Disclaimer : All the Potterverse belong to the respectful author JK Rowling. Only the plot and characters you won't find at the books are mine. No money made here as I'm just a mere fan.


Leonidas Malfoy terlihat berlari-lari kecil di koridor lantai empat sambil memeluk sebuah bungkusan besar di dadanya. Sesekali ia tersenyum membalas siapapun yang menyapanya sepanjang perjalanan. Ia berbelok menuju salah satu sayap Sekolah Sihir Hogwarts, sebuah tempat yang biasa digunakan untuk merawat anak-anak yang sakit.

Ia mengetuk dua kali pintu Rumah Sakit untuk memberitahukan kedatangannya pada Madam Pomfrey, yang langsung mengangguk dua kali mempersilakannya masuk. Leonidas tersenyum dan langsung menghampiri dua tempat tidur yang terletak di sudut ruangan dekat jendela.

Di sekeliling dua tempat tidur yang dituju Leonidas sudah duduk beberapa orang. Dua Potter muda dan Hugo mengelilingi satu ranjang, sementara Albus Potter nampak duduk di ranjang sebelahnya. Leonidas melempar senyum pada mereka sebelum memosisikan diri di samping Al.

"Bagaimana keadaanmu hari ini?" Tanya Leonidas pada Scorpius, yang terbaring dengan kompres es menghiasi keningnya. Yang ditanya menaikkan salah satu alisnya.

"Uh, jauh lebih baik…" Scorpius sesekali menyeka lelehan es yang mengaliri pelipisnya. Ia tak suka kompres es. Merusak tatanan rambut. Leonidas menyerahkan bungkusan besar yang ia bawa pada Al; yang langsung membongkarnya dengan senang hati. Apa yang dibawakan Leonidas selalu cocok untuk menyibukkan mulut.

Leonidas menatap khawatir pada Scorpius. "Kau benar-benar membuatku cemas, sebenarnya apa sih yang kalian berdua lakukan hingga mengalami hypothermia di menara Astronomi?" tanyanya sungguh-sungguh. Scorpius melirik Al sebentar, dan setelah mendapat isyarat, ia baru menjawab; "mengerjakan tugas…"

Sang kakak tak lagi bertanya-tanya. Ia pindah ke ranjang sebelah, dimana Rose tengah duduk berselimut, sambil memakan Cokelat Kodok yang dibawakan Leonidas. "Dan bagaimana denganmu Rose? Kau sudah merasa baikan?" Tanya Leonidas sambil mengusap rambut Rose lembut. Sang gadis Weasley mengangguk sambil tersenyum kecil.

"Tentu saja, aku cukup pintar untuk tidak terlalu lama berada di atas seperti Score," ujarnya sambil melirik Scorpius yang langsung memasang wajah pura-pura merengut. Leonidas tertawa kecil. Wajahnya terlihat agak lega. "Syukurlah jika kalian sudah merasa jauh lebih baik. Entah apa jadinya jika terlambat sedikit saja, kata Madam Pomfrey kalian sudah nyaris mengalami frostbite di sekujur tubuh saat dibawa kemari. Aku akan berbicara pada Professor Sinistra, sepertinya kali ini tugas yang ia berikan bobotnya cukup kelewatan."

"Oww, itu tak perlu. Lagipula itu salahku karena lupa mengerjakannya saat liburan kemarin." Ujar Scorpius buru-buru. Leonidas menengok ke arah sang adik. "Ahh, kau seharusnya memberitahuku, jadi aku bisa membantumu mengerjakan…Tapi baiklah kalau begitu. Pastikan lain kali kau tak lupa lagi dengan tugasmu."

Leonidas lalu bangkit untuk mencium kening Rose dan Hugo, dan ia mengacak rambut Scorpius sebentar, sebelum pamit. "Maaf aku tak bisa lama kali ini, ada seseorang yang harus kutemui;" ujarnya sambil mengedipkan sebelah mata. "Kita ketemu lagi nanti saat makan malam." Bersamaan dengan itu Leonidas berjalan cepat keluar dari ruangan.

-o0o—

Keenam remaja yang masih berada di ruangan saling berpandangan. Hingga pada akhirnya James menghela napas dan mengeluarkan tongkatnya untuk menggumamkan mantra Muffliato. Mereka hendak berbicara serius dan ia tak mau ada orang yang mencuri dengar. Yah, tepatnya mereka sudah sangat terbiasa menggunakan mantra Muffliato setiap kali hendak berdiskusi. Teddy menekankan untuk tidak pernah lengah sedikitpun.

"Sandiwara yang bagus, guys…" ujarnya lemah. Ia menatap lima remaja di hadapannya. Rose menunduk dengan tatapan kosong ke ujung jemari kakinya yang tertutup selimut. Sementara Scorpius tidak berkata-kata apapun. Al mendesah sambil menusuk-nusuk bungkus kompres Scorpius untuk memastikan esnya masih beku.

