A/N : Me back!! Miss me?? Ahahahah!! Wuiiiihhh… downloadnya cepet paraaahh!! Ahahaha! Gue suka liburan! Hidup liburan! Say no to stress! Muahahahahahah!!! Ah, anyway, mari kita masuk ke chapter 6 dari EEA a.k.a. Ever Ever After. Woohoo!!

Disclaimer : Baru kemaren gue beli hak ciptanya dari Kazuki Takahashi. Tapi cuma dalam mimpi… TT^TT

Warning : Rated M for reason, people. Jou bakal di… apa, ya bahasa alusnya? 'Dipretelin'? 'Dimainin'? 'Diberantakin'? Ah, pokoknya ada abuse, NC (yang gak tau NC, itu adalah non-consensual a.k.a. RAPE), yang lumayan grafik tp ternyata gak grafik juga (… maaf, saya jadi gaje), nudity, bla-bla-bla.

There's a zombie on your lawn. There's a zombie on your lawn. There's a zombie on your lawn. We don't want zombies on the lawn. (ending song pas tamat main PLANTS VS ZOMBIES) Ahahahah!! Game ini lucu dan seru paraaahhh!! Sunflower. One, two, three, woo!! Lo semua harus main! Silakan download. Bisa, kok. Hehehe. Gilaaa… ini game udah mencemari temen-temen gue di studio. Bukannya ngerjain tugas malah main PLANTS VS ZOMBIES.


"Baiklah." Kaiba memulai pembicaraan pagi itu sambil menghamparkan data-data yang dengan susah payah telah dikumpulkan Mokuba. Dipandanginya dengan seksama data-data yang telah tersedia dihadapannya itu. Kata demi kata ia resapi dan mengerti. "Ditambah dengan data-data yang telah Mokuba dapatkan, apa kalian ada ide tentang penyelamatan yang akan kita lakukan esok malam?" tanya Kaiba dan mendongakkan kepalanya ke arah komrad-komradnya yang duduk tepat di depannya. Betapa kesalnya Kaiba saat tidak mendapatkan respon yang berarti selain adegan-adegan mesra yang diumbar masing-masing pasangan.

"Kemarin malam benar-benar menakjubkan, Bakura." ucap Ryou sambil mencium pipi yami-mya dengan penuh cinta. "Tidak biasanya kau memperlakukanku begitu lembut dan penuh perasaan."

"Itu semua karena aku begitu mencintaimu." sahut Bakura sambil mempererat pelukannya pada pinggang Ryou. Sang raja pencuri itu menarik hikari-nya lebih dalam lagi ke dalam pelukannya. "Melihat terus percakapan bisnis di tempat Riddle membuatku bosan. Apalagi saat si Kaiba itu mematikan kameranya. Membuatku mati kebosanan saja karena tidak ada tontonan."

"Jangan mati, Bakura. Kalau kau sampai mati, siapa yang akan menemaniku tiap malam?" gumam Ryou sambil merengut sedikit, membuat sang yami berambut putih itu tertawa kecil dan mencium Ryou tepat di kedua bibirnya.

"Yami, nanti kau mau makan siang dimana?" tanya Yugi lembut sambil memainkan rambut pirang Yami yang mencuat.

"Hmm… Dimana, ya? Menurutmu, restoran mana yang nyaman untuk kencan?" tanya Yami pada hikari mungilnya yang ia pangku sedaritadi.

"Restoran yang kemarin malam juga bagus, kok." jawab Yugi sambil tersenyum cerah. "Aku menyukai tempat manapun yang kau pilih selama ada kau di sampingku." tambah Yugi disertai rona merah yang semakin menyeruak di kedua pipinya. Wajahnya tertunduk malu sambil memainkan vest kulit berwarna hitam yang dikenakan Yami.

Yami hanya tersenyum saat melihat ekspresi malu sang hikari. Disentuhnya dagu mungil Yugi. Didongakkannya kepala Yugi dan dikecupnya sepasang bibir merah yang selalu mengumbar senyum itu dengan lembut. "Kau manis sekali, Aibou." bisik Yami. "Itulah sebabnya aku begitu mengagumimu. Kau begitu mempesona." Dan Yami mempertegas perkataannya dengan mencium kening Yugi.

"Ya… Yami…" Yugi hanya bisa tertunduk malu saat mendengar pujian yang dilontarkan oleh Yami.

Sementara itu Marik dan Malik terlalu sibuk… eh… bercumbu di atas sofa hingga tidak bisa diganggu.

Kaiba menatap keadaan di depannya dengan perasaan bercampur antara iri, kesal, muak, jijik, dan iri. Tunggu. Iri sudah disebut barusan. Sepertinya ia betul-betul iri dengan tiga pasangan itu. Ia tidak punya orang yang bisa ia peluk, ia cium, dan ia manjakan seperti ketiga pasang insan di depannya. Beruntungnya mereka.

