Wahhh... wahhh... wa *dibekep*

Uhk...

Haloo semua XD kembali lagi dengan saya author abal, hehehe... di samping kesibukan ujian yang menentukan nilai IP semester ganjil saya akan mempublish satu fic yang sudah saya persiapkan jauh-jauh hari hehe... *bahkan sebelum tahun baru*

Bales Ripyu dolo XD~

Eltrish: Wah Ish datang XD XD XD XD... iya nih hamba gak kasi tau karena Ish lagi sibuk ujian hehe... ya udah lah kita sama2 berharap ujian kita berhasil dengan baik, walalupun gak bisa bagus-bagus amat yang penting udah usaha hehhe...

Argi Kartika 'KoNan': MJ Ah iya saya juga ngerasa kok judul chap 6 rada mirip sesuatu eh taunya mirip lagunya Michael Jacson hehe... Ia saya lagi mau bikin Fic yang pas bersambungnya ada sesuatu kalimat yang aneh *halah* hehehe

Tamaru ariki: Wah masih ada Typo yah... TT^TT ya sudah lah namanya juga ngetik hehe... Wah iya yah saya gak nyeritain, jadinya rada janggal aja tiba-tiba mereka bisa selamat begitu aja hehe... Wah iya nih Sasu bikin suasananya rusak XD *lah kan kamu authornya* di chapter ini semuanya berlanjut Battle NaruHina... yang berakhir dengan suatu kejutan XD *sok misterius*

Freesia Chizu: Gapapa yang penting dah mau baca XD... Hah! Iya ya saya lupa dengan Itachi... tapi mungkin dia bakalan muncul hehe

Kasumi Yumaeda: Makasih dah mau baca XD... sekaranng dah apdet XD

Rikudo Sakura: Okeyy apdet dah XD

UchiHAruno Sasusaku: Ah gak asik ah udah ketauan tuh si penjaga bulannya hehe... Hum... kasian sih Sasuke yang ibunya dibuat meninggal, yah tapi itu semua bagian dari cerita XD, SasuSaku emang so sweat XD!

nuri-nuri: Wah kok cuma secuil XD, dah apdet XD

Fusae Deguchi: ada alasanya hehe dan alasan itu masihhh sangattt jauh untuk dikuak hehe

Re-L'Fujiki-chan: Wah makasih dah mau baca n kritik hehe. Emang typo selalu hadir dalam setiap publisan saya ini huhu... Yap dah apdet XD

Nona Biru Tua: Makasih dah ripyu, dah apdet neh XD

Uchiha Ry-chan: Ry-chan! makasih dah mau ripyu XD... dah apdet nih hehe

''Black Rose'' Cyne_chan: wah aku dipanggil senpai *mentap atahari terbenam sambil berurai air mata* *lebay* hehehe... lam kenal juga XD, udah apdet nih hehe...

Sessio Momo: Wah makasih dah mau ripyu XD, wah saya malah pingin bisa bikin cerita remaja kayak Momo, berasa remaja banget sih cerita Momo hehe, kalo saya terkesan kelam dan kaku hehe... Iya nih Sasu ada2 ajah XD vampir kok tingkahnya kayak anak2 *dikepruk Sasu* hehe

Maumau kakashi: Wah makasih dah mau ripyu hehe... dah apdet XD

Haruchi Nigiyama: iya lagi2 SasuSakunya dikit... saya rada bingung bagi porsi mereka berdua soalnya lagi pergolakan dalam puri nih hehe... Iya Sasunya yang cool itu bersikap kayak anak2 hahahaha *tertawa nista* *dichidori* hehe... apdet neh XD

Bales ripyunya udah XD~

Makasih bagi yang sudah ripyu hehe... saya senang karena setelah melihat ripyu anda sekalian saya jadi lebih semangat hehe, semoga besok saya bisa mengerjakan soal dengan baik *Semangat*!

Ya sudah lah kalau gitu baca ajah yah hehe...

Kalau mau ngeflame, flame ajah kekurangan fic saya, tapi jangan flame karakternya okeh? Deal? Kalau bisa sih kritik saya biar saya bisa memperbaikinya di chapter yang akan datang.

.This Is My Turn To Unleash My Imagination.

