Disclaimer : Masashi Kishimoto, Key Visual Art and Kyoto Animation

Summary : Last chapter. A FIC FOR FUJOSHI DAY.

Pairing : Uchiha Sasuke and Uzumaki Naruto

Rate : T

Author's Note : AU. Gaje. OC from anime KANON. YAOI. OOCness. OOCness. OOCness. Saia sudah menekankan itu tiga kali^^

Inspired by : KANON

-

-

-

Keterangan usia :

Uchiha Sasuke 16

Hyuuga Hinata 16

Uzumaki Naruto 15

Akiko 38 (ini dia OCnya)

Keterangan lain:

Italicbold: mimpi

-

-

-

_Chiba Asuka's Present_

_It's Winter_

-

-

-

The Last Chapter

Aku duduk bersamanya di atap, menemaninya melihat langit di tempat favoritnya itu. Aku tak bisa menahan senyum ketika melihat binar di matanya saat ia memandang langit. Tiba-tiba terlintas ide di otakku. Aku merogoh saku celana panjangku, dan mengeluarkan ponselku dari situ. Kemudian memosisikannya sejajar dengan wajah kami berdua yang berdekatan, dan mengaktifkan modus kameranya.

"Senyum, Dobe," kataku sebelum menekan tombol untuk menangkap gambarnya.

Aku menarik tanganku dan mengamati hasilnya. Cengiran 'Dobe' Naruto terkembang di wajahnya, sementara aku dengan senyum stoic-ku di sebelahnya. Aku mendengus geli dan meliriknya yang juga menyukai hasil potretan itu. Aku mengaturnya sebagai wallpaper ponselku dan bergumam, "Aku akan selalu mengingatmu, Dobe."

-

Tapi malam harinya, Naruto demam lagi. Aku benar-benar was-was kali ini. Kata-kata Sai terus berputar-putar di otakku, membuatku takut. Aku tidak meninggalkan Naruto barang sedetik pun malam itu, meskipun Akiko sudah menyuruhku untuk istirahat, tapi aku mengabaikannya. Aku duduk di lantai di samping tempat tidurnya, sejajar dengan kepalanya. Tanganku terus menggenggam tangannya yang basah oleh keringat, tidak melepasnya. Sampai aku jatuh tertidur…

Suara burung berkicau yang berisik membangunkanku. Aku mengerjap-erjapkan mataku, merasa punggungku pegal sekali. Aku menguap dan benar-benar membuka mataku. Langsung tertatap olehku sepasang mata biru yang tengah memandangku. Naruto… dia sudah bangun.

"Kau…" bisikku, sehingga hanya dia yang bisa mendengarnya. "Ingin menikah denganku, kan?"

-

"Akiko-san, kami pergi dulu," kataku pada Akiko-san yang sedang membersihkan dapur di bawah.

Akiko mendongak dari kegiatannya mengelap lemari dapur, memandangku dan Naruto. Mata putihnya terarah pada tanganku yang menggenggam tangan Naruto. Lalu ia tersenyum. "Hati-hati di jalan," katanya keibuan. "Aku akan menunggu kalian pulang dengan makan malam yang enak," janjinya.

"Auu!" Naruto tersenyum mengiyakan pada Akiko.

Tapi Akiko menatapku, dan aku menggeleng pelan, tanpa berani menatap mata putihnya.

"Kami pergi sekarang," kataku sambil menghela napas pelan. "Ayo, Dobe…"

"Ah…" Akiko tampaknya ingin mengucapkan sesuatu lagi, tapi aku dan Naruto tidak menghentikan langkah kami. "Hati-hati…" akhirnya hanya itu yang keluar dari bibir Akiko sebelum aku menutup pintu rumah di belakangku. Samar-samar, aku bisa mendengar isak tertahan Akiko.

-

Sekeluarnya kami dari pintu gerbang, Sai ternyata sudah menunggu di sana.