"Kenapa harus aku yang mengalami hal ini…" ratap Kaiba sambil menenggelamkan kepalanya ke dalam kedua telapak tangannya, meratapi nasib naasnya.


Jou menegakkan tubuhnya saat mendengar suara pintu terbuka. Jantungnya berdegup kencang saat melihat sosok Riddle memasuki kamarnya dengan senyum mengembang di wajahnya. Ada sesuatu yang membuatnya begitu gembira. Apa?

"Kau tahu siapa tamu yang kemarin malam kujamu, Katsuya?" tanya Riddle sambil tetap mengenakan senyum yang menyebalkan itu.

Meskipun Jou tahu siapa yang dimaksud Riddle, ia harus berpura-pura tidak mengetahui apa-apa. Maka, dengan perlahan Jou menggelengkan kepalanya tak mengerti. Untuk lebih meyakinkan, ia menggunakan ekspresi kebingungan seperti seekor anak anjing yang kehilangan arah pulang.

Riddle tertawa pelan. Ditepuknya kepala Jou dengan lembut seraya merebahkan tubuhnya yang masih terbalut piyama ke atas tempat tidur Jou. Tanpa basa-basi, ia menyambar belakang kepala Jou dan mendekatkan wajah duelist pirang itu ke wajahnya hingga ujung hidung keduanya saling bertemu. "Tamuku kemarin malam Kaiba Seto." bisik Riddle. "Kau tahu siapa dia?" tanya Riddle. Ia meremas sebagian rambut pirang Jou, membuat Jou meringis kesakitan.

"Ti… Tidak." sahut Jou pelan. Keringat dingin mulai membasahi tubuhnya. Apakah Riddle tahu hubungannya dengan Kaiba?

Riddle mendengus pelan. Dihempaskannya tubuh lemah Jou ke tempat tidur. "Kukira kalian saling kenal. Padahal, kau dan dia dulu pernah memainkan permainan kartu itu, kan?"

Jou masih terus bungkam. Ia tidak mau mengeluarkan perkataan yang bisa membuat Riddle curiga. Ia tidak mau Riddle memburu Kaiba dan berusaha membunuhnya hanya karena dirinya. Kaiba adalah harapan Jou satu-satunya. Tambatan hati dan hidupnya yang terakhir.

Riddle masih memandangi tubuh polos Jou yang terbaring lemah di atas tempat tidur. Mata birunya menatap tajam, seolah-olah ingin menguak semua pikiran yang ada di dalam kepala Jou. Ia tak yakin kalau Jou tidak mengenal Kaiba. Siapa yang tidak mengenal Kaiba Seto? CEO termuda pemimpin perusahaan game paling sukses yang pernah ada di bumi. Selain itu, keduanya juga sama-sama pernah berduel dalam permainan kartu yang sampai sekarang Riddle tidak pernah mengerti. Pria berambut hitam itu tahu kalau Jou telah berbohong padanya. Tapi, untuk kali ini, ia akan memaafkan Jou. Karena, cepat atau lambat, Jou akan segera membayar hutang-hutangnya, lengkap dengan bunganya.

Memikirkan keuntungan berlipat yang akan ia peroleh membuat Riddle kembali menyunggingkan senyum lebar.


"Kalian sudah mengerti rencananya, kan?" tanya Kaiba pada teman-temannya. Pertanyaannya disambut dengan anggukan kepala dari keenam orang yang ada di dekatnya.

"Kau yakin tidak butuh Bakura untuk ikut bersamamu, Kaiba?" tanya Yami sedikit khawatir.

"Tidak. Aku tidak butuh siapapun untuk menemaniku." Kaiba membalas perkataan Yami dengan entengnya. Dipasangnya kedua sarung tangan berwarna hitam ke kedua tangannya. Tak lupa, ia pasang juga alat komunikasi di telinga kirinya dan beberapa peralatan untuk membongkar kunci di ikat pinggang khusus yang telah ia gunakan.

"Benar apa yang dikatakan Yami." ucap Ryou tidak yakin kepada Kaiba yang sedang mengikatkan sepatu bootnya. "Mungkin, akan lebih baik kalau salah satu dari kami ikut denganmu." sambungnya sambil melirik ke arah Bakura dengan khawatir.

"Aku akan baik-baik saja." kata Kaiba tegas. Sang CEO muda itu menegakkan tubuhnya dan merapikan celana hitam berbahan kulit yang ia kenakan. Ia tersenyum singkat kepada teman-temannya itu dan berkata, "Aku akan menyelamatkan Jou dan kembali dengan selamat bersamanya. Kalian jalankan saja rencana berikutnya."

Kaiba segera memasuki mobil sedan berwarna hitamnya yang sudah siap di parkiran. Dipacunya mobil tersebut menembus malam menuju Riddle Mansion untuk menyelamatkan Jou.

