Disclaimer : Yu-Gi-Oh isn't mine. I'm sure you've known it.

Warning : Genderbend. Alternate reality. Malexfemale and Malexmale pairings. Original character. Out of characters.


"Death cannot stop true love, all it can do is delay it for a while."

- Weasley, Princess Bride

.

.

EPILOGUE

8 YEARS LATER

.

.

Siapapun yang melihatnya pasti mengira dia dikejar sesuatu yang tak terlihat – aka setan – karena dia berlari begitu cepat, tidak mempedulikan orang-orang yang menatap aneh ke arahnya, menuju rumah sakit.

Dia mengejutkan beberapa dokter, suster, bahkan pasien saat membuka pintu bangsal keras-keras. "A-Anzu..." ucapnya pelan, terengah-engah. "Di mana..."

Tubuhnya terjungkal ke belakang ketika sesuatu dilempar ke arahnya. Dia duduk, memegang dahinya yang sakit, sementara tangannya yang lain memegang sebuah sepatu yang menjadi senjata pelemparan.

"Kau terlambat." Suara yang tegas terdengar. Sepasang mata cokelat menatap dingin dan kesal ke arah lelaki yang masih terduduk di ambang pintu. Sebuah bundelan di gendong di tangannya yang ramping. "Telat sedikit lagi, aku akan pergi sendirian ke sana, dasar Hiroto-baka."

Hiroto Honda hanya nyengir sembari menggaruk belakang kepala. Dia berdiri, berjalan menghampiri istrinya yang masih penuh aura kekesalan. "Maaf, maaf. Jalanan macet, dan aku harus lari untuk sampai kemari."

Anzu menghela nafas, merasa tidak puas atas penjelasan suaminya.

Hiroto berdehem. "Daripada soal itu..." Dia nyengir ke arah bundelan yang digendong Anzu. "Bagaimana kabar Shinara-ku hari ini?" Telunjuknya terjulur untuk digenggamkan ke tangan mungil bayi perempuan yang menatap aneh ke arahnya seakan berpikir 'Apa-apaan om-om aneh itu, megang-megang pakai tampang pedo?'.

Pintu kamar mandi terbuka, dua anak kembar, laki-laki dan perempuan, keluar. Mereka menoleh, dan tersenyum lebar ketika melihat Honda. "OTOU-CHAN!" teriak mereka, sembari berlari dan memeluk kaki ayah mereka.

Hiroto mengangkat salah satu anaknya. "Tatsuya! Bagaimana kabar anak ayah hari ini?!"

Tatsuya Honda tertawa kecil, mata cokelatnya menggambarkan perasaan senang. "Baik, yah!"

Sebuah tarikan kecil di celananya, membuat Hiroto menoleh ke arah anak perempuannya.

Sepasang mata gelap Reishi Honda menatap kalem ke arah ayahnya. "Bagaimana pekerjaannya, otou-chan?" tanyanya, tersenyum.

Hiroto mengelus kepala anak perempuannya dengan lembut. "Sama saja, hanya lebih sibuk karena Paman Mokuba memutuskan untuk menyelesaikan semua pekerjaan lebih awal." Dia menurunkan Tatsuya, dan mengambil tas di atas ranjang. "Siap pergi, anak-anak?" tanyanya, disambut sorakan gembira dari anak-anaknya.

Anzu menyandarkan kepalanya di dada Hiroto, sembari memandang anak-anak kembarnya yang berlari mendahului mereka. "Apa menurutmu Yugi baik-baik saja?" tanyanya pelan.

Hiroto merangkul bahu istrinya, senyum lembut tersungging di bibirnya. "Pasti. Kita tahu bahwa Yugi itu kuat. Dia selamat melalui tahun-tahun ini, tidak mungkin hal ini akan membuatnya mundur."

Senyum terlihat di wajah Anzu.


Berada di antara batu-batu nisan membuatnya tercekat. Mai berjalan melalui makam-makam yang berjejer, sementara tangannya mendorong kursi roda. Angin berhembus semilir menyapu kulitnya, rambut emasnya bergoyang.