~^^ SAYA BUTUH KRITIK YANG MEMBANGUN ^^~

^^ Peace ^^

Warning! OCC (Banget!), AU

Naruto Belongs to Masashi kishimoto-sensei~~

Love to Life Belongs To Me~~ *narsis- ditampar*


Hinata berlari terus menyusuri lorong, matanya sudah tidak berurat. Pandangannya lurus ke depan terus berlari dalam sengalan napas yang mengeluarkan uap. Malam tambah dingin, hujan masih belum berhenti, dapat terlihat begitu deras dari jendela di samping lorong. Halilintar menyambar terasa begitu dekat, membuat bayangan Hinata memanjang untuk sepersekian detik yang cepat. Mengaburkan pandangannya karena cahaya yang menyilaukan.

Pistol di kedua tangannya masih tergenggam dengan erat dengan isi peluru penuh. Terayun kedepan dan kebelakang seiring ayunan tangan kanan dan kirinya. Lantai batu yang diselimuti karpet merah keras menggemakan suara derap kakinya. Obor-obor menyala temaram, membuat bulir keringat Hinata berpendar kekuningan bagaikan permata. Baju pelayannya yang kini sudah kumal, terayun-ayun di tubuhnya.

Lalu suara derap langkah aneh terdengar dari luar jendela. Hinata memalingkan wajahnya ke arah jendela. Menatap orang itu, rambut blonde sipkenya lepek, basah terkena air hujan, wajahnya yang masih menyeringai menatap Hinata dengan tatapan licik.

Naruto berlari di sepanjang dinding puri. Dan ini lantai lima.

Sosok Naruto terlihat sesekali di jendela, dan begitu terus di jendela selanjutnya, hanya beberapa saat sosoknya terhalang dinding. Hinata menyiapkan pistolnya yang telah mengacung menghadap jendela, dirinya masih berlari, dan saat tiba di jendela selanjutnya dia menembakkan dua tembakkan sekaligus. Membuat kaca jendela pecah sampai kacanya tercecer masuk sebagian di lorong dan sebagian jatuh ke tanah. Naruto berhasil menghindar, dan pada jendela selanjutnya.

PRANG

Suara hantaman kaki dan kaca jendela terdengar memekakan telinga dan serpihan kaca beterbangan di udara bercampur dengan air hujan. Hinata menyilangkan kedua tangannya menghindari serpihan kaca yang beterbangan menghujam ganas ke tubuh Hinata yang hanya terkena sedikit serpihan.

"Akh!" Hinata mengaduh perlahan, tangannya terkena serpihan kaca, sedikit tergores dan meninggalkan bekas luka yang tidak dalam.

"H-Y-U-U-G-A!" Naruto menyeringai saat dia masih melayang di udara bersama serpihan kaca. Menerjang Hinata yang berhasil menghindari serangan Naruto. Kuku tajam Naruto menghujam lantai batu hingga menancap. Ditariknya dengan beringas tangan yang menghujam lantai. Kuku tangannya begitu keras. Mata merah dengan pupil vertikal menatap Hinata yang terjerembab di lantai batu beralaskan karpet merah. Pistol kirinya terlepas agak jauh, menyisakan pistol kanan yang masih tergenggam di tangan kanannya.

"Ugh! Si-sial!" Hinata berkata sambil bersingsut ke belakang. Tatapan matanya masih saja menyiratkan kemarahan pada suku penjaga bulan.

Naruto mengibas-ngibaskan tubuhnya, mencoba mengeringkan tubuhnya yang basah terkena siraman hujan persis seperti serigala yang kebasahan. Rambut blonde spikenya yang tadi basah dan lepek kini berdiri lagi. Seringainya kembali menghiasi wajahnya.

"Khukhukhu… jangan kira dengan luka kecil akibat tembakkanmu tadi dapat membuat aku, suku penjaga bulan terakhir ini menyerah mengejarmu!" Katanya sambil menyeringai mengerikan sambil menunjuk tangan kanannya yang sudah berhenti mengalirkan darah, kemudian dia menghampiri Hinata yang terpojok di dinding batu. "Kukira penerus terakhir klan Hyuuga tangguh, cih ternyata hanya segini saja?!"

"Diam kau! Suku penjaga bulan sama sekali tidak pantas mengatakan hal itu! Sama sekali tidak pantas!" Hinata kini masih saja menatap Naruto yang masih menyeringai.