"Auu!" sapa Naruto ceria. Sai menepuk pelan kepanya sebagai balasan.

"Kalian mau kemana?" tanyanya.

"Sebenarnya kami mau ke sekolah," jawabku, sulit sekali untuk tersenyum. "Keberatan kalau berjalan bersamamu?"

Sai menggeleng. Dan kami berjalan bersisian menuju ke sekolah.

"Terimakasih atas bantuanmu selama ini," kataku memecah keheningan.

"Tak masalah," tanggap Sai. "Lagipula kita teman, kan?"

Aku mencoba tersenyum, tapi gagal, jadi aku mengurungkannya. "Aku berencana membawanya ke bukit Monomi sore ini," kataku.

"Ide bagus. Lagipula bukit itu rumahnya kan?"

Aku mengangguk mengiyakan.

Setibanya di sekolah.

"Sampai jumpa, Naruto," kata Sai penuh senyum.

"Auuu."

"Keberatan kalau aku memintamu untuk memanggilkan sepupuku?" pintaku pada Sai.

Sai menggeleng. "Hyuuga Hinata kan?"

"Hn."

"Baiklah," Sai menyanggupi. Ia tersenyum pada Naruto. "Naruto, ayo main sama-sama lagi kapan-kapan," katanya sebelum membalikkan tubuhnya dan berjalan memasuki sekolah.

Beberapa saat kemudian, Hinata berlari-lari kecil keluar. Ia melambai bersemangat padaku dan Naruto, dan dalam beberapa menit, ia sudah membuat boneka kelinci dari salju bersama Naruto, sementara aku duduk di undak-undakan, memandang mereka berdua, menikmati senyum Naruto yang merekah.

Kemudian bel berbunyi. Tanda masuk sekolah. Hinata bangkit berdiri dan berlari kecil ke arah gerbang. Sesaat sebelum memasuki gedung sekolah, ia berbalik, melambai pada kami berdua, "Naruto! Ada banyak hal yang ingin kukatakan padamu! Jadi pulang cepat ya hari ini!" ia melambai lagi, dan menghilang ke dalam sekolah. Aku menyadari air mata yang menggenangi mata putihnya ketika ia melintas di dekatku tadi.

-

Aku membawa Naruto ke bukit Monomi. Musim dingin tampaknya mulai meninggalkan bukit itu karena petak-petak rumput kehijauan sudah mulai tampak. Hanya ada sedikit gundukan salju di beberapa tempat.

Kami berdua duduk menatap cakrawala tepat di puncak bukit. Aku membiarkan kepalanya bersandar di tubuhku sementara kami menunggu matahari terbenam.

"Dobe," panggilku.

"Auu?"

"Menurutmu kemana manusia akan pergi setelah mereka meninggal?" tanyaku.

"Auuu…"

Aku tersenyum. "Kalau aku ingin menjadi langit."

"Auu?"

"Supaya bisa tahu dimanapun kau berada."

"Auu…" caranya mengucapkan itu seolah menuduh kalau aku itu penguntit. Membuatku mendengus geli.

"Langit cerah berarti aku bahagia. Hujan, berarti aku menangis. Senja, berarti aku sedang tersipu. Dan malam berarti aku sedang memelukmu dengan lembut."

"Auu…" gumam Naruto sarat makna. Aku tertawa pelan dan mengelus kepalanya sedikit, tepat ketika langit berubah warna menjadi semburat oranye, mengiringi perubahan wajah Naruto yang menjadi merah jambu.

"Sekarang saatnya, Dobe," tambahku. Aku mengangkat tubuh tak berdaya itu, membuatnya berdiri tegak di hadapanku. Aku menatap mata birunya dalam-dalam, menarik napas, mencoba menenangkan diriku.

