Judul : Pribumi

Summary : Apakah Sakura, sang gadis Belanda mampu mempesona Raden Sasuke, pribumi yang anti-Belanda?!

Warnings : OOC, OC, AU.

Disclaimer : Masashi Kishimoto

Chapter 1

Tumenggung Fugaku Uchiha sedang memeriksa laporan keuangan saat putra sulungnya, Raden Itachi Uchiha menghadap ayahandanya.

"Romo, saya datang menghadap," ucapnya penuh wibawa.

"Duduklah."

Itachi duduk di hadapan ayahnya. "Ada apa Romo memanggil saya?" tanya Raden Itachi tanpa basa-basi.

Tumenggung Fugaku menghentikan segala aktivitasnya dan memandang mata hitam putranya itu. "Romo rasa kamu sudah pantas mencari istri." Raden Itachi hanya terdiam mendengar pernyataan ayahandanya itu. Sebelum datang menghadap, Raden Itachi memang sudah memprediksikannya. "Bagaimana? Apa kamu sudah punya calon?" lanjut Tumenggung Fugaku.

"Hn. Kalau masalah itu, saya tidak ingin terburu-buru. Mencari istri bukan hal yang sepele bagi saya."

"Romo mengerti."

"Terima kasih, Romo."

"Hn." Mendengar jawaban ayahandanya, Raden Itachi beranjak dari kursi. Bersiap untuk pamit. "Sebentar, Itachi." Raden Itachi kembali merebahkan badannya di kursi empuk itu. "Bagaimana perkembangan adikmu?"

"Sasuke belajar dengan baik. Dia mengerjakan dengan baik tugas-tugas dari Adipati Minato. Dia juga berteman baik dengan Raden Naruto, putra Adipati Minato."

"Begitu?" Tumenggung Fugaku tampak tersenyum. "Kalau begitu, teruslah awasi dan bimbing dia, Itachi."

"Baik, Romo."

"Dan Itachi, akhir minggu ini akan ada pesta di kediaman Tuan Gaara van den Berg. Datanglah bersama adikmu ke pesta itu menggantikan aku."

"Kenapa Romo tidak berangkat?"

"Itu hanya pesta penyambutan kedatangan kakaknya saja. Bukan pesta untuk tujuan politik. Aku tidak perlu datang. Lagi pula, kau tau kan Itachi? Aku tidak menyukai mereka. Aku tidak suka orang-orang Belanda itu."

"Saya mengerti, Romo."

"Hn."

"Kalau begitu saya pamit, Romo. Saya masih harus mengerjakan tugas dari Adipati Minato."

* * *

Raden Itachi kembali ke kamarnya untuk mengerjakan laporan keuangan Kadipaten Konoha. Tugasnya sebagai asisten pribadi Sang Adipati sangat menyita waktunya. Karena alasan itu jugalah sampai sekarang Raden Itachi belum menikah. Berkali-kali Tumenggung Fugaku mengajak anak sulungnya itu berdiskusi tentang hari depannya, tentang rumah tangganya dan keturunannya kelak. Dan berkali-kali pula Raden Itachi mengulur-ulur waktu dengan alasan yang sama: tidak ingin terburu-buru mencari istri. Raden Itachi yakin cepat atau lambat, ayahandanya akan menjodohkannya dengan gadis keluarga terpandang pilihan Sang Tumenggung kalau Raden Itachi tidak cepat mendapatkan calon istri.

"Kangmas!" suara Raden Sasuke memanggilnya dari luar kamar.

"Hn. Masuk saja, Sasuke!"

Pintu kamar Raden Itachi terbuka. Raden Sasuke, adik semata wayang Raden Itachi masuk dengan membawa setumpuk buku.

"Kangmas, terima kasih bukunya!" Raden Sasuke mengembalikan buku itu pada kakaknya.

"Kenapa akhir-akhir ini kau jadi sering membaca buku ringan seperti itu?" tanya Raden Itachi tanpa mengalihkan pandangannya dari pekerjaan di depannya.

"Hanya ingin baca saja," jawab Raden Sasuke singkat.

"Buku membosankan itu juga?" Raden Itachi menunjuk tumpukan buku yang berisi cerita-cerita dongeng.

"Hn." Raden Sasuke membalikan badan. "Aku pamit, Kangmas!"

"Tunggu Sasuke!" Raden Itachi berdiri dan memandang adiknya.

"Hn?" Raden Sasuke menghentikan langkahnya dan memandang kakaknya.

"Akhir minggu ini kita harus pergi ke kediaman Tuan Gaara van den Berg. Ada pesta penyambutan kedatangan kakaknya dari Belanda."

