Judul : Juliet is My Romeo
Summary : Sasuke, leader boy band terkenal di Konoha harus menyamar sebagai seorang perempuan dan tinggal di asrama putri demi tuntutan peran. SasuSaku.
Warnings : OOC, AU
Disclaimer : Masashi Kishimoto
Chapter 1
Seorang laki-laki berambut hitam duduk di atas sofa mewah berwarna biru di ruang tengah yang tampak mewah, elegan dan rapi. Salah satu kakinya diangkat dan ditopang ke kaki yang lain. Di tangan kanannya terdapat sebuah remote. Mata laki-laki itu memandang lurus ke depan, melihat layar LCD 29 inch yang menayangkan sebuah FTV dengan aktor muda berbakat bernama Gaara sebagai pemeran utama. Laki-laki itu mengarahkan remotenya pada layar LCD, memencet salah satu tombol dan tanyangan televisi pun berganti. Kali ini sebuah acara musik yang sedang memutar video klip dari pemeran utama FTV tadi. Gaara.. Secepat kilat laki-laki itu memencet tombol lagi. Tayangan di LCD itu berubah lagi. Sekarang yang terlihat di layar LCD itu bukanlah aktor muda berbakat sekaligus penyanyi yang bernama Gaara, melainkan seorang wanita yang menjadi presenter acara infotainment. "Pemirsa, luka lebam di pipi aktor dan penyanyi yang sedang naik daun, Gaara disinyalir berkaitan dengan permukulan yang dilakukan leader East, Sasuke. Seorang saksi mata mengatakan leader boy band yang mulai meredup ini memukul pipi kanan Gaara hanya karena mobil aktor multi talenta ini menyenggol kaca spion sang leader. Pemirsa, bagaima...plep." Tidak tampak lagi wajah sang presenter acara infotainment itu. Laki-laki tadi telah menekan tombol off yang ada di remotenya. "Rupanya begitu?" gumamnya.
Derap langkah-langkah kaki terdengar dari tangga. "Sebentar lagi," gumam laki-laki yang masih di duduk di sofa itu. Benar saja. Tak lebih dari sepuluh detik, muncul empat orang laki-laki dengan wajah-wajah panik. Laki-laki pertama berambut pirang, memakai T-shirt dan celana jeans merk ternama dengan kalung rantai di lehernya. Naruto. Laki-laki kedua berambut hitam pendek yang terlihat seksi dengan T-shirt tanpa lengannya. Sai. Laki-laki ketiga berambut hitam panjang dengan kemeja kotak-kotaknya. Neji. Laki-laki terakhir berpenampilan lebih rapi dari ketiga laki-laki sebelumnya terlihat berwibawa dan berkharisma. Itachi. Laki-laki terakhir ini membawa sebuah majalah di tangannya.
"Sasuke, apa-apaan ini?" Itachi melempar majalah di tangannya ke pangkuan laki-laki yang duduk di sofa tadi.
"Apa? Berita pemukulan itu?" Sasuke mengambil majalah itu dari pangkuannya dan melemparnya ke meja yang ada di depannya.
"Jadi itu benar?" Naruto menghempaskan tubuhnya di samping Sasuke, menatapnya penuh harap. Sai dan Neji yang berdiri di samping Sasuke juga menatapnya penuh harap.
Sasuke tersenyum. "Ya. Aku memukulnya," jawabnya enteng.
"Hah..." wajah Naruto telihat kecewa. Sai dan Neji bertatapan.
"Alasan?" tanya Neji singkat.
"Apa perlu?" Sasuke balik bertanya.
"Perlu! Sangat perlu!" Naruto yag berada di sebelah Sasuke menjawab dengan antusias.
Sasuke terdiam. Pikirannya kembali pada kejadian malam tadi. Saat mobil Gaara menabrak mobilnya dan merusak bemper mobil Sasuke. Sasuke keluar dari mobil dan menyuruh Gaara keluar dari mobil untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Akan tetapi aktor yang baru naik daun itu enggan turun. Dia malah melempar sejumlah uang pada Sasuke dan berkata "Memang sekarang ini kau tidak sanggup membayar kerusakan mobilmu sendiri ya?" Sasuke yang naik pitam langsung memukul pipi Gaara melalui kaca jendela mobil yang saat itu terbuka.