"Hooo… kau suruh aku diam eh? Kau pikir aku akan diam? Aku sama sekali tidak sudi diperintah oleh orang lain, apalagi klan Hyuuga," Naruto makin mendekati Hinata. Banyangannya memanjang terkena sinar obor yang menyala temaram.

BYAR!

Petir menyambar garang, blitznya membuat mata silau. Namun sama sekali tidak membuat mereka berdua terkejut. Malah cahayanya membuat ekspresi mereka terlihat jelas untuk beberapa saat.

"Aku tak akan mati sebelum berhasil menebas kepalamu… sebelum berhasil menghabisi suku penjaga bulan terakhir… aku TIDAK AKAN MATI!" Hinata berteriak di hadapan Naruto, di sekitar matanya di hiasi urat-urat yang menebal dengan ganjil. Lalu tatatpan menantang itu diarahkan ke Naruto.

"Kau takkan mati? Haha…haha…HAHAHA!" Naruto tertawa tergelak, membuat suaranya menggema di lorong kosong yang hanya berisi obor dan karpet merah yang panjang. Tangan kiri Hinata mencengkeram tepi karpet merah di bawah kakinya. Berusaha menahan amarah yang dapat membuat konsentrasinya membuyar.

"Ya! Dapat kupastikan hal itu akan terjadi," Hinata kini menarik karpet merah yang dicengkeram tangan kirinya, sangat kuat hingga Naruto terlempar kebelakang. Terjungkal dengan kepala menumbuk lantai batu terlebih dahulu.

"AGH! Kepalaku!" Jeritnya saat itu juga, sambil memegang kepalanya. Lalu dengan cepat dia menghindar ke kiri sebelum peluru yang baru saja di tembakkan Hinata bersarang di tubuhnya. Tangan kanannya yang terluka membuatnya sulit bergerak.

Hinata segera melompat ke pistolnya yang terlempar, mengambilnya dengan tangan kiri, lalu tanpa buang-buang waktu dia menembakkan dua peluru sekaligus. Naruto berhasil menghindarainya lagi. Kecepatannya luar biasa, gerakkannya seperti bayangan yang tak terlihat, namun Hinata dapat melihatnya sedikit.

"Jagan coba lari kau! Terima ini!" Hinata melakukan tembakkan beruntun sebanyak empat kali. Tiga meleset satu kena di kaki kiri Naruto. Alhasil Naruto terjerembab ke lantai namun langsung melompat tanpa sempat mengerang kesakitan, lalu menempel di dinding dengan cakarnya yang panjang, menghindari dua tembakkan Hinata yang baru. Lalu melompat lagi ke dekat jendela yang hancur, berayun di sana lalu melompat lagi menempel di dinding setelah terdengar dua letusan senjata api itu.

"Khukhukhu! Coba tembak aku kalau bisaaa!!!" Naruto menyeringai dengan seringai penuh gigi taring yang mengerikan. Mata merah berpupil vertikal itu menatap Hinata dengan liar, menari-nari dalam rongga matanya. Mencari celah untuk menyerang, dan akhirnya kesempatan itu datang ketika dirinya melompat ke tembok belakang Hinata, lalu tanpa buang waktu Naruto langsung menghujam kebawah, dapat dihindari, namun sebelum menumbuk lantai, Naruto menggerakkan cakarnya ke tangan Hinata yang berhasil merobek baju lengan kiri Hinata yang langsung mengalirkan darah dari tiga goresan dalam kuku Naruto.

"Agh! Si-sial!" Hinata mengaduh perlahan, tangan kanannya yang masih berpistol memegang lukanya yang masih mengalirkan darah. Pakaian pelayan bagian kirinya terkena cipratan darah, membuat baju hitamnya terlihat lebih hitam oleh percikan darah yang mulai mengering.

"Khukhukhu… lumayan juga untuk seorang perempuan… tapi pada akhirnya akulah yang akan memenangkan pertarungan ini," kata Naruto sekarang menyeringai penuh kemenangan. Menatap Hinata yang kini masih saja betahan untuk berdiri walaupun dirinya sama sekali tidak kuat untuk sekedar berdiri, kakinya sudah bergetar karena terkena serangan terakhirnya.

"Bagaimanapun aku sama sekali tidak akan mundur," Hinata bicara penuh keyakinan dalam setiap kata-katanya.