Dia berhenti di depan sebuah makam yang cukup mewah, tersenyum melihat banyak bunga di depan batu nisan. 'Sepertinya Mokuba sudah kemari,' batinnya, jemarinya mengelus pegangan kursi roda.

Dia membungkuk, helai rambut jingga keemasan dari orang yang duduk di kursi roda menyambut pandangannya. Tatapannya menjadi sedih ketika melihat sepasang mata kecokelatan yang hampa.

"Jou, kita sudah sampai," katanya, jemarinya menyisir poni orang itu.

Namun dia tidak mendapatkan jawaban.

Mai menghela nafas. Dia mengambil buket bunga dari pangkuan Jounochi, mengernyit ketika tidak mendapatkan reaksi apapun. Dia lalu menaruh buket bunga tersebut ke atas makam, sebelum berjongkok untuk berdoa. Senyum mengembang di bibirnya sementara dia menatap tulisan yang tercetak di batu nisan.

SETO KAIBA

'Kau tahu, Kaiba, kami masih sulit menerima kau mendahului kami menuju alam sana,' pikir Mai, tawa kecil keluar dari mulutnya. 'Bahkan di saat terakhir pun kamu masih bersikeras menjadi yang pertama.'

Dia menjulurkan tangannya, menarik kursi roda mendekat ke makam. 'Jangan khawatir, Jou tidak apa-apa. Walau dia tidak merespon, aku yakin dia mendengar kami.' Dia menghela nafas lirih. 'Tapi ini sudah delapan tahun lebih sejak kejadian itu, aku jadi takut bahwa dia…'

Pikirannya terputus ketika dia melihat cairan mengalir dari mata hampa Jounochi, kedua mata Mai melebar, rasa pilu menyergapnya dengan pemandangan yang menyakitkan itu.

Walau tubuh tidak merespon, walau tak ada kilatan di mata yang dulunya penuh semangat…

…dia masih mengenal kekasihnya.

Mai menelan ludah, tenggorokkannya tercekat, air mata menggenang di pelupuk matanya.

'Sepertinya dia masih bisa diselamatkan, Kaiba,' batin Mai, berdiri sebelum mengambil posisi di belakang kursi roda. 'Aku mohon, Kaiba. Tolong pandu Jou. Dia sangat membutuhkanmu.'

"Hei, Jou, sudah waktunya kita kembali," kata Mai, senyum lembut mengembang di bibirnya. "Acaranya pasti sudah mau dimulai."

Dia mendorong kursi roda menuju pintu keluar. Namun dia tidak menyadari ada sosok halus yang muncul di depan makam. Cahaya matahari pagi menembus sosok transparan, membuatnya terlihat bagaikan tirai sutra.

'Jaga dia untukku, Mai.'

Senyum mengembang di bibir sosok berambut cokelat gelap itu, sebelum menghilang.


Ryo membenahi dasinya, memandang sekelilingnya. Angin semilir berhembus, menyapu rambutnya dan rerumputan. Dia tidak merasakan ada seseorang mendekatinya sampai sebuah suara perempuan mengejutkannya.

"Gugup?" tanya seorang wanita berambut gelap panjang.

Lelaki berambut putih itu menoleh, dan mengangguk. "Yeah." Bibirnya tertekuk ketika melihat wajah pucat wanita itu. "Kau tidak apa-apa, Lumiere?"

Lumiere tersenyum, kepucatan di wajahnya masih terlihat jelas. "Tidak apa-apa, hanya mual."

Ryo menatap perut Lumiere yang agak buncit. "Kau benar-benar hamil, ya?" Suara Ryo terdengar agak tercekat. "Jangan memaksakan diri."

Wanita itu mengangguk, senyum masih terlihat di wajahnya. "Ya. Dan aku baik-baik saja. Kau tidak usah khawatir."

Walau sudah beberapa tahun berlalu, senyum itu masih membuat hati Ryo terasa sakit. "Malik... bagaimana...?"

