SasuSaku

By : Akinayuki

Disclaimer : Masashi Kishimoto

Genre : Romance/General

Warning AU dan OOC

Story Eighteen

Baik sebelum memulai membaca chapter baru yang muncul setelah berabad-abad ini, tolong baca Author's note ini (sujud). Baik.. Setelah Aki pikirkan matang-matang, dengan sangat menyesal dan please jangan memarahiku.. Aki akan men- DISCONTINUED kan semua fic multichapter. Ya ya ya Aki tahu itu sangat disayangkan, Aki tahu... (sighs) tapi bagaimana ya? Aki sudah melupakan semua plot fic-fic itu, terutama laptop Aki rusak dan datanya hilang semua hahaha.

Oke, setidaknya Aki akan menamatkan fic ini karena mengetik fic ini sangat menyenangkan! Hahaha..

Mari kita mulai~!

Past Memories

-Final part-

How if

Uchiha Sasuke adalah pria yang pintar. Dia sadar bahwa Tuhan memberikan wajah yang luar biasa memikat hati wanita maupun pria, otak yang pintar dan kekayaan yang berlimpah. Tentu dia mensyukuri hal itu. Meskipun kelihatannya dia bukan orang yang rajin berdoa dan pergi ke kuil, tetap saja dia tahu kalau semua ini pemberian dari yang di atas— dan sedikit usahanya.

Bisa dikatakan bahwa Sasuke adalah orang dengan sedikit usaha tapi mendapatkan hasil yang sempurna. Baik di dalam urusan sekolah maupun di dalam urusan bisnis. Siapa yang tidak mengenal Uchiha? Kalian tidak mengenalnya? Tidak mungkin.

Lupakan soal ketenaran itu. Sasuke beranggapan bahwa ketenaran nama Uchiha tidak bisa membantunya sedikitpun saat ini. Justru kalau boleh dia mengeluh, nama Uchiha ini mempersulit langkahnya. Sepertinya Fugaku di surga sedang meneriaki putra bungsunya karena menyesal menjadi Uchiha.

Dan Sasuke tidak peduli hal itu.

Bahkan sekarang dia ragu bahwa wajahnya tidak teralu tampan dan dia tidak teralu kaya untuk memikat seorang wanita.

Pria berambut raven dengan model melawan gravitasi itu sedang gusar karena sebuah masalah percintaan.

Ya, selama ini Uchiha Sasuke dicintai oleh banyak wanita tapi dia tidak pernah berniat untuk membalas cinta itu. Dia sudah terbiasa untuk dicintai bukan untuk mencintai. Sudah berpuluh—ah, tidak beratus pengakuan cinta dia terima sejak lahir. Koreksi, sejak sekolah dasar lebih tepatnya. Namun, itu bukan berarti bahwa dia adalah orang yang berpengalaman dalam menyatakan cinta.

Apa sekarang dia terkena karma? Oh bagus, terima kasih Tuhan.

Dimana kepintarannya yang dia timbun selama ini? Meskipun dia tidak sejenius Shikamaru Nara, tapi setidaknya dia bisa menyelesaikan masalah ini.

Dia jadi teringat sesi curhat paksaan bersama sahabat karibnya Uzumaki Naruto kemarin malam.

"Ini bukan masalah kau bodoh atau jelek Teme! Ini masa pengalaman dan keberanian!"

Oh jadi pria yang mirip rubah itu secara tidak langsung mengatakan Sasuke tidak berpengalaman dan pengecut?

Kalau boleh jujur, Sasuke ingin menyatakan perasaannya secepat mungkin. Dia ingin memiliki gadis itu seutuhnya, menghabiskan hari-hari bersamanya dan terus berada di sisinya. Tapi untuk mengucapkan 'Aku mencintaimu' atau 'Jadilah pacarku' itu teralu sulit keluar dari bibirnya.