Aku menghembuskan napas perlahan. "Aku," aku mulai membuka mulut, tetap mempertahankan kontak mata dengan Naruto. "Uchiha Sasuke, bersumpah untuk selalu bersama dengan Uzumaki Naruto. Baik dalam keadaan miskin maupun kaya, susah maupun senang, dan sakit maupun sehat, sampai maut memisahkan kami."

Aku mengakhiri ikrarku, dan dengan perlahan mendekatkan diriku ke Naruto, mengangkat dagu kecoklatan itu perlahan, dan menempelkan bibirku di bibir Naruto, menciumnya dengan lembut.

Aku merasakan bibir itu selama beberapa detik, baik aku maupun Naruto sama-sama memejamkan mata. Dan saat aku melepaskan diri, aku tersenyum geli dan berbisik, "Aku tak terlalu ingat ikrarnya," sambil menatap mata birunya. "Tapi kita akan selalu bersama mulai sekarang… Naruto…" aku mencoba untuk memanggilnya dengan namanya yang benar.

Naruto tersenyum cerah dan aku memeluknya, erat.

-

Aku percaya semua keinginan Naruto telah terkabul. Aku masih memeluk tubuhnya yang hangat itu, memeluknya dengan erat, tidak akan melepaskannya lagi.

"Auu…"

Aku membelai lembut kepala pirangnya dan mencoba memandang wajahnya yang masih berada dalam pelukanku. Matanya terpejam.

Perkataan Sai mengenai saat berikutnya dia jatuh tertidur terjatuh melintas di benakku. "Dobe, bangun, jangan tidur…" aku menyenggol pipinya sedikit, memaksanya membuka mata lagi.

"Auu…" ia berusaha mengelak, mengerjap-erjap.

"Jangan tidur, Dobe. Aku di sini…" aku memaksakan diri untuk tersenyum. Naruto membalas senyum itu. Tapi kemudian mata birunya terpejam lagi, dan kedua tangannya yang semula memelukku terjatuh dengan lunglai.

"Dobe…"

Cring.

Dia telah menghilang. Dengan cepat. Hanya menyisakan sepasang lonceng yang tergeletak di dekat kakiku sekarang. Aku jatuh berlutut dan mengambil lonceng itu, menggenggamnya di depan dadaku dan memejamkan mataku. Sesuatu yang hangat jatuh menetes ke pipiku dari pelupuk mataku.

"Aku mencintaimu, Dobe," bisikku.

Aku baru ingat kalau ia belum pernah mendengarku mengatakan hal itu untuknya.

-

-

-

-

-

_Owari_

-

-

-

-

-

_Omake_

Aku berdiri mematung di atap sekolah, memandangi layar ponselku. Wallpaper yang seharusnya berisi fotoku dan Naruto. Tapi sekarang hanya ada aku di sana, dengan senyum stoic-ku.

"Aku senang kau melakukannya dengan baik, Uchiha."

Aku menoleh. Sai sudah berdiri di sebelahku, entah sejak kapan.

"Begitulah…" tanggapku.

Dia menepuk bahuku sekilas dan melangkah pergi.

-

-

-

-

-

Gomenasai!!! DX

hontou gomenasai! saia benar-benar minta maaf kepada semua orang yang sudah meminta agar naru tidak pergi... tapi saia dengan keras kepala tetap membuatnya meninggalkan Sasu..habisnya...T.T...saia benar-benar minta maaf....*dirajam rame-rame*

mengenai Uzumaki Naruto yang lain, dia sudah meninggalkan Moriguchi, hidup bahagia, ever after.

dan tentang Sai, dia cuma murid SMA biasa, adek kelas Sasuke, yang pernah mengalami kejadian yang sama dengan Sasu, kehilangan teman yang berupa penjelmaan rubah, jadi dia tahu banyak tentang Naruto.

chap ini bener-bener pendek yah... nyahahaha... *disumpel karena berani ketawa*

saia nangis pas ngetik chap ini... T.T

jadi...

Mind to review? ^^

And HAPPY FUJOSHI DAY! XDDD