"Dia sangat senang, dan tidak sabar menantikan anak ini." Lumiere mengelus perutnya lembut. Kemudian rasa khawatir menyergapnya. "Tapi, aku takut. Kami sudah kehilangan satu anak. Jika aku keguguran lagi, aku tidak tahu apa yang harus kulakukan."

Mendengar nada keputusasaan dalam suaranya, Ryo tanpa sadar menarik wanita itu ke dalam pelukannya. "Aku yakin segalanya akan baik-baik saja."

Mereka tidak tahu bahwa ada tiga pasang mata yang mengamati mereka dari balik semak-semak.

Seorang anak laki-laki berumur enam tahun berambut putih menatap heran dengan kedua mata abu-abunya ke arah dua orang dewasa yang sedang berpelukan. "Satoshi," gumam Hikaru Bakura. "Kenapa ayahku terlihat sedih kalau bersama ibumu?" tanyanya, bingung.

Satoshi Ishtar terdiam, bibirnya menekuk, memikirkan jawabannya. Angin menyapu lembut rambut biru milik anak laki-laki berumur enam tahun itu. Telunjuknya menekan kacamatanya agar terpasang dengan benar. "Aku tidak tahu. Aku hanya bisa mengambil kesimpulan bahwa hubungan antara orang dewasa itu sangat rumit."

Yami Mutou mengangguk atas kesimpulan Satoshi. "Aku setuju," ujarnya, jemarinya menyisir poni pirang yang menutupi kedua mata merahnya.

Mereka bertiga melompat kaget ketika sesuatu terasa menepuk bahu mereka. Mereka berbalik, melihat Isis mendelik tajam ke arah mereka.

Hikaru menelan ludah. "Ibu..."

"Bocah-bocah bandel, aku mencari kalian ke mana-mana." kata Isis, kesal. "Asal kalian tahu, acaranya sebentar lagi dimulai."

Wajah Yami berseri-seri mendengarnya, dan langsung berlari pergi. "Akhirnya!" sahutnya senang.

Dua lelaki yang menemaninya tadi menghela nafas dan menggeleng kepala. "Dasar cewek." gumam mereka bersamaan.


Ryo melepaskan pelukannya saat melihat seorang lelaki mesir berjalan mendekati mereka. Dia tersenyum, mengangkat tangannya untuk memberi salam pada lelaki itu. "Hei, Malik."

Malik membalas sapaannya. "Ryo, apa kabar?"

Lelaki berambut putih itu mengangkat bahu. "Sama seperti biasanya."

Lumiere tersenyum ke arah suaminya. "Apa semuanya sudah siap?" tanyanya.

Malik nyengir lebar. "Begitulah." Dia merangkul bahu istrinya. "Dan lebih baik kita cepat pergi, sebelum Anzu memutuskan membunuh seseorang."

Mereka tertawa geli.

"Bagaimana Yugi?" tanya Ryo, membuat kedua sahabatnya terdiam sesaat.

"Tenang saja." Malik tersenyum lebar. "Yugi itu kuat. Kita semua tahu, kan?"

Ryo dan Lumiere tersenyum atas ucapan Malik, sebelum mereka bertiga berjalan pergi sembari berpegangan tangan.

Senyum tenang tersungging di bibir Ryo. Dia memejamkan mata, menikmati angin yang berhembus di wajahnya.

Setidaknya Lumiere dan Malik masih memegang ikatan yang terjalin di antara mereka bertiga.


Mata Rebecca bergerak ke kanan dan ke kiri mengikuti gerakan Yugi yang mondar-mandir. Anak-anak kecil yang duduk di sampingnya – Yue Mutou, Reishi, dan Tatsuya – pun tolah-toleh menatap Yugi. Anzu menghela nafas, memijat-mijat dahinya, sebelum memukul kepala Yugi dengan botol susu anaknya – membuat bayinya itu menangis.

Yugi merunduk meringis sembari memegang kepalanya yang sakit. "Kenapa kau lakukan itu, Anzu?"

Anzu menatap tajam ke arah sahabat lelakinya itu. "Sikapmu itu membuatku pusing."

