Disclaimer : Naruto © Masashi Kishimoto and W Juliet © Emura

Summary : Uzumaki Naruto adalah seorang remaja 16 tahun yang memiliki mimpi menjadi pemain drama profesional. Ia rela melakukan apa saja demi cita-citanya itu. Tapi Sang Ayah tidak merestuinya. Untuk mendapatkan restu ayahnya itu, Naruto harus menjalankan satu syarat…

Rate : T

A/N : Shounen Ai. Gaje. OOC. AU. OC (maybe in next chap). Remake. Don't like don't review. ^^

-

Saia me-remake fic ini. Saia me-remake fic ini. Saia me—dibekep-. XDDD pokoknya saia me-remake fic ini! XDD kenapa? Tentu saja karena yang sebelumnya gaje. Alasan kedua adalah karena Call Me Red-Ew sudah berkenan mengapdet Can You Love Me Again! XDD

Happy reading ^^ semoga yang ini lebih baik.

-

Thank's to

-

_Chiba Asuka's Present_

_Hana To Yume_

*Beta-Ed by FBSN*

­-

_Chapter 1_

Uchiha Sasuke tetap mengarahkan pandangannya keluar jendela, sama sekali tidak peduli dengan segerombolan cewek-cewek yang sedang berusaha menarik perhatiannya, seakan mereka itu tidak lebih dari angin yang sedang bertiup. Bahkan eksistensi mereka tampaknya kurang dari itu di mata seorang Uchiha Sasuke. Tak ada yang bisa mengalihkannya dari dunia ke-autisme-annya bersama langit biru cerah dengan sedikit awan yang menghiasinya di luar sana.

Sasuke sudah terbiasa menghadapi perhatian-perhatian tak penting yang diberikan oleh siswi-siswi di seluruh penjuru Konoha Gakuen. Dia sudah mendapatkan itu semua sejak ia mengalami masa puber, ketika cewek-cewek sudah mulai menyadari kalau Uchiha Sasuke adalah seorang Adonis dalam wujud manusia. Dan Sasuke tak pernah menanggapi seorang pun. Ia menganggap cewek itu makhluk tidak penting yang hanya akan merusak dunia autisnya. Lagipula, memangnya tidak ada cowok keren selain Sasuke di dunia ini? Jawabannya, tentu saja ada. Banyak malah. Tapi cowok manalagi yang punya pantat ayam—eh, maksudnya kesempurnaan seorang Uchiha? Tentu saja hanya keluarga Uchiha. Jadi itulah sebabnya Sasuke punya banyak penggemar fanatik.

Bel tanda masuk berbunyi, tapi posisi duduk Sasuke tidak berubah, masih menatap keluar jendela. Jam pertama adalah milik Hatake-sensei, wali kelas mereka. Dan berhubung guru misterius satu itu sering terlambat, sebenarnya bukan sering, tapi selalu terlambat, maka tak ada anak di kelas Sasuke yang buru-buru kembali ke tempat duduk mereka. Tapi dugaan mereka salah kali ini, Hatake-sensei langsung melangkah memasuki ruangan begitu bel selesai berbunyi, membuat semua orang menatapnya takjub, kecuali Sasuke, yang masih stoic di pojok belakang, dan Nara Shikamaru, yang masih tidur pulas di depan Sasuke.

"Wow…" celetuk Haruno Sakura. "Tumben Sensei tidak terlambat…"

Hatake Kakashi tersenyum di balik maskernya. "Yo, selamat pagi semuanya…" sapanya ramah, mengabaikan Sakura.

"Nggak tersesat lagi di jalan bernama kehidupan, Sensei?" sindir Tenten sambil cekikikan.

Kakashi hanya menggaruk bagian belakang kepala peraknya yang tak gatal, menatap miris pada murid-muridnya yang kritis.

"Jadi…" Ino nimbrung. "Kenapa Sensei nggak telat?"

Kakashi berdehem, berusaha mendapatkan kembali kewibawaannya. "Aku harus memperkenalkan murid baru di kelas ini."

Langsung terdengar gumaman seru di setiap sudut kelas, kecuali oleh dua orang cowok stoic dan pemalas yang author sebut tadi.

"Murid barunya cewek atau cowok, Sensei?"

"Cakep nggak?"

"Cantik nggak?"

"Pinter nggak?"

