Chapter 3, kirain mau dipecah jadi 4 chapter, tapi taunya malah jadi 3 chapter deh :)

Ok, ini dia!

Udah kuperingatkan kalau ini OOC, pairingnya NaruGaa (lupa bilang), dan gak bakal ada lemon, jadi jangan berharap! XD *author digetok

Oh ya, fic ini juga untuk NaruGaa yg diadakan Aicchan-senpai sama Mendy sama Wolfie, terus juga buat grup Naruto x Gaara Fans Club di FB *pada gabung ya! Promosi nih!


Chapter 3: We will Be Together Forever

Gaara POV

Aku tidak tahu bagaimana tapi akhirnya aku terjebak dalam situasi ini. Yang kutahu ketika Uzumaki menarik daguku dan menempelkan bibirnya pada bibirku. Aku sangat kaget, aku ingin sekali mendorongnya agar menjauh dariku. Dadaku berdebar sangat kencang sampai kupikir dadaku akan meledak. Aku tak sanggup melawan saat ia menggerakan kepalanya untuk mencapai posisi yang lebih nyaman dan menciumku makin erat. Aku bahkan akhirnya menyerah dan pasrah dalam pelukan dan ciuman Uzumaki.

Perlahan aku menutup mataku, berusaha untuk mengacuhkan pikiranku yang semakin galau. Aku hanya berusaha terfokus pada Uzumaki semata. Aku bisa merasakan lengan Uzumaki mendekapku makin kencang, bahkan hampir terasa ia ingin mematahkan pinggangku menjadi dua.

Aku mendesah sedikit dalam kecupan bibir kami, tidak terlalu terbiasa dengan kontak tubuh yang begitu dekat. Saat lidah Uzumaki menyelinap masuk ke dalam mulutku, aku sangat kaget sampai hampir kugigit lidahnya karena takut, namun ia melakukan semuanya dengan sangat lembut. Seiring berjalannya waktu aku sadar kalau aku mulai mencium balik. Ia tampak senang dan menginvasi mulutku tanpa tanggung-tanggung.

Aku bisa merasakan sekujur tubuhku menghangat, bahkan aku yakin pipiku merah padam sama seperti rambutku.

Rasanya benar-benar begitu lama sampai kami akhirnya menyudahi ciuman kami ini. Aku masih shock namun aku tidak bisa bohong kalau aku tidak menyukainya. Jarang sekali ada orang yang mau menyentuhku, tentu saja, mungkin mereka pikir aku akan memutilasi mereka bila mereka menyentuhku.

Namun Uzumaki tidak takut padaku, ia menyentuhku, menggandeng tanganku, memeluku dan bahkan....menciumku. A...aku tahu, ciuman itu sebenarnya adalah hal spesial terutama bila dilakukan di mulut. Tapi, berada dekat dengan Uzumaki membuatku merasa dicintai dan aku....merasa bahagia.

Aku merasa ia membutuhkan kehadiranku di sisinya, ia menerimaku apa adanya dan ia tidak takut padaku. Meski aku ragu apakah ia memeluk dan menciumku karena ia....menyukaiku. Tapi, tidak apa-apa kan bila aku menganggapnya menyukaiku....maksudku....siapa lagi dan kapan lagi aku bisa....seperti ini?

Aku melihat Uzumaki yang tampak kehabisan kata-kata, mukanya merah dan ia memandangiku dengan tegang. Aku juga tetap diam, perlahan jariku meraba bibirku yang masih terasa hangat. Aku bisa merasakan detak jantungku berdebar sangat kencang sampai aku yakin detak jantungku menggema di telingaku.

"Uhm....maaf Gaara, aku....menciummu tiba-tiba," kata Uzumaki akhirnya bersuara kembali. Aku menggeleng. Aku tak merasa keberatan. Semuanya....terasa benar.

Aku hanya bisa diam saat Uzumaki mengelus pipiku perlahan di setiap sisi dengan kedua tangannya. Aku memandangnya dengan wajah yang sangat panas. Aku tak tahu harus berbuat apa dan bagaimana di saat seperti ini.

Aku menutup mataku saat aku melihat wajah Uzumaki mendekat.