Yugi baru mau membuka mulutnya untuk membalas ketika suara dari arah pintu menyelanya. "Yugi!" Yugi menoleh menuju arah suara, mendapati Mokuba yang berpakaian resmi tersenyum padanya. "Dia sudah siap dan sebentar lagi akan tiba kemari! Kau juga harus siap berada di posisi!"

Wajah horor terpampang di wajah semua orang di ruangan itu – pengecualian Mokuba sendiri. Mokuba melangkah keluar, menghindari teman-temannya yang saat ini tengah berlari menuju aula. Dia terkekeh, mengadah menatap langit, ekspresi tulus tersirat di wajahnya.

'Semoga kau melihat momen bahagia ini, kakak.'


Tidak masalah seberapa dan apapun yang telah dia lalui selama hidupnya sebelumnya, Yugi tidak berpikir bahwa dia akan segugup sekaligus sesenang hari ini, berdiri di kapel gereja yang sama dimana Shizuka dan Ryuuji dulu menikah. Walaupun ada banyak orang-orang yang dia sayangi duduk berjejer di kursi yang telah di atur – termasuk anak-anaknya – itu tidak membuatnya merasa kalem sedikit pun.

"Yugi, yang relax." Honda, yang sekarang berdiri sebagai bestman di sisi kanan Yugi, tersenyum pada sahabat baiknya itu. Dia menepuk bahu Yugi. "Segalanya bakal baik-baik saja! Tak akan ada masalah, tidak jika Mokuba mengizinkannya!"

Mokuba melambaikan tangan dari tingkat atas. Yugi tersenyum membalas lambaiannya.

Wajah Honda kemudian menjadi menyesal. "Hei, Yugi. Maaf sudah mengambil tempat Jou. Aku tahu kau ingin dia yang menjadi bestman di pernikahanmu."

Yugi tersenyum lembut. "Tidak apa-apa, Honda. Kau juga teman baikku, kamu berhak menjadi bestman. Aku memang ingin Jou yang menjadi bestman, tapi melihat kondisinya…" kata Yugi, sedih.

Honda menampar bahu Yugi dengan keras, membuat pria berambut tiga warna itu sedikit terjungkal. "Lihat sisi terangnya! Kau besok bakal nggak bujangan lagi setelah ini!" serunya, tertawa girang. "Dan menikmati masa pengantin baru dengan tenang!"

Yugi mendengus, membuat gestur gusar dengan kedua tangannya. "Ngomong, sih, gampang!" katanya, menggaruk kepalanya. "Ada banyak jutaan pikiran gelap tentang 'bagaimana jika', muncul di kepalaku!"

Tepat saat itu, suara musik dari piano pipa menggema di kapel, dan beberapa saat kemudian pintu ganda yang tinggi terbuka. Dua sosok pria dan wanita melangkah masuk. Nafas Yugi serasa berhenti ketika melihat penampilan si wanita. Gaun putih dengan orname hitam dan emas memeluk tubuh langsing wanita itu dengan sempurna. Buket bunga dipegang di tangan yang menggunakan sarung tangan putih. Cadar panjang menutupi seluruh wajah sampai ke dada, dengan bagian belakang lurus sampai ke pertengahan paha.

Yugi tahu bahwa dia terlihat bagus dalam tuxedo hitamnya, tetapi dia sama sekali tidak menyangka melihat penampilan calon istrinya. Dia merasa seperti jiwanya dihisap oleh Wraith.

Beruntungnya, dia mampu kembali ke dunia nyata ketika pria yang datang bersama calon istrinya menempatkan tangan wanita itu ke tangan Yugi. Yugi mengerjap, dan tersenyum maaf pada pria yang adalah ayah calon istrinya. Dia lalu tersenyum lembut pada wanita di tangannya, berbalik menghadap pendeta yang memiliki senyum bahagia di wajahnya.

"Apa kalian berdua siap?" tanya pendeta itu dengan suara yang menenangkan.

Kedua mempelai tidak memperlihatkan keraguan saat mengangguk. "Ya."