Yugi terus menatap mobil hitam yang melaju hingga menghilang di horizontal. Tatapan matanya begitu khawatir dan cemas. Perlahan, ia tolehkan kepalanya ke arah yaminya dan berbisik pelan, "Aku khawatir, Yami."

Yami mengulurkan tangannya dan merengkuh kepala mungil hikarinya. Ditariknya kepala Yugi ke dalam dekapannya seraya berbisik pelan di samping telinga sang hikari, "Yang bisa kita lakukan saat ini hanyalah menjalankan rencana sesuai dengan yang telah dibuat oleh Kaiba. Rencana ini pasti berhasil, Aibou." Ditegaskannya perkataan barusan dengan kecupan lembut di kening sang hikari.

Yugi menenggelamkan kepalanya lebih dalam lagi ke dalam pelukan Yami. Dihirupnya dalam-dalam aroma tubuh kekasihnya itu dengan mata terpejam. "Semoga kau benar, Yami."


KLEK!

Akhirnya jendela yang menuju lorong lantai dua terbuka. Beruntung Kaiba berhasil menyerap semua ilmu dan teknik membongkar kunci yang diberikan oleh Bakura dengan cepat. Hanya dalam hitungan jam, ia berhasil menguasai teknik-teknik tercepat untuk mebongkar berbagai macam kunci dan meruntuhkan sistem pertahanan dan alarm di rumah Riddle. Semuanya berkat data-data yang didapatkan oleh Mokuba dan juga keahlian seorang raja pencuri Bakura.

Kaiba mengintip keadaan di dalam lorong yang begitu gelap. Tidak ada siapa-siapa. Sepertinya mereka tidak terlalu khawatir ada penyusup masuk ke dalam rumah itu. Meskipun rumah itu terlihat sangat mewah, pasti tidak ada penjahat yang berani melanggar batas wilayah sang pemimpin mafia terbesar Inggris itu. Melangkahkan seujung jari kaki ke dalam batas rumahnya tanpa diundang sama saja dengan bunuh diri.

Kaiba mendengus pelan dan tersenyum. Sialnya, mereka tidak memperkirakan orang sepertinya yang nekat menyusup masuk.

Dengan gerakan cepat dan rapi, Kaiba masuk ke dalam rumah. Tak lupa, ia menutup kembali jendela yang berhasil ia bongkar kuncinya. Ia tak ingin penjaga rumah itu menyadari keberadaannya jika melihat keadaan jendela yang terbuka. Paling tidak, dengan jendela tertutup para penjaga berotak udang itu tidak akan menyadari keberadaannya dengan segera. Kaiba bisa membeli waktu hanya dari tindakan yang begitu sederhana itu.

Kaiba sekali lagi memastikan bahwa tidak ada siapa-siapa di lorong itu. Matanya yang tajam memindai ruangan di sekitarnya dengan seksama. Ia tak ingin rencananya gagal hanya karena kelalaiannya memeriksa keadaan sekitar. Ia tidak ingin Jou harus menderita semalam lagi hanya karena kelalaiannya.

Setelah yakin bahwa tidak ada siapa-siapa selain dirinya di lorong itu, Kaiba melanjutkan perjalanannya menuju kamar Jou. Ya. Kamarnya. Akhirnya, ia akan bisa menyentuh Jou dan memeluknya. Memikirkannya saja sudah membuat Kaiba tersenyum dan merasa sangat bahagia. Ya. Sebentar lagi, ia akan mendapatkan kembali anjing kecilnya. Sebentar lagi.

Akhirnya, tak terasa kakinya telah membawanya hingga dinding misterius yang menyembunyikan pintu sialan tujuannya itu. Diketuk-ketuknya lagi untuk menemukan pintu yang benar. Begitu terdengar perbedaan ketukan, ia mengulangi kembali apa yang ia lakukan. Memukul tembok itu dengan penuh perasaan hingga tembok itu membelah dan menampilkan pintu besar terbuat dari kayu. Tak ketinggalan, sebuah panel berisi angka dan huruf-huruf di samping pintu itu.

"Sekarang," gumam Kaiba. Diregangkannya tangan-tangannya yang kebas. "Saatnya untuk beraksi."

Dengan jari-jari terlatih, ia menekan-nekan kode yang sudah diperkirakan. Ia mencoba Voldemort, ternyata gagal. Hmm… Riddle? Gagal juga. Lagipula, mana ada orang bodoh yang memasukkan namanya sendiri sebagai password? Hmm… Death Eater? Salah juga. Kaiba mulai frustrasi dengan kode-kode sialan itu. Kira-kira, apa yang menjadi obsesi si brengsek itu, pikir Kaiba kesal. Ia mencoba untuk mengingat-ingat apa saja yang menarik hati sang pengusaha Inggris itu. Selain ketertarikannya pada dunia bawah tanah, membunuh, darah, dan menyiksa orang, apa yang menarik baginya?

Tunggu.

