A/N: Ini adalah fanfic pertama saya, jadi harap maklum jika terdengar aneh. Jangan lupa review. Kalo ngak review ngak bakal saya lanjutin.
Disclaimer : Selama Masashi Kishimoto masih idup. Naruto ndak bakal jadi punya saya.
Rating : T
Pairing : SasuNaru
Warning: Cerita yang sangat aneh dan terlalu memaksakan karakter. Dan tentu saja dipenuhi YAOI.
STRADIVUS
CHAPTER 1
Summary: Hanya kegelapan malam yang ada dihadapannya. Tidak ada yang berubah. Hanya keheningan dan rasa dingin yang menusuk tulang. Entah kapan dia akan bisa melihat matahari. Matahari yang sudah tidak pernah dia lihat lagi disepanjang sisa hidupnya.
Monte Sant Angelo, Italia. 2009.
Pesawat Japan Airlines baru saja mendarat di landasan udara di kota kecil itu. Meski begitu cukup banyak penumpang yang turun dari pesawat. Salah satunya adalah seorang pemuda berambut hitam dan bermata onyx. Dipunggungnya terdapat ransel hitam yang cukup besar. Yang sudah pasti berisi barang-barangnya yang berharga.
Di luar bandara sudah ada yang menunggunya. Seorang pria berumur tiga puluhan memakai masker yang menutupi separuh wajah dan matanya.
"Selamat datang di kota Sant Angelo tuan Sasuke, nama saya Hatake Kakashi," sapanya seraya sedikit membungkuk.
Sasuke hanya mengangguk.
Kakashi membukakan pintu mobil untuknya. Ternyata dia sudah menyiapkan mobil. Meski tidak mewah Sasuke tidak protes. Dia masuk kedalam tanpa banyak bicara. Mobil pun dipacu dengan cepat sementara Sasuke kembali tenggelam dalam pikirannya sendiri.
Ini adalah liburan musim panasnya. Dia seorang siswa SMU kelas tiga di Jepang. Tapi dia juga merangkap sebagai wakil direktur di perusahaan kakaknya, Sharingan Corporation. Jarang- jarang dia bisa liburan. Selama ini dia selalu disibukkan dengan dua tugas sekaligus. Sampai rasanya dia tidak punya waktu untuk tidur. Tapi kali ini entah kenapa kakaknya menyuruhnya untuk berlibur. Dan Sasuke tentu saja dengan senang hati menerimanya.
Mobil tiba-tiba berhenti. Ternyata mereka sudah sampai. Saat Sasuke membuka pintu mobil, bau asin air laut langsung menghampiri hidungnya. Deburan ombak terdengar jelas dari belakang bangunan itu.
Di depan Sasuke tampak sebuah kastil tua yang cukup besar. Mungkin sangat tua. Tapi sisa-sisa keindahannya masih terlihat, bahkan sepertinya masih kokoh.
Kakashi memimpin di depan. Tampaknya tempat ini baru saja dibersihkan. Terlihat dari rumput- rumput liar yang baru saja dipangkas.
"Apa tidak ada yang tinggal di tempat ini sebelumnya?" tanya Sasuke datar.
Kakashi menggeleng. "Tidak ada yang berani. Tuan Namikaze Jiraiya sekalipun. Dia pernah menginap semalam di kastil ini dan keesokan harinya dia bilang tidak mau masuk kesana lagi untuk seumur hidupnya."
Ya, tentu saja. Sasuke sudah mendengar cerita tentang tempat ini. Kastil ini dulunya milik seorang bangsawan muda bernama Namikaze Naruto. Dan itu lima ratus tahun lalu. Kabarnya dia menghilang tanpa jejak di kastilnya. Yang ditemukan waktu itu cuma ceceran darah di ruang keluarga yang luas tanpa tanda-tanda berupa mayat atau apapun. Semua orang percaya jika Sang bangsawan telah terbunuh dengan cara misterius. Dan sejak itu mulai terdengar, samar-samar suara biola yang dimainkan dari arah kastil itu. Membuat orang-orang yang melintas ingin cepat- cepat menyingkir dari sana. Tapi Sasuke bukanlah seorang pengecut. Dia bukan orang yang akan lari ketakutan hanya dengan mendengar cerita hantu murahan seperti itu. Bukan sifatnya untuk percaya apa yang belum dia lihat dengan mata kepalanya sendiri. Dan kalaupun itu benar. Dia tidak takut. Kehidupannya yang keras sudah mengajarkannya untuk tidak takut pada apapun.