Uzumaki Naruto....kenapa kau membuatku merasa aneh seperti ini?

***

Naruto POV

Aku mendesah saat akhirnya aku dan Gaara mencapai sebuah kamar di penginapan di desa. Ya, akhirnya setelah terjebak badai salju selama beberapa jam akhirnya kami bisa bebas dan berhasil menemukan desa ini.

Untunglah kami masih hidup dan tidak mati beku....ya...ya....aku tahu, aku mencium Gaara agar....kami bisa merasa lebih hangat.....namun yah....aku senang Gaara tidak keberatan.....atau malah ia menikmatinya? He...hei yang benar saja!?

Aku menoleh pada Gaara yang berdiri tak jauh dariku. Ia sedang memandangi kamar ini. Kamar penginapan yang kami sewa memang agak kecil dan sekamar berdua. Hei! Ini keputusan Gaara tahu! Ia bilang karena ia tidak tidur ia tidak benar-benar membutuhkan kamar jadi aku bisa berbagi dengannya.

Aku berusaha menghapus pikiran nakal yang hinggap di kepalaku dan menaruh ranselku di lantai dan menjatuhkan diri di atas tempat tidur. Aku baru menyadari kalau sekujur tubuhku terasa sakit, tentu saja! Aku terluka saat bertarung tadi! Mana mungkin tidak terasa sakit!

Setelah merasakan otot-ototku sedikit menjadi lebih rileks, aku menoleh ke belakang dan sadar kalau Gaara masih berdiri tidak bergerak dari tempatnya tadi. Aku sedikit mendelik padanya, tak percaya kalau ia bisa begitu "diam" berdiri di tempat yang sama untuk waktu yang lama tanpa mengatakan apapun. Ia sedang memandang ke bawah dan kadang memandang sekitar namun kemudian akhirnya ia sadar kalau aku memandanginya.

Aku bisa melihat pipinya kembali bersemu merah. Aku bisa merasakan pipiku terasa menghangat. Namun, segera kuenyahkan perasaan deg-degan di hatiku.

"Gaara, ayo kemarilah," kataku merasa tidak enak ia tampak tidak senang dengan keberadaanku di sini. Atau justru ia merasa kaku?

Entahlah....aku tidak begitu mengerti jalan pikirannya.

Aku melihat keraguan di wajah Gaara, namun akhirnya ia mendekatiku dan duduk di ujung tempat tidur.

Kurasa ia masih belum terbiasa denganku, maksudku, ia selalu sendiri. Mungkin ia masih belum terbiasa sampai sekarang untuk bersikap bila ada orang lain di sampingnya.

Ya, mungkin saja kan?

***

Gaara POV

Aku melipat kakiku dan menggosok tanganku. Seperti yang kukira. Di luar sangat dingin. Namun hari sudah gelap, aku merasa tak enak hanya diam di kamar saja dan mempehatikan Uzumaki yang sedang tertidur.

Aku meraih dan meraba dadaku. Detak jantungku masih terasa cepat. Semua ini terasa aneh. Semenjak ujian chuunin aku berubah total. Selain karena Shukaku tidak mengontrol diriku lagi seenaknya namun rasanya aku selalu diserang berbagai macam perasaan yang membingungkan terutama bila ada Uzumaki di dekatku.

Ia sangat aneh bagiku. Ia tidak takut padaku, ia tidak menjaga jarak padaku, ia tidak bersikap hati-hati padaku dan ia....terasa sangat dekat. Selama ini rasanya aku selalu mencoba untuk mengejar semuanya dari belakang, aku mencoba berlari sekuat yang kubisa namun aku selalu tertinggal di belakang, sendirian. Tak ada yang menungguku, tak ada yang peduli padaku. Aku hanya bisa mengulurkan tangan dan hanya angin kosong yang menyambutku. Namun, Uzumaki berbeda. Aku melihatnya dekat dan ia meraih tanganku dan mengajakku lari bersamanya untuk mengejar yang lainnya.

Aku menatap telapak tangan kananku. Aku ingat saat Uzumaki menggenggam tanganku dan juga saat ia menarikku yang hampir terjatuh dari kapal.

Ia ada di dekatku, aku merasa senang. Selain dia tak ada yang berani mendekatiku. Mereka semua jauh dan aku selalu sendiri.