Mungkinkah…

Kaiba memasukkan sebuah nama yang ia lihat di dalam kamar Riddle. 'Nagini'. Ya. Nama sang ular perliharaan Riddle. Dengan hati was-was, ia menekan tombol hijau untuk mengkonfirmasikan kebenaran password yang telah ia masukan. Dan… Benar! Betapa senangnya Kaiba saat terdengar bunyi 'klek' pelan, tanda kuncinya telah terbuka. Sebentar lagi, ia akan mendapatkan Jou kembali. Sebentar lagi.

Dibantingnya pintu yang memisahkan dirinya dan kekasihnya dengan kasar. Kaiba sudah tidak sabar untuk bisa bersatu lagi bersama Jou.

Kaiba tak sempat memanggil nama kekasihnya itu. Kedua bibirnya hanya sempat terbuka, tapi nama Jou tak kunjung terucapkan karena pemandangan yang ada di hadapannya begitu mengejutkan. Terlalu mengejutkan, sekaligus mengerikan.

Tubuhnya terentang tepat di tengah-tengah ruangan. Kedua tangannya terikat dengan tali yang merentang dari langit-langit ruangan dan membuat kedua tangannya terentang jauh. Kedua kakinya juga terikat dengan tali yang sama kuatnya dengan yang mengekang kedua tangannya. Kali ini, kaki-kakinya terikat pada sebuah pasak yang terpasang di lantai. Kedua kakinya juga terentang begitu lebar, memberikan akses yang begitu mudah bagi siapapun ke bagian terintimnya.

Sosoknya begitu mengenaskan, tergantung tak berdaya di tengah-tengah ruangan. Tubuh polosnya ternodai dengan noda darah yang Kaiba curiga berasal dari Jou sendiri. Rambut emasnya terlihat berantakan dan menutupi sebagian besar wajah Jou.

Panik, Kaiba berlari ke tempat Jou terikat. "Jou!" panggilnya. Diangkatnya wajah kekasihnya yang terkulai lemah, menggantung tak berdaya pada ikatannya. "Jou, bangun!" Kaiba terus memaksa anjing kesayangannya itu untuk sadar dengan menepuk-nepuk lembut pipi Jou yang sedikit berlumuran darah.

Dilihat dari dekat, kondisi Jou semakin membuat hati Kaiba miris. Luka-luka di sekujur tubuhnya terlihat semakin jelas di bawah sinar rembulan. Luka sayatan terlihat menghiasi beberapa tempat di tubuh Jou. Beberapa bahkan terlihat masih baru. Luka bakar meramaikan bekas luka yang sudah merambah hampir di setiap sisi tubuh Jou.

"Jou, kumohon bangun, Jou." Suara Kaiba mulai terdengar begitu khawatir dan panik. Tamparan yang ia layangkan ke pipi Jou semakin keras. Ia tidak peduli kalau tamparan itu akan membekas di pipinya. Ia tak peduli. Yang penting, ia bisa membuat Jou tersadar. Ia ingin melihat lagi sepasang mata cokelat madu yang ia rindukan itu. Ia ingin melihatnya lagi. "Kumohon, Jou. Bangun…" bisik Kaiba lirih. "Jou, bangun. Jangan tinggalkan aku sendirian."

Sepertinya doa sang CEO didengarkan oleh Jou. Perlahan, sepasang mata cokelat itu mulai menampakkan diri. "K... Kaiba...?"

"Jou!" Kaiba mendesah lega saat melihat kekasihnya mulai sadar. "Kau tidak apa-apa?"

"Ke... Kenapa kau...?" Jou memandang kesana-kemari dengan tatapan panik dan setengah sadar.

"Aku datang untuk menyelamatkanmu, Jou. Tenanglah. Aku pasti akan membebaskanmu dari tempat ini." kata Kaiba sambil berusaha melepaskan ikatan yang membelenggu tangan kanan Jou. Cukup sulit karena simpul yang digunakan begitu kompleks.

"Ja... Jangan..." Suara Jou yang lemah terdengar begitu memilukan di telinga Kaiba. "Jangan pedulikan aku... Larilah..."

"Lari?" ulang Kaiba dengan nada bingung. Kedua tangannya masih mencoba untuk melepaskan ikatan pada pergelangan tangan Jou. Pemuda berambut cokelat itu mulai kewalahan karena simpul sialan yang terlalu erat itu. "Aku tidak akan pergi tanpamu, Jou!"

Jou terbatuk sebentar sebelum membalas dengan suaranya yang lemah. "… Jangan…" Diliriknya Kaiba yang masih berkutat dengan tali di tangan kanannnya. "… Lari, Kaiba…"

"Diamlah sebentar, Jou!" hardik Kaiba kesal. Ia mulai mengeluarkan pisau lipat yang ia simpan di saku dan mulai mengiris dengan hati-hati tali itu. Ia tak ingin pisau itu melukai kulit indah kekasihnya. Tanpa perlu ia tambahi saja luka-luka di sekujur tubuh Jou sudah membuatnya merinding. "Aku akan membebaskanmu sekarang. Kita akan kembali ke Domino malam ini. Percayalah padaku."