"Kaya nggak?"

"Single nggak?"

Sasuke mendengus mendengar pertanyaan-pertanyaan itu. Ia belum beralih dari jendelanya, belum bosan menatap langit.

"Er…lebih baik kalian tanyakan pada orangnya sendiri," Kakashi memotong celotehan murid-muridnya. "Naruto, masuklah!"

Sasuke yang sedari tadi cuek pun bisa merasakan perubahan atmosfer di kelasnya yang gaduhnya sudah stadium akhir itu. Semuanya hening, tak ada suara sedikitpun. Penasaran, Sasuke mengalihkan pandangan dari jendelanya dan menatap sosok yang baru saja memasuki kelasnya, murid baru yang tadi Kakashi ceritakan. Pantas saja semuanya diam, pikir Sasuke. Sasuke memang jarang memuji seorang cewek cantik, kecuali almarhum ibunya, tapi menurutnya cewek yang notabene adalah murid baru itu bisa dimasukkan dalam kategori 'cantik' sesuai standar Uchiha Sasuke. Rambut pirang panjangnya yang seperti di iklan shampo, mata birunya yang memukau, kulit tan-nya yang kelihatan halus, tubuh proporsional dan semampai, tiga goresan di masing-masing pipinya yang membuatnya terlihat imut, belum lagi tinggi badannya yang Sasuke yakin hanya berjarak beberapa senti di bawahnya… tapi itu semua masih masuk dalam kategori 'cantik yang lumayan' bagi Sasuke. Dan dalam waktu beberapa detik saja, ia sudah kembali memandang keluar jendela. Sekarang author mulai curiga kalau cowok autis itu gay (dicekek Sasuke).

"Perkenalkan dirimu, Naruto," kata Kakashi coretmupengcoret ramah.

Naruto mengangguk dan mengembangkan senyumnya yang langsung membuat hampir semua cowok berhenti bernapas, dan desis sebal dari semua cewek. "Salam kenal! Saya Uzumaki Naruto! Panggil saja Naruto! Mohon bantuannya!" ia memperkenalkan diri, diakhiri dengan anggukan kepala singkat di akhir kalimat.

"Salam kenal, Naru-chan!!" tanggap hampir semua cowok kompak, sambil memandang Naruto dengan tatapan berbinar yang tak perlu.

"Nah, kalau begitu kau duduk di sebelah Uchiha Sasuke ya…" kata Kakashi, memegang bahu kiri Naruto dan menunjuk ke kursi kosong di sebelah seorang cowok berambut, yang menurut Naruto, aneh.

Naruto tersenyum pada wali kelasnya dan mengangguk, berjalan ke arah tempat duduknya. Ia sama sekali tidak menyadari ratusan pasang mata (sebenarnya nggak sebanyak itu sih) yang mengikuti gerak-geriknya, mupeng kalau itu mata cowok, dan death glare kalau itu mata cewek. Yamanaka Ino dan Haruno Sakura malah sudah meremas-meremas pulpen mereka, siap mematahkannya kapan saja dan melemparnya sampai menancap di kepala pirang Naruto begitu melihat cowok pujaan mereka sepanjang masa duduk di sebelah cewek baru tak dikenal yang kebetulan berparas cantik.

Walaupun cuek, Sasuke sebenarnya menyimak apa yang dari tadi diucapkan Kakashi, maka ia menunggu cewek baru itu duduk di sampingnya dan sudah bisa menebak kalau cewek itu akan langsung berusaha cari perhatian padanya. Ia sudah bersiap untuk memberikan tatapan membunuh turun temurun keluarga Uchiha-nya dan membuat cewek itu jera.

Bruk.

Terdengar suara tas yang diletakkan di atas meja, Sasuke masih menatap langit, tapi mulai menghitung dalam hati, detik-detik sebelum Si Cewek berusaha menebarkan pesona memuakkannya ke Sasuke. Lima… empat… tiga… dua… satu…

"Hai! Salam kenal! Aku Naruto, kau?"