Tapi, setidaknya sekarang tidak kan? Ada Uzumaki di sisiku sekarang.

Ah!

Aku belum minta maaf padanya atas perbuatanku yang jahat saat ujian chuunin! Bagaimana aku bisa lupa!

Secara spontan aku segera menerjang masuk ke kamar melalui jendela. Namun, sadar betapa bodohnya aku karena begitu berisik padahal Uzumaki sedang tertidur.

Aku langsung terhenti saat melihat matanya terbuka.

AH! AKU MEMBANGUNKANNYA! BAGAIMANA INI!?

Aku melihat matanya yang setengah terbuka. Ia sempat terdiam beberapa saat sampai ia mengucek-ngucek matanya dan bangun.

"Uhm...jam berapa ini?"

Aku segera melirik jam, meski gelap karena lampu dimatikan namun aku bisa melihat jarum jam menunnjukkan pukul tengah malam.

"Jam 12 malam," kataku pelan, merasa bersalah sudah membangunkannya dari tidurnya yang lelap.

"Hah!? Jam 12 malam!?" jerit Uzumaki dan lari melihat keluar jendela untuk memastikan langit yang masih gelap. Aku nyaris tertawa melihat wajanya yang lucu dan kebingungan sesaat. Ia kemudian menolehku dan ikut tertawa bersamaku.

Tertawa, kukira aku lupa bagaimana caranya tertawa....

"Ternyata kau memang manis saat tertawa."

Aku terkejut dan berhenti tertawa saat medengar kata itu. Aku menatap Uzumaki yang menatapku dengan wajah senang namun aku bisa melihat warna merah di pipinya.

A....apa yang ia maksud dengan manis?

A...aku manis?

Aku menyentuh pipiku, apakah aku manis? Tidak mungkin. Seorang Sabaku no Gaara itu manis?

Aku merasa ragu namun entah mengapa aku yakin apa yang ia katakan. Aku manis?

"Bukankah aku menyeramkan?" tanyaku tanpa sadar. Ya itu benar, aku menyeramkan kan? Karena itu tidak ada orang yang berani mendekatiku. Sebaliknya, Uzumaki sangat mempesona. Ia memiliki rambut pirang dan mata biru. kulitnya pun sedikit terbakar matahari, bentuk cakar di pipinya pun unik. Kalau aku? Rambutku merah seperti darah, kulitku pucat seperti zombie, mataku pun memiliki lingkar hitam karena tidak pernah tidur, tattoo di dahiku pun aneh serta aku tidak punya alis.

Aku manis? Yang tepat aku mengerikan kan?

Tanpa kusadari Uzumaii sudah mendekatiku dan mengangkat daguku agar aku bertemu pandang dengannya. Ia melihatku sambil tersenyum sehingga membuatku kehilangan kata-kata. Aku merasakan wajahku menghangat seiring dengan wajah Uzumaki yang juga ikut memerah.

"Kau....yah....kau manis lho....," aku hanya bisa mengangguk pelan saat ia mengatakannya dengan nada yang tegang. Namun ia tampak meneguhkan hatinya dan menarik daguku lebih tinggi sebelum kemudian ia mengecup bibirku kembali untuk yang kesekian kalinya.

Namun aku merasa dadaku berdebar keras dengan ritme yang berbeda dari biasanya. Aku...aku takut! Kenapa Uzumaki menciumku lagi tanpa alasan? Apa ini hanya seperti permainan baginya?

Aku mendorongnya keras sampai Uzumaki jatuh ke lantai. Aku menggosok bibirku dengan punggung tanganku dan memandangnya dilantai. Ia tampak kaget dan kecewa. Namun aku kaget ketika merasakan pipiku basah.

Eh...aku menangis?

"Ga...Gaara, jangan menangis...bukan sebenarnya...aku," namun aku segera berbalik dan bersiap untuk berlari. Tapi sebelum aku bisa pergi jauh, aku merasakan sepasang lengan melingkar di pinggangku dan membuatku hilang keseimbangan kemudian aku jatuh.