"Ia benar-benar menyayangi kalian…" bisik Lily. Ia mengusap pundak Hugo yang juga tengah tertunduk. Al melirik Scorpius.

"Lalu sekarang bagaimana? Apakah kita akan begini terus sampai pada akhirnya dia diperkenalkan pada publik oleh ayahmu? Seperti yang kemarin kau ceritakan?" Scorpius mengangkat tubuhnya ke posisi duduk pelan-pelan dengan bantuan Al.

"Aku belum tahu… Tapi juga tak berani membayangkan akan jadi bagaimana akhirnya. Jika ia memiliki seorang ayah, tentunya ia dilahirkan oleh seorang ibu. Dan aku tak yakin ibuku akan mau mengakui bahwa ia ibu Leonidas… dan aku juga tak yakin bahwa ibu kalian;" Scorpius melirik Rose dan Hugo, "akan serta merta muncul ke publik dan ikut mengakuinya begitu saja…" Scorpius tahu, Ronald Weasley tentunya tak akan menerima mentah-mentah kenyataan itu. Tidak tanpa satu atau dua mantra Bombarda.

Hugo juga mendesah, ia tak kalah stressnya dengan yang lain. "Entah apa yang akan terjadi saat waktu itu tiba, yang pasti aku tak ingin keluargaku tercerai-berai…" ucapnya dengan nada berat seolah hendak menangis. Semua terdiam. Hingga pada akhirnya suara Rose memecah keheningan.

"Dan aku juga tak bisa membenci Leonidas…"

Scorpius menggigit bibir bawahnya. Ia tahu. Rose dan Hugo juga memiliki perasaan yang sama dengannya. Di satu sisi mereka tak ingin keluarga masing-masing tercerai-berai, tapi disisi lain mereka mau tak mau pelan-pelan memiliki rasa sayang pada Leonidas. Meski ia seolah menjadi duri dalam daging, tapi ia adalah seorang kakak yang perhatian dan sangat melindungi adik-adiknya. James mengusap rambut hitamnya yang berantakan. Ia agak jengah berada dalam suasana yang tiba-tiba melankolis.

"Hei, apa kalian tak penasaran siapa yang ingin ditemui oleh Leonidas?" tanyanya sambil mengeluarkan Peta Perampok dari balik jubahnya. Ia selalu membawa benda itu kemana-mana sejak mencurinya dari meja kerja sang ayah, Harry Potter.

James melebarkan Peta Perampoknya di kaki tempat tidur Scorpius. Ia menunjuk petanya sambil mendesis "Aku Bersumpah Bahwa Niatku Tidak Baik". Dan pelan-pelan denah kastil Hogwarts tergambar di lembaran perkamen tua Peta Perampok, lengkap dengan jejak-jejak kaki hitam berlabel nama kecil-kecil bergerak disetiap lorong,

Al dan James mengerubungi petanya, sambil mencari-cari titik nama Leonidas Malfoy. Scorpius hanya menggelengkan kepalanya. "Apa sih gunanya mencari tahu tentang itu? Bukankah terserah dia hendak bertemu dengan siapa?" tanyanya sedikit bingung. James tersenyum jahil.

"Ayolah, kau tak ingin tahu ia hendak berkencan dengan siapa? Selama ini kan belum pernah terdengar berita ia dekat dengan cewek manapun." Al mengangguk mengiyakan.

"Benar sekali, taruhan dua Sickle bahwa ia akan menemui Cherry Chang-Coeters!" serunya bersemangat; yang langsung dibalas dengan sikutan keras di rusuk kiri oleh James. "Owww! James, kenapa kau menyikutku?"

"Refleks." Ujar James pendek sambil kembali menelusuri Peta Perampok dengan ujung jarinya. Scorpius hanya menggelengkan kepala, tapi ia ikut memantau apa yang dicari kedua Potter di peta. Hingga pada akhirnya mata Al berubah berbinar-binar.

"Ketemu! Itu dia titik berlabel Leonidas Malfoy!" serunya bersemangat sambil menunjuk ke bagian peta yang bergambarkan denah Aula Besar. "Tampaknya Leonidas sudah mencapai Aula Besar, dan kini ia berjalan cepat menuju gerbang depan. "Mungkin ia hendak berkencan di tepi Danau Hitam?" tambah Al.

Scorpius memicingkan mata dan memfokuskan pandangannya ke bagian peta yang ditunjuk oleh Al. Dan memang terlihat titik berlabel Leonidas Malfoy bergerak cepat menjauhi lapangan Hogwarts, melewati jembatan panjang, dan kini hampir melewati Pondok Hagrid, dan menuju ke kawasan Hutan Terlarang.