"Apa masalah spion?" Naruto bertanya.
Sasuke menggeleng. 'Bemper. Bukan spion,' batin Sasuke.
"Apa masalah cewek?" Sai bertanya.
Lagi-lagi Sasuke menggeleng. 'Ini masalah harga diri.'
"Lalu?" Itachi yang merupakan kakak sekaligus manager Sasuke mulai tidak sabar.
"Hanya ingin memukulnya saja," jawab Sasuke pada akhirnya. Sasuke beranjak, bersiap meninggalkan ruang tengah itu dan kembali ke kamarnya.
"Tunggu!" cegah Itachi. "Kau ini leader di grup ini, Sasuke. Mana tanggung jawabmu? Kau tahu? Gara-gara tindakanmu ini, nama East menjadi buruk. Kita berada di pihak yang salah, Sasuke. Cepat minta maaf pada Gaara dan lakukan konferensi pers."
"Tidak mau!"
"Sasuke!" Itachi membentak adiknya.
"Aku tidak salah."
"Tapi publik tidak menilai begitu. Bagi mereka, kau ada di pihak yang salah. Apalagi dengan ketenaran Gaara sekarang ini. Publik akan lebih membela dia."
"Masa bodoh!" Sasuke melanjutkan langkahnya melewati Neji. Dengan cepat, tangan Neji menahan lengan Sasuke agar tidak pergi. "Apa lagi?"
"Jelaskan!" perintah Neji.
"Sama saja kan? Aku di pi-hak-yang-sa-lah."
"Kami di pihakmu, Sasuke!" Sai yang berada di sebelah Neji menepuk pundak Sasuke.
"Aku juga." Naruto bangkit, mendekati Sasuke dan meninju lembut lengannya.
Hening.
Neji, Sai dan Naruto kini memandang Itachi. Menatap penuh harap. Menunggu dukungan moral sang manager pada leader mereka. Itachi yang ditatap hanya memutar bola mata kemudian menghela nafas. "Baiklah. Kita selesaikan masalah ini bersama." Itachi melangkah mendekati keempat personil East dan menoyor kepala sang adik.
* * *
Sasuke, Itachi, Naruto, Sai dan Neji duduk melingkar di atas karpet mahal dari India yang berada di ruang tengah. Semua mata tertuju pada Sasuke yang sedang menceritakan kejadian yang dialaminya tadi malam. Alasan sebenarnya kenapa pemukulan itu terjadi.
"Awas kau Gaara! Kalau bertemu akan kupukul kau!" ancam Naruto yang geram setelah mendengar cerita Sasuke.
"Hn. Begitu?" Itachi mengangguk-angguk tanda mengerti.
"Lalu? Sekarang kita mau apa?" tanya Sai. "Kejadian ini pasti semakin membuat job kita makin sepi."
"Juga akan berdampak buruk pada penjualan album kita," Neji menambahi.
"Hn. Aku tahu." Sasuke merubah posisi duduknya.
"Kau ada ide, Itachi?" Neji bertanya pada sang manager.
"Hmmm.. menjelaskan yang sebenarnya pada publik pun percuma. Meminta maaf juga tidak mungkin," Itachi melirik Sasuke saat mengucapkan kalimat terakhir.
"Masalah kepopuleran ya?" ucap Sai.
Hening. Kata-kata Sai tadi membuat mereka seolah menemukan jalan buntu. Kelima lelaki itu berpikir keras.
"Kalau begitu kita saingi saja kepopuleran aktor sialan itu!" celetuk Naruto yang semakin geram.
"Mudah berkata seperti itu, Naruto. Prakteknya yang sulit. Tidak ada tawaran manggung untuk kita, penjualan album kita juga belum meningkat."