"Maaf Gaara, aku tidak bermaksud membuatmu takut," aku membuka mataku karena heran bagaimana aku bisa jatuh tapi tidak terasa sakit – padahal seluruh pasirku sudah basah oleh salju tak tersisa. Aku sadar kalau Uzumaki melindungiku dari lantai dengan lengannya dan ia melinduni kepalaku dengan tangan yang satunya.

Aku memandang matanya, aku ingin tahu ada apa dengannya. Tidak, aku ingin tahu ada apa dengan diriku. Kenapa aku merasa nyaman bersama Uzumaki namun bisa merasa takut pada saat yang sama?

Aku melihat mata Naruto yang memandangku dengan tatapan yang aneh. Aku tak athu apa yang ada di pikirannya terlebih dadaku kembali berdetak kencang karena posisi kami sekarang. Ia ada begitu dekat rasanya sama saat ia memelukku.

Uzumaki melepaskan lengannya padaku dan membantuku berdiri. Kini aku melihat matanya yang sendu.

"Maaf, aku memaksamu...aku tidak bermaksud, yah kau tahu...aku merasa pusing dengan semua ini....rasanya...ah...aku tidak tahu bagaimana cara menjelaskannya....."

Aku hanya diam dan memandangnya bingung. Aku tak mengerti apa yang ia coba katakan padaku.

"Begini, Gaara, aku....," Uzumaki meraih pundakku dan menggenggamnya sedikit saat matanya memandang mataku.

"Aku....suka padamu."

***

Naruto POV

"Aku...suka padamu."

Akhirnya aku berhasil mengatakannya dan tidak sepenuhnya kaget saat jantungku berdebar benar-benar sangat kencang sampai membuat dadaku sakit. Aku merasa bingung dan sejenak tak yakin dengan apa yang kukatakan.

Aku melihat Gaara di depanku, kedua tanganku menggenggam pundaknya – agar ia tidak lari lagi. Aku bisa merasakan jantungku berdebar keras dan aku ingin sekali memeluknya, menciumnya, menyentuhnya dan berada dengan dirinya selamanya.

Perasaan ini sangat aneh, aku belum pernah mengalami ini sebelumnya. Berada di sisi Gaara membuatku merasa dibutuhkan. Aku ingin selalu bersamanya, aku senang melihat ia tersenyum – dan ia sungguh sangat MANIS dan IMUT saat tersenyum – dan aku merasa sakit bila ia sedih.

Ini aneh kan? Ayolah, aku tidak merasakan hal ini pada Sakura. Aku bersama Sakura, aku sadar aku hanya ingin mendapat perhatiannya dan mengecup bibirnya sekali. Tapi dengan Gaara, aku....ingin bersama dengannya selamanya.

Aku tidak bisa membayangkan bila aku hidup tanpanya – oh ya, memang terdengar seperti menga-ada-ada. Tapi aku merasa ketika aku bersamanya aku merasa lebih hidup. Aku benar-benar ingin terus bersamanya dan menjadikan ia milikku seorang.

Dan, aku kembali terbangun dari lamunanku ketika aku mendengar isak tangis. Aku terkejut melihat Gaara yang sudah berlinang air mata. Aku merasa dadaku ditusuk dan rasa sakitnya membuat tubuhku bergetar.

Bodoh Naruto! Lihat! Kau membuat Gaara menangis lagi!

"Ah! Gaara! Maafkan aku....bukan...anu....aku tidak bermaksud....," aku mengutuk diriku dalam hati karena tidak bisa berbicara dengan lancar. Aku tidak ingin membuatnya takut atapun sedih. Apa ia tidak merasakan hal yang sama padaku? Apa ia hanya mengganggapku sebagai "orang yang berharga" dan tidak lebih?

Aku tidak bisa membayangkannya. Bagaimana kalau aku tidak bisa berada bersamanya lagi? Apa ia akan membenciku. Sungguh aku tak tahu apa yang akan terjadi pada diriku kalau aku tak bisa berada di sampingnya lagi.

"Bukan, aku menangis...karena....," aku hanya diam melihat senyum simpul terpulas di bibir Gaara meski air matanya masih mengalir. Ia terlihat...bahagia.

