Disclaimer : All Potterverse and the characters are belong to JK Rowling. I only own the plot and two additional characters. No money was made here.
Hari pertama di bulan September seperti biasanya adalah penanda awal datangnya musim gugur di daratan Inggris Raya. Dan bagi anak-anak dalam usia belajar, hari ini adalah hari pertama kembali masuk sekolah. Setelah menjalani liburan musim panas selama tiga bulan panjang yang benar-benar menguras keluar isi kepala yang penuh dijejali pelajaran selama sembilan bulan sebelumnya.
Hal ini berlaku bagi semua anak di Inggris Raya, baik anak-anak Muggle maupun para penyihir muda yang kini tengah mendorong trolinya masing-masing memasuki peron 9 ¾ stasiun King's Cross London.
Kereta api bertuliskan Hogwarts Ekspress sudah siap di jalurnya. Menunggu datangnya pukul sebelas untuk bertolak menuju sekolah para penyihir muda Inggris Raya. Setiap sudut stasiun ramai terisi keluarga-keluarga penyihir yang hendak mengantar anak-anak mereka, beberapa kelompok penyihir muda yang tengah mengobrol sambil menggerombol, deretan troli-troli berisikan koper dan sangkar berisi burung hantu nampak terlihat dimana-mana.
Sekelompok keluarga penyihir nampak tengah bercakap-cakap di sisi gerbong terakhir. Beberapa orang menengok ke arah mereka, tapi nampaknya mereka sudah terbiasa dengan publisitas. Seorang laki-laki dewasa berambut hitam dan bermata hijau cerah nampak sedang berbicara dengan gadis cilik berambut merah, sementara di sisinya ada seorang wanita dewasa berambut merah yang sedang berkacak pinggang pada dua orang anak laki-laki berambut hitam berantakan; nampak keduanya tengah dimarahi.
Satu keluarga lain berdiri di tak jauh dari mereka. Kecuali sang ibu, tiga anggota keluarga yang lain berambut merah menyala. Sang ayah nampak mengelus kepala merah anak laki-lakinya yang nampak paling banyak berusia empat belas tahun, sementara sang ibu membantu anak perempuannya merapikan seragamnya.
"Baiklah, kalian kini sudah siap untuk berangkat." Ujar Hermione sambil tersenyum pada Rose dan Hugo. Keduanya mengangguk sambil membalas senyum ibu mereka. Ron menepuk pundak Hugo sambil tersenyum jahil.
"Tahun ini akan menjadi tahun pertama Victoire mengisi jabatan Guru Transfigurasi Hogwarts, pastikan kalian menjadi murid favoritnya."
"Astaga, Ron!"
Rose tertawa, "Ayolah Dad, kita semua tahu bahwa Victoire dan Teddy sudah menyatakan bahwa di Hogwarts tidak ada pengistimewaan bagi kami para sepupunya." Hugo merengutkan sedikit sudut bibirnya sambil melirik Rose.
"Oh ya benar sekali. Terimakasih untukmu yang menginspirasi mereka untuk lebih ketat mengawasi kami… kau tahu, Teddy bahkan sampai tega menjatuhkan detensi pada James saat ia kedapatan meledakkan toilet lantai empat…"
"Itu karena memang ia pantas menerimanya! Apa kata murid Hogwarts lain jika James mendapatkan dispensasi kenakalan hanya karena ia bersaudara dengan Guru Pertahanan Terhadap Ilmu Hitam Hogwarts?!" Balas Rose dengan tatapan mencela. Hermione menggelengkan kepalanya.
"Aku tak tahu apa yang akan terjadi jika kau tak berada di antara para anak laki-laki, untunglah kau gadis normal, Rosie…" desah Hermione sambil mengurut dahinya. Ron hanya tertawa. Ia menunjuk kepada keluarga Potter yang sudah siap melepas ketiga anak mereka untuk naik ke Hogwarts Ekspress.
"Nah, kalian bergabunglah dengan James, Al, dan Lily. Mereka juga sudah siap."
Ketiga Potter muda datang bergabung dengan mereka. James, yang kini sudah duduk di tahun keenam; menyeringai jahil pada Hugo, memberi isyarat dengan matanya untuk segera naik ke kereta. Hugo yang menangkap isyarat James segera bergegas mengikuti sepupunya untuk memasuki kereta. Al memperbaiki posisi dasinya yang berwarna hijau bergaris perak, lalu menggandeng adik perempuannya, membantunya menaiki tangga kereta. Rose menebarkan pandangannya ke sekeliling stasiun.
"Kau menunggu seseorang, Rose?" tanya Ginny. Rose hanya mengedikkan bahunya. "Yah, teman. Tapi sepertinya ia belum datang, atau mungkin sudah berada di kereta."