Pendeta itu berdehem, pandangannya mengedar ke seluruh penjuru kapel. "Kita sekarang berkumpul di sini untuk mengakui dan memberkahi pernikahan antara dua mempelai ini. Menjadi saksi atas janji mereka untuk menghadapi masa depan, menerima apapun yang mungkin terbentang di depan. Keadaan ini tidak dipilih karena suatu kebetulan, hanya sebagaimana kedua mempelai ini percaya bahwa mereka tidak dipertemukan oleh suatu kebetulan."

'Bagaimana pertemuan kami bisa disebut kebetulan?' batin Yugi, tersenyum.

Si pendeta menutup matanya, senyum masih tersungging di bibirnya. "Cinta sejati adalah sesuatu yang ada dibalik sebuah kehangatan dan berpijar, kegembiraan dan romantisme yang semakin dalam di dalam kasih. Kasih membuat beban menjadi ringan, karena anda menanggungnya bersama-sama. Ia membuat sukacita makin dalam, karena anda membaginya bersama-sama. Ia membuat anda lebih kuat, sehingga anda saling mengulurkan dan menjadi saling terlibat dalam hidup pada jalan yang anda tidak takut untuk menghadapinya sendirian."

Pendeta itu lalu memindahkan pandangannya menuju Yugi. "Apa anda, Yugi Mutou, mengambil wanita ini untuk menjadi istri sah anda? Bersediakah anda, di hadapan Allah dan disaksikan oleh sidang jemaat ini, berjanji untuk mencintai dan menghargai, baik dalam keadaan sakit maupun sehat, di dalam susah maupun senang, wanita di sebelah kiri anda yang sekarang sedang anda pegang? Apakah anda bersumpah untuk menempatkan dia sebagai yang utama dari segala hal, menjadi suami yang baik dan beriman, menjadi tempat bergantung bagi dia, dan hanya bagi dia, selama-lamanya hingga akhir hidup anada? Bersediakah anda?"

Senyum menenangkan tersungging di bibir Yugi. "Saya bersedia."

Dengan wajah lembut, pendeta itu mengalihkan pandangannya menuju mempelai wanita yang dipegang Yugi. "Apa anda, Atem Sennen, mengambil pria ini untuk menjadi suami sah anda? Bersediakan anda, di hadapan Allah dan disaksikan oleh sidang jemaat ini, berjanji untuk mencintai dan menghargai, baik dalam keadaan sakit maupun sehat, di dalam susah maupun senang, pria di sebelah kanan anda yang sekarang sedang anda pegang? Apakah anda bersumpah untuk menempatkan dia sebagai yang utama dari segala hal, menjadi istri yang baik dan beriman, menjadi tempat bergantung bagi dia, dan hanya bagi dia, selama-lamanya hingga akhir hidup anada? Bersediakah anda?"

Mempelai wanita itu tersenyum. "Saya bersedia."

Semua mata di ruangan tiba-tiba menjuru ke Honda, dipenuhi rasa ingin tahu. Untungnya sekali lagi, Honda memenuhi tugasnya. Ada senyum lembut tersirat di wajah pria berambut gelap itu sementara dia menyerahkan dua cincin emas yang indah.

Yugi terganggu dan malu mengetahui bagaimana tangannya gemetar. Dalam hati dia menghela nafas lega karena tidak menjatuhkan cincinnya. "Aku, Yugi Mutou, mengambil engkau, Atem Senen, sebagai istriku yang sah, untuk memiliki dan menjaga hari ini hingga seterusnya, baik dalam keadaan kaya maupun miskin, dalam kondisi susah maupun senang, untuk bergantung kepada engkau dan hanya engkau, selama kita masih hidup. Dengan cincin ini aku menikahi engkau, dengan kasih yang setiaku memberkahimu, semua ucapan-ucapan baikku akan kubagi bersama denganmu, aku memberimu segalanya dariku, janjiku, kesabaranku, dan cintaku, selama sisa hidupku." Dia tak pernah merasa sehangat dan selengkap ini, keraguan menghilang dari hatinya sementara matanya bertemu dengan tatapan dari pengantinnya.