"Apa yang ia lakukan? Masa janjian berkencan di Hutan Terlarang?" Tanya James yang mulai kebingungan. Peta Perampok tidak didesain untuk memuat denah Hutan Terlarang, jika Leonidas masuk, maka ia tidak akan terlacak lagi. Tapi titik berlabel Leonidas Malfoy berhenti tepat di perbatasan gerbang terluar. Nampak ia tengah berdiri di depan pintu utama Hogwarts.

"Sepertinya ia hendak menyambut seseorang yang datang dari luar Hogwarts…" ujar Hugo yang tiba-tiba sudah ikut menyeruak di antara ketiga anak laki-laki yang sejak tadi tepekur di hadapan Peta Perampok. Rose dan Lily kini juga sudah nampak menaruh perhatian. Tak sembarangan orang bisa masuk begitu saja ke kompleks Hogwarts. Harus ada seseorang yang menyambutnya di pintu utama karena Hogwarts dilindungi benteng sihir yang sangat kuat. Biasanya hanya orang berkekuatan sihir kuat setingkat para guru, atau minimal Hagrid yang bisa membuka dan menutup gerbang secara manual.

"Memangnya Leonidas bisa membuka gerbang utama Hogwarts?" Tanya Lily sambil mengerutkan alisnya. Rose melirik sepupunya sambil mengangkat sebelah alisnya. "Itu mungkin saja Lily. Setahuku Leonidas memiliki kemampuan sihir yang tinggi. Disini memang ia masih siswa kelas tujuh, tapi jangan lupa, di Bulgaria dia sudah lulus dari Durmstrang dan pada dasarnya sudah bisa disetarakan kemampuannya dengan Teddy sebagai batas minimal." Ujarnya. Lily tersenyum kecil. Sepintas ia merasa ada sedikit nada kebanggaan dalam penjelasan Rose.

Titik berlabel Leonidas kini nampak berdiri diam tak jauh dari batas gerbang. Sepertinya ia tengah melancarkan sihir untuk membuka gerbang Hogwarts. James mengerutkan alis. Entah kenapa ia merasakan ada firasat buruk. Hingga pada akhirnya Leonidas terlihat bergerak, dan sebuah titik berlabel baru muncul dari arah gerbang.

Terdengar napas tertahan dari empat anak laki-laki yang tengah mengerumuni Peta Perampok saat label baru itu mulai terbaca.

Astoria Malfoy.

-o0o—

Scorpius kini benar-benar bangun dari posisi duduknya. Ia memutar Peta Perampok sampai benar-benar terbaca olehnya nama Astoria, ibunya. Ia mengerutkan alisnya tak mengerti. Al dan James saling memandang dengan raut wajah bingung yang sama.

"Menurutmu untuk apa Leonidas bertemu dengan Mrs Malfoy?" Tanya Al pada kakaknya. Rose dan Lily kini juga sudah bangkit dari ranjang dan kini ikut merubung di kasur Scorpius. James menggelengkan kepala. Scorpius menggigit bibirnya. Lagi-lagi ia merasa tak enak. Disingkapnya selimut dan disambarnya tongkat sihirnya. Ia merenggut mantel milik Al yang disampirkan di kursi yang terletak di samping kasurnya.

Tapi Scorpius langsung dihalangi dua Potter laki-laki yang mencegahnya untuk bergerak selangkah lebih maju lagi. "Whoa, kau pikir kau mau kemana, pal?" sergah Al. Ia menangkap dua pundak Scorpius, mendorongnya hingga kembali terduduk di kasur, sementara James dengan kecepatan seorang Seeker langsung merebut tongkat sihir Scorpius. Sang Malfoy berseru gusar. "Ayolah guys, ini ibuku yang datang berkunjung kemari, dan aku harus tahu untuk apa dia bertemu dengan Leonidas." Al mencibir.

"Dengan keadaanmu yang seperti itu? Kuragukan kau bisa bertahan lebih dari lima langkah begitu keluar dari kastil ini!" ujarnya. Scorpius menghela napas. Al benar. Ia memang sudah jauh lebih baik daripada keadaan sewaktu ia nyaris mati beku di menara Astronomi, tapi dia belum cukup baik untuk bisa berjalan-jalan agak lama, dan diluar suhu udara masih begitu dingin.

Meski begitu Scorpius tak tahan untuk tidak pergi dan mencari tahu untuk apa Leonidas bertemu dengan ibunya di gerbang Hogwarts. Ia tahu hubungan keduanya belum terjalin dengan cukup baik, dan tak mungkin mereka bertemu hanya untuk sekedar duduk minum teh. James dapat menangkap kegelisahan sahabatnya dengan jelas. Ia menepuk pundak Scorpius dengan gestur menenangkan.

"Kalau kau segitu penasaran dengan itu, biar kami yang atasi hal itu." Ujarnya sambil mengedipkan sebelah mata. Ia merogoh sedikit lebih jauh ke dalam jubahnya dan mengeluarkan sebuah benda mirip kain yang sangat licin, berwarna emas berkilauan saat dipegang. Rose memicingkan matanya dengan pandangan curiga.