Pada saat yang bersamaan Ron Weasley menyambar, "Aah, seperti biasa, orang penting datang terakhir." Dan seluruh mata mereka tertuju pada arah yang dipandang Ron. Termasuk Rose dan Ginny.
Pasangan Malfoy, Draco dan Astoria, nampak sedang mengawal putra tunggal mereka yang kini duduk di tingkat yang sama dengan Rose dan Al; Scorpius Malfoy. Sang Malfoy muda berjalan jumawa dengan dagu runcingnya sedikit terangkat. Makin besar ia makin mirip dengan sang ayah saat seusianya. Rambutnya yang berwarna pirang platinum terlihat sedikit panjang melewati kerah, dengan poni yang ia biarkan menjuntai menutupi sebagian wajahnya.
Scorpius mengangguk hormat pada orangtuanya, lalu melangkah dengan elegan menaiki tangga kereta Hogwarts Ekspress dan menghilang di balik pintu. Draco Malfoy dan istrinya mengangguk hormat pada keluarga Potter dan Weasley, setelah itu mereka langsung berlalu begitu keempat orang dewasa dari kedua keluarga membalas sapaan hormat mereka.
"Dingin seperti biasanya…" komentar Ginny, yang disambut sedikit kekeh tawa dari ketiga orang dewasa yang lain. "Kau seangkatan dengan si Malfoy muda kan, Rosie? Apakah ia suka mengganggumu?" Rose mengerutkan alisnya.
"Tidak, kami berteman cukup baik. Al yang dekat dengannya karena mereka seasrama. Menurutku Scorpius cukup sopan, ia sama sekali tidak nakal dan tidak suka mengganggu." Harry menatap keponakannya dengan pandangan hangat.
"Yah, kita memang tidak bisa menyamakan seorang anak dengan orang tuanya begitu saja, meskipun pengecualian bisa diterapkan padamu dan Hermione…" kalimat Harry terhenti sebentar karena ia mendapatkan sikutan dari ibu Rose.
"Ayah Scorpius, Draco Malfoy, seperti yang kau tahu, dulunya memiliki sejarah yang agak konyol dengan kami, tapi nampaknya hal yang sama tak terulang pada kalian, dan sebaiknya tak perlu." Harry menutup kalimatnya dengan senyuman. Ia mengelus kepala Rose. "Kau sebaiknya naik sekarang, sebentar lagi keretanya berangkat." Rose mengangguk dan mulai melangkah menaiki Hogwarts Ekspress.
"Yah, meski begitu kau tak perlu terlalu dekat dengannya Rosie…" seru Ron.
"Oh Ron! Kau sudah mengatakan hal yang sama empat tahun terakhir!" gerutu Ginny. Rose menggelengkan kepalanya sambil mengangkat sebelah alisnya. Lalu menutup pintu kereta Hogwarts Ekspress yang sudah mulai bergerak.
--
Rose mengibaskan rambut merahnya yang panjang berombak sepunggung. Ia menyusuri lorong-lorong kompartemen Hogwarts Ekspress, mencari kompartemen berisi teman-teman yang dikenalnya atau yang berisi sepupu-sepupunya. Ia berhenti di sebuah kompartemen yang sudah dihuni terlebih dahulu oleh dua orang anak laki-laki yang ia kenal dengan sangat baik. Rose membuka pintu kompartemennya.
"Kau lama sekali." Kata Al sambil mulai merogoh tas selempangnya, mencari-cari cemilan yang dibawakan oleh ibunya. Rose mengedikkan bahunya sedikit, lalu duduk di samping anak laki-laki yang satu lagi, di kursi kompartemen yang letaknya di seberang kursi Al.
"Yah, kau tahu, ayahku kembali mengutarakan hal yang sama dengan yang ia katakan sejak empat tahun terakhir." Ujar Rose lemah sambil menyandarkan kepalanya ke bahu anak laki-laki yang duduk di sebelahnya.
"Begitukah? Sepertinya tahun ini pun kita belum bisa memberitahu mereka…" balas anak berambut pirang platinum yang bahunya disandari Rose. Al menatap malas kepada dua remaja di hadapannya.
"Sampai kapan kalian mau menyembunyikan fakta bahwa kalian berpacaran?"
Scorpius mengangkat kedua tangannya membentuk gestur 'entahlah', sementara Rose menghela napas panjang. "Aku tak tahu apa sih yang terjadi dengan orang tua kita di masa lalu, tapi dari cerita-cerita yang ada di buku sejarah kontemporer dunia sihir Inggris, sepertinya saat masih sekolah mereka agak tidak akur." Scorpius melirik Rose.