Kakashi membuka pintu kastil yang besar. Dia lalu menyerahkan kuncinya pada Sasuke.
"Apa Anda yakin mau tinggal disini?" tanya Kakashi. "Jika Anda berubah pikiran, ada hotel mewah tidak terlalu jauh dari sini."
Sasuke menggeleng. "Tempat ini sudah menjadi milikku," jawabnya datar. Ya, tempat ini memang sudah menjadi miliknya. Beberapa waktu yang lalu dia sudah membelinya. Saat itu tanpa sengaja dia membaca iklan penjualannya di internet. Satu halaman penuh sejarah bangunan itu lengkap dengan fotonya. Entah kenapa begitu melihatnya Sasuke tertarik untuk membelinya. Bukan karena kastil itu dijual dengan harga murah. Tapi karena entah kenapa dia merasa tertarik membeli kastil itu. Seperti mengingatkannya pada sesuatu.
"Jika itu keinginan Anda. Saya sudah menghubungi pelayan yang akan mengurus kastil ini. Ada lima orang yang bersedia bekerja di sini. Tapi semuanya hanya bersedia bekerja sampai matahari terbenam. Jadi Anda akan sendirian di malam hari," jelas Kakashi.
"Tidak masalah," jawab Sasuke singkat. Dia malah senang dibiarkan sendirian.
"Satu lagi. Listrik baru saja dipasang. Tapi hanya sebatas kamar tidur, dapur, ruang makan, ruang keluarga, dan kamar mandi. Jika Anda ingin dipasang di seluruh ruangan Anda harus menunggu," kata Kakashi.
"Tidak perlu, cukup itu saja."
Kakashi mengangguk kecil. Dia berhenti di depan pintu ganda yang terbuat dari mahogani. Dia mengeluarkan kunci lain dari saku bajunya dan memutar kunci itu di lubangnya.
"Ini kamar Anda," kata Kakashi. Pemuda berambut hitam itu masuk seraya mengedarkan pandangannya ke dalam kamar.
"Saya harus menghubungi pelayan yang akan berkerja. Anda bisa menunggu sambil melihat-lihat isi kamar ini."
"Hn."
Dan pria berambut perak itupun meninggalkan Sasuke.
Sasuke berdiri di tengah kamar tidur itu. Sangat mewah, pikir Sasuke. Sebuah ranjang king size ada di salah satu sisi kamar lengkap dengan sebuah meja kecil di sampingnya. Sebuah lemari berukuran besar yang dipenuhi ukiran rumit tapi tentu saja sangat indah. Beberapa rak buku dengan buku-buku tua yang sepertinya tidak pernah disentuh sejak lima ratus tahun terakhir. Beberapa lukisan mewah menghiasi dinding, ada juga beberapa ornamen seperti permadani dan hiasan dinding dari perak. Lantainya dibuat dari marmer coklat muda, hampir krem. Dindingnya dibuat dari batu granit yang di asah hingga halus. Sungguh luar biasa. Sasuke meletakkan ranselnya di atas tempat tidur. Merebahkan dirinya sejenak. Ia cukup lelah hari ini.