"Kita ikut casting saja. Kita kan juga bisa berakting. Kita pernah sutting video klip kan?"
"Aktingmu itu jelek, Naruto." Neji segera meruntuhkan ide hebat Naruto.
"Aktingmu juga sama saja." Naruto mencibir.
"Kalau begitu kau saja, Sasuke!" Sai merekomendasikan Sasuke.
"Hah?"
"Aktingmu itu yang paling bagus di antara kita semua. Kau ikut casting film besar, semakin populer dan nasib kita akan berubah."
"Ah, aku ingat!" Itachi menjentikan jarinya. "Dua bulan lagi akan ada casting film besar. Juliet is My Romeo."
"Oh, film yang diangkat dari novel yang sangat laris itu?"
"Hn." Itachi mengiyakan. "Novel yang mengisahkan tentang seorang pemain kabuki yang juga seorang mata-mata yang menyamar sebagai pelayan di rumah seorang bangsawan ternama. Dalam penyamarannya, mata-mata ini malah jatuh hati pada putri tunggal sang bangsawan." Itachi menceritakan inti novel itu.
Keempat pasang mata di ruang itu menatap Sasuke. Mereka berharap Sasuke mau ikut casting film itu, menjadi lebih populer dari sekarang sehingga membawa kepopuleran boy band mereka.
"Harus?" Sasuke bertanya. Empat kepala lain yang ada di ruangan itu mengangguk mantap. "Tidak ada cara lain?" Keempat laki-laki yang menatap sasuke menggeleng mantap. Hening. Sasuke tampak berpikir. Keempat rekannya menatap Sasuke penuh harap, menunggu jawaban Sasuke dengan cemas.
Sasuke mempertimbangkan usul kakak dan teman-temannya. Sebagai leader, Sasuke punya tanggung jawab penuh atas kepopuleran boy bandnya. Apalagi tadi malam Sasuke baru saja membuat masalah yang menyebabkan namanya—dan itu juga berdampak pada nama boy bandnya—menjadi tercemar. Tidak ada salahnya juga ikut casting. Toh Sasuke juga suka berakting. Peran yang ditawarkan kakaknya juga cukup menarik. Seorang mata-mata yang menyamar terlihat cukup keren. Peran itu tidak akan merubah imagenya sebagai orang yang cuek, dingin dan tentu saja keren. "Baiklah," Sasuke menyetujui.
"Bagus!" Itachi, Naruto, Neji dan Sai saling berhigh five. Keempatnya tersenyum. Merasa lega, senang dan mempunyai harapan baru terhadap karier mereka di dunia entertaiment ini.
"Baiklah, Sasuke. Mulai sekarang, kau harus brelatih keras agar kau bisa mendalami peran itu. Aku akan membantumu menampilkan sisi feminimmu."
"Hah? Sisi feminim?"
"Lho? Kau tidak tahu, Sasuke?" Naruto kaget. "Mata-mata itu kan menyamar sebagai pelayan wanita sang putri."
"HAH?!" Sasuke tersentak. "Tidak. Kalau seperti itu aku tidak mau!" Sasuke beranjak dari tempat duduknya dan melangkah menuju kamarnya yang berada di sisi selatan ruang tengah. Blaaaak! Sasuke membanting pintu kamanya.
Itachi, Naruto, Neji dan Sai saling berpandangan "Lho? Dia tidak tahu cerita novel itu?"
* * *
Sudah tiga hari sejak peristiwa pemukulan itu. Acara-acara infotainment dan majalah-majalah gosip semakin gencar memberitakan kejadian itu. Tentu saja dengan banyak bumbu-bumbu yang semakin memojokan posisi Sasuke. Dan sesuai dugaan, peristiwa itu juga berdampak pada kepopuleran boyband mereka, East. Penjualan album terbaru mereka menurun drastis dibanding minggu lalu. Bahkan album yang sudah digarap mati-matian oleh Sasuke dan personil East lainnya ini, semakin tidak laku di pasaran.