Mau tak mau aku jadi ikut tersenyum. Dan kami mulai tertawa. Aku sudah lupa kapan aku tertawa bahagia dan tidak dengan begitu "keras". Aku tertawa bersama Gaara dan aku senang melihat ia bahagia.

"Anu....tapi...apa kau benar-benar suka padaku?"

Aku memandangnya dengan wajah sedikit kecewa karena ia tampaknya meragukan perasaanku, namun aku terkejut melihat wajahnya yang kembali sedih dan penuh keraguan. Bagimana ia bisa berubah emosi secepat ini?

Mungkin, ia masih belum terbiasa dengan emosi dalam dirinya?

"Baiklah, akan kukatakan sekali lagi," kataku merasa sedikit marah karena aku harus mengulagi kata-kata 'itu' sekali lagi.

Aku mendekati Gaara dan menyentuh pipinya dengan tangan kananku dan meraih tangannya yang tergantung di dadanya dengan tangan kiriku. Ah, aku suka berada dekat dengannya. Harum wanginya, pantulan diriku di matanya, ekspresinya, semuanya benar-benar.....

Deg!

Gaara, aku ingin bersamamu selamanya, bagaimana caranya aku menyatakan perasaanku yang meluap-luap ini?

Deg!

Aku ingin kau jadi milikku selamanya.

Deg!

"Gaara, aku cinta padamu, sangat cinta padamu."

***

Gaara POV

Aku memandang Uzu....oh...maksudku Naruto yang berjalan di sebelahku. Ia melihat sekeliling dengan matanya yang biru. Jantungku berdebar seiring aku menyadari kalau ia sangatlah menawan. Dan latar belakang salju di sekitarnya justru membuatnya terlihat semakin mempesona!

Akh! Apa yang aku pikirkan! Sekarang aku harus serius dalam misi! Aku harus menemukan buronan-buronan itu sebelum mereka membuat masalah.

"Ne...Gaara."

Aku menoleh dan melihat Naruto yang tersenyum padaku, namun firasatku mengatakan kalau ia mempunya rencana yang....ah....entahlah....

"Coba kalau kita bisa kencan ya....," kata Naruto lalu ia meraih tanganku. Aku sedikit terkejut namun menahan diri untuk tidak menepisnya. Ia kemudian memandangku dan tersenyum hangat.

Aku hanya bisa tersenyum balik dan mengangguk. Alangkah senangnya kalau kami bisa menghabiskan waktu bersama tanpa harus terbebani misi yang berat seperti ini.

"Ah, baju yang kupinjamkan padamu memang terlalu besar ya?" kata Naruto sambil memicingkan mata pada sweater dan celana hitam yang kupakai yang sebenarnya adalah milik Naruto. Ya, karena ranselku hilang, maka aku meminjam baju Naruto karena bajuku yang biasa kupakai banyak sobekan karena pertarungan kemarin – jarang-jarang aku terluka sampai tidak memikirkan baju cadangan.

Aku merasa tidak enak dan malu saat Naruto memandangiku seperti itu. Nampaknya, ia segera sadar apa yang ia lakukan membuatku merasa tidak nyaman dan segera mengalihkan pandangannya ke pepohonan cemara yang ada di sekitar kami.

Aku segera menghela napas lega, aku senang kami sekarang sedang berada di dalam hutan jadi tak ada yang melihat kami. Meski memang berada di hutan berdua saja membuatku sedikit tegang namun rasanya karena aku bersama Naruto, meski tegang aku tahu semuanya akan baik-baik saja.

Namun, aku terkejut ketika menyadari tiba-tiba muncul banyak hawa keberadaan mencurigakan di sekitarku. Naruto pun tampaknya merasakan hal yang sama dan segera menarik tanganku untuk tidak berada jauh darinya. Ya, aku nyaris lupa kalau pasirku tak ada di sini. Tanpa pasir, aku benar-benar tak bisa melakukan apa-apa.

"Tenang Gaara, aku berjanji akan melindungimu," kata Naruto membuatku tersentuh. Tak pernah ada orang yang mengatakan hal seperti itu padaku sebelumnya. Rasanya Naruto selalu menjadi "orang yang pertama". Ia adalah orang yang pertama bilang kalau ia akan melindungiku, ia adalah orang yang pertama menolongku dari neraka kesendirian, ia juga orang yang pertama memecahkan topengku, ia orang pertama yang menggandeng tanganku, memelukku dan menciumku.