"Aku tidak mau."

"Ini perintah dari Romo, Sasuke!" kata Raden Itachi penuh penekanan.

"Aku tidak mau! Aku sudah bilang aku benci pada mereka!"

"Romo juga bilang begitu." Raden Itachi ingat kata-kata ayahannya tadi.

"Romo?" Sasuke tertawa sinis. "Romo bilang begitu hanya di belakang mereka. Di depan mereka, Romo selalu bersikap baik pada mereka."

"Itu politik, Sasuke!"

"Itu munafik, Kangmas!"

"Kau harus tahu Sasuke. Kita harus bisa menempatkan diri kita di masa-masa sekarang ini. Belanda sudah mulai menguasai kita. Kalau kita tidak bisa menempatkan diri kita, kita tidak akan bisa bertahan."

"Kangmas sama saja seperti Romo. Sama seperti yang lain," Raden Sasuke keluar dari kamar kakaknya dengan tangan mengepal menahan emosi.

* * *

Raden Sasuke membereskan berkas-berkas di hadapannya. Sebagai wakil pengawas perbekalan Kadipaten Konoha, tugasnya memang tidak terlalu banyak jika dibandingkan dengan tugas kakaknya.

"Hhhhh..." Raden Sasuke menggeliat, melepas lelahnya.

"Woi, Sasuke!" suara yang tidak asing memanggilnya.

"Hn?" Raden Sasuke menoleh dan memandang sosok yang memanggilnya. "Ada apa Naruto?"

"Kita harus cepat berangkat," bisiknya di tempat sepi itu. "Neji pasti sudah di sana," tambahnya.

"Kau duluan. Aku akan menyusul. Berangkat bersama hanya akan menimbulkan kecurigaan."

"Woke!" Raden Naruto mengacungkan jempolnya. "Jangan lama-lama!" ucapnya sebelum pergi.

"Hn."

* * *

Raden Sasuke menaiki kudanya dengan tenang dan santai. Akan tetapi dibalik ketenangannya, Raden Sasuke penuh kewaspadaan. Dua temannya—Raden Naruto, putra Adipati Minato dan Raden Neji, putra Tumenggung Hizashi—telah menunggu kedatangannya. Sebenarnya bukan cuma Raden Naruto dan Raden Neji yang menunggu kedatangannya.

"Raden Sasuke sudah datang!!!" suara riuh dan sorak sorai menyambut kedatangan Raden Sasuke di pondok kecil di pinggiran kadipaten itu.

"Sssstt... Jangan berisik..." Raden Naruto menenangkan belasan anak di pondok kecil yang mereka namai 'Pondok Pribumi' itu.

Puluhan anak di pondok itu pun segera terdiam. Mereka tahu posisi mereka. Tidak boleh ada yang tahu kalau mereka belajar diam-diam di sini.

Kegiatan mereka bermula ketika Raden Sasuke dan Raden Neji yang miris melihat penduduk Kadipaten Konoha—terutama anak-anak dari keluarga miskin—tidak dapat mengenyam pendidikan sepakat untuk mengajari anak-anak itu secara diam-diam. Perlahan mereka membuat pondok kecil dan mulai mengumpulkan anak-anak.

Raden Naruto baru bergabung dengan Raden Sasuke dan Raden Neji setelah seminggu kegiatan belajar mereka berlangsung. Awalnya Raden Naruto yang penasaran dengan sikap dingin Raden Sasuke itu hanya bermaksud memata-matai Raden Sasuke untuk mencari cara agar bisa mencairkan sikap dingin Raden Sasuke. Akan tetapi, Raden Naruto malah menemukan Pondok Pribumi saat membuntuti Raden Sasuke. Pada akhirnya Raden Naruto bergabung bersama Raden Sasuke dan Neji. Itu pula alasan yang membuat Raden Naruto dekat dengan Raden Sasuke. Raden Neji? Hmm... Karena pondok kecil ini Raden Naruto juga dekat dengan Raden Neji. Akan tetapi Raden Naruto harus berpura-pura tidak mengenal Raden Neji jika mereka berada di luar pondok kecil itu.

Karena tempat yang terbatas dan juga untuk menghindari kecurigaan, maka tidak semua anak di Kadipaten Konoha diperbolehkan belajar bersama di Pondok Pribumi. Mereka mengatur jadwal yang berbeda setiap minggunya agar setiap anak tidak mampu di Kadipaten Konoha dapat mengenyam pendidikan.

"Raden, Raden Ayu Hinata kapan akan datang ke sini lagi?" sekelompok anak perempuan bertanya pada Raden Neji.