Jou menatap Kaiba dengan tatapan khawatir. "Kau tidak mengerti, Kaiba..." desisnya pelan. "Ini... jebakan…"

"Eh?"

Kaiba baru saja membuka mulutnya untuk bicara, tapi apa yang ingin ia utarakan tak kunjung keluar dari mulutnya. Karena, tepat saat itu seseorang memasuki kamar itu. Seseorang dengan rambut hitam ikal dan bermata biru sedang tersenyum licik ke arahnya. Mulut pistol yang ia pegang terarah tepat diantara mata sang CEO Kaiba Corp.

"Ternyata cinta memang bisa membutakan orang, bahkan sejenius dirimu, Kaiba." kata Riddle, mencemooh Kaiba. Riddle mengedikkan kepalanya, memberi isyarat kepada Kaiba untuk menyingkir dari Jou. "Menyingkirlah dari Katsuya, Kaiba." perintahnya. "Kalau kau masih mau hidup."

Kaiba hanya menggeram kesal. Dengan mulut pistol tepat mengarah ke arahnya, ia tak bisa melawan. Perlahan-lahan, Kaiba menyingkir dari tubuh Jou yang masih terentang di udara. Mata biru lazulinya menatap sedih dan khawatir ke arah Jou.

Riddle tersenyum licik saat melihat pertukaran pandangan antara Kaiba dan Jou. "Aku tahu kau pasti akan memberikanku keuntungan, Katsuya." bisik Riddle seduktif tepat di samping telinga Jou. Pistolnya ia tempelkan tepat ke samping perut Jou. "Sudah lama aku mengawasi kalian berdua, kalian tahu itu?" Jari-jari tangan Riddle mulai sibuk menggerayangi sekujur tubuh Jou, membuat pemuda berambut pirang itu merinding. "Sejak ayahmu berhutang padaku, aku mulai mengawasi kehidupanmu, Katsuya. Aku juga tahu kau bekerja di kafe itu. Bagaimana kalian bertemu dan bagaimana sang CEO mengungkapkan perasaannya padamu." Riddle mencium tengkuk Jou sambil melirik Kaiba yang terbakar emosi. "Bahkan, aku juga mengawasi teman-temanmu saat mereka bertemu dengan Malfoy di klub. Aku tahu semua rencanamu, Kaiba. Bahkan, aku sendiri sudah memperhitungkan dirimu yang akan datang ke rumahku dan menyelidikinya untuk mencari Katsuya. Asal kau tahu, pintu kamarku sengaja tidak kukunci supaya kau masuk dan menemukan kaca itu." Riddle mengedikkan kepalanya tepat ke arah kaca besar yang membatasi kamar Riddle dan Jou.

Kaiba hanya bisa memberikan tatapan tak percaya ke arah Riddle. Semuanya telah berhasil ia baca? Tidak mungkin…

"… Kau… bohong…" desis Kaiba, masih mencoba untuk menyangkal apa yang dikatakan oleh Riddle.

"Masih tak percaya?" kata Riddle sambil tertawa. "Kau memang keras kepala, Kaiba. Memangnya kau saja yang bisa mengumpulkan data, menyelidiki, dan lain-lainnya itu, hah? Asal kau tau. Aku punya intel hampir di seluruh pelosok Inggris dan mereka semua loyal padaku. Hasil pengamatan mereka menyatakan bahwa kau, Kaiba Seto, telah jatuh hati pada pemuda ini." lanjut Riddle sambil merengkuh pinggang ramping Jou.

Kaiba hanya terdiam. Matanya menatap Riddle penuh dendam.

"Awalnya aku sempat tidak percaya. Kau, seorang Kaiba Seto yang terkenal dingin dan angkuh, bisa jatuh hati." Riddle tertawa pelan. "Tapi kemudian teori yang mustahil itu terbukti nyata. Beberapa hari setelah aku membawa Katsuya, kau datang menawarkan kerja sama yang dulunya sempat kau tolak mentah-mentah. Saat itu, aku sadar kalau aku telah mendapatkan alat yang sesuai untuk mendapatkan perusahaanmu, Kaiba. Alat yang sempurna." bisik Riddle pelan. Kali ini lidahnya bergerak menjilati darah yang membekas di pipi Jou.

"Lepaskan Jou, brengsek!" seru Kaiba kesal. "Kalau kau menginginkanku, kau sudah mendapatkannya!"

Riddle terkekeh. "Baiklah, baiklah. Kita mulai masuk ke bisnis saja." ucap Riddle. Tangannya masih sibuk memainkan rambut pirang Jou yang berantakan. "Kita buat perjanjian baru, Kaiba. Kau harus menyerahkan perusahaanmu dan aku akan menyerahkan Katsuya kepadamu."