"Hahaha… kau tak akan mundur hm?" Naruto masih menyeringai menatap Hinata.

"Ya, sebelum suku penjaga bulan musnah, kalian tidak pantas hidup, pengganggu… pembantai," Hinata masih saja menatap dengan kebencian dengan mata lavendernya.

Seringai di wajah Naruto menghilang, mata merah berpupil vertikalnya menatap Hinata bukan dengan tatapan licik, namun tatapan marah. Dia menggeram, gigi taringnya bergemeletuk keras, menahan amarah yang dirasanya akan meledak seketika. Tangannya digenggam dengan keras sampai kukunya membuat telapak tanggan Naruto berdarah.

"Kau bilang kami tidak pantas hidup eh? Penggangu eh? Pembantai eh?" tanya Naruto yang kini mulai mengeluarkan aura yang mengerikan, seluruh tubuhnya mengeluarkan cahaya kemerahan seperti api yang siap menjilat-jilat semua barang yang ada di hadapannya.

"Ya… kalian pembantai…" Hinata bicara sambil merentangkan tangan kanannya yang berpistol ke depan menghadap Naruto. Cahaya obor mengecil dan membesar seketika saat angin bertiup ke dalam lorong yang masuk dari jendela yang hancur bersamaan dengan titik-titik air hujan disertai beberapa daun gugur yang masuk perlahan di lantai batu beralaskan karpet merah yang bernatakan.

"Kami? Pembantai katamu? Khukhuku… hahahaha HAHAHAHAHAHA!!!" Naruto tertawa nyaring diselingi dengan suara halilintar yang meredamkan tawanya beberapa saat. Naruto terus tertawa dengan tubuhnya yang condong kebelakang, kedua tangannya di rentangkan ke kanan dan kiri, mengalirkan darah dari kedua telapak tangannya saat kukunya menancap di telapak tangannya. Tubuhnya makin terselimuti cahaya kemerahan, kemudian cahaya itu sedikit memudar, namun bersinar dengan konstan.

Hinata menatap Naruto dengan sedikit rasa bingung, dia menatap Naruto dengan perasaan aneh, "Ah tidak hanya perasaan ku saja, dia pasti sudah sangat gila sampai bertingkah seperti itu," batin Hinata.

"HAHA…HA…ha…ha…" suara tawa Naruto perlahan-lahan memudar digantikan dengan tatapan licik nan murka. Aura kemerahan itu masih saja ada di sekitar tubuhnya.

"Kau pikir klanmu bersih?" Tanya Naruto. Kini tatapan amarahnya tidak dapat disembunyikan dengan senyum liciknya.

"Apa maksudmu?!" Bentak Hinata yang masih menghunuskan pistol itu ke depan Naruto.

"Apa maksudku? Bodoh! Tidak kusangka klan Hyuuga satu ini benar-benar payah soal kalimat khukhukhu…" Naruto kini dapat mengendalikan amarahnya dan merubahnya menjadi seringai. "Aku bilang apa klanmu bersih? Kau pikir Klanmu itu sangat suci begitu? Bah! Kau salah besar! Klan mu lebih beringas dari penampilannya!"

"Jangan hina klan ku! Kau tidak berhak berkata seperti itu di depanku!" Hinata makin berang dengan Naruto yang kelihatan sengaja membuat Hinata naik pitam.

"Aku tidak berhak?" Tanya Naruto yang menyunggingkan senyuman yang condong ke arah kiri dan menaikkan sebelah alisnya. "Aku bahkan berhak menghina kalian semua lebih dari yang kau bayangkan!"

"Kalian benar-benar suku yang tidak punya sopan-santun! Benar-benar bar-bar!" Tangan Hinata yang memegang pistol sampai bergetar saking marahnya.

"Oh… kami bar-bar? Ya mungkin kalian hanya menilai dari tampang kami hem? Apakah dengan berpakaian dengan kulit binatang membuat kami terlihat bar-bar sehingga kalian Klan Hyuuga mempunyai hak memusnahkan kami?" Tanya Naruto sedikit meninggikan nada bicaranya.

"Aku lah yang harus berkata seperti itu! Jangan memutar balikkan fakta! Kalian memang pembantai!" Hinata mulai terpancing emosinya gara-gara Naruto bicara semakin membuat Hinata geram.