Tiga personil East lainnya bersama sang manager tidak tinggal diam. Mereka melancarkan aksi 'membujuk besar-besaran' pada Sasuke. Menghidangkan makanan-makanan favorit Sasuke di meja makan, memijit bahu Sasuke begitu saja, setiap hari bertingkah menjadi Ueda dan putri Shizuka—tokoh utama novel Juliet is My Romeo.
Masih sama seperti hari-hari sebelumnya, makanan serba tomat sudah tersaji di meja makan begitu Sasuke keluar dari kamarnya. Itachi, Naruto, Neji dan Sai sudah duduk manis meunggu kedatangan sang leader di meja makan. Sasuke hanya memutar bola matanya. Merasa bosan dengan semua tingkah teman-teman se-mansionnya ini.
"Pagi, Sasuke!" Naruto menyapa Sasuke begitu Sasuke duduk di kursinya.
"Hn, Pagi."
"Sasuke, bagaimana kalau..."
"Sudahlah. Aku bosan dengan semua ini," Sasuke memotong omongan Naruto. "Aku tetap pada pendirianku. Aku ti-dak-ma-u mengikuti casting itu."
"Ya, sudah." Neji menengahi. "Kau tidak perlu berakting menjadi Ueda yang menyamar menjadi pelayan wanita itu. Toh semua ini juga bukan SALAHMU. Bukan SALAHMU nama East tercemar. Bukan SALAHMU kepopuleran kita semakin meredup. Bukan SALAHMU juga karier kita berantakan," kata Neji tanpa mengacuhkan Sasuke.
"Iya. Bukan SALAHMU kok, Sasuke." Sai ikut mengacuhkan Sasuke.
"Benar. Kau tidak perlu BERTANGGUNG JAWAB atas semua masalah ini, Sasuke," kata Itachi sambil mengambil makanan di meja.
Sasuke terdiam. Tak urung, pernyataan Neji, Sai dan Itachi menohok hatinya juga. Kata-kata mereka bagaikan pisau-pisau yang satu per satu menancap di dadanya. Kata-kata mereka bagai batu-batu besar yang berjatuhan di kepalanya, menekannya. Ya. Sasuke sadar kalau semua itu adalah SALAHNYA. Dan mereka meminta PERTANGGUNGJAWABANNYA.
Hati Sasuke berkecambuk. Ada pertengkaran barin di sana. Di satu sisi, Sasuke ingin membantu teman-temannya, membantu kakaknya. Sasuke ingin kariernya—dan juga karier teman-temannya—kembali bersinar seperti dulu. Sasuke ingin penjualan album terbaru East meningkat. Sasuke ingin lagu-lagu yang telah diciptakannya didengarkan, dinikmati dan diterima oleh publik. Akan tetapi di sisi lain Sasuke tidak mau berakting menjadi seorang perempuan. Sasuke tidak mau imagenya selama ini sebagai leader boy band yang cuek dan dingin berubah seketika. Belum lagi, perperan seperti itu... hah, apa nanti yang akan dikatakan aktor menyebalkan itu? Pasti dia akan menertawainya.
"Ya sudah, Sasuke. Alu tidak akan memaksamu lagi," Naruto ikut bicara. "Hah, aku harus bersiap-siap tinggal bersama nenekku yang cerewet itu," gumamnya.
Lagi. Satu lagi pisau tertancap di dadanya. Satu lagi batu besar di atas kepalanya. Apa benar karier mereka akan benar-benar tamat? Apa benar kehidupan teman-temannya akan kembali seperti semula? Apa benar mereka tidak bisa tinggal bersama di mansion ini?
Sasuke geram. Tangannya terkepal. 'Peduli setan denganmu, Gaara. Aku melakukan ini semua demi teman-temanku. Tertawalah sepuasmu sekarang dan tunggu sampai keadaan berbalik. Saat itu aku dan teman-temanku yang akan menertawaimu sepuasnya.' Sasuke telah mengambil keputusan. "Aku akan mengikuti casting itu."