Sasuke tahu bahwa gadis itu bukanlah gadis yang biasa-biasa saja. Wajahnya cantik, rambut merah muda yang selalu mengingatkan akan musim semi Sakura dan pekerjaannya sebagai seorang dokter di Konoha. Dia yakin banyak ibu-ibu di luar sana yang rela untuk mengantri demi mendapatkan gadis itu sebagai menantunya.

Lalu, bagaimana dengan Sasuke? Well, dia tidak bisa mengharapkan ibunya untuk turun dari surga dan ikut mengantri bersama mereka. Sekarang tinggal dirinya sendiri dan dia berada dalam sesuatu yang terkenal dengan sebutan 'dilema'.

Bagaimana kalau seseorang telah mendahuluinya? Bagaimana kalau gadis itu menerimanya? Bagaimana kalau dia tidak sanggup menerima itu dan memutuskan untuk bunuh diri? Bagaimana ka—

"Sasuke! Berhentilah mengurung diri di dalam ruanganmu! Sekarang waktunya makan siang!"

"Hn."

.

.

.

.

.

.

Haruno Sakura menghela nafasnya untuk belasan kalinya. Tangan kanannya tengah memegang pulpen dan mengetukkannya berkali-kali di atas meja secara random. Di depannya berlembar-lembar kertas, beberapa map dan amplop besar tergeletak tak berdaya, menunggu untuk disentuh oleh dokter umum berambut pink itu.

Sudah hampir dua jam Sakura berusaha untuk memeriksa semua laporan itu dan bekerja sesuai kewajibannya. Tapi, meski mulutnya bergerak untuk membaca semua deretan kalimat yang tertera di atas lembaran-lembaran itu, otaknya tak berhenti memikirkan masalah pribadinya.

Ah, sial. Dia ingin membenturkan kepalanya di meja dan berpura-pura sakit agar Tsunade meliburkannya hari ini. Dan sialnya lagi, Tsunade yang notabene seorang dokter hebat pasti akan tahun bahwa dia berpura-pura.

Uchiha Sasuke.

Nama itu terngiang-ngiang di dalam kepalanya beberapa hari ini. Pemuda tampan dengan pekerjaan mapan dan dikagumi oleh hampir semua gadis di Konoha. Seorang pemuda yang memberikan banyak harapan padanya, termasuk harapan bahwa pemuda itu mencintainya.

Sejak pesta pengangkatan dan insiden titipan Midori-san, mereka sering menghabiskan waktu senggang berdua. Entah itu pergi untuk bersantai di kafe, menonton bersama atau saling menelepon sebelum tidur.

Menghabiskan waktu bersama Sasuke benar-benar menyenangkan dan tidak bisa dia pungkiri bahwa dia jatuh cinta dengan pemuda itu.

Susah rasanya mencintai seorang Sasuke. Sakura tidak pernah mempermasalahkan wajah tampan yang dimiliki oleh pria itu dan kekayaan berlimpahnya. Sama sekali tidak. Sakura yakin bahwa Sasuke-pun tidak akan cukup idiot untuk membuat wajahnya menjadi jelek dan membuang seluruh hartanya agar jatuh miskin.

Itu gila.

Permasalahannya hanya satu— tidak, sebetulnya ada banyak. Apa Sakura pantas bersama dengan Sasuke? Apa Sasuke menyukai gadis seperti dirinya? Apa Sasuke akan begini dan apa Sasuke akan begitu lalu ini dan itu?

Ah, dia tidak bisa berpikir dengan lurus sekarang

Sampai saat ini Sasuke memberikan respon yang baik. Harapan-harapan bahwa Sasuke menyukainya tumbuh dengan pesat jauh di dalam lubuk hatinya. Tapi kenapa pria itu belum berkata bahwa dia mencintai Sakura atau meminta Sakura untuk menjadi pacarnya?

Apa Sasuke teralu gengsi? Apa dia harus bertanya terlebih dahulu dan mengatakannya?