"Bisa jadi, ayahku tak pernah bercerita banyak. Ia menganggap masa-masa remajanya cukup kelam dan ia tak suka mengungkit-ungkitnya. So, aku dan ibuku tak berani menanyainya lebih lanjut. Ibuku lebih muda beberapa tahun dari orang tua kalian, jadi ia tak pernah bergaul lebih dekat dengan mereka." Scorpius mengusap dagu runcingnya sedikit sebelum kembali mengarahkan pandangannya pada gadis berambut merah di sampingnya, "tapi biar saja, cepat atau lambat mereka akan kita beritahu, right Rose?"
"Haha, biar sajalah. Ah, kau tahu Scorpius? Kelas Transfigurasi kita mulai tahun ini akan diajar oleh Victoire Lupin!" Scorpius mengangkat sebelah alisnya tertarik.
"Wah? Berarti satu lagi saudara kita yang yang menjadi Guru Hogwarts?"
Al mengerutkan alisnya sambil menggerakkan jarinya seolah menghitung. "Benar juga apa katamu, bisa dibilang kita semua bersaudara disini" Ujarnya sambil tertawa. Dan mereka larut dalam percakapan hingga Hogwarts Ekspress mencapai stasiun Hogsmeade enam jam kemudian.
--
Albus Potter dan Scorpius Malfoy duduk berdampingan dengan santai di meja Slytherin sambil sesekali menatap ke meja para guru. Di podium bersayap yang terletak di tengah panggung, Kingsley Shacklebolt selaku kepala sekolah Hogwarts tengah memberikan pidato menyambut kedatangan kembali para siswa lama dan mengucapkan selamat datang pada para siswa baru. Tak berapa lama kemudian para guru diperkenalkan, dengan Professor Victoire Lupin sebagai guru Transfigurasi baru. Berikutnya Professor Longbottom dari kelas Herbologi membacakan nama-nama murid baru untuk menjalani seleksi asrama dengan Topi Seleksi.
Scorpius menguap bosan selama proses seleksi berlangsung. Sesekali ia bertepuk tangan jika ada anak kelas satu yang masuk Slytherin. Tahun ini cukup banyak bocah yang kebetulan berusia sebelas tahun sehingga daftar anak yang harus diseleksi cukup panjang. Scorpius hampir tertidur saat Al menyenggolnya sedikit.
"Hei, kau lihat laki-laki yang berdiri di samping pintu utama itu?" bisik Al sambil menunjuk ke pintu utama Aula Besar. Scorpius mengarahkan pandangan matanya ke arah yang dituju Al.
Di samping pintu utama Aula Besar yang tertutup rapat, ia melihat si Tua Hagrid, yang berdiri menjulang sambil bersandar di tembok, tengah bercakap-cakap dengan seorang pemuda yang sama sekali asing. Scorpius menyipitkan mata supaya bisa melihat lebih jelas wajah si pemuda misterius.
"Siapa dia?" tanya Scorpius. Al menatap sahabatnya dengan pandangan yang juga menyiratkan kebingungan yang sama.
"Tak tahu, apakah dia guru baru?" Scorpius memandang Al dengan tatapan seolah mengatakan 'kau ini bodoh ya?'
"Tak mungkin, dia tadi tidak diperkenalkan oleh Shacklebolt, lagipula dia nampak terlalu muda untuk jadi guru, kutaksir usianya paling banyak tujuh belas atau delapan belas tahun, kurasa dia siswa pindahan…" Scorpius kembali mengamati si pemuda lebih lekat. Rasa kantuknya kini hilang lenyap seketika, digantikan rasa penasaran yang membuncah.
Pemuda itu mengenakan pakaian yang aneh. Jubahnya pendek menjuntai menutupi sebelah bahu, berwarna merah darah dengan seragam warna senada mirip busana militer beraksen bulu-bulu disana-sini, sepertinya bukan jubah seragam resmi Hogwarts. Pemuda itu berkulit pucat, dagunya runcing, dan rambutnya yang agak berombak berwarna pirang tua dengan sedikit semburat kecokelatan di bagian ujung-ujungnya. Matanya sesekali menyorot tajam lurus ke depan, nampaknya ia menyimak nama-nama yang diteriakkan Professor Longbottom.
"Dia terlihat cukup akrab dengan Hagrid, apakah mungkin dia kenalannya?" Al kembali berspekulasi. Scorpius hanya mengerutkan dahinya. Entah hanya perasaannya saja atau si pemuda misterius itu terasa begitu familiar. Ia juga merasa pernah melihat seragam sekolah yang mirip dengan yang dikenakan si pemuda misterius. Pada salah satu foto album lama ayahnya saat masih sekolah, waktu itu ada program pertukaran pelajar dimana Hogwarts menjamu dua perguruan sihir lain dari luar negeri, jika tidak salah nama sekolah itu Drums… Durum… Durms…
"Malfoy…" terdengar suara Professor Longbottom meneriakkan namanya. Scorpius tersentak seketika dan secara refleks ia berdiri.