"James… jangan bilang itu…" Sang Potter menyeringai lebar. "Kau benar, sepupu. Ini Jubah Gaib milik ayahku. Kuambil dari kopernya yang berisi barang-barang saat ia masih bersekolah di Hogwarts; ayolah… ia kini tak membutuhkan Jubah Gaib apapun untuk menyembunyikan diri…" ujarnya buru-buru begitu melihat tatapan mencela Rose.

Scorpius mengernyitkan dahi. "Kalian yakin itu bisa berhasil? Jubah Gaib memang menyembunyikan manusia dari pandangan mata, tapi James, jejak kakimu akan tetap membekas di tanah bersalju. Ibuku dan Leonidas tentunya akan menyadari kedatangan orang lain yang tak terlihat jika tiba-tiba ada jejak kaki asing tanpa tubuh muncul di dekat mereka…"

Lagi-lagi James menyeringai sambil merogoh ke dalam saku jubahnya yang lain. Kali ini ia mengeluarkan sepasang Telinga Terjulur. "Tentunya bukan aku yang akan pergi kesana." James berlari menuju jendela sambil memegangi Peta Perampok, Jubah Gaib, dan Telinga Terjulur. Dengan hati-hati ia membungkus Telinga Terjulur-nya hingga tak terlihat dengan Jubah Gaib, mengetatkan ikatannya, lalu membuka jendela dan mengacungkan tongkat sihirnya seraya berseru "Wingardium Leviosa!"

-o0o—

"Selamat siang, Mme Astoria, suatu kehormatan Anda mau repot-repot menemui saya di sini." Leonidas membungkuk sopan dengan tangan kanan tertempel di depan dada kirinya. Astoria mengangkat sedikit dagunya dan mengangguk sekali. Dikibaskannya sedikit salju dari jubah hangat mewah beremblem huruf M besar yang tengah ia kenakan.

Leonidas membalikkan tubuhnya, "Jika tidak keberatan, mari kita bicara di kompleks Rumah Kaca, ada paviliun yang biasa digunakan untuk minum teh sore disitu."

"Tidak perlu." Astoria mengangkat tangannya yang terbungkus sarung tangan bulu. Langkah Leonidas terhenti. Ia kembali mengarahkan pandangannya pada sang Nyonya Malfoy. Menunggu penjelasan. Astoria menatap Leonidas.

"Aku takkan lama. Hanya beberapa pertanyaan singkat dan urusan kita beres." Ujarnya dingin. Leonidas tersenyum tipis. Ia menegapkan posisi tubuhnya. Siap mendengarkan lebih lanjut.

Astoria menyilangkan tangannya di depan dada. "Aku yakin kau sudah mengetahui apa yang kira-kira hendak kutanyakan…" pancingnya. Leonidas menutup matanya sambil tertawa kecil. "Yah, perkiraanku mungkin salah. Tapi silahkan," ujar Leonidas sambil mengangkat sebelah alisnya dan tersenyum menantang.

Mau tidak mau Astoria bergidik. Ekspresi Leonidas yang berada di depan matanya kini adalah apa yang sering ia lihat di wajah suaminya, jika menghadapi sesuatu yang menarik. Lebih mirip dengan ekspresi ular yang hendak menekan mental mangsanya. Astoria adalah seorang Slytherin. Sedikit banyak ia tahu bahwa ia harus berhati-hati dalam langkah selanjutnya.

"Aku tak akan berbasa-basi, apa tujuanmu, Malfoy?" Tanya Astoria tajam. Mata birunya menatap langsung mata cokelat Leonidas; yang kini sama sekali sudah kehilangan sinar.

Leonidas memasang gestur seolah berpikir, dengan satu tangan di dagu sementara tangan yang lain menopang lengannya. "Pertanyaan bagus, Mme Astoria;" ujarnya dengan nada yang agak aneh. Terdengar seperti merendahkan. Astoria mengertakkan giginya. Ia tak suka berada dalam posisi yang tak menyenangkan seperti ini.

"Tapi aku pun punya pertanyaan… tujuan dari apa memangnya; yang kau pikir hendak kulakukan sampai membuatmu mau repot-repot membuat janji dan mendatangiku kemari?" Tanya Leonidas balik sambil memiringkan kepalanya sedikit. Masih tersenyum. Astoria mendesis.

"Jangan pura-pura tidak tahu… apa tujuanmu datang kemari? Mendadak muncul tiba-tiba sebagai putra dari suamiku, lalu masuk ke Sekolah Sihir Hogwarts padahal aku tahu kau sudah menyelesaikan pendidikanmu di tempat sebelumnya, dan kau mendekati anakku dengan dalih sebagai saudara yang terpisah; tak ada manusia waras yang mau berbuat sejauh itu jika tidak memiliki tujuan besar!" Astoria mengibaskan jubah hangatnya dengan gusar. "Jika hal tujuanmu akan berhubungan dengan posisi Scorpius sebagai pewaris tunggal keluarga Malfoy, maka aku sendiri yang akan memastikan bahwa hal itu hanya akan menjadi sebuah upaya yang sia-sia!"