---
------
Malam tiba. Sasuke pun sudah tidur di ranjang barunya. Siang tadi dia sempat tertidur. Lalu dibangunkan oleh Kakashi yang datang bersama pelayan yang dia janjikan. Dan pakaiannya datang beberapa jam berikutnya. Semua dikerjakan dengan cepat. Baik bersih-bersih maupun membuat makan malam. Dan ketika matahari terbenam semuanya telah pulang, meninggalkan Sasuke makan malam sendirian di ruang makan yang besar. Selesai makan malam dia mencuci mukanya dan pergi ke kamar. Tidak ada salahnya istirahat lebih awal kan? Tapi begitu merebahkan tubuhnya, matanya tidak mau terpejam. Padahal dia sudah merasa lelah. Dengan enggan dia menghampiri rak buku yang ada di seberang ruangan. Menarik acak salah satu buku. Debunya cukup tebal, tapi untungnya dia tidak perlu mencoba setiap buku yang ada disana. Sebab yang dia ambil adalah buku berbahasa inggris dan bukannya berbahasa Italia.
Sambil tiduran dia membaca buku itu. Isinya cukup menarik. Sejarah di bangunnya kastil yang dia tempati sekarang. Tapi hanya sebatas pembuatannya. Tidak lebih. Hingga akhirnya pemuda bermata onyx inipun tertidur dengan buku yang masih dia pegang, terkulai lemah disisi tubuhnya.
Tengah malam menjelang. Seseorang menyeberangi kamar tidur Sasuke yang luas. Langkah kakinya tidak terdengar. Benar-benar tidak terdengar. Seakan dia berjalan di atas udara. Pemuda itu mengenakan baju model abad 17 berwarna biru sederhana. Rambutnya berwarna pirang pendek, dan matanya berwarna sama dengan warna bajunya. Biru, biru langit yang sekarang sudah berubah warna menjadi biru laut yang kelam.
Dia berhenti tepat disamping pemuda berambut hitam yang sedang tertidur itu. Mengamati wajahnya yang tertidur lelap. Tidak ada emosi apapun disana. Tampak tenang, tidak terusik dengan keberadaan pemuda berambut pirang itu di kamarnya. Beberapa menit pemuda itu mengamati Sasuke. Hingga akhirnya dia menarik pelan buku yang di pegang pemuda itu dan meletakkannya di meja di samping tempat tidurnya. Lalu menarik selimut yang terlipat rapi di kaki Sasuke, menyelimutinya sampai sebatas dada.
Pemuda itu lalu berbalik. Meninggalkan ruangan itu dan...tidak menoleh lagi.
---
---
Keesokan harinya Sasuke terbangun karena dingin yang menusuk tulang. Benar-benar dingin, memang ini sama saja dengan musim dingin di Jepang. Tapi Sasuke tidak mengira jika di musim panas pun akan sedingin ini. Tapi tiba-tiba dia tersadar. Dia menunduk memandang selimut coklat yang menutupi tubuhnya. Ingatannya kembali ke malam sebelumnya. Seingatnya dia tertidur dengan buku yang masih dia pegang dan dia belum memakai selimut waktu itu. Dan kenapa sekarang dia sudah memakainya? Sasuke menoleh ke samping, buku yang dia baca ada di atas meja. Ini membuatnya mengernyit. Siapa yang menaruhnya disana? Jelas bukan dia. Sasuke belum pikun.
Dia mendengus, teringat cerita hantu Kakashi. Ini konyol. Mana ada hantu yang akan menyelimuti dan menaruhkan bukunya? Konyol.
Sasuke beranjak dari atas tempat tidur. Menuju kamar mandi untuk mencuci muka atau mandi saja sekalian.
Pukul sembilan pelayan Sasuke datang. Mereka melakukan pekerjaan masing-masing, sementara Sasuke berkeliling di dalam kastil. Dia sudah mendapatkan seluruh kunci ruangan kastil ini dari Kakashi. Tidak lupa dia membawa senter dan beberapa batang lilin. Kakashi sudah memberitahunya jika tidak semua bagian kastil akan bisa dilihat di siang hari.
Sasuke memeriksa semua ruangan satu persatu. Mulai dari ruangan yang dia kenali sebagai ruang kerja, gudang senjata, ruang baca, dan perpustakaan.