Atem membalas senyum itu dengan penuh rasa cinta dan kelembutan. "Aku, Atem Sennen, mengambil engkau, Yugi Mutou, sebagai suamiku yang sah, untuk memiliki dan menjaga hari ini hingga seterusnya, baik dalam keadaan kaya maupun miskin, dalam kondisi susah maupun senang, untuk bergantung kepada engkau dan hanya engkau, selama kita masih hidup. Dengan cincin ini aku menikahi engkau, dengan kasih yang setiaku memberkahimu, semua ucapan-ucapan baikku akan kubagi bersama denganmu, aku memberimu segalanya dariku, janjiku, kesabaranku, dan cintaku, selama sisa hidupku."

Yugi merasakan jemari Atem bergetar, dia meremas lembut tangan ramping itu untuk membantu menenangkan. Dia melihat Anzu, Shizuka, dan Rebecca menangis, dengan anak-anak mereka di pangkuan. Dan… mungkin itu cuma perasaannya saja, tapi dia bersumpah melihat Ryuuji juga menangis.

Dia mengerjapkan matanya ketika melihat sosok transparan seseorang berambut cokelat gelap, dan dua makhluk bersayap yang tengah berpelukan memperhatikan pernikahan.

'Kaiba, Dark?' batinnya terkejut. Namun ketika dia mengerjapkan matanya lagi, ketiga sosok itu menghilang.

"Di hadapan semua saksi yang hadir di sini, anda berdua telah bergabung dalam ikatan perkawinan yang khidmat ini." Suara dari pendeta membuatnya tersentak kembali ke dunia nyata. Dia menarik nafas pelan, berusaha menenangkan tubuhnya yang bergetar. "Semoga Allah memberkati dengan kebahagiaan yang lebih dari tahun-tahun yang akan anda hidupi bersama sehingga anda dapat menikmati hadiah dari sebuah kehidupan yang baik. Semoga anda berdua melalui komitmen ini dengan cinta dan kesetiaan yang anda miliki sekarang. Karena cinta merupakan karunia terbaik yang diberikan untuk dibagi. Bahagia dalam kehidupan bersama." Cengiran muncul di wajah pendeta. "Sekarang saya resmi mengumumkan anda berdua sebagai suami dan istri."

Cengiran mencurigakan muncul di bibir Honda. "Anda boleh cium mempelai wanita anda!" serunya, jahil.

Ryuuji bersiul kencang, diikuti dengan sorakan-sorakan menggoda dari teman-teman lainnya, membuat rona merah muncul di pipi Yugi.

Yami, menjadi anak yang polos, mengerjap karena bingung. "Adik, kenapa semua orang ramai? Memangnya apa yang akan ayah lakukan?"

Dengan wajah yang lebih pucat dibanding biasa, Yue menelan ludah dengan berat. "Percaya, deh, kak, kamu nggak bakal mau tahu." jawabnya, dengan tangan bersiap-siap untuk menutup mata kakaknya.

Sebulir keringat mengalir di sisi wajah Yugi, sementara telunjuknya menggaruk pipi. Senyum canggung terlihat di wajahnya, sebelum dia menarik nafas.

"Apa yang akan kau lakukan sekarang, aibou?"

Tatapan tajam dilancarkan Yugi pada pengantinnya yang saat ini sedang menyeringai. "Diam kau," gumamnya. Kedua tangannya mengangkat cadar yang menutupi wajah istrinya. Nafasnya seakan berhenti ketika melihat wajah cantik yang dikelilingi poni berwarna pirang dan beberapa helai rambut warna hitam dan merah, wajah yang mirip dengannya. Tenggorokkannya tercekat saat matanya bertemu tatapan mata warna merah yang intens.

Dia mendekatkan wajahnya, menghapus jarak di antara mereka berdua. Bibirnya bertemu dengan bibir istrinya yang lembut dalam sebuah ciuman yang polos namun juga penuh gairah, penuh dengan cinta dan kesetiaan yang akan selamanya dia janjikan untuk istrinya. Air mata mengalir di wajah mereka berdua. Sorakan dari orang-orang yang mereka sayangi tidak terdengar oleh mereka.