Leonidas mengeluarkan dengusan menghina. Ia kini menatap sang Nyonya Malfoy dengan pandangan tinggi, dengan kelopak mata yang hanya terbuka separuh. Pandangan sinis. "Analisis yang terburu-buru…" ujar Leonidas dengan nada datar yang dingin. Ia terbatuk kecil, sebelum melanjutkan; "Kau pikir aku menginginkan apalagi? Jika kau pikir aku kemari demi materi, maka kau salah. Dalam catatan hukum Bulgaria, aku adalah putra angkat resmi dari Viktor Krum; jika usianya habis, maka apa yang menjadi miliknya akan jatuh ke tanganku, dan tentunya kau tahu, sebagai legenda Quidditch Bulgaria, apa yang ia miliki tidak berada di sebelah bawah tingkat kekayaan keluarga Malfoy;" Leonidas berhenti sejenak. Ia tersenyum licik. Senyuman yang semakin memperjelas eksistensi dirinya sebagai pemilik darah Malfoy.

"Aku tak memerlukan lebih banyak bagian dari keluarga Malfoy, karena selama ini toh Dad sudah memberikan bagianku." Ujarnya.

Astoria mundur selangkah. Jika selama ini Leonidas sudah hidup dengan sokongan penuh Draco, ditambah dengan harta kekayaan Viktor Krum yang akan terwariskan padanya, maka Leonidas tidak lagi memiliki alasan untuk mengejar materi. Astoria mencelos. Tapi ia dengan cepat menguasai diri dan kembali mengangkat wajahnya.

"Baik. Pertanyaanku selanjutnya…" ujar Astoria tertahan sambil memicingkan mata. Leonidas mengangkat kedua tangannya, menunjukkan bahwa ia siap menyambut apapun yang akan dilontarkan sang Nyonya Malfoy.

"Kau memiliki mata cokelat dan rambut berombak yang sepertinya begitu familiar…tapi terasa asing karena tak seorang Malfoy pun memiliki warna mata seperti itu, kutebak ibumu bukan berasal dari kalangan Darah-Murni?" Tanya Astoria dengan nada rendah.

Kedua mata cokelat Leonidas membelalak seketika. Tapi sikapnya tetap tenang. "Aku tak bersedia menjawab itu." Ujarnya sinis. Astoria mengangkat sebelah alisnya. Kini ia diatas angin.

"Oh? Apakah topik ini menyinggung sesuatu yang tak ingin kau bicarakan?" tanyanya dengan nada penuh selidik. Senyuman Leonidas mulai menghilang dari wajahnya. Dan Astoria cukup terlatih untuk dapat langsung menangkap perubahan itu. Leonidas menaikkan sedikit ujung bibirnya, membentuk sudut sinis, lebih tepatnya menunjukkan gurat tak suka.

"Aku tak perlu menjawab itu." Ujar Leonidas pendek. Ia menatap ke langit. Matahari pucat musim dingin sudah mulai merendah di arah barat. Angin dingin mulai berhembus dan serpihan salju ringan mulai turun. Leonidas membersihkan sedikit salju yang menumpuk di bahunya. Ia memandang Astoria. "Nah Mme Astoria, sepertinya sudah tidak ada lagi yang perlu kita bicarakan, biarkan kubukakan gerbang untukmu." Leonidas melangkah bergerak menuju gerbang Hogwarts.

Astoria menggertakkan giginya. Tak pernah ada orang yang berani mengusir seorang Astoria Malfoy. Belum pernah ia diperlakukan tidak sopan seperti ini oleh siapapun. Terlebih lagi oleh anak tirinya sendiri. Ia membalik tubuhnya gusar. "Begitu menurutmu? Meski pembicaraan ini selesai, tapi bukan berarti semuanya telah selesai!" Astoria berjalan cepat mendahului Leonidas yang sudah membukakan gerbang Hogwarts untuknya. Begitu ia melangkah di tempat yang memungkinkan ber-Apparate ia kembali memutar tubuhnya menghadap Leonidas.

"Kau mirip dengan seseorang yang kukenal dari Departemen Pelaksanaan Hukum Sihir. Dia Kelahiran-Muggle, dan apa yang tidak kau miliki sebagai keturunan Malfoy, bisa kulihat berasal dari dirinya. Matamu, dan warna rambutmu. Aku akan memastikan bahwa dugaanku ini benar!" Seru Astoria sambil mencabut tongkat sihirnya. Leonidas mendelik marah sambil mencabut tongkat sihirnya juga.