"PEMBANTAI! PEMBANTAI!" Naruto kini mulai meledak, berteriak dengan pupil vertikal bergerak-gerak murka. "KALIANLAH PEMBANTAI!" Bentak Naruto yang kini sudah tidak mempunyai sifat licik, yang terlihat hanyalah kemarahan membara. Napasnya memburu dengan hebat, garis-garis tipis di wajahnya kini menabal dengan aksen liar. Aura merah di sekeliling tubuhnya semakin membesar. Membuat dinding batu agak kemerahan terkena pantulan cahaya aura Naruto.

"Lancang! Berani sekali kau mengatakan hal itu!" Hinata kini tidak bisa menahan gejolak nafsu marahnya. Sudah sampai di ujung mulutnya sekarang.

"Ya! Terserah kau mau mengangap kami lancang atau apapun! Yang kami tahu, KLAN mu yang TERHORMAT itu telah MEMBANTAI SUKU KAMI!" Naruto kembali berteriak murka, menahan gejolak hawa membunuh yang sudah ingin dia lampiaskan ke Hinata.

Hinata terdiam mendengar kata-kata Naruto, "Klanku membantai?" Batinnya tak mengerti. Namun semua itu ditepisnya jauh-jauh dan kembali konsentrasi dengan lawan di depannya.

"Kau mau memutar balikkan fakta? Tak akan bisa mempengaruhi ku, semua perkataanmu tidak logis dan tidak pantas untuk dipercaya satu patah katapun!"

"Hoo jadi kau beranggapan kalau suku ku membantai eh? Kami tidak pernah menyerang jika tidak diserang duluan! Kami punya tata cara perang yang teratur! Dan kalian… kalian Klan Hyuuga menyerang di tengah malam, menyerang anak-anak dan perempuan! Eh kau tidak tau eh? Hahaha… sudah kuduga, klan mu benar-benar… benar-benar…" Naruo ingin sekali berteriak murka, namun dia tidak ingin terpancing lebih jauh lagi, dia sudah cukup membuat aura kemarahannya keluar dan membiaskan cahaya merah kemana-mana.

"Tutup mulut! Kau benar-benar melantur! Jelas-jelas kalian menyerang kami di tengah malam! Aku masih ingat kalian membantai klan ku! Teman-teman ku! Juga… ORANG TUAKU!" Hinata mendelik kasar dengan urat yang muncul sesaat di sekitar matanya yang kemudian sirna perlahan-lahan.

"Kau masih ingat eh? Aku jadi ingin tahu bagaimana klanmu bisa hancur eh?" Kata Naruto yang kini mulai tersenyum sinis, rambut blondenya kini berdiri tegak sekali, menandakan dia semakin tegang.

"Kau ingin tahu bagaimana sukumu membantai? Kukira kau tak kan mampu mendengar suku TERCINTA mu itu datang mengobrak-abrik desa kami?"

"Hoo… aku ingin tahu, tentu saja pasti akan sangat menyenangkan khukhukhu…"

"Kalau itu permintaan terakhirmu, kurasa aku bisa mengabulkannya," Hinata berdiri mematung dengan pistol kanannya mengacung ke Naruto yang tersenyum sinis memperlihatkan sedikit gigi taring yang mengerikan. Hanya suara angin yang terdengar saat itu, membuat rambut kedua insan ini bergoyang perlahan-lahan dengan cahaya kemerahan masih keluar dari tubuh Naruto.

Hinata memejamkan matanya sesaat dan menghela napas dalam.

Flasback

Hinata Year 6

Desa klan Hyuuga, desa pelindung ras Vampir. Malam ini begitu pekat dengan latar belakang hutan yang mulai memutih terkena jatuhan salju yang turun perlahan-lahan. Menambah timbunan tumpukan putih dingin itu yang seperti kapas. Malam tak berbintang, hanya awan gelap yang menaungi langit malam ini. Bulan baru–New Moon- menyebabkan bulan tidak tampak untuk hari ini, menyebabkan sedikit kekelaman malam yang sangat ganjil. Hingga sosok-sosok mengerikan datang dari hutan yang gelap, suara langkah mereka begitu terdengar sampai ke sudut-sudut rumah penduduk, membuat mereka membuka pintu melihat apa yang membuat suara ribut ini.