"Kalau aku menolak?"

Riddle menepuk-nepuk ujung pistol ke dagunya dengan lembut. Kedua alisnya terpaut, seolah-olah ia sedang berpikir keras. "Hmm… Kalau kau menolaknya, maka…" Riddle mengokang pistolnya dan langsung menempatkannya tepat di kepala Jou. "Aku akan membunuh kekasihmu ini. Setelah itu, aku akan membunuh teman-temanmu itu dan adikmu. Aku akan memaksamu untuk menyaksikan pembantaian mereka semua sebelum akhirnya aku akan membunuhmu. Setidaknya kalian bisa hidup bahagia selamanya di akhirat."

Kedua perjanjian yang ditawarkan semuanya merugikan Kaiba dan menguntungkan Riddle. Kaiba untuk pertama kalinya dalam hidupnya, bimbang. Jika ia memilih opsi kedua, ia akan kehilangan semuanya. Perusahaannya, adiknya, temannya, dan terutama Jou. Bila ia memilih opsi kedua, ia akan kehilangan perusahaannya. Tapi, mengingat Riddle yang licik, Kaiba yakin hidupnya akan terus diteror Riddle dan sedikit demi sedikit pasti orang-orang di sekitarnya akan terbunuh. Dua pilihan tersebut sebenarnya sama saja. Kaiba Corp akan menjadi milik Riddle dan Kaiba berserta orang-orang terdekatnya akan mati.

Riddle yang menyadari kebimbangan di mata Kaiba mulai angkat bicara. Ia berkata, "Mungkin kau butuh sesuatu untuk meyakinkanmu pilihan mana yang seharusnya kau pilih, Kaiba." Ia kembali mendekati Jou dan menarikan jari telunjuknya dengan lembut, mengikuti kontur wajah Jou.

Terdengar suara zipper terbuka, membuat Kaiba waspada. "A... Apa yang akan kau lakukan?" desak Kaiba.

"Perhatikan saja, Kaiba. Sehabis ini, kau pasti tahu mana yang harus kau pilih."

Berikutnya yang terdengar adalah jeritan panjang yang memilukan dari Jou.

"Brengsek!" jerit Kaiba kesal saat menyadari bahwa kekasihnya sedang diperkosa, tepat di depan matanya. "Jangan kau sakiti ia, bedebah!"

Riddle tidak mempedulikan perkataan Kaiba. Ia tetap sibuk menembus dinding keperawanan Jou yang sudah berkali-kali ia lewati. Jerit kesakitan yang diteriakkan Jou hanya membuatnya semakin bersemangat dan agresif. Ditambah lagi ejekan dan permohonan dari Kaiba seolah-olah menjadi pendorong semangat bagi dirinya sendiri untuk semakin mengoyak tubuh Jou.

"Aku sudah bilang kalau aku akan meyakinkanmu, Kaiba." kata Riddle di tengah desahan penuh kenikmatannya. Direngkuhnya segenggam rambut pirang Jou dan dengan kasar ia tarik kepala Jou ke belakang. Tanpa basa-basi lagi, ia langsung mencium Jou tepat di bibirnya dengan liar.

"Hentikan!" seru Kaiba. Ia mulai histeris saat melihat kekasihnya diperlakukan seperti itu. Yang lebih membuatnya kesal adalah dirinya tidak bisa membela Jou. Pistol sialan yang dipegang Riddle masih tertuju tepat ke perut Jou. Salah langkah sedikit saja, Riddle akan membunuh Jou.

Bagi Kaiba, adegan pemerkosaan kekasihnya itu seperti berlangsung bertahun-tahun lamanya. Ia sudah tak sanggup lagi mendengar apalagi melihat Jou yang disiksa seperti itu. Telinganya sudah ia tulikan untuk memblokir segala jeritan dan desahan. Matanya ia butakan dari pemandangan mengerikan yang terus dan terus dimainkan di depannya, seperti video yang rusak. Namun, tiap individu memiliki batas kekuatannya, dan batas Kaiba sudah semakin menipis. Ia sudah tidak kuat lagi. Kakinya yang mulai lemas tak sanggup menopang beban tubuhnya dan membuat Kaiba jatuh berlutut. Beruntung adegan mengerikan itu segera berakhir. Yang ada tinggal isak tangis dari Jou.

Riddle mengambil sedikit cairan putih menjijikan yang telah ia semburkan ke dalam rektum Jou. Disapukannya cairan itu di kedua bibir Jou yang sedikit terbuka dengan senyum penuh kepuasan terlukis di wajahnya. Mata birunya terus menatap Kaiba seolah-olah menantang pemuda itu untuk melawannya.

