatian Sakura juga. Akan tetapi ia sadar. Kalau semua te- bukan, kalau semua orang-orang di sini tidak menganggapnya sebagai teman, apalagi Gaara, laki-laki terpopuler di SMA Konoha ini.
Ehm. Teman ya?
Sakura tersenyum kecut kemudian menggeleng-gelengkan kepalanya dengan cepat.
Ia merasa tengah diperhatikan. Ketika ia membuka matanya, yang terlihat adalah Karin yang menatap aneh kepadanya, begitu pula dengan Tayuya. Sakura terkesiap. Karin menatap sinis.
"Kenapa? Aneh seperti itu?!" kata Karin sambil tersenyum mengejek. Sakura menggeleng.
"Ti.. tidak kok!" katanya sambil menunduk dan melirik takut-takut.
"Hah, sudahlah Karin, kenapa ngurusin cewek aneh ini, sih?" kata Sakura sambil memegang lengan Karin untuk menolah ke depan. Karin mengangguk.
"Iya juga, ya?! Kenapa aku malah mengurusi cewek aneh ini?!" katanya sambil berbalik.
Sakura menghembuskan nafasnya, sedih.
***
'Kenapa? Kenapa kalian selalu membenciku? Kenapa kalian tidak mau berteman denganku? Kenapa? Kenapa kalian jahat padaku?'
'Aku tak tahu apa-apa, aku tidak tahu apa-apa!'
'Aku bukan cewek aneh, aku bukan! Itu hanya karena kalian tidak mengenalku lebih jauh lagi,'
'Kenapa kalian selalu memanggilku cewek aneh? Apa karena aku pendiam dan menutup diri? Atau karena dahiku ini, yang aku tutupi dengan poni yang hampir menutupi mataku ini?'
'Aku memang aneh, aku memang jelek, itu yang selalu kalian pikirkan'
'Kalau yang seperti itu… Itu terserah pada kalian. Tapi…'
'Aku hanya takut, takut kalian kembali mengatakannya, kembali mengingatkanku akan ibuku. Aku, aku takut'
'Aku takut kalau mengingatnya, bahwa…
-
-
Ibuku pembunuh!'
***
Sakura tersentak. Lamunan itu mengejutkannya. Ia kembali menggelengkan kepalanya. Ia memegangi kepalanya yang tiba-tiba berdenyut sakit karena mengingatnya. Matanya tiba-tiba berair.
***
"Hei! Lihat! Cewek aneh itu menangis!" seru Kin sambil menunjuk Sakura. Semua murid mengikuti arah telunjuk Kin dan langsung tertawa menyadari apa yang terjadi.
"Hahaha, cewek aneh itu nangis! Kasihaan!" kata Chouji sambil menunjuk Sakura sambil sesekali mengambil keripik kentang yang digenggamnya.
Sakura mendongak.
"Tidak!" sahutnya sambil menggeleng.
"Hahahaha! Lihat, A-NAK PEM-BU-NUH!!!" kata Karin dengan penekanan pada setiap suku katanya. Sakura terkesiap.
"Bukan! Dia bukan pembunuh! BUKAN!" jerit Sakura frustasi.
"PEM-BU-NUH!" kata Tayuya sambil tersenyum penuh kemenangan.
"BUKAAN!" kata Sakura sambil berdiri, ia mulai menggebrak mejanya.
"Hahahaha!" anak-anak teman sekelasnya mulai senang sudah berhasil mempermainkan Sakura.
Sakura kali ini benar-benar habis kesabarannya. Ia menyeruak keluar dari kerumunan teman-teman yang mengerubunginya.
'Aku bukan anak pembunuuuh'
***
Sakura baru saja keluar dari pintu ketika bel pertanda berakhirnya pelajaran berbunyi. Berarti hari ini Kakashi memang kosong. Ia tidak peduli. Ia berlari sambil mengusap air matanya, meninggalkan orang-orang yang menatap aneh sekaligus sinis kepadanya.
-
BUUG
-
Sakura terlempar mundur. Ia terkejut dan mendongak. Ia baru saja menabrak seseorang di belokan yang akan menuju ke belakang perpustakaan. Ia tampak terkejut lagi-lagi mendapati Gaara berdiri di sana sambil menatapnya aneh. Sakura segera buru-buru berdiri dan menunduk kepada Gaara.