"AAAAAAAAAAAAAAAAAAAA!!!" Suara jeritan di tengah malam yang sunyi, membuat jeritan-jeritan berantai yang memilukan. Tubuh seseorang ambruk di tanah bersalju, membuat salju putih itu memerah dengan cepat.

Semakin lama semakin sadis, jeritan-jeritan melolong pilu di udara malam yang dingin. Klan Hyuuga berlarian menuju tempat aman yang sama sekali tidak mereka temukan, jeritan-jeritan terus membahana dari setiap pelosok desa klan Hyuuga. Mencoba berlari dari pembantai yang datang di tengah malam gelap.

"SUKU PENJAGA BULAN MENYERANG! SUKU PENJAGA BULAN MENYERANG!" Teriakan yang berasal dari satu tempat tinggi yang berlonceng besar, kemudian orang yang berteriak tadi membunyikan lonceng keras-keras, walaupun dia tahu kalau pemberitahuan itu sudah terlambat.

Salju turun perlahan tanpa perasaan, menimbun manusia-manusia yang bergelimpangan di sana. Orang-orang berlarian menjauh, sebagian menuju hutan, tempat paling baik untuk bersembunyi beberapa hari. Namun naas pasukan Suku penjaga bulan begitu banyak. Namum ada tiga orang yang masih berlari, mereka semakin mendekati hutan, berlari menerjang tumpukan salju yang tebal, mereka memakai mantel bulu berwarna putih, dua orang dewasa dan seorang anak kecil. Berlarian dengan takut.

"Hinata… kau tidak apa-apa? Sini ayah gendong," kata lelaki dewasa yang bermata lavender dengan sedikit kerut di wajah.

"Ti-dak pa-pa ayah… aku masih sanggup," Hinata berlari, mengatakan dia tidak apa-apa walaupun dari suara napasnya dia capai sekali. Mata lavendernya hampir menutup sebagian karena kecapaian, napasnya terdengar berat untuk anak kecil sepeti dia.

"Sudah sini ayah gendong," ayah Hinata menggendong Hinata di depan dadanya, menggendong anak perempuannya yang kelelahan.

"Hisashi? Bagaimana ini? Aku sudah tidak kuat," kata seorang wanita yang juga bermata lavender, mantel bulunya sudah terlalu basah karena salju kini turun makin lebat. Tubuhnya menggigil dengan raut wajah cemas, bibirnya membiru dan begemeletuk tiap detik.

"Kuatkan dirimu sayang, kita harus tetap bersama, kita akan keluar dari desa ini, bersama-sama."

Mereka terus menerjang salju yang kini berubah menjadi badai salju, tubuh mereka menggigil kedinginan, wajah mereka membiru dengan ekspresi capai.

"A-ayah… dingin…" Hinata semakin memeluk erat ayahnya yang terus berlari kencang. Tubuhnya yang kecil bergoyang-goyang di dada ayahnya, tudung mantelnya telah terjulur lemas di punggungnya, meninggalkan rambut indigo pendek memutih ditimbun salju.

"Tenang Hinata, sebentar lagi kita akan sampai di hutan, tenangkan pikiranmu dan jangan berpikir ini akhir dari segalanya," Hisasi bicara sambil mendekap anaknya semakin kencang. Hingga akhirnya ada suara terjerembab di sampingnya. Saat ditolehkan kepalanya, betapa kagetnya dirinya melihat istrinya yang terkasih jatuh ke timbunan salju yang kemudian memerah.

Sosok besar berpakaian dari kulit binatang dengan cakar besi di tangannya yang berlumur darah berdiri di sisi ibu Hinata.

Lalu kejadian selanjutnya begitu cepat, Hisashi jatuh terjerembab di timbunan salju tebal, menindih Hinata dalam timbunan salju hingga tidak terlihat orang tadi. Hinata terbentur batu kerikil lumayan besar di bagian belakang kepalanya yang membuatnya pingsan. Salju menjadi kemerahan dengan cepat.

Suara lolongan serigala dari tebing terdengar memilukan menyaksikan sebuah desa luluh lantah dari ketinggian tebing yang tidak terlihat.

Hinata POV

"Dimana ini? Terasa sangat dingin dan gelap… dimana aku?" Aku terus membatin dengan perasaan yang aneh.

