Hmm, usaha pertamaku dalam menulis fanfic bahasa Indonesia, ternyata cukup menyegarkan juga. Ini kubuat tanpa melihat jalinan peristiwa dan kisaran waktu di serial aslinya, jadi terserah kalian mau melihat ini terjadinya kapan, tapi pastinya sih saat sedang bersalju.

Well then, please enjoy!

Worry and Fear

Musim dingin telah menyapa negara Hi, tanpa peduli bahwa arti nama negara itu adalah api, dinginnya menusuk sampai ke tulang. Di atas tumpukan salju yang memenuhi jalan setapak, hutan yang mengapitnya pun hampir tertutup seluruhnya oleh salju. Di jalan setapak itulah, sedang melangkah 3 orang muda – mudi yang meniupkan udara ke telapak tangan demi mencari kehangatan, masing – masing mengenakan hiasan khusus dengan lempeng besi yang memiliki simbol seperti siput, tapi sebenarnya merupakan perlambangan dari 'daun'. Hiasan tersebut adalah bukti bahwa mereka bertiga adalah shinobi, ninja dari Konohagakure.

"Hinata, yakin kau tidak apa – apa?" tanya salah satu pemuda, dia adalah remaja dengan corak segitiga merah di pipinya, dengan pupil mata hanya berupa garis tipis lancip dan gigi taring yang sedikit lebih panjang dari manusia normal. "Kalau kuperhatikan, sejak tadi kau gemetaran..."

"Tidak apa – apa kok, Kiba – kun..." jawab yang ditanya, rambut birunya yang lembut dan panjang berkibar ketika angin membelai, dibarengi dengan gigil tubuhnya. "Yah, mungkin aku memang sedikit flu, tapi besok juga sembuh kok..."

"Jangan meremehkan penyakit." suara kalem menyahut, berasal dari pemuda dengan kepala yang tertutup oleh tudung jaketnya. Dengan kacamata hitam dan baju yang kerahnya tinggi sampai setingkat mulut, ekspresi wajah remaja laki – laki itu hampir tidak bisa diketahui, andai teman – temannya tidak menyenalnya dengan baik. "Sebagai shinobi, kita harus selalu menjaga kesehatan, agar tetap prima dalam tugas."

"Baik, baik, Shino – sensei," Kiba menjawab dengan nada ironi dalam suaranya. "Terima kasih atas nasihatnya yang begitu bijak..."

"Kiba, apa kau menghinaku?"

"Ah, tidak. Cuma menyindir cara bicaramu yang mirip orang tua itu saja kok..."

"Ooh~, bagaimana kalau 'orang tua' ini memberimu petuahnya yang terbaik, dengan serangga – serangga penghisap cakra ini?"

"Euh, marah deh..." sang cowok bertaring segera mengeluarkan siulan panjang, dan tiba – tiba saja seekor anjing putih raksasa sudah muncul di sampingnya. "Akamaru, ayo lari!!"

"Kau tak akan bisa kabur."

Sebelum melesat, sang pemuda berkacamata hitam melambaikan tangannya dengan isyarat 'Istirahat baik – baik' pada Hinata, yang tersenyum sambil membalas lambaiannya. Dengan langkah bak ninja terlatih, Shino segera melompat untuk mengejar sang anjing dan majikannya yang telah lebih dulu melesat ke gerbang desa Konoha yang besar dan terbuka lebar.

Dengan perginya kedua temannya yang masih suka bertengkar walaupun umur mereka sudah 15 tahun, Hinata akhirnya memiliki kesempatan untuk melihat lebih baik ke keadaan desa yang baru saja dimasukinya.

Dibanding 2 bulan yang lalu, semuanya sudah menjadi jauh lebih baik. Perbaikan berjalan dengan mulus, desa Konoha lambat laun kembali dipenuhi dengan bangunan – bangunan. Bahkan sang gadis bisa melihat para pekerja tidak berhenti melakukan tugas mereka walaupun salju terus jatuh menghujani bumi, benar – benar orang – orang yang berdedikasi tinggi. Tapi kerja keras mereka bukan tanpa hasil, dan buktinya ada di depan mata Hinata sendiri.

Beberapa dari mereka yang kenal Hinata melambai, yang dia balas dengan senyumannya yang khas. Tapi jika seseorang mau melihat lebih dekat, maka dia akan tahu kalau mata sang gadis sama sekali tidak mencerminkan senyum di wajahnya. Hinata tahu, seharusnya dia senang melihat pemandangan ini, tapi entah kenapa dia malah merasa begitu takut. Kenapa? Karena dia masih ingat kejadian yang hampir saja meluluhlantakkan Konoha itu. Tapi lebih dari semua, yang paling dia takuti saat itu adalah bagaimana pria itu hampir saja mati.

Tangan Hinata yang cukup mungil terangkat dan mulai mencengkeram dadanya, di mana terasa sebuah tusukan kecil yang sakit, tapi tidak menyakiti. Dia menghela napas, kenapa selalu seperti ini? Harusnya dia sudah lama melalui ini, harusnya dia sudah lama membuang perasaan takut ini!

Tapi... bagaimana caranya...? Dia terlalu takut akan kehilangan dia...

"Kak Hinataa!!"

Teriakan nyaring itu menarik sang gadis kembali ke dunia nyata. Dari arah yang berlawanan, dia bisa melihat 5 orang anak kecil sedang berlari ke arahnya, melambaikan tangan mereka dengan ceria. Hinata yang memang sangat suka anak kecil, menyambut mereka dengan senyuman termanisnya.

"Kak Hinata baru pulang dari misi ya?"

"Ya, namanya juga ninja..."

