A/N: Ah…akhirnya selesai juga…=D Met ulang tahun ya, Tifa, *peluk* maaf saya terlambat ngasih kado ini…. Seperti biasa, Yu nggak bisa ngetik langsung di lappie, harus tulis tangan dulu, baru ngetik…muihihihi…kebiasaan… Moga-moga Tifa suka ya… :) Fic ini seperti biasa, juga buat temen-temen semua :) Tapi gomen…saya bikin yang sedih-sedih lagi…T.T Akhir-akhir ini saya agak kesulitan bikin fic humor…

Oiya, mainan selanjutnya akan diumumin minggu depan, en seperti yang udah saya tulis di reviewnya Chain Letter, petunjuknya: orang India…muaahahaha…!

Disclaimer: Nggak punya Milo dan Camus…T.T…grmbl grmbl grmbl… Dan saya nggak bisa bahasa Perancis dan nggak pernah pergi ke Perancis…cuma lihat-lihat kamus online dan tanya-tanya sama Kamiya-san, ihihihi jadi malu… =") Oiya, sedikit terinspirasi sama film A Moment to Remember.

_____________________________________________________

Tag song: Be As You Were When We Met – SENS, Suteki Da Ne – Kiroro

_____________________________________________________

*

* *

*

Une

*

**

*

Musim panas. Sanctuary, 31 Juni.

Dia tidak begitu menyukai musim panas.

Terlebih sekarang.

"Satu…," ucap saint Aquarius itu dalam hati, ketika meletakkan pakaiannya ke dalam ransel.

"Dua…," batinnya lagi, ketika memasukkan pakaian kedua.

"Tiga…," matanya meredup ketika membatin kembali dan memasukkan pakaian ketiga.

Begitu seterusnya. Ia terus membatin, menghitung pakaian-pakaian yang akan ia bawa menuju tempat yang sejak tadi membayang di benaknya. Ia sendiri tidak tahu mengapa ia melakukan hitungan-hitungan tidak jelas itu. Mungkin ia hanya mengisi sunyi. Mungkin ia hanya menghapus sepi. Atau mungkin, untuk mengalihkan rasa cemas dan galau yang diam-diam menyeruak di hati.

*

**

*

Sementara itu, di kuil Leo, tiga orang pemuda (atau dua orang pemuda dan seorang pemudi, tidak jelas…) sedang heboh sendiri di depan sepiring besar salad buah.

"Yang behave dong, yang behave," kata Aphrodite sewot ketika melihat Milo dan Aiolia makan dengan antusiasnya (baca: dengan rakusnya…)

"Wuih, tumben-tumbenan lo baik, Dite," kata Aiolia senang dengan mulut penuh salad.

"Sering-sering aja kayak gini," sahut Milo, menyendok saladnya girang.

"Huh…aku mah bakal jarang-jarang kayak gini," Aphrodite memasang wajah cemberut. "Aku ngebuatin kalian salad karena kalian udah bantuin aku waktu hari kasih sayang itu…."

"Lho, tapi kan lo nggak berhasil ngedapetin Athena, Dite…," kata Milo hati-hati, takut membuat Aphrodite sedih.

"Yang penting kalian udah bantuin aku dan aku pengin ngebales," kata Aphrodite mantap sambil memandangi kukunya yang baru dikuteks warna biru muda, plus ditempeli stiker kuku. "Aku nggak suka hutang budi sama orang lain. Lagian aku nggak sebaik yang kalian kira, kok."

"Maksud lo?" tanya Aiolia, perasaannya mulai tidak enak.

"Aku udah nambahin bahan khusus untuk salad itu," Aphrodite tersenyum jahat. "Sari bunga mawarku…"

"HAH?!" Milo dan Aiolia spontan berhenti makan. Wajah Aiolia seketika pucat mode-ON. Wajah Milo sudah seperti tip-ex.

Aphrodite langsung terpingkal.

"Hahahahahaha!!" kikiknya. "Dibegoin mau aja, sih?!"

Milo dan Aiolia langsung menyumpah-nyumpah.

"Tukang ngaco lo, Dite…," gerutu Aiolia. Ia dan Milo pun kembali memakan salad itu, dan membiarkan Aphrodite mengoceh tentang kosmetik sepanjang waktu. Biasanya Milo dan Aiolia langsung berinisiatif mengambil cotton bud untuk sumbat telinga ketika mendengar tips-tips kecantikan si Pisces yang tidak jelas status gendernya itu. Tapi demi salad buah lezat yang mereka makan, kali ini mereka dengan sabar mendengarkan.