Bisakah kami terus bersama seperti ini? Dan bisakah ia memberiku kenangan indah yang tak terlupakan yang lainnya?

***

Naruto POV

Aku memegang luka sayat diperutku dengan tang kiriku. Rasanya sekujur tubuhku sakit karena lagi-lagi si cowok berambut hijau seperti tanaman itu berhasil memojokkanku terus. Mungkin juga karena aku selalu khawatir dengan keadaan Gaara, aku sadar Gaara tidak punya skill taijustsu yang bagus. Dan bertarung dengan dua ninja sekaligus serta perhatianku terpecah pada Gaara membuatku berkali-kali hampir terbunuh.

Namun aku sangat khawatir padanya! Bagaimana bila kulit Gaara yang halus itu terluka? Ia jarangs sekali terluka dan pasti sulit untuk menahan rasa sakit. Gaara!!!

Aku menengok pada Gaara dan terkejut melihat ia tengah terpojok dekat jurang dengan badan yang penuh dengan.....es....tunggu! Tubuh Gaara membeku?!

"Wow, akhirnya ia mengeluarkan kemampuan khususnya juga," aku menoleh pada ninja gendut seperti dango. Apa? Kemampuan khusus?

"Ia menguasai ninjutsu tipe air, karena di sini daerah bersalju, bukan hal sulit untuk membekukan sesuatu di sini," katanya dengan nada meremehkan. Aku tak sanggup melihat Gaara yang nyaris membeku seluruh tubuhnya, jadi aku menerjang dan ingin menghampirinya sebelum terkena tendangan dari si ninja berambut hijau.

Aku melotot padanya namun ia hanya tersenyum sinis padaku. Aku tak punya pilihan lain kecuali untuk menghabisinya terlebih dahulu, dan si ninja gendut itu juga akan mempersulitku.

Aku segera membuat berpuluh-puluh kagebunshin dan menyerang bersamaan. Namun, si ninja gendut mengeluarkan jurus ninjutsu salju yang membuat ombak salju yang sangat tinggi dan menghabisi semua kagebunshinku sekaligus.

Aku hanya mengerang sakit ketika aku berhasil menghindari ombak salju itu namun mendarat dengan tidak baik di salju karena luka di perutku membuatku sulit bergerak.

Aku menggenggam lukaku dan bisa merasakan banyak darah mengalir di sana. Pandanganku sedikit kabur namun kucoba untuk kutahan dan aku kembali berdiri.

Aku harus....menyelamatkan Gaara.

Aku sudah berjanji padanya....

Aku merasakan energi cakra dari Kyuubi mengalir ke tubuhku dan membuat lukaku sembuh. Aku bisa melihat cakra Kyuubi yang sampai meluap keluar kulitku dan membuat semacam mantel merah. Aku sadar....entah kenapa ini berbahaya namun aku tidak memperdulikannya dan segera menyerang kedua ninja yang ada di dekatku.

Mereka sangat terkejut dan segera melawanku namun aku bergerak sangat cepat dan dengan mudah mencakar mereka.

Rasanya aku tidak bisa mengontrol apa yang kulakukan, aku pun tak ingat yang kulakukan. Semuanya hanya terjadi begitu saja, jerit, tangis, teriakan dan juga darah.

Gaara, semoga kau baik-baik saja.....

***

Gaara POV

Aku merasa kesadaran pergi menjauh, aku tidak bisa merasakan tubuhku, aku bahkan seperti merasa aku tidak memiliki tubuh, atau mungkin karena aku tidak bisa bergerak?

Aku ingat saat kunoichi itu membekukanku perlahan-lahan, rasa dingin menyerang nyaris di seluruh bagian tubuhku dan aku tidak bisa bergerak bebas, rasanya sangat dingin dan itu semua membuatku takut. Aku hanya sempat melihat Naruto sekilas sebelum akhirnya aku tidak bisa membuka mataku lagi.

Aku ingin Naruto selamat, aku ingin menolongnya, tapi kenapa aku begitu lemah?