Hingga akhirnya dia sampai di depan sebuah ruangan di lantai dua. Tapi sayangnya pintu itu tidak mau terbuka. Sudah semua kunci dia coba, tapi tidak satupun yang cocok. Sasuke sudah bertanya pada Kakashi. Dan diluar dugaan yang ditanya pun tidak tahu. Yang di ketahuinya cuma kamar itu milik sang bangsawan yang hilang.
"Apa Namikaze Jiraiya tahu tentang kunci itu?" tanya Sasuke.
"Saya kurang tahu. Anda bisa bertanya sendiri padanya," dan Kakashi menyodorkan ponsel pada Sasuke. Lengkap dengan nomor sang mantan pemilik di layarnya.
"Halo. Dengan Namikaze disini," sapa seseorang di seberang sana.
"Halo. Ini Sasuke Uchiha. Saya hanya ingin bertanya pada Anda. Apa Anda tahu dimana kunci kamar Namikaze Naruto?" tanya Sasuke to the point.
"Eh, Uchiha? Af, maaf. Saya tidak tahu. Seingat saya. Sejak dulu kamar itu memang sudah terkunci. Sejak peristiwa lima ratus tahun lalu itu. Kamarnya memang sudah tidak pernah dibuka," jelas pria itu di seberang sana.
"Kalau begitu terima kasih. Maaf telah menyita waktu Anda," kata Sasuke formal.
". Senang bisa berbicara dengan Anda."
KLIK!
Hubungan telepon di putus Sasuke.
"Bagaimana?" tanya Kakashi.
"Dia tidak tahu," jawab Sasuke seraya menyerahkan ponsel itu kembali.
"Perlu saya dobrak atau congkel pintu ini?" tawar Kakashi.
"Tidak," jawab Sasuke keras. Dia sendiri terkejut mendengar nada suaranya sendiri. "Maaf, tidak perlu," lanjut Sasuke berlalu meninggalkan Kakashi yang masih menatap penasaran pintu di depannya.
---
---
Malam kembali datang. Dingin yang menyeruak datang lebih awal. Memaksa Sasuke memakai selimutnya sebelum tidur. Tidak ada buku yang tertinggal kali ini. Tapi tetap saja pemuda berambut pirang itu datang lagi. Tapi hanya sebatas memandangi Sasuke. Tidak ada yang dia lakukan selain berdiri bagai patung dan menatap Sasuke lekat-lekat.
Sayang sekali, Sasuke menyadari keberadaan pemuda itu kali ini. Tapi Sasuke tidak bisa melihatnya dalam kegelapan, lagipula matanya terasa berat. Rasanya mengantuk sekali. Perlahan dia bergerak. Menggosok matanya pelan dan ketika dia sudah terbiasa dengan kegelapan di depannya. Orang itu sudah tidak ada. Yang tersisa hanya kegelapan yang sunyi. "Siapa...?"
TBC
A/N: Apa bisa diterima akal sehat? Kayanya sih bisa. Tapi kayanya otak saya aja yang udah sinting. Nah, sebelum ada yang protes, saya ingin menjelaskan judul fic saya. Judulnya itu plesetan dari nama biola Stradivarius. Kronologisnya panjang sekali, tapi bakal saya singkat. Waktu itu saya bingung mau kasih judul apa. Nah, saya nanya ke teman saya nama biola terkenal atau apalah. Spontan dia jawab stradivus, katanya sih dia pernah baca. Jadilah saya memakai nama itu. Trus iseng saya ngecek-ngecek, ternyata nama yang bener itu Stradivarius. Saya tanya lagi dia, yah dengan entengnya dia bilang "he..he gitu, ya?" Ternyata orang itu lagi kongslet, pikunnya kambuh. Nah, berhubung saya tipe orang yang kalo udah kecantol ama satu nama ngak bisa pindah kelain nama. Jadi saya tetap pakai nama itu. Tapi saya mengucapkan terima kasih yang sebesar besarnya pada temen saya yang pikun itu. Dia mau aja dengerin cerita aneh saya.