"Ma.. Maafkan aku, Gaara-san!" katanya sambil ketakutan. Ia takut menatap mata Gaara. Ia tetap menunduk, sampai akhirnya ia merasakan bahwa Gaara melewatinya begitu saja tanpa menjawab sepatah kata pun.
Sakura menarik nafas panjang dan menghembuskannya. Sementara itu, tiga pasang mata mengamatinya sambil tersenyum penuh arti.
***
Sakura mengamati keadaan sekelilingnya. Ia menghembuskan nafasnya. Tempat itu, tempat itu sangat menenangkan baginya. Terletak di tempat tersembunyi dan jarang- sepertinya malah tidak pernah dikunjungi olehnya karena menurut beberapa siswa, tempat itu terkenal cukup angker, karena menurut cerita, ada seorang siswi yang bunuh diri dengan menceburkan dirinya ke dalam sumur itu.
Tapi Sakura tidak peduli. Lagipula, kemana lagi ia harus pergi diwaktu istirahat pelajaran? Diam saja di kelas? Semua pasang mata temannya memandang sinis kepadanya dan mulai bersendau gurau dengan sahabat-sahabat mereka tanpa mempedulikan Sakura yang kesepian. Ke kantin? Sakura tak mau lagi ke sana. Karena Karin dan kawan-kawannya pasti ada di sana dan akan tertawa menghinanya dengan memberikan sebutan Dahi Lebar atau menyebutnya sebagai anak pembunuh. Dan itulah mengapa Sakura lebih memilih tempat ini sebagai tempat singgahnya. Tak peduli dengan ocehan orang lain tentang tempat yang menyeramkan ini.
***
Sakura mulai mendudukkan dirinya di sebuah batu besar di bawah sebuah pohon satu-satunya di tempat itu. Ia menyandarkan punggungnya pada pohon itu. Membiarkan semilir angin menenangkannya, menenangkan pikirannya.
Tangannya mulai menyentuh dahinya yang terhalang oleh poni yang kini panjangnya sampai ke matanya, mulai menutupinya. Ia sedikit menyibakkan poninya ke samping, tapi rambutnya selalu kembali lagi ke tempatnya semula, menutupi wajahnya. Ia menghembuskan nafasnya. 'Apa aku begitu anehnya?'
Sakura memang mempunyai dahi yang berbeda dari teman-temannya. Dahinya berukuran lebih lebar. Dan mereka semua, dari kecil selalu menghinanya karena dahi itu, dan sampai sekarang, sampai ia duduk di bangku SMA ini, ia selalu menutupi dahinya dengan poni yang membuatnya terlihat aneh. Padahal ia hanya berusaha untuk menyembunyikannya supaya mereka tidak memberinya ejekan seperti itu. Itu semua membuatnya frustasi. Mungkin dia sekarang sudah pasrah pada teman-temannya sehingga membiarkan saja poninya yang mulai memanjang menutupi pandangan matanya.
Dan sekarang gadis itu mulai menurunkan kembali tangannya dan menutupi wajahnya dengan kedua tangannya. Ia menggeleng pelan.
"Ibu…" ujarnya kembali meneteskan air mata. Sakura kembali mengingat ibunya. Ketika ia masih bersekolah di bangku SMP, ibunya terkena kasus pembunuhan. Pembunuhan…
Sakura memang tidak tahu apa-apa, yang ia tahu ketika Bibi Tsunade memberitahukan kasus itu padanya, setelah beberapa saat lalu polisi sudah menangkap ibu Sakura.
-
-
Padahal, sebenarnya, itu memang hanyalah fitnah belaka, yang sebenarnya pembunuh adalah orang yang sangat iri dengan Nyonya Haruno yang berhasil mengembangkan bisnisnya. Mengembangkan perusahaannya.
-
Akan tetapi, sebelum semua itu benar-benar terbukti dan menyadarkan semua orang, ibu Sakura meninggal karena menderita penyakit selama berada di tahanan, menunggu pengadilannya. Ibu meninggalkan Sakura yang menjadi anak yatim piatu karena sang Ayah sudah meninggal terlebih dahulu.
-
Itu semua membuat Sakura pedih. Sangat pedih. Dan ia percaya, percaya kalau ibunya bukan seorang pembunuh. Ibu yang selalu tersenyum, selalu menemaninya di tengah kesibukannya.