"Eh? Kok Kakak pucat?" salah satu dari anak – anak yang mengelilingi Hinata mengulurkannya ke dahi sang shinobi, tapi segera menariknya kembali sambil mengernyit seakan baru menyentuh api. "Wau, panas! Kakak demam ya!?"

"Eh? Benarkah?" dia mengangkat tangannya untuk mengecek sendiri. Ya, memang agak panas. "Hm, mungkin Kakak memang demam. Soalnya hari ini selama misi, 2 jam Kakak harus berada di udara terbuka terus..."

"Wah, gawat itu..." celetuk anak berbaju hijau. "Eh, tapi kalau Kak Hinata yang cuma 2 jam saja bisa sampai kena demam, bagaimana Naruto ya?"

"Kenapa dengan Naruto?" tanya Hinata penasaran.

"Begini, kira – kira jam 6 pagi tadi, aku pergi ke hutan untuk mencari buah beri. Tahu – tahu, ada ledakan buesar buanget dari arah sungai!" sang bocah merentangkan tangannya lebar – lebar untuk menekankan maksudnya. "Takut sih, tapi aku tetap pergi untuk mengecek. Syukurnya, itu bukan musuh, tapi Naruto. Kayaknya sih dia sedang latihan..."

"Siangnya, aku dan teman – teman ke hutan untuk main. Saat itu cuma kepingin tahu sih, jadi kami pergi lagi ke tempat itu. Eh, ternyata dia masih di sana, dan kayaknya latihannya malah jadi makin berat saja!"

"Kalau sudah jam segini, artinya dia sudah 12 jam lebih dong latihannya?"

"Iya ya—"

"Hei, kalian! Cuap – cuap terus, Kak Hinata sedang sakit tahu! Biarkan dia pulang untuk istirahat dong!"

"Ah! Iya, benar!" sang anak yang asyik bercerita tersentak, kemudian memandang Hinata dengan bola mata yang penuh penyesalan. "Maaf ya, Kak... Kakak tidak marah, kan?"

"Tidak apa – apa..." Hinata mengelus kepala anak itu, bagaimana mungkin dia marah pada anak selucu ini? "Malah Kakak berterima kasih kalian memberi tahu soal itu..."

"Ya sudah, Kakak pulang dan istirahat saja ya? Nanti sakitnya makin parah lagi!"

"Kami pulang dulu ya, Kak!"

"Hati – hati di jalan ya..."

Hinata melambaikan tangannya, dengan senyum yang masih tersungging di bibirnya. Tapi ketika anak – anak itu sudah menghilang dari pandangan, senyum itu segera menghilang. Bukannya berlari ke rumah, dia malah kembali menuju gerbang Konoha, matanya bersinar dengan kekhawatiran, suaranya berbisik pelan tanpa sadar.

"Naruto – kun..."

•••

Si rambut pirang itu sebenarnya sudah begitu kelelahan, keringatnya mengucur di sepanjang alur badannya, dan tak ada bagian ototnya yang tidak gemetar karena kelewat lelah. Tapi dia tidak berhenti, bahkan makin serius dalam melakukan push up, sit up, pull up, dan segala macam latihan lainnya. Dan jika sudah merasa terlalu lelah melatih otot, dia tidak beristirahat, tapi melatih taijutsunya.

Sudah cukup baginya, dia tak mau kehilangan lagi.

Sudah cukup baginya, dia tak mau melihat itu sekali lagi.

Dan apa yang terjadi masih terpatri begitu jelas, begitu nyata dalam ingatannya.

"Karena... aku mencintaimu..."

Tepat setelah mengatakan itu, sang gadis menerima serangan dan roboh. Mata sang bocah melebar ngeri, tak bisa mengeluarkan suara apapun ketika dia melihat tubuh yang sudah tak bergerak, mulutnya mengeluarkan darah merah dan dari matanya, Naruto tahu kalau dia sudah kehilangan kesadaran.

"Hentikan!!"

Mata sang lawan bersinar kejam, dan saat itu juga dia tahu apa yang akan terjadi. Hatinya berteriak, batinnya menjerit, memerintahkan tubuhnya agar bergerak. Tapi keberadaan paku – paku hitam yang menusuknya di berbagai tempat, telah menjepitnya tanpa tedeng aling – aling ke tanah. Dia hanya bisa melihat dan tertegun ketika si jubah hitam bergambarkan awan merah mengeluarkan paku hitam dari tangannya... dan melakukan tusukan.

Itu... terjadi karena dia masih kurang kuat. Itu terjadi karena dia masih lemah.

Dan dia tak mau lagi, dia tak akan tahan. Dia tak bisa melihat siapapun terluka di hadapannya, apalagi gadis itu.

Untuk itulah, dia harus bertambah kuat! Dan tak ada cara selain terus berlatih, memaksa dirinya sampai batas terakhir!

"Naruto – kun..."

Suara yang memanggil namanya itu begitu lembut, tapi memiliki sebuah kekuatan khusus yang langsung membuatnya berhenti bergerak. Pelan namun jelas, lembut nian tapi tegas bukan buatan, menyuruhnya berhenti, memerintahkannya untuk stop memaksa dirinya sendiri.

"Hentikan ini, Naruto – kun..."

"H-Hinata...?"

Oke, cukup segitu untuk chapter pertama! Aku ini PAYAH dalam menulis cerita panjang, dan pasti nantinya ngelantur! Kira – kira mau kan read and review? Mungkin chapter kedua akan kutambahkan kalau sudah ada review, ya! Dan biar kukatakan ini dari awal, berikan review kayak apa aja! Mau hinaan, ejekan, pujian (aje gile, gua ngarep banget!), atau kritik! Tenang, aku nerima kritik macam apa aja, sekasar apapun! Jadi plis, tolong gua supaya makin bagus dalam nulis ya!

Now it hits the end, see ya! Look forward to the next chapter!