Cih. Cewek memang sama saja. Sasuke langsung menoleh ke bangku sebelahnya dengan death glare terbaiknya untuk menanggapi salam perkenalan itu, tapi apa yang didapatinya bukan wajah Naruto, melainkan bagian belakang kepala Naruto yang pirang mencolok. Sasuke mengerjap, sedikit cengok, tapi tidak ditunjukkannya terang-terangan. Ia mencerna kejadian di sebelahnya. Naruto, bukannya mengajak Sasuke kenalan seperti dugaannya, malah mengajak Hyuuga Hinata kenalan. Hyuuga Hinata, yang duduk di bangku seberang Naruto. Hinata yang merupakan cewek pemalu cuma memandang Naruto dengan senyum malu-malu. Sasuke beralih dari wajah Hinata ke wajah Naruto, wajah yang masih penuh senyum ala iklan pasta gigi.

"A-aku, Hyu-Hyuga Hinata…" jawab Hinata gugup dan pelan, tapi tampaknya Naruto mendengarnya karena detik berikutnya ia berkata, "Salam kenal ya, Hinata-chan! Semoga kita bisa jadi teman baik!" dan setelah itu ia menatap lurus ke depan, ke arah Kakashi yang mulai menerangkan pelajaran.

That's it. Tak ada satu kata pun yang ditujukannya untuk Sasuke yang sudah mengalihkan pandang dari cewek pirang itu walaupun masih penasaran akan sikap antiknya. Boro-boro bicara dengan Sasuke, memandangnya pun tidak. Hal itu, yang diperhatikan semua anak sekelas karena jauh lebih menarik daripada statistika yang sedang diterangkan Kakashi, mengundang tatapan penuh tanya dari semuanya.

Jangan-jangan cewek ini lesbi… Sasuke tak habis pikir.

-

Pikiran Sasuke ada benarnya. Karena ternyata bukan hanya pada Sasuke cewek itu bersikap acuh. Sebenarnya dibilang acuh juga tidak sih…Naruto masih mau menanggapi kalau dipanggil, masih menyunggingkan senyumnya, tapi tentu saja kadar keramahannya berbeda untuk setiap gender. Ramah untuk cowok, dan kelewat ramah untuk cewek. Dan, Sasuke memperhatikan, terutama Hinata. Ia menyadari kalau teman sebangkunya itu selalu melirik Hinata beberapa menit sekali, berusaha menarik perhatian cewek pendiam itu dengan perbuatan-perbuatan konyol yang ujung-ujungnya dia ditertawakan oleh seluruh penghuni kelas, tapi tetap saja dia melakukannya. Sasuke memang bukan tipe pengamat, tapi cukup hanya dengan delapan jam duduk di sebelah Naruto bisa membuatnya tahu kalau teman sebangkunya itu idiot. Sasuke tak mengerti kenapa idiot seperti dia bisa dianugrahi tampang luar biasa.

Sasuke menggelengkan kepalanya pelan. Kenapa aku jadi mikirin dia?

"Naruto!" panggil Inuzuka Kiba, cowok paling supel yang pernah Sasuke kenal, tapi juga penggosip.

"Ya?" jawab Naruto, disertai senyumnya. Baru beberapa jam yang lalu cowok-cowok di kelas berhenti memanggilnya 'Naru-chan' karena satu hal, Naruto tak segan-segan memberikan death glare-nya kepada semua orang, kecuali cewek tentu saja, yang memanggilnya begitu. Dan tentu saja cowok-cowok tak mau mendapat death glare dari cewek yang dalam sehari sudah dinobatkan menjadi cewek tercantik di Konoha Gakuen.

"Mau pulang bareng?" kata Kiba penuh harap. "Sekalian aku ingin tahu rumahmu…"

Naruto tersenyum, tapi menggeleng. "Maaf, Inuzuka, tapi aku ada keperluan pulang sekolah nanti. Maaf, ya…"

Kiba meringis. "Oh, nggak apa-apa…" dan langsung mundur teratur.

Aku mendengus pelan. Satu lagi perilaku uniknya yang kuperhatikan hari ini. Ia memanggil semua cowok dengan nama belakang, sementara cewek dengan nama depan, tak lupa disertai embel-embel 'chan'. Apa yang salah dengan otaknya? Kenapa ia segitunya dalam membedakan gender?

Sasuke menggeleng lagi. Sudah cukup memikirkan tingkah laku Si Bodoh itu yang sedikit menyimpang…memangnya apa peduliku kalau dia lesbi? Toh aku tidak tertarik, secantik apapun dia.