Sakura memang benar, ia bukan anak pembunuh, bukan.
***
Sakura mengedarkan pandangannya.
"Eng… Ini sudah pulang sekolah. Mungkin aku harus segera pulang, atau Bibi Tsunade yang cerewet akan memarahiku. Huh," katanya sambil beranjak dari duduknya. Tapi sebelum ia benar-benar pergi dari situ, ia mengamati keadaan tempat itu sekali lagi. Tempat itu, berbentuk persegi yang terletak di belakang perpustakaan. Hanya ada satu pohon yang cukup besar, dengan sebuah batu pula di bawahnya, yang selalu menjadi tempat favorit Sakura. Pohon itu berdiri dengan kokoh di pojok bagian kiri belakang. Sedangkan sumur yang diberitakan angker oleh teman-temannya itu yang sekarang kayu-kayunya lapuk dimakan usia berada di pojok sebelah kiri. Selain itu tak ada yang istimewa lagi, hanya ada bebatuan kecil, rumput, dan semak-semak serta ilalang yang mulai menutupi sumur yang terbuat dari kayu itu.
Sakura berkacak pinggang sambil tersenyum.
"Aku senang berada di sini!" katanya sambil tersenyum manis.
Tiba-tiba pandangannya tertumbuk pada sesuatu yang berwarna kecoklatan di antara ilalang di dekat sumur. Dengan rasa penasaran ia mendekat dan mengambilnya. Ternyata sebuah buku. Sebuah buku yang sudah sangat usang. Ia mengangkat salah satu alisnya. Dengan rasa penasaran ia segera berjalan menuju ke arah batu besar dan duduk di situ, mulai membuka isi buku tersebut.
Halaman pertama, tulisannya bahkan tidak jelas. Sama sekali tidak jelas.
aka i
Sakura mengerutkan keningnya.
"Ha? Maksudnya apa?" katanya sambil mencoba membaca huruf-huruf lainnya. Tapi sepertinya usahanya tak berhasil. Ia kemudian mulai membuka halaman kedua. Kali ini ia tersenyum senang saat melihat tulisan-tulisan yang mulai jelas.
Kami-sama, kenapa mereka membenciku?
Kenapa mereka mengucilkanku?
Kenapa mereka selalu mengataiku seperti itu?
Apa salahku?
Apa hanya karena aku dekat dengan 'dia', orang terpopuler di sini?
Kami-sama, aku tak menyangka…
Sakura semakin kebingungan membaca buku itu. 'Sepertinya ini buku harian seseorang'. Ia mulai membuka lagi halaman selanjutnya.
Aku pernah membacanya.
Mereka bilang semua desa, termasuk Konoha mempunyai jalan,
Jalan yang menghubungkan kita dengan dimensi lain.
Katanya tempat itu akan merubah kehidupan kita.
Akan tetapi, 'jalan' itu hanya akan 'memilih' orang-orang tertentu saja.
Aku tidak mengerti dengan kata Merubah Hidup.
Sakura semakin penasaran saja dengan isi buku tersebut. Ia mulai bersemangat membacanya. Dengan tergesa ia mulai membalik buku tersebut, melupakan keinginannya untuk segera pulang.
Aku dengar, tempat itu ada di sekitarku.
Dan… Saat kemarin aku membaca sebuah buku yang usang di Perpustakaan desa, aku menemukannya. Buku yang sudah robek itu, memberitahuku.
Bahwa sebenarnya, jalan yang berada di Konoha adalah di –
Sakura mendengus kesal, bagian terpenting itu kosong, ia mencoba menajamkan penglihatannya. Tetapi itu sama sekali tak terlihat. Kemudian ia membalik halaman buku itu, tetapi tak ada kelanjutan. Sakura mendengus kesal.
"Duh, kenapa hilang," katanya kecewa. Ia kemudian menatap buku itu sekali lagi.
"Eng… buku yang menarik. Mungkin aku bisa ke Perpustakaan desa untuk mencari jalan itu! Aku penasaran!" kata Sakura kemudian beranjak dari duduknya untuk pulang sambil membawa buku itu dalam dekapannya.
-
"Kyaaaaa!" Sakura terkejut. di depannya tampak Karin, Tayuya dan Kin berdiri memandanginya dengan senyum sinis mereka.
"Kenapa dahi lebar anak pembunuh?" Tanya Karin. Sakura melihat mereka ketakutan.
