Haiii minna. Akhirnya saya bisa post fic yang baru lagi! Dan saya harap kalian semua suka fic ini. o.O
Kebetulan fic ini sebenarnya idenya sudah kita tau semua—oke, CINDERELLA. Ada yang nggak tau Cinderella? Haha. Pasti pada tau semua. Hmm, kali ini saya hadirkan Cinderella yang versi Eyeshield 21. Bukan versi Doraemon, Conan, atau Disney. Tokoh-tokohnya asli saya comot dari Eyeshield 21, yang tentu saja ciptaan Riichiro Inagaki dan Yusuke Murata.
Mengingat ini semua comot-comotan, saya sangat berharap kalian suka fic saya ini. Dan ngomong-ngomong suka, thanks buat yang udah suka fic saya yang sebelum-sebelumnya! Tanpa kalian, fic ini nggak bakal ada *cailaaaa. Lebay!*
Oke, nggak usah basa-basi lagi. Gaje tuh yang saya ketik di atas. o.O
Sekarang.. biarkan dirimu larut dalam cerita yang sudah kita kenal semenjak kita bisa membaca atau bahkan sejak lahir.. CINDERELLA! (Eyeshield 21 version)
Eing.. eing.. *layar dibuka*
***
(Hell) Cinderella Story
Narator : alkisah di suatu tempat.. Hiduplah seorang perempuan yang cantik jelita. Dia bernama Mamori. Cewek satu ini lain daripada yang lain. Hal itu dikarenakan dia sangat mencintai kue sus, dan karena kue sus itulah dia lupa akan segala-galanya. Bahkan sampai lupa membeli obat untuk ibunya yang sakit-sakitan. Ketika lewat toko kue sus Kariya, duit buat beli obat malah dipakai untuk beli kue sus. Astaga. Sungguh berdosanya kau, Mamori.. *digaplak Mamori terus diceramahin* Ups, disuruh ngerubah ini sama Mamori. Ehem, ehem. Alkisah di suatu tempat.. Hiduplah seorang perempuan yang cantik jelita. Dia terpaksa tinggal bersama bibinya dan sepupu-sepupunya yang keji yang selalu menyiksanya..
"Mamori!!!" teriak Bibi Mamori—yang ke depannya akan dipanggil Bibi saja. "Cepet siniiii!!!" jeritnya gila-gilaan. Mamori yang tengah membersihkan ruang tamu pun bergegas menemui Bibinya yang nggak sadar umur sudah tua, nggak kuat pake teriak-teriak lagi. Benar saja. Ketika Mamori tiba, Bibinya tengah minum aer sampai lima gelas.
"Huh!" Dibantingnya gelas itu agak kasar. Bibi menatap Mamori tajam. "Heh! Kamu sudah bersihin kamar Bibi belum!?" bentaknya. Mamori pun mengkeret di bentak begitu.
"Eng.. Ano.. Belum, Bi.. Aku masih bersihin ruang tamu.." jawab Mamori takut. Dia tau, jawabannya tidak akan diterima—benar ataupun salah. Pokoknya semua ini kesalahan Mamori.
"Bibi nggak mau tau! Kamu harus bersihin kamar Bibi SEKARANG karena Bibi mau pakai itu kamar entar! Kalo nanti Bibi kembali masih juga nggak bersih, awas saja!" ancamnya. Lalu Bibi itu meraih mantel bulunya yang tebal dan berjalan keluar. Nggak lupa pintunya juga dibanting. Keras banget bantingannya, sampai kaca-kacanya bergetar.
"Aduh.. Gini lagi deh.." Mamori menepuk dahinya pelan. Hhh, dia sudah capek dengan kehidupannya yang sekarang. Selalu diperbudak Bibinya. Belum lagi sepupu-sepupunya..
"MAMORI!!!!"
Nah loh. Belum apa-apa juga udah manggil.
Mamori—dengan sangat enggan—melangkahkan kakinya ke ruangan tempat sepupu-sepupunya menunggu. Di sana mereka duduk dengan gaya sangat sok dan penuh kuasa. Terlihat jelas sekali Mamori dianggap sampah di sana.
"Beliin aku snack. Buruan! Nyam nyam." perintah Kirita—Kurita versi cewek—sambil makan. Mulutnya terus mengunyah tiada henti. Perutnya sendiri jangan ditanya. Besarrrr banget. Kalo beli baju, nggak bisa di toko. Tapi harus manggil tukang jahitnya buat ngukur badannya Kirita yang asli kayak lapangan sepak bola *lebay*.
"Ngg.. Snack apa ya?" tanya Mamori. Di sebelahnya, Igin—Agon versi cewek—memelototinya dengan pandangan tak suka.