"Akan aku usahakan secepatnya," jawab Raden Neji penuh wibawa.

Raden Ayu Hinata, putri Tumenggung Hiashi sekaligus sepupu Raden Neji adalah satu-satunya pengajar perempuan di Pondok Pribumi. Kedatangan Raden Ayu Hinata selalu dinantikan para anak-anak perempuan di Pondok Pribumi. Tentu saja karena Raden Ayu Hinata adalah pengajar ketrampilan anak-anak perempuan, seperti membatik, menyulam, ataupun memasak.

"Baiklah, ayo kita mulai belajar!" Raden Sasuke membagikan buku-buku 'ringan' yang dipinjamnya dari perpustakaan Kadipaten.

* * *

Raden Sasuke, Raden Naruto dan Raden Neji melepas lelah mereka di Pondok Pribumi dengan tiduran di pondok kecil itu. Mengajar anak-anak ternyata bukan hal yang gampang. Perlu energi ekstra untuk mengimbangi tingkah-tingkah ekstra mereka.

"Hei, Sasuke!" Raden Naruto menyikut Raden Sasuke yang berada di sebelahnya. "Sejak tadi kau tampak aneh. Kau ada masalah?"

"Hn."

"Apa?" Raden Neji yang tiduran di sebelah Raden Naruto bertanya.

"Pesta di kediaman Tuan Gaara van den Berg."

"Oh, pesta itu? Memangnya kenapa?" tanya Raden Naruto.

"Aku tidak mau datang ke pesta itu, tapi kangmas dan romo memaksaku."

"Datang saja. Aku juga diundang kok!" kata Raden Naruto.

"Aku juga," kata Raden Neji.

"Aku tidak suka pada mereka. Para kompeni itu."

"Aku juga tidak," kata Raden Naruto. "Tapi mau bagaimana lagi? Posisi kita mengharuskan kita menghormati mereka."

"Jangan sampai 'menarik perhatian' mereka dan membuat mereka tahu tentang pondok ini," Raden Neji menasehati.

"Hn." Raden Sasuke mengerti.

"Hinata juga datang kan, Neji?" Raden Naruto bertanya pada Raden Neji.

"Ya."

"Asyik! Aku sudah kangen padanya!"

Begitulah. Raden Naruto dan Raden Ayu Hinata mulai berpacaran sejak satu bulan yang lalu. Tentu saja tidak hanya mereka, Raden Sasuke, dan Raden Neji saja yang tahu hal ini. Pertemuan mereka juga hanya terjadi di Pondok Pribumi.

* * *

Pesta di kediaman Gaara van den Berg sudah dimulai. Banyak kaum ningrat dan kompeni di Kadipaten Konoha datang ke pesta itu. Termasuk Raden Sasuke, Raden Neji dan Raden Naruto. Raden Sasuke datang bersama kakaknya, Raden Itachi. Raden Naruto tentu saja datang bersama sang ayah, Adipati Minato. Sedangkan Raden Neji datang bersama ayah, paman, dan Raden Ayu Hinata.

"Raden Sasuke!" Raden Naruto menyapa Raden Sasuke yang berdiri tidak jauh darinya dan sang ayah.

"Raden Naruto, Adipati Minato!" Raden Sasuke memberi hormat. Raden Itachi yang berada di sebelah Raden Sasuke juga memberi hormat.

"Dimana Tumenggung Fugaku?" tanya Adipati Minato.

"Saat ini romo sedang tidak enak badan, Adipati!" dusta Raden Itachi.

"Begitu? Kalau begitu, sampaikan salamku padanya. Aku berharap agar dia cepat sembuh."

"Terima kasih, Adipati!" ucap Raden Itachi dan Raden Sasuke bersamaan.

"Romo, bolehkah aku mengajak Raden Sasuke berkeliling tempat ini?" Raden Naruto meminta pada ayahandanya.

"Tentu saja. Kalian anak muda, bersenang-senanglah."

"Terima kasih, Romo!" Raden Naruto menarik tangan Raden Sasuke.

"Saya permisi, Adipati!"

Raden Naruto menarik tangan Raden Sasuke hingga menjauh dari keramaian pesta. Raden Sasuke menyandarkan tubuhnya pada dinding kokoh rumah tuan tanah itu. Raden Naruto sibuk mengamati tamu-tamu undangan, mencari-cari sosok Raden Ayu Hinata.

"Sasuke, Neji dan Hinata kemana sih?"

"Mana kutahu. Kau cari saja. Aku tunggu di sini." Raden Sasuke tetap mematung.