Sepulang sekolah

Sasuke melangkah pelan ke auditorium Konoha Gakuen, tempatnya berlatih drama. Yap, Uchiha Sasuke adalah anggota klub drama Konoha Gakuen, sekaligus ketuanya. Ia berjalan sambil membaca naskah drama yang baru tadi pagi diserahkan Tenten kepadanya. Naskah drama yang akan mereka pentaskan untuk festival sekolah bulan depan. Memang pembagian peran belum ditentukan, tapi Sasuke lebih suka membacanya dulu, supaya ia tahu apa yang akan dihadapinya nanti. Apalagi Yuuhi Kurenai, pembina klub drama mereka, selalu dan tidak pernah tidak menunjuk Sasuke sebagai tokoh utama. Mentang-mentang dia ketuanya.

Sasuke menghela napas lega, naskah barunya menceritakan tentang romansa pasca perang dunia kedua antara seorang senator dan psikiaternya yang berakhir tragis. Menurut Sasuke, cukup mudah. Ia sudah punya firasat akan ditunjuk untuk memerankan senator dilihat dari cara Tenten menggambarkan sifat tokohnya. Tenten, yang merupakan script writer andalan klub drama, memang biasanya selalu membuat naskah berdasarkan sifat asli tokoh yang dia harapkan akan menjadi pemerannya.

Sasuke memasuki auditorium disambut dengan tatapan menggoda dari penggemar-penggemarnya yang makin hari kelihatannya makin banyak saja. Seperti biasa, ia mengabaikan mereka semua dan langsung berjalan ke salah satu sisi auditorium, di mana teman-teman cowoknya berkumpul.

"Tenten kesambet apa sih?" tanya Suigetsu, membolak-balik halaman naskahnya. Sasuke sudah berdiri di sebelahnya, tapi tak ada yang menghiraukannya seakan ia sudah berdiri di sana sejak tadi. Itulah sebabnya Sasuke memilih masuk klub drama daripada klub lainnya. Semua anggota cowoknya cuek dengan ketenaran Sasuke, sehingga tak ada dari mereka yang berusaha menjatuhkannya. Mereka semua menerimanya.

"Kenapa?" tanya Hyuuga Neji, memandang Suigetsu ingin tahu. Neji adalah sepupu Hinata.

Suigetsu berdecak. "Nggak biasanya dia bikin naskah tragis dan angsty banget gini! Biasanya kan dia selalu bikin yang happy ends," komentar Suigetsu, mengenyit menatap naskahnya. Ia berdecak lagi. "Kurasa ini jeritan hatinya karena nggak punya cowok."

Sontak, semuanya tertawa mendengar gurauan Suigetsu, Sasuke hanya mendengus geli.

"Jangan sampai Tenten dengar… bisa dibantai kau…" kata Aburame Shino rasional di sela-sela tawanya.

"Selamat siang semuanya!" suara Kurenai menghentikan percakapan di auditorium, semua orang menoleh ke arahnya. Ia berjalan anggun memasuki audit, seorang cewek pirang mengikuti di belakangnya. Hanya dengan sekali lihat saja Sasuke tahu kalau itu Naruto. Ia mendengus dan langsung melayangkan pandangannya ke Hinata, yang juga merupakan anggota klub drama, di seberang ruangan. Tepat sekali dugaannya, Hinata sedang melambai malu-malu ke arah Naruto yang melambai padanya dengan bersemangat.

"Nah, hari ini kita mendapat anggota baru," kata Kurenai sumringah. Ia menoleh ke arah Naruto yang sedikit lebih tinggi daripadanya. "Perkenalkan dirimu, Naruto," tambahnya.

Naruto kembali memasang senyum cerahnya yang baru saja Sasuke lihat seharian ini di kelas, dia tak menyangka juga akan melihatnya setelah jam sekolah usai. "Salam kenal! Aku Uzumaki Naruto dari kelas 2-1. Aku mengikuti klub ini karena aku bercita-cita menjadi pemain drama profesional. Mohon bantuannya!" ia membungkuk dengan hormat. Cowok-cowok yang tidak sekelas dengan Sasuke langsung berbisik-bisik seru tentang kebenaran gosip mengenai kecantikan Naruto yang seharian ini mereka dengar. Norak, batin Sasuke, memangnya tidak ada cewek yang lebih cantik dari dia apa? Naruto masih tak ada apa-apanya dibandingkan dengan Camilla Belle atau Megan Fox. Dia tidak sadar kalau perbandingannya terlalu tinggi.