"Semua pilihan ada di tanganmu, Kaiba." Terdengar suara berat Riddle menggetarkan gendang telinga Kaiba yang beberapa menit lalu telah ia tulikan dengan jeritan memilukan dan seruan penuh kenikmatan. "Apapun pilihanmu, tidak ada ruginya bagiku." sambung Riddle disertai tawa yang renyah. Ia mulai melepaskan diri dari Jou dan bergerak sedikit menjauhi Jou yang masih menitikkan air mata.

"... Brengsek...!" geram Kaiba di antara gertakan giginya. Air mata menggenangi kedua bola mata birunya. Kebencian yang begitu mendalam terlukis jelas di sepasang bola matanya. Tangannya mengepal begitu kuat hingga membuat telapaknya terluka dan cairan merah yang begitu segar mengalir membasahi tangannya.

"Cepatlah sedikit, Kaiba." gumam Riddle santai. "Kau bisa membuatku mati kebosanan hanya menunggu jawaban darimu disini." Riddle menguap lebar untuk mempertegas pernyataannya barusan. "Mungkin kau butuh pendorong yang lainnya."

Dengan tatapan horor, Kaiba menyaksikan mulut pistol yang tadinya mengarah di perut Jou sekarang berpindah haluan. Benda itu sekarang tepat berada di samping kepala Jou dengan pelatuk siap ditekan. "Kuhitung sampai 3. Kalau kau masih belum memberikan jawaban, aku akan menarik pelatuknya dan meledakkan kepala si pirang ini."

"Kau gila!" erang Kaiba. Matanya menatap liar antara Jou, pistol terkutuk itu, dan Riddle.

"Tidak. Aku tidak gila. Aku hanya sedikit terobsesi." balas Riddle sambil mengangkat pundaknya dengan enteng. "Kuhitung mulai dari sekarang. Satu..."

Jantung Kaiba berdetak semakin kencang. Kepalanya semakin pusing karena memikirkan situasi yang ia hadapi. Otaknya sedang bekerja keras menimbang-nimbang segala keburukan dan kebaikan yang akan ia peroleh saat opsi pertama atau kedua ia terima. Tak satupun menghasilkan keputusan. Ia tidak mau kehilangan Jou. Jou adalah pemuda yang telah mencuri hatinya sejak pertama kali mereka bertemu. Salah satu individu yang bisa membuat seorang Kaiba Seto menjadi Seto, dan bukan Kaiba. Orang yang bisa mengeluarkan pribadi Seto seutuhnya selain Mokuba.

"Dua..."

"Diam sebentar, brengsek! Aku sedang berpikir!!" bentak Kaiba. Ia bimbang. Ia tidak mau kehilangan Jou, tapi ia juga tidak mungkin kehilangan perusahaannya. Perusahaannya adalah segalanya bagi dirinya dan adiknya. Jika ia kehilangan perusahaan, bagaimana ia bisa mencukupi kebutuhan hidup keluarganya? Aset-aset perusahaan pasti akan diambil oleh Riddle. Aset-aset tersebut termasuk rumah, tabungan, Kaibaland, dan juga pesawat jet khas miliknya itu. Semuanya akan diambil. Mau hidup dimana ia tanpa tempat tinggal dan uang?

"Tiga."

TBC


A/N : dan BOOOMMM!! Meledaklah otak Kaiba. Geez… Adegan rape-nya sampah. (head bang ke tembok terdekat, terus mojok sambil noel-noel tanah. Aura gloomy mengitari diri sendiri) Kenapa akhir-akhir ini gue suka menyampah, sih... Ah, anyway. Maaf, updatenya lama. Ehehehe. Maafkan saya (nunduk dalem-dalem). Oiya! Mau bales review!!

Messiah Hikari : Sip, sip. Makin ke belakang, Puzzleshipping, Bronzeshipping, Tendershipping, dan terutama Puppyshippingnya bakal lebih banyak, kok. Hehehe. Yak. Anda orang pertama yang menyatakan kebencian mendalam pada Riddle. Ntar mau gue itung ada berapa orang yang menghujat Riddle dan pengen Riddle die, ah. Video udah gue liat! Ahahahah!! Sumpah itu yang buat canggih! Parah, deh, yang buat. Ketauan dia gak punya kerjaan lain. Hehehe. Terima kasih buat dukungannya, ya.

Vi ChaN91312 : Makasih, makasih. Hehehe. Puzzleshipping dan pairing-pairing lainnya bakal ditambah, kok porsinya. Tenang aja. Hehehe. Dan masalah Kaiba yang mupeng ngeliat yang lain pada mesra-mesraan… Itu sih deritanya dia. Ahahahahah!! (ketawa biadab)

MoonZheng : Heh! Mana Hetalianya!!? Terus mana SBRL versi Natalnya!!? (kesel) Lha? Bukannya elo yang mau Jou jadi selingan doang? Gue cuma nurutin elo aja, kok, Sha. Hehehe. Terus masalah Riddle… Waktu itu gue ngomong apa, ya? Lupa. Ohohohoho. Maklum, lagi mengidap short term memory syndrom. Kayak Dory. Just keep swimming. Just keep swimming. Just keep swimming, swimming… Eh, sha! Hetalia udah sampe 49 episode, lho! Asoy!!