Tanpa bicara pun mereka berdua mengerti apa yang ingin diucapkan oleh pasangan mereka pada satu sama lain.

"Aku mencintaimu, dan aku bersumpah ini akan menjadi air mata terakhir yang mengalir di antara kita."

The End

A/N :

Author : (molohok)

Malaikat Light : (molohok)

Iblis Kira : (molohok)

Bakura : (bengong)

Kaiba : (melotot bego)

Krad : (stoic always)

Dark : (molohok)

Atem : …

Author : YEAAAAAAAAH! (loncat-loncatan) AKHIRNYA TAMAT JUGA! (nari2 gaje) AKHIRNYA ADA FIC MULTICHAP SAYA YANG SUDAH TAMAT!

Malaikat Light : (confetti + balon) ( ^v^) Selamat, ya! (niup terompet)

Iblis Kira : (hela nafas lega) Akhirnya tamat! (longgarin kerah baju)

Krad : (ngincipin cake yang entah datang dari mana)

Atem : …..

Bakura : (nepuk punggung Atem) Selamat, ya, banci! ( ^v^) Nggak nyangka lu yang duluan nikah di antara kita!

Kaiba : Tapi gw masih tetep mati, ternyata. (sigh)

Atem : ….. ( TT^TT) Aku menikah… dengan aibou… padahal aku sudah pasrah… (meluk Author) THANKS BANGET, AUTHOR!

Author : ( O_O) Wha-?! (jatuh bareng Atem)

Kaiba : (tersentak) Tunggu bentar! ( =┌┐=)0 OBJEKSI! Kenapa si Atem masih hidup?! Perasaan chapter kemaren Atem mati, deh!

Dark : ( ^o^) _n_ Oh… itu karena… mmpolirffh! (dibekep Author)

Author : Jangan! Jangan bocorkan! Itu baru ada di pikiran saya! Masih belum saya kembangin ke fic!

Atem : (muka bahagia) Bagi yang masih bingung soal anak-anak, gw bakal jelasin tentang mereka!

All : (horror mode + lebay mode) AAAAARGGGH! SUPER DUPER PURE INNOCENT HAPPY SMIIIIIIILE! (hangus)

###

Anak Yugi dan Atem

Yami Mutou. Perempuan. Kakak, dari dua bersaudara kembar. Umur delapan mau sembilan tahun. Fisik seperti Atem (versi perempuan), dengan mental seperti Yugi (yang original).

Yue Mutou. Laki-laki. Adik, dari dua bersaudara kembar. Umur delapan mau Sembilan tahun. Fisik seperti Yugi, dengan mental seperti Atem, punya Heterochromia Iridium – warna mata ganda – warna ungu dan merah.

.

Anak Hiroto dan Anzu

Tatsuya Honda. Laki-laki. Anak pertama dari tiga bersaudara. Umur delapan tahun. Fisik dan mental seperti Hiroto, dengan rambut seperti milik Anzu.

Reishi Honda. Perempuan. Anak kedua dari tiga bersaudara. Umur tujuh tahun. Fisik dan mental seperti Anzu, dengan warna rambut seperti rambut Hiroto.

Shinara Honda. Perempuan. Baru lahir. Anak ketiga dari tiga bersaudara. Umur satu minggu setengah.

###

Author : Untuk nama anak-anak Honda, saya berterima kasih pada Rei DeathAltema yang mengizinkan saya menggunakan namanya. (bows)

###

Anak Malik dan Lumiere

Satoshi Ishtar. Laki-laki. Anak tunggal (dan kemungkinan mau menjadi anak pertama dari dua bersaudara). Umur tujuh tahun. Fisik dan mental… bayangkan saja Satoshi Hikari dari DNAngel, karena Satoshi ini mirip dengan kakek buyutnya.

.

Anak Ryo dan Isis

Hikaru Bakura. Laki-laki. Anak tunggal. Umur enam tahun. Wajah seperti isis dengan rambut Bakura, fisik Bakura dan mental Isis.