Bagaimana kalau Sasuke hanya menganggapnya sebagai sahabat? Bagaimana kalau Sasuke menolaknya? Bagaimana kalau dia tidak menerima kalau Sasuke menolaknya dan akan menghajar pria itu? Bagaimana kalau—

"Hei Sakura." Pintu ruangan kerja gadis itu terbuka tanpa suara dan kepala Shizune sang asisten pribadi Tsunade terlihat menyembul dari baliknya. "Saatnya makan siang!"

Sakura menghela nafas lagi dan mengangguk mengerti.

Sebaiknya dia bersantai sejenak.

.

.

.

.

.

.

.

.

"Jadi.. bagaimana pekerjaanmu?"

Sasuke mendongak dan menatap mata hijau jernih yang tengah memandanginya lurus.

"Bisa kau ulangi pertanyaanmu?"

"Kau sedang ada masalah?"

Sebelah alis Sasuke terangkat ketika mendengar pertanyaan kedua. Dia tahu bahwa itu adalah pertanyaan baru dan Sakura tidak mengulangi pertanyaannya.

"Tidak."

Sakura masih menatapnya dan tak berniat untuk menyentuh makanannya. Hari ini secara tak sengaja mereka bertemu di kafe yang sama untuk makan siang. Dan tidak biasanya suasana canggung menyelimuti mereka berdua.

"Kau bohong."

"Kau sedang ada masalah, Sakura?"

Gadis berambut pink itu mengerutkan dahinya, membuat sebuah seringai kecil muncul di wajah tampan Sasuke. "Kenapa kau balik bertanya? Aku tidak ada masalah."

"Kau bohong."

"Aku tidak berbohong, Sasuke."

"Begitupula denganku."

Seringai di wajah Sasuke melebar ketika Sakura hanya bisa mendengus kesal dan memilih untuk meminum jus jeruknya. "Bagaimana kalau ternyata aku mempunyai sebuah masalah?"

"Tergantung," jawab Sasuke cepat dan meraih cangkir yang telah terisi oleh kopi tanpa gula kesukaannya. "Bagaimana kalau aku punya masalah dan masalah ini lebih besar dari masalahmu?" Dia meneguk sekilas kopinya dan menunggu jawaban dari gadis yang tengah duduk di depannya.

"Umm.. tergantung bagaimana aku bisa membantumu."

"Bagaimana caranya gadis sepertimu bisa membantuku?"

Sakura mendengus untuk kedua kalinya. "Oke, aku tidak tahu. Kau bahkan belum memberitahukan masalahmu padaku." Sasuke ingin tertawa melihat wajah kesal Sakura saat ini, tapi sayangnya sebagai seorang Uchiha dia tidak boleh membiarkan hal itu terjadi. "Bagaimana kalau aku bertanya sesuatu yang sulit kepadamu?"

Sasuke meletakkan cangkirnya kembali ke atas meja. Mata onyx-nya memandangi sosok Sakura yang terlihat ragu-ragu dengan apa yang dia ucapkan barusan.

"Aku orang yang pintar. Aku pasti bisa menjawabnya."

Sakura mengigit bibir bawahnya dan mengalihkan pandangannya dari Sasuke. Kedua mata Emeraldnya kini terpaku memandangi permukaan jus jeruknya yang dihiasi oleh beberapa es batu kecil.

"Maksudku bukan seperti itu." Dia menghela nafas dan memutuskan untuk meminum jus jeruknya lagi. Suasana hening kembali menyelimuti mereka bahkan entah mengapa mereka tak bisa mendengarkan keramaian yang ada di dalam kafe itu. Kesadaran mereka telah terenggut oleh sebuah pemikiran yang sama di dalam otak masing-masing.

Kali ini Sasuke yang menghela nafas hingga Sakura sedikit terkejut dan memandangi pria itu tengah bersandar lebih dalam di sofa empuk yang dia duduki saat ini.

"Sakura."

"Mm?"