"Ok." Raden Naruto menepuk pundak Raden Sasuke.

"Ingat! Kalian tidak saling kenal. Jangan menarik perhatian!"

"Aku tahu!" Raden Naruto meninggalkan Raden Sasuke sendiri di tempat itu.

Dalam kesendiriannya, Raden Sasuke mengamati tamu-tamu yang berdatangan. 'Apa-apaan ini?' pikirnya. Para ningrat Konoha berbaur dan bersenang-senang bersama para kompeni, orang-orang yang bertanggung jawab atas kesengsaraan rakyatnya. Tiba-tiba saja Raden Sasuke tersemum sinis. 'Apa bedanya aku dengan mereka? Aku juga berdiri di sini,' Raden Sasuke mengutuki dirinya sendiri.

Raden Sasuke berdiri tegak. Kini badannya tidak lagi bersandar pada dinding tebal itu. 'Lebih baik aku pergi!" Raden Sasuke membalikan badan.

Bruk! Raden Sasuke menabrak (atau ditabrak?) seorang gadis. Badannya basah karena kena tumpahan minuman yang dibawa gadis berambut pink itu.

"Neem mij niet kwalijk," gadis itu meminta maaf. Refleks Raden Sasuke membersihkan bajunya dengan tangannya. Melihat hal itu, si gadis mengeluarkan sapu tangan pink dan membantu membersihkan baju Raden Sasuke. Raden Sasuke terdiam dan memandang tajam gadis itu.

Merasa diperhatikan, gadis itu ikut terdiam dan memandang pria di depannya. "Waarvan? (kenapa?)" tanya gadis itu.

Raden Sasuke yang merasa tidak nyaman dipandang gadis itu segera menarik sapu tangan pink si gadis. Kemudian dia menunduk dan membersihkan bajunya sendiri.

"Woi Sasuke!" Raden Naruto memanggil.

"Hn?" Raden Sasuke menoleh.

Raden Naruto datang dengan wajah ceria. Setiap langkahnya dipenuhi dengan senyum bahagia. "Tahu tidak?" Raden Naruto berbisik setelah berada cukup dekat dengan Raden Sasuke. "Hinata akan membantu melatih menari di sanggar ibumu," Naruto meringis. "Dan itu berarti aku akan sering main ke rumahmu," Raden Naruto memberi tekanan pada enam kata terakhir.

"Tot kijk! (sampai ketemu!)" gadis pink yang sedari tadi tidak disadari keberadaannya oleh Raden Naruto melangkah meninggalkan mereka berdua.

Raden Naruto yang baru menyadari keberadaan gadis itu menatap Raden Sasuke bingung. "Itu siapa?"

"Tidak tahu." Raden Sasuke mengangkat bahu.

"Dia orang Belanda kan?" Raden Naruto masih belum percaya.

"Menurutmu?"

"Hahaha... Bisa juga kau berkenalan dengan gadis Belanda."

"Aku tidak kenal dia. Dia menabrakku dan..." Raden Sasuke melihat sapu tangan yang dia genggam. "Ini..."

"Hadirin yang terhormat," suara berat Gaara van den Berg yang membahana mengalihkan perhatian semua orang, termasuk Raden Sasuke dan Raden Naruto. "Saya perkenalkan kedua kakak saya, Kankuro van den Berg dan Temari van den Berg." Hadirin bertepuk tangan.

"Membosankan." Raden Sasuke menyandarkan tubuhnya ke dinding lagi saat Gaara van den Berg mengenalkan lebih jauh tentang kedua kakaknya itu.

"Dan tidak hanya ini saja," Gaara van de Berg masih berbicara. "Saya akan memperkenalkan sepupu saya." Terlihat gadis gadis berambut pink mendekat ke arah Gaara van den Berg. Raden Sasuke yang menegenali sosok berambut pink itu terperanjat. "Perkenalkan, Sakura van den Haag." Hadirin kembali bertepuk tangan. Gadis cantik berambut pink itu tersenyum manis. Membuat semua mata di ruangan itu terpesona. "Sakura datang ke Kadipaten Konoha ini untuk mempelajari seni budaya kalian..." Gaara van den Haag memperkenalkan lebih jauh sepupunya.

"Sakura..." gumam Raden Sasuke.

"Cantik ya?" Raden Naruto menyikut Raden Sasuke.

"Hn."

"Kau suka gadis itu?"

Raden Sasuke melotot pada Raden Naruto. "Mana mungkin aku tertarik pada gadis Belanda."

Tbc.

RnR...

'Selamat Hari Pahlawan!'