"Kau jangan coba-coba…!"

"Appareo!"

Leonidas menggigit bibir bawahnya. Ayunan tongkat Astoria lebih cepat. Ia berhasil ber-Apparate sebelum Leonidas sempat melancarkan mantra sedikitpun. Ia menghembuskan napas jerih, sebelum berbalik arah dan menutup kembali gerbang Hogwarts serta mengaktifkan mantra pelindung yang tadi sempat dipatahkan sementara.

Sang Malfoy mulai berjalan kembali menuju kastil Hogwarts, sebelum ia menyadari ada hal yang aneh berada tak jauh dari dirinya.

"Hei… kenapa ada salju tertumpuk mengambang di udara?"

-o0o-

"ACCIO Jubah Gaib, Reducto Telinga Terjulur!" jerit James panik di tepi jendela bangsal Rumah Sakit. Dalam beberapa detik Jubah Gaib sudah kembali berada di tangannya. Ia menarik napas lega. "Wuih, hampir saja…"

Yang lain tak kalah paniknya. Segalanya akan runyam jika Leonidas menyadari bahwa pembicaraannya disadap. Turunnya salju diluar perkiraan mereka. James segera melipat Jubah Gaib dan menjejalkannya kembali ke dalam sebuah kantong serut cokelat kecil yang tergantung di lehernya. James sudah memilikinya sejak tingkat satu dan semua orang tahu disitulah ia menyimpan segala peralatan pembuat onarnya.

Rose menggigit-gigit bagian bawah bibirnya dengan cemas. Hugo duduk dengan wajah tertelungkup di tempat tidur Rose. Albus dan James berpandangan. Scorpius sendiri sudah membenamkan wajahnya dalam-dalam di bantal yang sejak awal ia pegang. Permasalahannya berkembang semakin kompleks. Astoria sudah memiliki dugaan keterlibatan Mrs Hermione Granger-Weasley. Atau setidaknya seseorang yang memiliki ciri sama seperti yang ia sebutkan, meski semua tahu tak ada lagi yang lebih sesuai.

Scorpius sudah tak perlu memberitahu para sahabatnya mengenai apa yang kira-kira akan dilakukan oleh ibunya. Astoria Malfoy memiliki relasi luas di kalangan Kementerian. Ia juga memiliki hubungan keluarga dengan salah satu mantan Menteri Sihir dari garis keturunan Greengrass. Tidak sulit baginya untuk memerintahkan satu atau dua Unspeakable dari Departemen Misteri yang dipimpin suaminya untuk menyelidiki latar belakang Mrs Hermione Granger-Weasley. Meski akan sulit untuk memata-matai istri Ronald Weasley itu mengingat ia sendiri memiliki kedudukan tinggi di Departemen Pelaksanaan Hukum Sihir.

Setelah setengah jam lamanya mereka semua hanya bisa terdiam tanpa tahu harus berbuat apa, sampai Madam Pomfrey menyuruh ketiga Potter dan Hugo untuk kembali ke kelas.

-o0o-

Dalam beberapa hari kemudian putusnya Rose dan Scorpius menjadi berita besar di seantero Hogwarts. Bermacam spekulasi bermunculan. Mulai dari dugaan bahwa Scorpius sebenarnya tertarik pada Al, teori bahwa Rose tidak menyukai tato ular di pantat Scorpius, hingga keberadaan Leonidas sebagai orang ketiga. Scorpius dan teman-temannya sendiri memilih untuk bungkam setiap kali ada yang bertanya. Teddy sudah menitahkan bahwa tidak boleh ada orang lain yang tahu dan itulah yang mereka lakukan.

Banyak yang meragukan kebenaran berita itu karena Scorpius masih sering terlihat bersama Rose dan para sepupunya, tapi banyak juga yang memercayainya karena tak lagi ada atmosfir yang biasanya terpancar dari keduanya. Biasanya Scorpius dan Rose tidak pernah ragu untuk mengumbar kemesraan di depan publik, tapi kini keduanya benar-benar menjaga jarak sewajarnya sebagai kolega biasa. Tak ada tangan yang saling bertaut kapanpun mereka berjalan. Tak ada sesi adu mulut seperti yang biasa terlihat di Aula Besar setiap pagi sebelum sarapan. Dan tak ada lagi request khusus dari Scorpius untuk mengosongkan Kamar Kebutuhan setiap Sabtu malam.

Al termasuk yang cukup kesal dengan banyaknya gosip yang beredar. Pagi ini saja ia nyaris mengutuk seorang anak Hufflepuff kelas enam yang mencoba bertanya apakah benar ia dan Scorpius memiliki hubungan khusus.

Disisi lain, Scorpius, Rose dan Hugo begitu stress memikirkan apa yang hendak diperbuat oleh Astoria pada Hermione. Rose sudah mengirim surat pada ibunya untuk berhati-hati, tapi justru dibalas dengan candaan. Mereka tak mungkin memberitahu hal yang sebenarnya karena dengan begitu maka mereka akan ketahuan menguping.