"Ih, lucu deh kemaren kuteks yang aku lihat, so sweet gitu loh…warna kuku kamu kalah jauh deh, Milo, trus aku juga lihat wig warna cokelat burgundy…uh kira-kira aku pantes nggak yah pake itu? Ada juga sandal yang banyak tali-talinya itu, aduh gemeees deh…pengin nyubit rasanya…sayang banget warnanya kuning…hiii…aku nggak demen warna kuning, nggak cocok ama tekstur kulitku yang cerah. Trus ada juga bros yang didiskon sampe 25 %, cute abiz—"

Monolog Aphrodite akhirnya terhenti ketika Camus berjalan melewati kuil Leo, membawa ransel besar.

"Lho?" gumam Milo heran. "Mau kemana, Camus?"

"Pulang sebentar," jawab Camus, sependek biasanya.

"Ke Siberia?"

"Bukan," Camus kembali menjawab. "Perancis."

"Hah?!" sendok Milo sampai terjatuh dari genggamannya. "Kok tumben??"

"Nggak pa pa," Camus terus berjalan.

"Eeh…saya ikut, ya!!" sahut Milo, cepat-cepat berdiri.

Camus berhenti perlahan dan memandang Milo dengan enggan. "Ngapain sih ikut…?"

"Ngapain? Liburan dong!" jawab Milo gembira. "Selagi Shion dan Athena nggak ada…"

"Saya ke sana karena ada urusan, Milo, bukan mau liburan."

"Ah, bodo ah, pokoknya saya ikut. Tungguin ,ya! Eh Li, Dite, gue pergi dulu ya, makasih saladnya," pemuda berambut biru itu pun segera berlari menuju kuilnya untuk berkemas. Aiolia hanya membalas ala kadarnya (karena masih sibuk dengan saladnya…) dan Aphrodite hanya mengangguk kecil, kembali meneruskan soliloquy kecantikannya.

Camus menghela napas, memutuskan untuk meneruskan langkah hingga ke dasar.

Ia tahu, Milo ingin ikut bukan karena ingin berlibur, tapi lebih karena ingin menemaninya. Padahal sudah berulangkali Camus mengingatkan sahabatnya itu, kalau ia bukan anak kecil yang butuh ditemani kemana-mana. Dan bahkan ketika ia masih kecil pun ia lebih suka sendiri, tanpa teman ataupun perhatian. Tetap saja Milo tidak mau mengerti.

Kemana pun Camus pergi, Milo selalu ingin ikut. Tak heran Camus sering pergi diam-diam tanpa sepengetahuan Milo, walaupun Camus harus mengakui, kehadiran Milo sedikit banyak selalu membuatnya merasa lebih baik.

Namun ada kalanya, ia hanya butuh sendiri.

Rupanya Camus tidak cukup cepat untuk menghindari sahabatnya itu. Ia tidak bisa menyembunyikan raut terkejutnya ketika melihat Milo tiba lebih dulu darinya di istana Aries.

"Hehehe…kaget, ya?" tanya Milo, menyeringai jahil. "Di atas tadi kebetulan saya ketemu Kiki, minta bantuan teleport deh…"

"Teleport?" tanya Camus, menaikkan alisnya. "Nggak ada yang bisa teleportasi di dua belas kuil, Milo. Shion dan Mu aja nggak bisa, kok…"

"Kiki lain," jawab Milo. "Dia masih kecil kan, jadi kemampuan teleportasinya nggak dibatasi sama Athena."

Camus terpaku sejenak, kemudian menghela napas pasrah dan kembali melangkah dengan kesal. "Tolong jangan ikuti saya, Milo…"

"Kenapa?" tanya Milo, menyeimbangkan langkahnya dengan Camus.

"Kamu jangan ikut campur, sekarang saya benar-benar harus pergi sendiri."

"Memangnya kamu ke Perancis ada urusan apa?"

Camus tidak menjawab. "Kembali aja ke kuil kamu, ngasih makan kalajengking atau ngapain kek…"

"Saya mau ikut," jawab Milo keras kepala. "Di sana ceweknya cantik-cantik, kan…," ia menyeringai lagi.

"Saya laporin Shaina baru tau rasa…"

"Hahahaha, bercanda, kok!" sahut Milo tergelak. "Saya tulus ingin nemenin kamu."

Camus berhenti, begitu juga Milo. Mereka berdiri berhadapan.

"Untuk terakhir kalinya," kata Camus, dingin sekali. "Saya cuma ingin pergi sendiri."

"Saya tahu," sahut Milo. "Tapi semakin kamu ingin pergi sendiri, semakin saya ingin nemenin kamu."

"Milo—"

"Ada yang kamu sembunyikan, kan?" tebak Milo, memandang mata biru sahabatnya.

Camus memalingkan wajahnya, memandang ke arah lain.

"Sudahlah," kata Milo, meneruskan langkahnya. "Nggak usah ngelarang-larang saya, percuma."

Kali ini Camus benar-benar sudah kalah. Untuk kesekian kalinya, ia menghela napas kesal, dan mengikuti langkah sahabatnya dengan terpaksa.

*

**

*