Dan aku kemudian menyadari kalau bila aku kehilangan kesadaranku maka dengan segera Shukaku akan mengambil alih kontrol tubuhku. Ia memang akan menyerang para ninja buronan itu namun ia juga akan menyakiti Naruto!

Naruto! Tidak! Jangan sakiti dia Shukaku, aku mohon. Aku tidak mau sesuatu yang buruk terjadi pada Naruto....

Aku berusaha untuk membuka mataku, namun aku merasa seperti kesadaranku ditarik semakin jauh dan aku tidak bisa berbuat apa-apa. Rasa khawatir ini nyaris membunuhku. Seseorang tolong beri tahu aku apa yang terjadi di luar sana.

Aku hanya bisa pasrah di dalam kegelapan ini. Aku berharap aku bisa segera terbangun dan aku ingin memeluk Naruto segera. Naruto...apa kau baik-baik saja?

"Gaara!"

Eh? Naruto?

"Gaara! Bangunlah!"

Aku merasakan tubuhku menghangat seakan ada yang menarikku keluar dari kegelapan. Aku merasa perlahan-lahan kesadaranku kembali dan aku mencoba untuk membuka mataku. Aku sedikit kaget ketika akhirnya aku bisa membuka mataku dan melihat Naruto ada dekat denganku dan memandangku dengan mata yang dipenuhi air mata.

"GAARA! AKU KIRA KAMU TIDAK AKAN BANGUN LAGI!"

Kalau aku sudah meraih kekuatanku kembali, aku ingin sekali menutup telingaku karena Naruto teriak keras sekali sampai membuat kepalaku sakit. Namun, karena tubuhku masih lemas aku cuma bisa diam tanpa bisa menutup telingaku.

Aku sadar kalau aku berada di sebuah danau yang permukaan esnya sudah retak dan akmi berada dalam air.

Oh...tidak heran aku merasa dingin....

Hei! Tunggu dulu! Aku kan tidak bisa berenang!?

Aku meraih Naruto karena takut namun aku sadar kalau Naruto mensupport tubuhku sepenuhnya sehingga aku tidak tenggelam. Aku merasakan beberapa bagian tubuhku, seperti tangan, kaki dan pinggangku masih terasa kaku dan dingin.

"Tunggu dulu, kita harus mencairkan esnya dulu Gaara, selain di sini aku tidak punya pilihan lain, desa terlalu jauh," kata Naruto dengan badan gemetar luar biasa. Aku memandangnya dengan tatapan tak percaya, ia ikut terjun ke danau yang airnya sangat dingin seperti batu es hanya untuk membantuku mencairkan bagian tubuhku yang masih membeku?

Aku menyentuh kulit Naruto yang sangat dingin. Ia sudah berapa lama menjagaku di sini? Apa yang terjadi dengan ketiga buronan itu? Apakah Shukaku sempat keluar dan menyakitinya?

Namun, aku hanya tetap diam dan mengalungkan tanganku kepadanya, meski danau ini sangat dingin dan membuat badanku serasa mati rasa, namun.....Naruto ada di sisiku dan aku merasa sangat hangat.....

***

Naruto POV

Aku mendengus menatap atap rumah sakit. Akhirnya dengan suatu mukjizat – ini benar-benar mukjizat – aku dan Gaara berhasil menyelesaikan misi dan kembali ke Sunagakure. Ya Tuhan, kami nyaris saja mati di sana. Aku ingat saat melawan para buronan itu sekujur tubuhku terasa terbakar karena cakra Kyuubi memiliki efek samping yang berbahaya, kemudian Gaara pingsan dan Shukaku keluar dan sempat mengamuk. Aku nyaris mati saat membangunkan Gaara, meski akhirnya aku berhasil membangunkannya dengan.....uh....menciumnya.....

Ya ya, lewati bagian itu, setelah merawat Gaara beberapa hari di desa, kami pun pulang dan bisa sampai di Sunagakure dengan selamat. Aku harus mampir ke Suna terlebih dahulu untuk menyerahkan laporan, namun akhirnya badanku sudah sampai batasnya dan pingsan di depan gerbang.