"Kepalaku sakit, apa itu yang mengganjal di bagian belakang kepalaku?" Kugerakkan tanganku sambil mengusap bagain kepalaku yang dingin serasa mau membeku. Kurasakan sakit yang sangat perih di belakang kepalaku, namun aku mencoba memaksa indra perabaku untuk merasakan sekitar.

Kurasakan ada yang menindih tubuhku, membuatku sulit bernapas sampai membuatku sesak. Ku dorong tanganku ke atas, mendorong sosok yang menindihku, tercium bau amis yang asing, mataku terbuka, yang kulihat pertama kali adalah mantel bulu putih yang bebercak merah yang berbau amis. Kudorong tanganku makin kuat, lalu sosok kaku yang ada di atas tubuhku tersingkir ke kiri. Mataku berkunang-kunang, kurasa tubuhku sudah mati rasa. Tubuhku kaku, bibirku pucat, lidahku kelu. Aku masih belum bisa menatap dengan benar. Berbias dan bergoyang-goyang, semua pencitraan indra penglihatanku belum stabil. Lalu saat kutolehkan kepalaku ke sosok yang menindihku.

Pandanganku semakin fokus. Lalu...

Hening.

Aku terbelalak kaget, mata lavenderku yang kaku seperti tertarik keluar. Apa ini hanya mimpi? Atau ini kenyataan?

Aku tak tahu, yang kutahu aku segera menghampiri kedua sosok yang sangat aku sayangi, yang kini terjerembab dalam tumpukan salju berwarna merah dengan wajah terbenam dalam salju.

Mulutku bergetar, kurasakan bibirku terasa tertarik karena terlalu beku. Lidahku kelu namun tetap kucoba memanggil kedua sosok itu.

"I-ibu? A-ayah?" Tanyaku perlahan, bibirku terasa pecah karena terlalu dingin. Aku bergerak sambil merayap ke kedua sosok yang semakin tertimbun salju. Tanganku bergetar mencoba memegang punggung meraka berdua yang sudah kaku. Tidak ada kehangatan, yang terasa hanya dingin.

"I-ibu… a-ayah… IBU! AYAH! BANGUN!" Aku menjerit dalam badai salju, suaraku tertelan kencangnya angin, air mataku beku, meininggalkan berkas bunga kristal es di wajahku yang kaku.

"S-suku penjaga b-bulan… Suku penjaga bulan… SUKU PENJAGA BULAAANNN!!!" Lolongku dengan murka. Menyisakan kesedihan ku yang tertelan dendam.

End Of Hinata POV

End Of Flashback

Hinata membuka matanya, terlihat sebutir air yang siap menetes kapan saja di sudut mata lavendernya yang sayu namun berubah menjadi tatapan marah ketika melihat Naruto.

"Wahh… kau pandai sekali mengarang cerita yah khukhukhu…" Naruto yang baru saja mendengar cerita Hinata terkekeh perlahan. Hinata semakin marah melihat Naruto.

"Kau pikir aku mengarang?!" Kata Hinata yang kini menatap garang Naruto, air matanya tak kuasa dibendung, mengalir deras di sisi pipinya yang berdarah.

"Tentu saja… karena suku ku tak pernah menyerang siapa pun khukhukhu… kau benar-benar pintar sekali mengarang eh?" Naruto kini terkekeh kecil, kemudian menatap Hinata dengan tatapan aneh, antara tersenyum dan menyeringai.

"Terserah kau mau berdalih seperti apapun, karena aku akan mengahabisimu di sini," Hinata kini bersiap menarik pelatuk pistolnya. Dan…

DUAR…

Darah segar mengalir, jatuh di lantai berkarpet merah. Mengalir merembes dari baju maid Hinata yang kini menatap kaget Naruto yang sudah menyudutkannya di dinding batu dengan bagian baju di daerah bawah leher dan di atas dada Hinata robek dan mengalirkan darah dari cakaran Naruto. Naruto memegang tangan kanan Hinata membuat pistol Hinata jatuh ke lantai. Sedangkan tangan kirinya memegang tangan kiri Hinata. Naruto memandang Hinata dengan tatapan kemenangan, aura kemerahan Naruto membuat kulit Hinata panas. Hinta meringis pelan, merasakan sakit di daerah cakaran Naruto yang terakhir.

"Khukhukhu… ternyata pada akhirnya aku yang memenagkan pertarungan ini khukhukhu…" Naruto menyeringai dengan riang membuat Hinata muak dan ingin mendendanganya dengan kaki nya yang bebas, namun dia sudah tidak punya kekuatan lagi.