###

Atem : (^_^) Sebenarnya ada satu lagi, anaknya Shizuka dan Ryuuji, tapi di sini dia nggak begitu dimunculin. Tapi bakal tetap kuberitahu, deh!

###

Anak Ryuuji dan Shizuka

Daisuke Otogi. Perempuan. Anak tunggal. Umur delapan tahun. Fisik dan mental… bayangkan Daisuke Niwa dari DNAngel hanya yang versi perempuan.

###

Atem : Oke! Pengenalan soal anak-anak selesai, kita pindah ke penjelasan mengenai chapter sebelumnya! (^v^)

Author : (tepar dengan mangekyou eyes karena kena cahaya suci)

Malaikat Light : TIDAAAAK! (goyang2in Author) Jangan mati, Author-san! Bertahanlah!

Bakura : (grin) Berhubung Author mati lagi, gw yang bakal gantiin. Author mendapat PM yang menanyakan soal Emperor Yuugi dan juga hubungannya dengan Atem! (ngacungin mic ke Dark yang lagi makan cake sama Krad) Jadi gimana penjelasannya, Nona Dark?

Dark : (glare at Bakura. berdehem) Sebenarnya, Emperor Yuugi itu diambil dari fic Author yang berjudul "The Story of Desert Kingdom". Author berencana membuat fic itu menjadi prequel atau side story dari The Last Tears dan... kisah original Yu-Gi-Oh.

Bakura : (reporter mode) Lalu, ada juga permintaan dari salah seorang pereview yang ingin fic ini dibuat sequelnya. Menurutmu bagaimana tanggapannya?

Dark : (smile) Author tidak berencana membuat sequel, tapi dia berencana membuat fic tentang apa yang terjadi selama renggang waktu delapan tahun dari setelah kematian Atem sampai pernikahan ini. (nunjuk epilog)

Bakura : Apa ada side story tentang... (pervy smirk) ma. lam. pe. ngan. tin.mereka?

Atem : ( OAO) MESUUUUUUM! (ngedorong Bakura) ITU BUKAN URUSAN LU!

Dark : (pervy grin) Kalaupun Author nggak bikin, kayaknya bakal gw paksa.

Atem : (death glare ke Dark yang siul pura-pura cuek)

Bakura : (grin) Author juga dapat PM yang menanyakan tentangmu dan Krad, Dark! Si pengirim juga mengaku fans KradxDark. Dia tanya apa kira-kira akan ada fic tersendiri tentang kamu dan Krad, seperti misalnya... (baca PM) tentang bagaimana kalian menjadi kekasih, atau bagaimana Dark menjadi perempuan, atau apa KradDark akan bereinkarnasi dan memiliki kehidupan sendiri.

Dark : (tampang nista nggak rela) Kenapa ada yang pengen fic tentang kisah cinta gw sama si brengsek itu?

Krad : (meluk Dark dari belakang) Tapi kamu juga suka, kan? (jahil grin)

Dark : (ngedorong Krad) LEPAS!

Bakura : (reporter berita mode) Sekian wawancara dari saya. Apa ada kata terakhir dari Author pada para pembaca setianya?

Author : (bangkit dari kubur) I-iya, iya... aku punya. (berdehem) Terima kasih telah membaca, mereview, memfave, dan mengalert, fic ini. Dan pada para pembaca setia yang telah mengikuti kisah ini dari awal dibuat sampai sekarang, yang telah menunggu begitu sabar updatenya fic ini... (bows) Saya mengucapkan banyak terima kasih!

Malaikat Light : ( ^v^) Dan untuk terakhir kalinya di fic ini, PLEASE REVIEW IF DON'T MIND!

All : (lambai tangan) SAMPAI JUMPA DI STORY BERIKUTNYA! (^v^)/ \(^_^) \(^o^)

Author : (gumam) Itu pun kalau saya mood bikin side story dari fic ini.

...

...

...

With crimson camellia,

#

Scarlet Natsume.