Itachi, Naruto, Neji dan Sai yang asyik makan mengentikan aktivitasnya demi mendengar keputusan Sasuke. Mereka saling berpandangan. Mereka masih belum yakin Sasuke berubah pikiran secepat itu. "Yang benar?"
"Hn." Sasuke mengiyakan.
Itachi, Naruto, Neji dan Sai beranjak dari tempat duduknya dan berkumpul pada satu titik. Sasuke. Mereka mengerumuni Sasuke, mengacak-acak rambutnya, penepuk pundaknya, bahkan mencium keningnya. "Ah, sudah-sudah." Sasuke mencak-mencak. "Membuatku risih saja!" Sasuke beranjak dari tempat duduknya dan melangkah kembali ke kamarnya.
Itachi, Naruto, Neji dan Sai saling berpandangan lagi. Seutas senyum nampak di bibir mereka. "Sudah kubilang, cara ini akan berhasil," gumam Neji puas.
* * *
Sasuke merebahkan badan di atas kasur empuknya. Dia masih ragu apakah keputusan yang diambilnya itu benar atau tidak. Aktingnya memang tidak buruk, tapi berakting sebagai seorang perempuan... Sasuke tidak bisa membayangkannya.
Mengambil keputusan untuk mengikuti casting itu hanya langkah awal. Sasuke masih harus belajar berakting, mendalami isi cerita, menghafal script dan masih banyak lagi. Mendalami isi cerita? Hmm.. mungkin Sasuke bisa memulainya dari situ. Sasuke bisa mulai membaca novel itu dan mencoba mendalami isi cerita. Setelah itu, mungkin Sasuke bisa mulai belajar berakting dan berlatih menjadi seorang Ueda.
Tok tok tok... pintu kamar Sasuke digedor tiga kali. "Sasuke!" Sasuke sudah hafal suara berisik yang memanggilnya itu.
"Ada apa, Naruto?"
"Itachi menyuruh kita berkumpul di ruang tengah."
"Hn."
Dengan satu gerakan Sasuke bangkit dari tidurnya, berjalan ke arah pintu dan membukanya. Dari kamarnya sudah terlihat Itachi, Neji dan Sai duduk di sofa ruang tengah. Naruto yang berdiri di samping pintu menepuk pundaknya. "Ayo!"
Tidak butuh waktu lama untuk bergabung dengan ketiga laki-laki yang duduk di sofa dengan serius itu. "Ada apa?" Sasuke merebahkan tubuhnya di sofa yang segera disusul oleh Naruto.
"Kami akan membantumu." Sai melirik Sasuke.
"Kami sudah menyiapkan ini!" Neji mengambil tas yang ada di sampingnya dan meletakan di atas meja.
"Ini apa?"
"Perlengkapamu," jawab Itachi singkat. "Agar kau bisa berlatih dan mendalami peran Ueda, mulai besok kau akan tinggal di asrama sekolah nenek Naruto."
Sasuke memandang rekan-rekannya tidak percaya. "Sekolah itu kan..."
"Ya. Itu sekolah putri. Mulai besok kau akan menyamar menjadi seorang gadis dan tinggal di asrama itu."
"Tapi..."
"Tenang saja. Aku sudah menyiapkan semuanya." Neji menepuk pendak Sasuke. "Lihat ini! Wig, peralatan make-up, baju, rok, seragam... semuanya sudah aku siapkan."
"Bukan itu masalahnya."
"Tenang Sasuke. Nenekku kan kepala sekolah di sana, dia akan menjagamu. Kebetulan ada satu kamar kosong di asrama itu." Naruto tersenyum meyakinkan.
"Tapi..."
"OK! Sudah diputuskan. Mulai besok kau akan menjadi Yuri, gadis SMA yang tinggal di asrama sekolah bersama gadis-gadis lain." Itachi berdiri.
"Semangat, Sasuke!" Neji menyerahkan tas yang dibawanya.
"Aku akan memberimu baju-baju lainnya nanti," Sai berjanji.