Teddy sendiri sudah tidak tahu lagi harus berbuat apa. Masalah ini berkembang sedemikian pelik, dan rasanya menyesakkan karena tak bisa berbuat apapun. Satu-satunya cara adalah dengan mempersiapkan diri menghadapi apapun yang bisa terjadi saat Leonidas diperkenalkan di muka umum oleh Draco Malfoy. Dan tentunya mereka harus tahu terlebih dahulu bilamana hal itu dilaksanakan. Dan sayangnya, hanya Leonidas Malfoy seorang yang tahu.

Dan tugas Scorpius adalah untuk mencari tahu.

-o0o-

Scorpius mengetatkan syal hijau bergaris perak yang ia kenakan di leher. Setiap tarikan napasnya diikuti dengan uap putih. Cuaca di awal musim semi sama sekali belum bersahabat. Salju memang sudah mencair di bulan Maret, tapi sesekali angin berhembus membawa butiran es, menampar wajah Scorpius yang sudah pucat dari sananya.

Sang Malfoy muda tengah duduk di salah satu kursi stadion Quidditch. Menonton latihan yang tengah dilakukan tim Ravenclaw. Di beberapa tempat terpisah ia dapat melihat beberapa anggota tim Hufflepuff dan Gryffindor yang juga memperhatikan latihan tim Ravenclaw sebagai referensi untuk memetakan kekuatan lawan. Beberapa dari mereka terlihat mengambil catatan. Tak salah lagi untuk mempersiapkan kontra-strategi.

Cherry Chang-Coeters melambaikan tangannya pada seluruh anggota timnya. Pertanda sesi latihan hari itu tengah selesai. Seluruh anggota tim berkumpul sebentar di tengah lapangan untuk sedikit review terhadap prosesi yang baru saja selesai, tak lama kemudian mereka bubar.

Scorpius baru saja hendak bangkit dari tempatnya duduk saat ia melihat Leonidas melayang pelan sambil mengendarai Galena 89-nya. Ia melompat dan mendarat ringan di kursi yang terletak tepat di samping Scorpius sambil tersenyum tipis.

"Hey," sapanya. Scorpius mengedikkan kepalanya sedikit sambil menaikkan kedua alisnya. Ini pertama kalinya mereka mendapat kesempatan untuk berbicara berdua saja sejak liburan tahun baru berakhir. Selama ini setidaknya salah satu dari keluarga Potter-Weasley selalu bersama Scorpius. Leonidas nampak merogoh bagian dalam saku jubah Quidditchnya dan mengeluarkan dua gelas butterbeer dalam kemasan.

"Ini, isinya akan menjadi hangat secara otomatis apabila tutupnya kau buka." Leonidas menyodorkan satu pada Scorpius, yang langsung menerimanya dengan senang hati. Leonidas belum pernah kehabisan makanan kecil jika sedang bersama adik-adiknya. Keduanya duduk diam selama beberapa menit sambil menyesap butterbeer masing-masing. Dalam udara dingin, minuman hangat benar-benar menolong.

"Ada kemajuan dalam latihanmu?" Tanya Scorpius berbasa-basi. Leonidas nampak cukup senang ditanya seperti itu.

"Aah, tak banyak perubahan. Tapi Cherry mengumumkan sedikit perbedaan strategi dalam pertandingan melawan Gryffindor di liga terakhir tahun ajaran ini. Sori, tak bisa memberitahumu sekarang; kurasa taktiknya akan cukup berguna. Cherry benar-benar hafal dengan segala kebiasaan dan perkiraan strategi yang mungkin akan dijalankan oleh James." Cerita Leon, yang disambut dengan derai tawa mereka berdua. Karena kedua Malfoy sangat mengerti bahwa James dan Cherry sudah terlalu mengenal watak masing-masing, sejak dulu mereka saling adu strategi; yang sayangnya selalu sukses terbaca oleh rivalnya pada lima belas menit pertama di setiap pertandingan.

Keheningan menyeruak untuk sementara. Leonidas menatap Scorpius dalam-dalam. Sang adik melemparkan pandangan 'ada apa?' sambil tetap menghirup butterbeernya. Leonidas menarik napas. "Aku mendengar gosip yang beredar di sekolah…" Scorpius melirik kakaknya sekilas sambil mengangkat alisnya sedikit, pertanda ia mendengarkan.

"Kau… putus dengan Rose?" Tanya Leonidas hati-hati. Scorpius tersenyum tipis. "Wow, kau orang terakhir yang menanyakan hal itu." Jawabnya santai sambil menghabiskan tetes terakhir butterbeernya. "Yeah. Seperti itulah." Jawab Scorpius pendek. Ia memalingkan wajahnya ke arah lapangan, meski tak ada lagi yang bisa dilihat karena sesi latihan sudah berakhir. Leonidas tampak muram.