"Uh....Naruto?" aku menoleh ke samping dan melihat Gaara yang terbaring di ranjang di sampingku. Ya, lucu sekali melihat kami di tempatkan di kamar yang sama dan bersebelahan. Tapi aku senang sih, itu artinya aku masih bisa melewatkan sedikit waktu dengan Gaara sebelum aku pulang ke Konoha.

Pulang......aku mendesah, aku tidak ingin pulang, aku ingin bersama Gaara tapi aku tetap harus pulang....

"Kapan kau akan pulang?" tanya Gaara menatapku dalam. Aku tersenyum padanya, aku tidak ingin terlihat sedih. "Kata ninja medis yang merawatku sih, aku bisa keluar 3 hari lagi, jadi.....masih ada 3 hari lagi," jawabku.

Gaara mengalihkan pandangannya ke atap. Aku memaksa tubuhku untuk bangun meski tubuhku menjerit namun aku sudah terbiasa menahan rasa sakit. Gaara menatapku khawatir namun terdiam saat aku menghampirinya dan duduk di ranjang yang sama dengannya. Ranjangnya memang sempit tapi tubuh kami berdua memang kecil jadi cukup. Aku berbaring dan tersenyum pada Gaara. Aku ingin melewati waktu sebanyak mungkin dengannya.

Gaara pun tampaknya memiliki perasaan yang sama, ia segera mendekatiku dan menyandarkan kepalanya di dadaku. Aku merangkulnya, merasa senang dan perlahan tertidur....

Eits! Gaara kan tidak tidur, masa' aku tidur, tidak adil dong.

"Hei, Gaara," kataku memanggilnya, ia menengadahkan kepalanya dan aku mencuri kesempatan itu dan mencuri cium bibirnya yang manis. Aku segera menarik kepalaku kembali dan nyaris tertawa melihat Gaara yang shock. Namun kemudian ia tersenyum dan menciumku balik, ciuman malu-malu yang membuatku tersenyum dalam ciumannya.

"Aku cinta padamu, Gaara."

***

Gaara POV

Aku melihat Naruto yang ada di depanku, akhirnya ia akan pulang ke Konoha. Aku sangat sedih, aku ingin ia berada bersamaku seterusnya, namun aku tahu ia harus pulang.

"Jaga diri baik-baik ya, Gaara," kata Naruto dengan senyum cerah khasnya. Aku membalasnya dengan tersenyum.

"Uh....," aku ingin mengatakan sesuatu namun aku tidak tahu apa yang ingin kukatakan.

"Jangan membiarkan seseorang menyentuhmu seperti aku menyentuhmu."

Aku kaget dan menatap Naruto yang menatapku tajam. Aku kemudian sadar apa yang ia maksud.

"Aku jarang disentuh orang," kataku, memang itu kan kenyataannya?

Naruto tampak puas dan tersenyum lega. "Kamu juga, jangan....jangan bersama orang lain selain aku," kataku merasa bingung dengan apa yang kukatakan namun kurasa Naruto mengerti maksudnya. "Tenanglah, tidak akan, tak ada orang lain sepertimu Gaara," katanya dan ia mengecup dahiku.

Aku kaget dan segera menoleh ke penjaga gerbang yang tampaknya pura-pura tidak melihat – aku bisa melihat mereka berkeringat tegang. Aku hanya menghela napas.

Yah, tidak apa-apa kan bila orang tahu kalau aku juga bisa dicintai?

Naruto menggenggam kedua tanganku tanpa mengatakan apa-apa. Sudah waktunya untuk pergi, namun aku tahu ia masih ingin bersamaku. Aku juga merasakan hal yang sama.

"Ya, aku harus pergi Gaara, sudah ya," katanya dan melepas genggaman tangannya dengan berat hati dan berbalik pergi.

Ia menoleh padaku sebelum akhirnya berlari ke padang pasir yang luas. Aku hanya berdiri melihatnya sampai ia tidak terlihat lagi.

Naruto....adalah pacarku.....aku yakin kami akan bertemu sebentar lagi....

Ya, dan aku senang karena ternyata aku tidak lagi sendiri.

END


Ending aneh dengan karakter yang super OOC, sudahlah..... jangan ada yg komplain tentang OOC karakter dong, kan udah kuperingatin dari awal kalau ini tuh emang OOC =.="