Sora Tsubameki : Ehehehe. Sebenernya ide kissing di depan kaca tu gue dapet pas lagi ngebaca ulang komik Detektif Kindaichi. Yah, meskipun yang gue baca itu Akechinya gak lagi naked pas mesra-mesraan sama Yoichi. …………….. BUKAAN!!! Maksud gue, adegan itu tu dilakukan sama Kindaichi sama Miyuki!! Duh, otak gue mulai eror, nih! Tapi… pairing YoichixAkechi lucu juga kayaknya. Muahahahaha!! Ehm. Yak. Anda orang kedua yang mau Riddle mati aja. Riddle, udah 2 lho yang mau lo die. Hehehehe. Makasih Sora buat reviewnya. Oiya, gue udah baca tuh yang cerita barunya. Kereeeennn…!! Endingnya dibuat 3some aja. (dilempar tomat sama Romano)

Checo Lazzo : Orang ketiga yang marah-marah sama Riddle. Riddle, udah ada 3 orang yang benci sama lo. Meskipun Jou telanjang beruang (barenaked) waktu itu, tapi iman Kaiba lebih kuat dari pada napsunya. Beeeuuuhhhh!! Gue belain, nih, Ba! Oya? Bagus lah kalo lo gak eneg bacanya. Hehehe. Tapi malah gue yang nulis yang eneg… Gak biasa buat romance, sih. Ehehehe. Makasih buat reviewnya, ya. See you at the next chapter.

Erune : Yeiy! Hidup Puzzleshipping!! Woohoo! (ngacungin bambu runcing, nyolong bentar dari Indonesia). Iyalah. Siapa yang gak bete ngeliat adegan rating M berlangsung di kamarnya? Mana dia sendiri lagi menjomblo ria lagi. Kasian, kau, nak. (ngelus-ngelus kepala Kaiba) Eh? Maksudnya Riddle mau Kaiba buat ^$&$%&$%&$& tu apa, ya? Ehehe. Makasih buat reviewnya, ya. Review lagi buat chapter ini! Review lagi!! (maksa)

Dika the WINGed Kuriboh : Udah, udah. Gak apa-apa kok kalo telat Dika. Gue juga sering telat. Duh, jadi malu sendiri… Huueee?? Kayak telenovela??! O.o Hehe. Jadi keinget sesuatu. Pas gue sama temen-temen gue lagi jalan di daerah Cikini, gue menemukan sebuah rumah dimana PRT ceweknya berseragam MAID lengkap dari ujung kepala sampe ujung kaki! Terus yang cowoknya juga berseragam BUTLER!! Sumpah, itu kayak telenovela parah. Jangan-jangan, di dalem rumahnya ada adegan telenovela juga? Hmm… Jadi kangen Amigos… Ehehe. Semua orang kayaknya seneng banget ada Puzzleshipping di chapter kemaren. Makasih buat reviewnya, ya, Dika. Jangan lupa review lagi.

Shigeru : Lo sama kayak gue. Males login. Ahahahah!! Wah, baguslah kalo seneng sama ceritanya. Ehehe. Tugas maketnya gak susah, sih. Cuma guenya aja yang sotoy milih design susahnya amit-amit. Lagian, gue terlalu kemakan omongan sang asdos. "Udah, kalian buat aja designnya sesuai imajinasi *insert Spongebob disini* kalian. Masalah bikin maketnya, ntar aja dipikirinnya." Alhasil gue puyeng sendiri ngitung ukuran maket dan bla-bla-blanya. Shoot… Makasih buat dukungannya. Dukung lagi chapter ini, ya. Hehehe.

ArchXora : Sip. More Puzzleshipping coming right up. Apa sekalian aja gue buat fanfic Puzzleshipping, ya? Hmm… Ntar, ah. Tamatin ini dulu. Sebenernya gue sendiri gak tau Nagini tu piton atau bukan. Kalo dari deskripsi yang ada di buku sama film, sih, kayak piton. Tapi, masa' Voldemort peliaraannya piton? Gak level banget. Anaconda… Terlalu gede. Basilisk… kayaknya bukan. Piton aja, lah. Nah, orang keempat yang mau Riddle di bantai. Jadi, total ada 4 orang mau Riddle dibantai.

Yah, terima kasih banyak buat yang udah review. Gue seneng banget sama review-review kalian. Mulai dari yang jarang review, rajin review, yang review pendek, yang review panjang semuanya menyenangkan!! Jangan lupa review lagi, ya! Review tu kayak semacam fuel buat gue. Jadi, semakin banyak review, semakin semangat gue lanjutin ceritanya. Ayo review, review, review, review, review, review, review, review, review, review… dst.

Coolkid, pamit. (Hmm… mungkin gue harus buat HPA 2…)