"Arghh! Lepaskan!" Hinata mencoba melepaskan kedua tangannya yang di pegang Naruto dengan erat sampai membuat tangannya sakit.

"Kau pikir aku akan melepaskan tanganmu eh? Jangan mimpi… khukhkhu… baiklah… sekarang nona cantik, jadilah anak baik dan bersiaplah mati khukhukhu…" Naruto melepaskan genggaman tangan kirinya di tangan kiri Hinata namun segera memegang tangan kiri Hinata bersamaan dengan tangan kanan Hinata dengan tangan kanan Naruto.

"Le-lepaskan!" Hinata berteriak meronta-ronta membuat Naruto senang dan segera mengangkat tangan kirinya yang penuh kuku tajam.

"Nona manis… bersiaplah… untuk MATI!" Naruto mulai menghujamkan tangannya ke dada Hinata. Hinata memejamkan matanya tidak kuasa melihat tubuhnya akan ditembus cakar itu.

Naruto menyeringai penuh kemenangan, tangan kirinya semakin dekat dengan dada Hinata. Lalu cahaya hijau itu menyilaukan mata Naruto.

Naruto berhenti melihat sesuatu yang menggantung di leher Hinata. Sebuah kilauan cahaya hijau menyilaukan matanya.


"Terima kasih…"

Gadis kecil itu berterima kasih padaku.

Berterima kasih pada makhluk hina sepertiku.


Lama sekali, kesakiatan itu tidak kunjung datang.

"Kenapa tidak terasa sakit?" Batin Hinata. Lalu perlahan-lahan dibuka matanya. Dilihatnya Naruto berhenti tepat beberapa senti dari dadanya. Hinata menatap Naruto yang bersikap aneh, tatapannya yang liar berubah menjadi sedikit sedih dan kaget. Namun, Naruto sadar dari kelalaiannya lalu mencoba sekali lagi menghujamkan cakarnya namun...


"Terima Kasih…"


Sekali lagi tikaman Naruto berhenti tepat beberapa senti dari leher Hinata. Suasana hening yang ganjil, hujan perlahan mengecil dengan suara kodok yang sedikit demi sedikit menghilang. Petir tidak lagi menyambar yang ada hanya hembusan angin yang aneh dari luar jendela.

Naruto mengalihkan pandangannya ke gadis di depannya, menatapnya dengan pandangan aneh dan ada sedikit pertanyaan tersirat di tatapannya. Hinata menatap balik Naruto yang termenung menatapnya dengan aneh.


"Terima kasih..."


"Sama-sama…" Kata Naruto tanpa sadar, seperti hilang konsentrasi yang kini memandang gadis indigo itu dengan sedih. Hinata bingung dengan perubahan emosi Naruto yang tiba-tiba menjadi aneh. Tatapan matanya berubah menjadi sedih dengan perlahan warna merah itu digantikan dengan warna biru elektrik yang cerah.

Aura merah Naruto semakin menghilang, pegangan tangannya di kedua tangan Hinata mengendor. Hinata yang merasakan kesempatan lalu dengan cepat dia melepaskan pegangan tangan Naruto. Lalu dengan cepat dia meraih pistol yang tergeletak di lantai lalu menembakkannya ke Naruto.

DUAR.

Naruto kaget dan kembali ke alam sadarnya setelah kehilangan konsentrasi beberapa saat, dia memandang Hinata sambil memegang dadanya yang terasa sakit, lalu tanpa aba-aba Hinata menendang perut Naruto hingga Naruto terlempar ke luar jendela yang sudah hancur.

Naruto melayang di udara, menatap jendela hancur yang kemudian gadis berambut indigo itu menatap keluar melihat Naruto jatuh.

.

Dia berterima kasih padaku

.

Seorang gadis manis

.

Berbalut perban di matanya

.

---TBC---


Waaaaaiii beres juga hehe... say berharap besok bisa berhasil di ujian hehe *lah malah curhat*

Ya sudah lah Hehehe...

Semoga tidak ada Mistype dan tidak terkesan buru-buru XD

Okelah...

Sudikah meripyu Fic Hamba...

Okeh...

Ripyuannya ditunggu XD~~

---Clik!---