"Aku bukan anak pembunuh!" katanya kepada mereka bertiga dengan wajah yang mulai berani. Ketiga siswi itu tertawa terbahak-bahak.
"Hahaha… Mulai berani dia, ya?!" kata Kin saat melihat Sakura. Sakura tak peduli. Entah darimana keberanian itu muncul, tapi yang jelas, ia tak ingin terus dipermainkan oleh mereka.
"HEH! DAHI LEBAR! Nantang ya!" gertak Karin sambil mendorong Sakura sampai dia tersungkur. Buku yang barusan ditemukannya jatuh terlempar.
"Apa tuh!" kata Tayuya sambil berjalan untuk mengambil buku tersebut.
"Jangan!" kata Sakura sambil mencoba berdiri untuk meraih buku tersebut. Namun yang ada malah Karin menyandung kakinya sehingga ia kembali jatuh tersungkur, membuat Karin dan teman-temannya tertawa.
Karin segera berjalan menuju ke tempat Tayuya yang membuka buku itu.
"Hah?! Buku apaan nih? Usang!! Dekil!" katanya sambil mengambil buku itu dari tangan Tayuya dan mulai membolak-balikkan buku itu.
"Cih, tidak berguna!" katanya sambil membuang buku itu ke arah sumur. Sakura terkejut.
"Jangan!" katanya. Walaupun buku itu sudah dibacanya, Sakura ingin mengetahui apa lagi yang terdapat dalam buku misterius itu. Sakura segera mengejar buku itu. Kin segera tersenyum penuh arti pada Karin yang langsung dimengerti oleh gadis berkacamata itu. Kin segera berlari mendahului Sakura dan mengambil buku yang ada di dekat sumur. Kin segera berlari menjauh dari sumur.
"Weee! Tangkap kalau bisa, cewek aneh!" katanya sambil memutar buku itu. Sakura segera berlari ke arah Kin. Kin dengan cepat langsung melemparkannya kepada Tayuya yang berada di dekat sumur. Sakura segera berbalik. Ia mulai mendekati Tayuya.
"Hahaha, tangkap kalau bisa!" katanya sambil mempermainkan buku itu. Sakura sudah mendekat, Tayuya segera melemparkan buku itu kepada Karin. Tapi sial, ia terlalu dekat dengan sumur itu, dan sepertinya dia terpeleset sesuatu yang licin, ia akan terjatuh ke dalam sumur.
Tayuya terkejut dan ketakutan. Tubuhnya sebentar lagi akan meluncur jatuh ke dalam sumur angker itu. Tapi sesuatu menahannya, sesuatu menolongnya.
Sakura menangkap tangannya dan menarik Tayuya.
Tayuya ditarik sampai ia kembali berdiri dengan normal di dekat sumur itu. Ia masih terkejut dengan apa yang terjadi. Sedangkan Sakura yang menolong Tayuya menjadi tidak seimbang keadaannya. Ia tiba-tiba terpeleset ke arah bibir sumur. Dan sebelum semuanya menyadari, gadis malang itu sudah meluncur jatuh ke dalam sumur.
"Kyaaaaaaaa!!!"
-
Karin dan teman-temannya membelalakkan matanya. Mereka belum benar-benar sadar apa yang baru saja terjadi.
-
"Sakuraaaaaaaa!" kata Tayuya mulai menjerit. Sedangkan Karin dan Kin berlari mendekati Tayuya yang kini terduduk di dekat sumur sambil melihat sumur dengan tatapan yang masih terkejut dengan apa yang terjadi.
"A… a…!" Karin bahkan masih belum bisa menguasai keadaan. Sedangkan Kin hanya terpaku diam di tempatnya tanpa bisa berkata apa-apa.
"SAKURA! SAKURA MENOLONGKU! DIA MENOLONGKU! MENOLONG!!!" kata Tayuya histeris sambil mencengkeram bahu Karin. Karin mencoba menahan rasa sakit akibat cengkeraman Tayuya.
"Te… tenanglah, Tayuya!" kata Karin sambil mencoba menenangkan Tayuya.
"DIA… DIA MENOLONGKU!!!" Tayuya sepertinya tak mendengarkan kata-kata Karin.
"DIA TELAH MENOLONGKU DENGAN MEMBIARKAN DIRINYA JATUH KE SANA!" Tayuya masih histeris dan mengguncangkan bahu Karin.