"Nenekku akan menjagamu, Sasuke!" Naruto merangkul Sasuke.
'Sial! Aku tidak bisa mengelak lagi!' batin Sasuke marah.
* * *
Sementara itu di kantor kepala sekolah di Sekolah Putri Konoha, Tsunade meremas-remas tangannya. Ada-ada saja telpon dari cucunya tadi. Memintanya segera menyiapkan satu kamar kosong untuk temannya. Yang tidak bisa diterima Tsunade adalah bahwa teman cucunya itu adalah seorang laki-laki yang menyamar sebagai seorang perempuan. 'Cih. Yang benar saja?'
Hanya satu hal yang membuat Tsunade menyanggupi permintaan cucu kesayangannya itu. Itu semua demi karier Naruto. Ya. Demi membantu karier cucunya, Tsunade rela membohongi seluruh warga sekolahnya.
Tapi sepertinya Tsunade tidak bisa memenuhi semua permintaan cucunya karena tidak ada kamar kosong lagi di asrama sekolahnya. Tapi, tenang saja. Tsunade masih bisa mengatasinya. Ketua asrama putri diberi hak istimewa di sekolahnya. Sang ketua memiliki satu kamar pribadi di asrama itu. Karena alasan itulah Tsunade memanggil ketua asrama untuk menghadapnya.
"Permisi!" Suara lemmbut seorang gadis terdengar dari arah pintu masuk.
"Masuklah, Sakura!"
Gadis cantik berambut pink itu segera melangkah mendekati kepala sekolah. Gadis itu baru duduk setelah Tsunade mempersilakannya. "Ada masalah apa, Kepala Sekolah?"
"Sakura, sebelumnya aku minta maaf padamu. Tapi aku benar-benar harus melakukannya."
"Ya?"
"Sakura," Tsunade menggenggam tangan Sakura. "Dengan sangat menyesal, aku harus mencabut hak istimewamu." Tsunade menatap Sakura was-was. "Ada murid baru yang pindah ke sekolah ini. Dan tidak ada lagi tempat untuknya tinggal di asrama kita. Padahal..."
"Benarkah? Bagus kalau begitu," ucap Sakura senang.
Tsunade yang sedari tadi beranggapan bahwa Sakura akan marah atau tidak terima terhadap keputusannya mencabut hak istimewa sang ketua cukup kaget melihat reaksi Sakura. "Kau... tidak keberatan?"
"Tidak. Saya malah senang. Akhirnya saya dapat teman sekamar. Sepi rasanya tinggal di kamar itu sendirian."
"Kalau begitu, sudah tidak ada masalah lagi."
* * *
Sejak pagi telah terjadi keributan di mansion yang ditinggali personil East. Keributan itu berpusat di kamar Sasuke yang berada di lantai dua. Suara tawa khas Naruto menggema, terdengar juga suara seksi Sai yang menggoda. Hening. Terdengar erangan keras. Suara tawa kembali meledak. Kali ini tidak hanya dari satu orang.
"Tidak! Aku tidak mau pakai itu!" Sasuke meronta.
"Kau harus pakai ini, Sasuke. Ini yang membedakan kita dengan para wanita. Mereka punya dada." Neji yang mendandani Sasuke menasehati. Sai dan Naruto yang menahan tubuh Sasuke agar tidak meronta hanya bisa cekikikan.
"Hei! Wig itu tidak cukup di kepalaku."
"Bisa diatasi," Itachi mengikat rambut Sasuke agar tidak mengembang dan segera memasangkan wig panjang berwarna hitam itu di kepala sang adik.
"Ini sentuah terakhir Sasuke!" Neji memakaikan Sasuke seragam Sekolah Putri Konoha dengan cekatan. "OK." Neji mundur untuk melihat hasil karyanya. "Kau cantik, Sasuke!" Neji memberi tatapan mesum pada Sasuke. Sasuke hanya membuang muka.
Naruto dan Sai yang sedari tadi memegangi tubuh Sasuke perlahan melepasnya. Sama seperti Neji, mereka berjalan mundur dan mengamati perubahan sang leader.