"Ya, Professor?" tanyanya bingung. Seisi Aula Besar Hogwarts sunyi seketika. Para murid menatap bergantian kepada Scorpius dan Professor Longbottom. Termasuk Albus yang juga menatap bingung pada Scorpius. Professor Longbottom masih memegang daftar nama siswa baru untuk diseleksi, tapi untuk apa ia memanggil Scorpius yang sudah jelas berada di Slytherin sejak detik pertama Topi Seleksi menyentuh ujung rambutnya?
Professor Longbottom tersenyum ramah sambil mengisyaratkan Scorpius untuk duduk kembali, lalu meneruskan panggilannya; "Malfoy, Leonidas!"
--
Seisi Aula Besar menahan napas saat pemuda berjubah merah yang sejak tadi berdiri di dekat pintu mulai melangkah menuju podium. Saat itu baik Scorpius maupun Al baru sadar bahwa sudah tidak ada lagi anak kelas satu untuk diseleksi. Aula Besar begitu sepi, hanya suara dentam sepatu boots berat yang dikenakan si pemuda misterius yang terdengar bergaung di seluruh ruangan.
Saat berhadapan dengan Professor Longbottom, semua bisa melihat bahwa pemuda itu cukup tinggi untuk seusianya. Ia menunduk sedikit untuk berbicara sebentar dengan sang Guru Herbologi sebelum pada akhirnya duduk di kursi seleksi sementara Professor Longbottom memakaikan Topi Seleksi lusuh di kepalanya.
"Ravenclaw!" seru Topi Seleksi mantap.
Terdengar sedikit suara tepukan dari meja Ravenclaw; yang hampir seratus persen siswanya memasang wajah bingung luar biasa. Baru kali ini mereka menyambut datangnya siswa baru yang bukan kelas satu, terlebih lagi kali ini siswa yang harus mereka sambut adalah seorang Malfoy; jika dilihat dari namanya; dimana sejak ratusan tahun yang lalu setiap Malfoy dari generasi ke generasi selalu masuk ke asrama Slytherin.
Si pemuda misterius yang kini diketahui bernama Leonidas Malfoy berjalan tenang menuju meja Ravenclaw. Sambil berjalan ia menggerakkan tangannya sedikit dan serta merta seragam merah darahnya bertransfigurasi menjadi seragam hitam Hogwarts dengan dasi biru navy bergaris biru muda dan emblem burung gagak biru khas Ravenclaw. Ia mengambil tempat di sisi meja dimana anak-anak kelas tujuh dan kelas enam berkumpul, lalu ia nampak langsung sibuk memperkenalkan diri pada teman-teman asrama barunya.
Al menatap tak percaya ke meja Ravenclaw. Ia melirik ke meja Gryffindor dimana dua sepupunya dan dua saudaranya juga terlihat kebingungan. Rose nampak menarik-narik lengan jubah James sambil menunjuk ke meja Ravenclaw dan berikutnya terlihat berargumentasi seru. Pemandangan serupa juga terlihat di meja Hufflepuff, sementara di meja Slytherin sendiri orang-orang sudah mulai berbisik-bisik satu sama lain sambil melirik bergantian pada Scorpius maupun si anak baru.
Sama halnya dengan yang lain, Al tak pernah mendengar Scorpius memiliki saudara yang lebih tua, apalagi ia tahu bahwa Scorpius dan ayahnya sama-sama anak tunggal, mungkin Malfoy yang ini berasal dari garis keturunan yang berbeda, siapa tahu Lucius Malfoy; kakek Scorpius; memiliki adik atau kakak yang selama ini tidak diketahui. Terlebih lagi si Leonidas Malfoy ini masuk Ravenclaw, tempat anak-anak berotak jenius; bukan tempat bagi para Malfoy yang biasanya terlahir dengan sifat bawaan alami yang licik dan ambisius. Al lantas mengalihkan pandangannya kembali pada Scorpius.
Scorpius sendiri sedang mengalami kesulitan merapatkan rahangnya.
--
Note :
Setting cerita 23 tahun setelah perang Hogwarts. Yang mati takkan dihidupkan lagi.
Teddy dan Victoire sudah menikah. Hanya keluarga Potter dan Weasley yang ada di buku yang akan dibawa di cerita ini.
Leonidas Orpheus milik gw.
Next chapter release: After the 10th review.
Silakan tengok galeri gw untuk beberapa fanart keren Dramione dan Harry Potter, alamat linknya ada di profile ^_^
Yang udah baca sampe sini wajib hukumnya mengklik tombol review.
Apa? Winter Lodge? Waah, cuaca cerah ya hari ini… dududu… lalala…