"Buruan beli!!! Dasar cerewet! Sampah!" bentaknya. Mamori buru-buru menunduk, menghindari kontak mata dengan Igin. Habis, Igin serem banget sih! Tapi gitu-gitu dia itu cakep loh *ceritanya*. Berbakat macem-macem lagi. Pokoknya udah kayak anak emasnya dewa deh!
"Iya! Iya!" Mamori tidak punya pilihan lain selain berlari ke Toserba terdekat dan membeli snack sebanyak yang dia bisa. Sesampainya di rumah, Igin malah ngomel-ngomel. Lagi.
"Sampah! Aku tidak suka yang rasa ini! Kayak sampah! Kenapa juga kau beli!?" omelnya. Buseeet, omongannya Igin harus disensor nih kayaknya. Pakai kata "sampah" semua.
"Anoo.. Aku tidak tau Igin-san, maaf.." Mamori membungkukkan badannya berkali-kali. Tapi bukan Igin namanya kalau sampai memaafkan Mamori. Dengan sadisnya dia melempar snack yang rasanya kayak sampah itu *katanya Igin, tapi buat Kirita sih enak-enak saja* ke wajah Mamori. Mamori merasa sedih sekali. Dia bahkan ingin menangis. Tapi ditahannya karena kalo sampai dia nangis di depan sepupunya apalagi Bibinya, bisa tambah habis dia dikerjai. Jadi yah mending ditahan dulu.
Seakan ingin menambah kesialan Mamori, Bibinya pulang. Dia sangat marah karena ternyata kamarnya belum bersih sama sekali. Mamori pun dihukum tidak makan seminggu.
Malamnya, Mamori menangis sesenggukan di kamarnya. Kamar yang sebenarnya sangat tidak layak, karena banyak sarang laba-labanya, sempit, dan berada di bawah tangga—tunggu, ini sih Harry Potter—maksud author, berada di bawah atap alias di loteng. Selain itu di sana sangat apek. Namun dibandingkan berada di ruangan yang sama dengan Bibi dan sepupu-sepupunya itu, kamar ini sudah sangat mewah. Tenang dan hanya ada Mamori seorang.
"Hik.. hik.. kenapa nasibku begini buruk? Memangnya aku ada salah apa?" tangis Mamori. Bantalnya sampai bisa diperas saking banyaknya dia nangis dari tadi.
"Ooh.. andai saja aku bisa pergi dari rumah ini.." ucap Mamori. "Tapi itu tidak akan terjadi, karena aku tidak kenal siapa-siapa lagi selain mereka.." tambahnya sedih.
Mamori kembali membenamkan wajahnya di bantal. Menangis.
***
Cuit.. cuit.. *backsound music suasana di pagi hari*
"Buruan masaknya.. laper tau!!!" jerit Kirita sambil memukul-mukul sumpitnya ke mangkok. Mamori yang tengah masak tamago-don berusaha mempercepat gerakannya. Dia kan tidak mau kena Kirita hummer atau semacamnya. Yah, banyak hal yang MUNGKIN bisa dilakukan Kirita bila dia sudah sangat lapar.
"Sebentar.. sebentar, udah mau jadi kok.." SRENG! Mamori meraup seluruh nasi di wajan ke mangkok super besar milik Kirita. "Ini.."
"Makanan!!!" Kirita pun makan dengan buas. Mamori kembali melanjutkan masaknya untuk yang lainnya yang syukurlah, belum pada bangun. Kalau sampai sudah pada bangun, mereka pasti ikut ngomel karena belum kebagian jatah sarapan.
Tepat saat Mamori selesai memasak, kedua anggota keluarga yang lainnya masuk ke ruang makan. Igin memelototi hidangan yang disediakan Mamori.
"Pagi-pagi makan beginian? Gak mau! Sampah! Cepet bikinin aku roti tawar + keju + bacon + telur + daun seledri *atau bisa disebut juga.. SANDWICH* Buruan ya! GAK PAKE LAMA!" bentak Igin. Buset, pagi-pagi dia udah teriak. Pantes tampangnya udah tua, keseringan ngomel sih..
Tinggg.. tonggg...
"Mamori!! Cepet buka pintunya!!" perintah Bibinya. Padahal Mamori lagi nyiapin bahan-bahan buat bikin Sandwich pesanan Igin. Terpaksa dia berlari ke pintu dengan diiringi sumpah serapah Igin, membukanya dengan wajah sedikit kesal, dan mendapati cowok yang baru saja mengebel pintu rumah Bibinya mengenakan baju staf kerajaan. Mamori langsung panas dingin. Ada apa sampai staf kerajaan datang ke sini?