"Sial. Aku ingin mengencanimu, Sasuke." Sai terpana.
"Sasuke? Kau ini Sasuke?!" Naruto tidak percaya.
Itachi berdehem. "Mulai sekarang jangan panggil dia Sasuke, lagi." Itachi memperingatkan. "Mulai sekarang, panggil dia YURI!"
Naruto, Neji, dan Sai mengangguk mantap. "Yuriiiiii!!!!" Mereka bertiga berebut memeluk Sasuke.
* * *
Sasuke tiba di Sekolah Putri Konoha sore harinya. Maklum saja, jarak sekolah itu dengan mansion East sangat jauh. Dan lagi, keberangkatan mereka sempat tertunda dengan acara ngambek Sasuke.
Sasuke bersama Itachi mendatangi ruang Kepala Sekolah. Di ruangan itu, baik Sasuke maupun Tsunade terperanjat tidak percaya. Selama ini Sasuke berpikir bahwa nenek Naruto ini adalah wanita tua yang cerewet dan keriput. Kenyataannya wanita yang sekarang ada di depannya ini tidak terlihat lebih tua dari ibunya. Tsunade juga kaget melihat murid baru yang ada di depannya. Sejak awal, dia mengira murid barunya ini hanya seorang laki-laki yang memakai pakaian perempuan. Ternyata apa yang dilihatnya berbeda. Murid baru ini terlihat sangat cantik dan manis. Dia pasti akan mengira murid baru itu seorang perempuan jika saja...
"Selamat sore!" ucap murid baru itu.
"Sasuke, suaramu!" Itachi menyikut adiknya.
"Maaf." Sasuke berdehem. "Selamat sore." Sasuke menganti suaranya.
"Baiklah. Kau akan tinggal di kamar 111 bersama seorang..."
"Tunggu." Sasuke menyela ucapan Tsunade. "Bukankah saya akan tinggal sendiri di satu kamar..."
"Tidak ada kamar kosong lagi." Tsunade menghela nafas. "Mau tidak mau kau harus tinggal bersama teman sekamarmu."
Sasuke sudah hampir meledak. Dia sudah siap mengeluarkan semua sumpah serapah. Akan tetapi usapan lembut Itachi di kepalanya membuat Sasuke berhasil menahannya. "Baik, kalau begitu saya permisi." Sasuke membalikan badannya dan mulai berjalan mendekati pintu keluar.
"Tunggu!" Sasuke berenti seketika mendengar satu kata yang diucapkan dengan nada mengancam ini. "Aku akan mengawasimu, Nak. Jadi jangan coba berbuat macam-macam. Kalau sampai aku memergokimu melakukan hal yang tidak pantas di sini, aku tidak segan-segan mengeluarkanmu!"
"Saya mengerti. Permisi!"
* * *
Sasuke berjalan pelan di Asrama Putri Konoha. Satu tangannya menarik koper, tangan lainnya membawa sebuah denah. Kepala Sasuke menenggok ke kiri dan kanan. Melihat angka-angka di setiap pintu yang dilewatinya.
"Satu satu satu..." Sasuke membaca angka di sebuah pintu. "Ini rupanya..." Sasuke melangkah mendekati pintu itu kemudian mengetuknya tiga kali.
"Ya?" Terdengar suara lembut dari dalam kamar. Cekrreeekk... Pintu dibuka. Sasuke bisa melihat gadis cantik berdiri di hadapannya. Gadis itu hanya memakai kaos dan celana pendek. 'Cantik,' pikir Sasuke. Sasuke semakin terpana saat melihat senyuman gadis itu. Manis. "Murid baru itu ya? Ayo masuk!" Gadis itu membantu Sasuke membawa masuk kopernya.
Perlahan Sasuke masuk ke kamar itu. Bagi Sasuke kamar itu sangat sempit, sederhana, dan panas. Kamar itu bahkan tidak lebih luas dari kamar mandinya. Perabotnya juga tidak sebanding dengan yang ada di kamarnya. Satu hal lagi yang membuat Sasuke memutar bola matanya. Kamar ini tidak berAC.