Kurenai menepukkan kedua telapak tangannya sekali dengan puas, tersenyum menatap Naruto. Ia mengambil naskah drama dari dalam tasnya dan berkata, "Kalian sudah terima naskah dari Tenten?"

Terdengar gumaman, "Sudah," di seluruh ruangan. Naruto membuka mulut hendak bicara, tapi Kurenai membungkamnya dengan langsung menyerahkan naskah drama yang memang belum didapatnya. Naruto tersenyum senang dan langsung membacanya.

"Bagus," lanjut Kurenai. "Waktu kita hanya sebulan, jadi sekarang aku akan menetukan perannya."

Sakura menyilangkan jari tengah dan telunjuknya, mengharapkan keberuntungan, Ino memejamkan mata sambil komat-kamit, Naruto masih larut dalam naskahnya, dan Sasuke hanya menatap kosong pada Kurenai.

"Untuk peran senator… itu milikmu, Sasuke," kata Kurenai dan menatap Sasuke penuh senyum. Yang dimakud hanya mengangguk, dugaannya memang tepat.

"Jenderal Keamanan ini… Shikamaru saja. Lalu, yang dapat peran pembunuh… Sai, tentu saja. Presidennya lebih baik Chouji dan Menteri Keuangan… Neji," Kurenai mengangguk-angguk, puas dengan pilihannya. "Itu dulu," ia mengakhiri.

Sakura menurunkan tangannya. "Lalu peran psikiater dan sekretarisnya?" tanyanya ingin tahu.

Kurenai tersenyum. "Berhubung kita dapat anggota cewek baru," ia memandang Naruto. "Aku ingin mengujinya."

Naruto mendongak dari naskahnya ketika sadar dia sedang dibicarakan. Sakura dan Ino cemberut.

"Naruto, Sakura, Ino, kalian bisa mencoba memerankan psikiater dan sekretaris itu bergantian di hadapanku. Aku akan memutuskan peran yang kalian dapat dari penilaianku," kata Kurenai. "Sasuke, bantu aku."

Sasuke mengangguk sekali dan, bersama tiga cewek yang dimaksud Kurenai, berjalan mengikuti pembimbing mereka itu ke sisi lain audit sementara anggota yang lain sibuk memusyawarahkan kostum, dekor, pencahayaan dan hal-hal pelengkap lainnya.

Kurenai duduk di salah satu kursi. "Ino, kau bisa mulai lebih dulu dengan peran psikiater."

Ino mengangguk dan langsung beringsut mendekati Sasuke dengan semangat membara. Sasuke bahkan tidak memandangnya. Ino berdehem dan memulai, ia berjalan ke arah Sasuke yang bergeming, dan berpura-pura menabraknya seperti yang terjadi dalam naskah. Dalam naskah, Ino seharusnya terjatuh dengan mulus ke lantai, tapi tidak dengan Ino yang sebenarnya. Ia hanya terhuyung, setengah berharap Sasuke akan menangkap tubuhnya sebelum menyentuh lantai…

"Cukup, Ino," kata Kurenai tidak puas. "Kau bantu Temari saja di bagian kostum."

Ino hendak membantah, tapi Kurenai memberinya tatapan mencela dan cewek pirang centil itu langsung berjalan ke sisi lain audit dengan wajah masam.

"Sakura, giliranmu."

Sakura maju, sedikit flirting dengan Sasuke yang mau muntah melihat kedipan mata Sakura. Cewek berambut pink itu melakukan semuanya sesuai dengan yang tertera di naskah, Sasuke yang sudah lama hampir selalu dipasangkan dengan Sakura sudah terbiasa dengan akting gadis itu, tapi Sasuke juga selalu merasa ada yang kurang. Seakan Sakura itu kurang total dan terlalu monoton. Sasuke tidak menyukai itu tentu saja. Ia selalu menghendaki kesempurnaan.

Ketika Sakura selesai. "Hm…Naruto, kau sekarang," kata Kurenai, tidak banyak berkomentar.

Naruto mengangguk. Ia memejamkan matanya dan menarik napas dalam sebelum meletakkan naskahnya di sebelah Kurenai. Baik Sasuke, Kurenai maupun Sakura mengernyit dengan satu pikiran sama, memangnya dia sudah hapal naskahnya?