"Selama ini kalian adalah… pasangan?" tanyanya lagi. Scorpius mengangguk sekali. Matanya tetap menerawang ke depan. Kening Leonidas sedikit berkerut. "Mengapa kalian tak pernah memberitahuku?"

Scorpius menoleh. "Well, seisi Hogwarts tahu, dan orang biasanya dengan mudah dapat menebaknya dari apa yang mereka lihat setiap aku dan Rose sedang bersama. Jadi, yah… kupikir kau sama dengan yang lain…" Wajah Leonidas terlihat sedikit gusar.

"Tidak. Selama ini aku melihat perbuatan kalian cukup wajar seperti…" perkataan Leonidas terhenti seiring pandangan tajam Scorpius bertemu dengan mata cokelatnya.

"Seperti kakak beradik?"

Dan keduanya terdiam.

-o0o-

Scorpius bangkit berdiri dari posisi duduknya. Ia menatap Leonidas yang masih tertunduk. Scorpius menghela napas. "Kau tak perlu memikirkan itu secara berlebihan. Ini keputusan yang kami ambil sendiri." ujarnya. Leonidas mengangkat wajahnya. Scorpius dapat melihat gurat rasa bersalah terpatri jelas disana.

"Kau bohong jika keputusan itu tidak diambil tanpa disebabkan karena keberadaanku." Scorpius mengedikkan bahunya. Ia mengulurkan tangan untuk membantu Leonidas turut berdiri. "Aku takkan berbohong, karena memang kenyataannya seperti itu."

"Jika kalian sebelumnya memiliki hubungan dan harus berakhir gara-gara…" Scorpius mengangkat tangannya memotong perkataan Leonidas.

"Tak perlu mempersoalkan hal itu. Kami berdua menyayangimu. Tidak, kami bertiga. Kau tahu bahwa ini bukan lagi rahasia di antara aku, Rose, Hugo. Yah, dan ketiga Potter juga. Kau kakak kami. Sekalipun aku dan Rose tak lagi terikat dalam hubungan sebagai pasangan, tapi kami memiliki hubungan saudara lewat dirimu. Aku tak tahu apakah kita bisa hidup normal seperti layaknya keluarga; maksudku, kami masing-masing memiliki keluarga sendiri yang terpisah, kecuali kau yang bisa masuk pada keduanya."

"Dad menginginkanmu masuk ke keluarga Malfoy, tapi bagaimana dengan Mrs Hermione Granger-Weasley? Apakah ia tidak menginginkan hak asuh atas dirimu juga?" Tanya Scorpius sambil memiringkan kepalanya.

Leonidas mengerutkan dahi dan memasang gestur berpikir saat mendengarkan perkataan Scorpius. "Aku tak berpikir sampai sejauh itu. Tapi akan kubicarakan hal ini dengan Mum dan Dad. Kita bisa mendapat kepastiannya pada saat hari kelulusan bulan Mei nanti." Ujar Leonidas. Scorpius tersenyum lagi. Ia memeluk Leonidas hangat. Yang dibalas dengan dekapan yang sama oleh sang kakak.

"Kau tak perlu merasa bersalah. Kami menyayangimu." Ujar Scorpius saat ia melepaskan pelukannya. Leonidas tersenyum sedikit canggung. "Thanks," balasnya sambil mencium kening Scorpius sekilas.

Detik berikutnya ia melesat menuju ruang ganti dengan naik sapu Galena 89-nya. Meninggalkan Scorpius yang masih tersenyum. Senyum hangat yang segera tergantikan dengan senyum licik ala seorang Malfoy.

Hari kelulusan. Misi Scorpius berhasil.

tbc


a/n : Next chapter : suka-suka gw. Mungkin bulan depan.

Gw tunggu reviewnya. Gw gak terima junk review. Buat yang pengen review tapi masih bingung cara nulis review fanfic, bisa diliat di blog hacques wordpress gw. Atau ketik aja di google : cara menulis review untuk fanfic. Sapa tau membantu. Ah iya, di blog gw itu juga ada beberapa keterangan tambahan mengenai Ikatan Darah.

Yang mau iseng nanya-2 ke gw bisa lewat Plurk. Gw online 24/7 disitu.

Aaah, Happy Birthday buat Harry Potter yang ke 30.

PS : ada yang mau gw tanyain dong, one day gw iseng ngetik 'Fanfic Keajaiban Ketujuh' di Google, dan di salah satu listnya ada tulisan Indonesia Fanfiction Award (IFA) di fesbuk, disitu fanfic Keajaiban Ketujuh gw disebut menang dalam salah satu kategori. Ngg... pertanyaannya adalah : itu apa ya? Gw ga tau menahu gene X_x! ada yang bisa ngasih gw pencerahan?