"Selamat datang di kamar ini!" gadis itu menyambut Sasuke. "Kenalkan, aku Sakura." gadis itu mengulurkan tangan.
"Yuri," ucap Sasuke saat menjabat tangan Sakura. 'Halus,' pikir Sasuke saat tangan mereka bersentuhan.
"Senang bertemu denganmu, Yuri!" Sakura menarik tangannya kembali. "Kebetulan aku ketua asrama di sini. Jadi kalau butuh apa-apa, kau tinggal bilang saja padaku."
"Hn." Sasuke mengangguk.
"Ini tempat tidurku." Sakura menunjuk tempat tidur di sisi kiri. "Tempat tidurmu yang itu." Kali ini gadis itu menunjuk tempat tidur di sisi kanan. "Lemarimu yang itu." Sasuke memperhatikan dengan seksama penjelasan Sakura. "Oh iya, kamar mandi di kamar ini cuma ada satu. Jadi kita harus berbagi. Tidak apa-apa kan, Yuri?"
"Hn."
Sasuke senang melihat gadis itu. Gadis itu telihat kuat, mandiri dan tegas. Sasuke senang melihat senyum gadis itu. Ceria dan menyegarkan. Tidak hanya itu, gadis ini begitu menggoda. Untung saja bukan Sai yang harus tinggal bersamanya. Kalau iya, habislah gadis ini.
Sasuke duduk di atas tempat tidurnya. Kali ini dia memandang sekeliling. Hmm.. ada dua lemari kecil di tempat itu, dua meja kecil yang menempel pada masing-masing tempat tidur di kamar itu, pintu kamar mandi berwarna pink... tidak ada yang menarik.
Pandangan mata Sasuke sekarang berpindah ke meja Sakura. Ada jam weker, fotonya, lampu meja, sebuah buku dan sebuah CD. Perlahan Sasuke bangkit, mendekati meja Sakura dan mengambil buku yang terletak di atas meja. Juliet is My Romeo. "Kau membaca ini juga?" tanyanya pada Sakura.
"Ya. Ceritanya menarik. Aku suka."
Hmm.. Sasuke baru tahu kalau novel itu sangat populer. Mungkin benar prediksi kakaknya. Jika dia berhasil mendapat peran itu, dia akan kembali bersinar. 'Aku akan berusaha!' janji Sasuke di dalam hati. Sasuke mengembalikan buku itu di atas meja. Tangannya kini beralih ke CD di atas meja itu. Sasuke mengambilnya. Gaara's Voice. 'Cih! Dia lagi!'Sasuke mengumpat dalam hati.
"Kau juga suka lagu-lagu Gaara ya Yuri?" Sakura yang mengamati Sasuke dari tadi mengira Sasuke juga menyukai lagu-lagu Gaara.
"Tidak." Sasuke menggeleng.
"Sayang sekali... Padahal lagu-lagu Gaara itu bagus. Aku sangat suka lagu-lagunya."
"Aku lebih suka lagu-lagu East."
"East? Boy band itu? Hah, aku tidak terlalu suka pada boy band itu. Apalagi leadernya. Gara-gara Sasuke yang bodoh itu Gaara jadi terluka. Apa sih mau laki-laki bodoh itu?"
Sasuke takjub mendengar pernyataan Sakura tadi. 'Rupanya kau salah satu fans aktor gila itu? Lihat saja nanti, gadis bodoh! Aku akan membalasmu atas penghinaan ini!' Sasuke berjanji dalam hati.
tbc..
Wuaaaaaahh.... Maafkan aku, Gaara! Maaf! Bukan maksud saia menjadikanmu tokoh antagonis. Tapi... hah.... saia tidak kuasa menjadikan Anda sebagai aktor terkenal. Dengan penampilan Anda yang cool itu, saya merasa Anda sangat cocok...
Wanna Review?