"DI-"
"CUKUP TAYUYA!!!" Karin memotong ucapan Tayuya.
"Cukup! Aku juga tidak menyangka dia akan melakukan itu! Aku juga sama sekali tidak mengira…" kata Karin sambil mencoba menenangkan Tayuya yang kini terisak. Kin yang sedari tadi diam kini ikut terduduk di sebelah Tayuya.
"Tenanglah Tayuya," kata Kin mulai menyentuh bayu Tayuya. Akan tetapi di luar dugaan, Tayuya menepis tangan Kin.
"SEBENARNYA APA SALAH SAKURA PADA KITA?" jerit Tayuya ditujukan pada Karin dan Kin. Kedua orang yang dimaksud terdiam, belum berani angkat bicara.
"Apa salahnya, sehingga kita membenci gadis itu? Aku pikir kita selama ini… kita selama ini hanya iri kepadanya, kan? Hanya iri karena semua guru lebih berpihak kepadanya daripada kita? Semua guru lebih menyayanginya karena kepandaian dan kedisiplinannya kan? Bahkan untuk apa kita membencinya padahal dia sama sekali tidak bersalah pada kita? Kita selalu mengejeknya si dahi lebar, tidak berusaha membantunya?! Kita selalu mengejeknya anak pembunuh padahal itu bahkan belum terbukti sampai sekarang. Sebenarnya apa salahnya pada kita? Dia bahkan tak mempunyai seorang TEMAN?!" kata Tayuya sambil terisak.
Karin dan Kin saling berpanangan. Mereka menunduk. Seperti tertohok oleh perkataan Tayuya barusan. Mereka sadar, benar-benar sadar. Tapi kesadaran itu muncul justru Karena gadis merah jambu itu tak lagi disini.
***
"Uk… Uukkhh!!!" kata Sakura sambil menahan sakit di sekujur tubuhnya. Ia mencoba menggerakkan tagannya untuk membantunya yang kini telungkup untuk berdiri.
"Ukkhhh!" dia mengeluh kesakitan. Sepertinya tangannya lecet. Perlahan, ia mulai membuka matanya, membuka matanya yang kini berat.
Dan ketika baru separuh terbuka, cahaya menyilaukan menjemputnya, sehingga ia harus menutup kembali matanya.
"Apa.. yang… terjadi? A… apa aku… ma… Mati?" katanya gugup dan mulai terlintas pikiran aneh di kepalanya. Ia mulai kembali membuka matanya.
Pertama kali yang tampak adalah sesuatu yang menurutnya asing, sangat asing. Ia sama sekali tidak tahu di mana ia sekarang.
"Di mana a… aku?" katanya lirih. Ia kemudian mencoba lagi berdiri, tapi tidak bisa. Ia mendongak lagi, mengamati keadaan sekitar. Ia.. ia seperti ada di padang savannah, dimana-mana terdapat rumput kering, berwarna kecoklatan. Sakura kemudian menunduk, menyadari keberadaan dirinya di tempat yang aneh seperti ini, sendiri.
Sayup-sayup ia mendengar suara seseorang- bukan, dua orang yang sedang berdebat.
"Kau harusnya menolongnya, bukan meninggalkannya sendiri bodoh!"
"Cerewet!"
"Apa kau bilang?! Kau ini… Kau ini sungguh menyebalkan tahu! Sekarang, cepat tolong dia!!!!"
-
Sakura mendengarkan suara itu semakin jelas. Sepertinya suara laki-laki. Sakura semakin tidak kuat lagi. Ia tidak bisa lagi melihat dengan jelas, hanya berkunang-kunang. Sampai akhirnya ia merasa tubuhnya tengah melayang. Samara-samar terdengar lagi suara.
-
"Nah, begitu dong, Sasuke!" kata seorang laki-laki yang suaranya sedikit cempreng. Dan untuk terakhir kali sebelum kesadarannya benar-benar hilang kembali, ia mendengar suara laki-laki yang sepertinya menggendongnya.
"Hn,"
Hehehe, eng... ini fict baru nan gaje punya saya lagi yang terinspirasi lewat mimpi. Tempat itu bikin saya kangen, jadi saya buat fict saja. ^^
Terimakasih untuk yang sudah membaca.
Review? ^^
Terimakasih. ^^