"Kita mulai, Uchiha?" tanya Naruto, tersenyum pada Sasuke. Sasuke mengangguk. Ia meletakkan naskahnya juga, merasa tertantang. Otak jeniusnya bisa mengingat naskah dalam waktu beberapa menit saja, kalaupun ia lupa, yang perlu ia lakukan hanya berimprovisasi. Kurenai menyilangkan kakinya, mengamati Sasuke dan Naruto dengan pandangan tertarik.

Naruto berjalan ke arah Sasuke, berpura-pura membawa setumpuk barang di tangannya, dan ia berjalan terhuyung. Ekspresi dan gerak tubuhnya meyakinkan sekali sehingga Sasuke sempat berpikir Naruto memang sedang membawa barang yang sangat banyak dan menghalangi pandangannya.

Lalu Naruto menabrak Sasuke. Gadis itu jatuh terduduk, sementara Sasuke tertegun, langsung membungkuk dan berpura-pura membereskan bawaan Naruto yang terjatuh. "Maaf," kata Naruto, mengucapkan dialognya. "Berkasnya banyak sekali, aku tidak bisa melihat jalan."

Baru kali ini Sasuke menyadari kalau ternyata suara Naruto itu bagus juga, kemana perginya suara cempreng yang didengarnya seharian ini?. Sasuke menggeleng. "Tak usah dipikirkan. Aku juga sedang tidak berkonsentrasi."

"Eh, tunggu," potong Kurenai. "Aku ingin kalian langsung melompat ke adegan di halaman dua puluh satu."

Sasuke dan Naruto langsung bangkit dan mengambil naskah untuk mengecek adegan apa di halaman dua puluh satu yang dimaksud Kurenai. Sasuke membaca adegan itu sepintas dan membelalak. Ia setuju dengan Suigetsu sekarang. Tampaknya Tenten memang sedang kesambet sesuatu.

Sakura yang rupanya juga ikut membaca halaman itu berkata panik, "Sensei…ini…"

Kurenai mengangkat tangannya untuk menghentikan Sakura bicara. "Lakukan saja, kalian kan sudah SMA juga… bukan masalah besar kan?" katanya dengan senyum jahil.

Sasuke menggeleng pasrah dengan kelakuan pembinanya itu dan kembali meletakkan naskahnya. Tak disangkanya Naruto sudah siap di posisinya. Mata birunya memancarkan tekad yang, mau tak mau, membuat Sasuke kagum. Sasuke yang mudah terprovokasi mengambil posisi sekitar sepuluh meter dari Naruto. Naruto memberinya anggukan kecil, tanda ia boleh mulai sekarang. Maka Sasuke mulai. Ia berjalan cepat menghampiri Naruto yang sudah mengambil posisi membelakanginya. Tepat ketika jarak mereka tinggal tiga meter, Naruto membalikkan tubuhnya, menghadap Sasuke.

"Oh, malam, Uchiha. Aku ti—"

Sebelum Naruto sempat menyelesaikan kalimatnya, Sasuke sudah menempelkan bibirnya ke bibir gadis itu. Sasuke memejamkan matanya, melebur ke dalam ciuman itu, tak menyangka kalau bibir Naruto lebih lembut daripada kelihatannya…

Dan Sasuke merasakan tusukan di rusuknya, membuatnya mengakhiri ciuman singkat itu. "Apa yang kau lakukan?" sembur Naruto marah.

"Itu," Sasuke menatap ke kedalaman mata Naruto, mengeluarkan semua aura charming yang dimilikinya, "adalah apa yang kurasakan padamu."

_Tsuzuku_

~.~ Saia rasa kepanjangan untuk satu chapter. Habisnya saia nggak tau harus motong dimana sih… adakah yang sadar kalau drama yang akan mereka mainkan itu judulnya Sometime's in April? X3

Makasih banget buat uke saia tercinta!!!! X3 *peluk2 Nae* dia sudah bersedia meluangkan waktunya sampe jam setengah sebelas malam buat membeta fic ini…X) bagi yang mau memakai jasa FBSN, silakan hubungi kami ya! XDDD

Jadi, puaskah dengan remakenya? XD

Mind to review? ^^