"Bagaimana kalau aku bertanya sesuatu yang tidak kuketahui jawabannya?"

Sakura memiringkan kepalanya tidak mengerti. "Bagaimana aku bisa menjawab sebuah pertanyaan yang bahkan seorang Uchiha Sasuke tidak mengetahui jawabannya?"

Sasuke mengabaikan ejekan dan seringai kecil yang diberikan Sakura untuknya saat ini.

"Bagaimana kalau aku menyukaimu?"

Sakura terdiam, seringai kecil itu menghilang dari wajahnya.

"Bagaimana kalau aku mencintaimu?"

Gadis itu masih terdiam. "Bagaimana kalau aku memintamu menjadi pacarku?"

Jari-jari lentik Sakura kini bergerak menuju wajahnya untuk menutupi mulutnya yang hampir saja terbuka dengan lebar. Kedua mata Emeraldnya membulat sempurna dan terlihat berair.

Butuh tiga puluh detik hingga Sakura berhasil mengatasi perasaan bergejolak di dalam tubuhnya. "Bagaimana kalau aku ternyata memiliki perasaan yang sama dan bersedia menjadi pacarmu?"

"Aku akan senang."

Sakura tersenyum lebar ketika dia melihat sebuah senyuman tipis menghiasi wajah pemuda tampan itu. Ternyata harapan yang diberikan oleh Sasuke bukanlah harapan palsu. Lelaki itu menyukainya.. ah tidak, lelaki itu mencintainya.

"Jadi?"

"Hn?" Sebelah alis Sasuke terangkat saat Sakura kini memandanginya penuh arti.

"Bagaimana kalau kau mengulangi pertanyaanmu tadi tanpa kata 'Bagaimana'?"

"Tidak."

"Kenapa?"

"Bagaimana kalau kau saja yang mengatakannya?"

"Tidak."

"Kenapa?"

"Aku malu." Sakura mengalihkan pandangannya dari kedua bola mata hitam Sasuke saat lelaki itu kembali menunjukkan seringai khas miliknya.

"Begitupula denganku." Sasuke mengulurkan tangannya untuk meraih sendok dan garpu yang sudah lama tidak dia sentuh sejak duduk di kafe ini. Pasti nasi goreng tomat yang sudah diabaikan dari tadi telah mendingin.

"Sasuke."

"Hn?"

"Aku mencintaimu."

Sasuke menghentikan gerakan tangan kanannya untuk mengambil nasi gorengnya. Dia mendongak dan menatap Sakura yang sedang tersenyum begitu lembut di depannya.

Akhirnya masalah yang selalu dia pikirkan selama ini sudah terselesaikan dengan solusi yang sangat sempurna. Gadis itu sekarang menjadi miliknya dan orang tuanya tidak perlu cemas kalau putra bungsunya ini akan menyusul mereka di surga akibat ditolak seorang gadis.

"Hei, bagaimana kalau kita bolos setelah ini?"

"Tergantung 'bagaimana' kau merayuku."

Dan kali ini Sakura tidak mendengus kesal. Sasuke juga tidak memperlihatkan seringai kecil miliknya. Mereka berdua hanya bisa tertawa dan menikmati makan siang mereka sebagai sepasang kekasih.

Owari

Author's note lagi!

Oke! Cerita ke- 18 selesai! Rencananya Aki akan menamatkan drabble ini di cerita ke- 19. Dan itu artinya next chapter adalah final chapter! Sekali lagi Aki minta maaf karena tidak bersikap sebagai author yang baik dan menyerah dengan fic-fic multichapter Aki. Tapi, hanya itu satu-satunya cara. Aki tidak mau membuat fic-fic itu melenceng dan gak bisa ditamatkan.

Terima kasih untuk semua review yang masuk. Meski Aki tidak menulis nama kalian dan membalasnya satu-satu. Sungguh! Aki berterima kasih! Karena kalian lah Aki mengupdate fic ini!

Sampai bertemu di chapter terakhir!