"Eng.. maaf, ada apa ya?" tanya Mamori sopan. Staf kerajaan itu yang setelah diselidiki Devil Bats ternyata bernama Kobayakawa Sena, menunduk sopan dan sedikit.. kikuk. Kenapa kikuk? Yah, karena seperti itulah Sena.
"Maaf.. Apa benar ini rumahnya.." Sena membolak-balik buku alamatnya, "..rumahnya keluarga Anezaki?"
"Oh. Ya, benar." Mamori mengangguk.
"Maaf, apa saya bisa masuk sebentar..?" tanya Sena rada canggung. "Ohh. Bukan bermaksud kurang ajar, tapii.."
"Ah, iya, iya. Silahkan. Ke arah sini." Mamori mengajak Sena masuk dan mengantarnya ke ruang makan, dimana seluruh keluarganya yang tersisa tengah berkumpul. Bibinya sangat kaget ketika melihat Sena.
"Oooh! Ada keperluan apa, ya?" Bibi segera bangkit dan menepuk-nepuk gaunnya, berusaha merapikannya. Sena tersenyum canggung ke Igin yang menatapnya penuh selidik dan Kirita yang tengah menghabiskan mangkuk keenamnya.
"Ituu.. saya mau.." Sena ngubak-abik tasnya dulu, mencari sesuatu. "AHA! Yah, maksud saya, saya mau.. ngumumin sesuatu." ucapnya takut-takut. Dapat dimengerti, siapa pun bisa takut kalau melihat Bibi. Sudah tua, tapi dandannya heboh banget kayak anak muda *penting yah ngomongin ini? ckck*.
"Apakah dari Raja?" potong Igin penasaran.
"Bukan. Ini dari Pangeran.."
"APAAAA???? *crooottt*" Igin sampai nyipratin es jeruk yang tengah diminumnya. "Cepet baca, sam—ups, maksudku.. Sena."
Mamori yang berdiri di dekat pintu, ikut penasaran. Pangeran? Pangeran yang itu? Yang tidak pernah menampakkan diri di muka umum—gosipnya sih Pangeran itu pemalu—ngirimin surat ke kita? Untuk apa? pikir Mamori penasaran.
"Ehem, ehem." Sena batuk-batuk dulu. Siap-siap baca titahnya Pangeran. "Jadi ini titahnya:
Wahai seluruh rakyatku, terutama gadis-gadis yang cantik jelita *cailaaa*.
Hari Minggu nanti, aku akan mengadakan pesta dansa di Istana, dan akan dihadiri oleh seluruh gadis yang ada di kerajaan ini. Bersiaplah. Dandan secantik-cantiknya, karena pada hari itu aku akan mencari pasangan hidupku, yang akan menemaniku sampai tua kelak. Acara mungkin akan berlangsung hingga pagi. Yah, siapkanlah diri kalian masing-masing.
Pangeran
…sehingga kalian diminta dengan sangat hormat, untuk datang ke pesta dansa Pangeran hari Minggu nanti." kata Sena, mengakhiri perkataannya. Igin melongo. Tak mempercayai pendengarannya. Kirita sih tetep sebodo amat. Makan terus dia dari tadi.
"Jadi…?" Sena membuka suara, memecahkan keheningan.
"KITA AKAN DATANG!!!" Bibi berteriak penuh semangat. "Tunggu saja! Tolong sampaikan kepada Pangeran, eng.. Nak Sena?"
"Baik, saya akan menyampaikan kehadiran anda kepada Pangeran," Sena membungkukkan badannya, hormat. "Sekarang saya pamit dulu..?"
"Mamori, antar Sena ke depan—ah, tidak. Biar saya yang mengantar anda." Bibi menawarkan diri—tumben banget. Sena tersenyum tidak enak hati, "Ah. Tidak perlu, saya tau jalannya. Permisi."
Sena pun pergi.
Keluarga Mamori yang keji dan jahat itu pun segera berdiskusi. Misalnya diskusi bakal pakai gaun bagaimana untuk menarik perhatian Pangeran. Riasnya gimana. Pokoknya hal-hal semacam itu.
Mamori sendiri tetap mematung di dekat pintu. Tak percaya.
Pesta dansa, hari Minggu nanti. Pangeran! Dia harus PERGI. Harus. Hanya saja.. apakah Bibinya yang jahat mengizinkannya???
Hell. Di saat kebahagiaan ada di depan mata, kegelapan selalu menarikmu kembali ke dalamnya.
To be continued..
***
Yeah! Selesai juga chap pertama. Memang rada-rada gaje sih. Semoga kalian pada suka! (:
Rnr plis?