Hi there!
I'm new here!
Tolong baek2 dulu ya hehehehe
Disclaimer: I do not own SMT persona 3 or 4, klo iya… aku bwat Minato yang ngabisin Izanami mwahahahahaha…
Prologue:
Another Journey
Di suatu daerah, di tengah hijaunya pemandangan pepohonan dan sawah. Terbentanglah rel, dengan warna silvernya yang menyilaukan tersinari matahari. Rel tersebut bergetar. Suara bebatuan yang saling terpental pun ikut terdengar terpengaruhi oleh getaran rel yang cukup kencang. Dari kejauhan terlihat sebuah lokomotif yang terlihat kecil karenah pengaruh jarak. Semakin dekat semakin jelas. Lokomotif itu meluncur diatas rel dengan mulus, menarik gerbong kereta di belakangnya. Terlihat jendela gerbong kereta yang berderet, silau memantuli cahaya matahari. Di dalam gerbong tersebut terbentang kursi-kursi yang tidak ditempati kecuali oleh satu orang. Seorang pria duduk bersandar di kursinya, tubuhnya yang tinggi dan tegap mempengaruhi posisi penglihatannya yang menerawang jauh menembus jendela, pemandangan hijau yang dia rindukan menyapanya. Mata abu-abu nya yang memiliki warna yang sama dengan rambutnya memancarkan kegembiraan yang terpendam. Tiga tahun yang lalu ia melewati pemandangan yang sama. Entah itu jalur kedatangan atau keberangkatan. Tidak pernah bosan ia menikmati pemandangan yang menyejukkan tersebut.
Perjalanan menuju kota yang dia rindukan masih cukup jauh. Pria tersebut menyandarkan kepalanya di kursi sambil menghembus nafas. Ia menutup kelopak matanya, dan sebuah senyum terukir di bibirnya. Ia mengisi waktu di dalam kereta dengan memutar ulang memori yang tentang kota yang dia rindukan, beserta dengan isi dan peristiwa-peristiwa yang terjadi di kota tersebut. Senyumannya semakin lebar ketika mengingat hal-hal yang menggelikan dan kenangan indahnya bersama teman-temannya yang berharga dan sangat ia rindukan. Semakin dia terlarut dalam memori semakin pudar kesadarannya. Dan tanpa ia sadari, pria itu pun terlelap dengan senyuman yang masih terukir di wajahnya.
Perbedaan atmosfir mengganggu kesadarannya. Matanya yang masih tertutup tidak menghalangi pikirannya yang tiba-tiba berjalan. Instingnya yang masih belum tumpul membuat dirinya waspada terhadap keadaan suasana disekitarnya. Dengan perhitungan yang matang dan cepat, pria tersebut dengan hati-hati memutuskan untuk membuka kelopak matanya. Pemandangan ruang biru pun menyapanya. Di depannya terletak sebuah meja dan kursi yang berpenghuni oleh dua orang yang tidak asing bagi dirinya, postur tubuh yang khas dan kedua tengan yang terkatup menjadi sandaran dagu sang 'outsider', terdapat seorang wanita yang anggun dan cantik berdiri disampingnya.
"Sudah lama tidak bertemu anakku, atau seharusnya aku katakan tuan muda." Sang 'outsider' tersebut mulai berbicara dengan nadanya yang juga khas dan senyumannya yang selalu terukir di wajahnya.
Pria berambut abu-abu itu masih diam terpaku, sedikit tidak percaya akan dua orang yang sudah tidak pernah dia temui selama tiga tahun lalu. Dengan dukungan otaknya yang cepat bekerja, dia pun cepat menganalisis pemandangan di depan matanya.
"Igor..? dan Margareth juga?" Tanya nya, sambil mengalihkan pandangannya kepada seorang wanita anggun yang berdiri disamping Igor.
"Sudah lama tidak bertemu, Souji Seta." Sapa Margareth dengan senyuman kecilnya.
Pria bernama Souji Seta pun mulai merilekskan postur tubuhnya. Dia menyandarkan punggung nya di kursi yang dia duduki. Dia mulai menganalisis kembali apa yang sebelumnya terjadi. Berawal dari kereta yang ia masuki hingga kenangan-kenangan yang ia ingat-ingat, sampai kesadaran nya yang hilang.
'Oh, baiklah aku di dalam alam mimpi, lagi.' Pikir Souji.
Dia mulai memfokuskan penglihatan dan pikirannya kepada Igor, yang dengan sabar menunggu Souji yang beradaptasi kembali dengan ruangan tersebut.
"Tenanglah tuan muda, kau sedang terlelap di dunia nyata." Ucap Igor menenangkan.
"Yah, butuh waktu untuk percaya akan apa yang aku lihat, tapi terima kasih telah menunggu." Balas Souji dengan tawa kecilnya.
"Tentu saja aku mengerti tuan muda, apa lagi dengan pemandangan yang berbeda ini." Igor memperjelas.
'Pemandangan yang berbeda?' Pikir Souji. Baru ia sadari bahwa ia tidak lagi berada di sebuah limosin yang dia ingat. Velvet Room ini berubah penampilannya. Warna biru nya masih khas tapi ruangan nya berbeda. Dia justru berada di sebuah ruangan berbentuk persegi yang luas, dan ruangan tersebut naik menuju keatas, seperti lift hanya saja ruangan ini terus naik dan tidak berhenti. Di bagian atas depan ruangan terdapan jam yang terus bergerak dengan cepat.
"Ruangan ini adalah ruangan yang sama dengan pendahulu mu." Jelas Igor.
"Pendahuluku?" Tanya Souji.
"Maksudmu, pengguna Wild Card sebelum ku?" Lanjutnya. Souji hanya pernah sekali mendengar tentang 'Predessor' nya dari Margareth. Seorang pengguna Wild Card yang mempertaruhkan nyawanya.
"Benar sekali tuanku, dan ruangan ini akan menentukan takdirmu. Atau takdir 'Dia'." Jawab Igor dengan senyuman yang misterius dan mencurigakan tersebut.
"Kau akan mengetahui jawabanya nanti di akhir perjalanan mu nanti, fufufu" lanjut Igor dengan tawa kecilnya.
"Heh, tentu saja. Kenapa aku tidak terkejut mendengarnya." Balas Souji dengan senyumannya. "Lalu apa yang ingin kau sampaikan pada ku Igor?" Lanjutnya.
Igor oun tersenyum dan mulai menjelaskan tentang peran Souji dalam perjalanan kali ini. "Untuk kali ini tidak ada ramalan untukmu. Aku hanya akan memperingatkan perjalanan yang kau tempuh kali ini akan lebih sulit dan butuh pengorbanan yang tidak sedikit. Apa pengorbanannya akan di tentukan di akhir perjalanan. Hanya saja akan ada orang yang akan memutuskan pengorbanan yang sesuai."
Souji mengkerutkan keningnya, informasi dari Igor dia serap dengan cepat. Namun dia tidak bisa berhenti bertanya kepada dirinya. Orang seperti apa yang punya kekuasaan tinggi hingga bisa memutuskan hal yang berat seperti itu. Atau memang bukan manusia yang akan memutuskan? Souji kembali berpikir tentang perjalanan mencari kebenaran yang dia dan teman-temannya tempuh tiga tahun lalu. Izanami bukan lah manusia. Ia seorang dewi yang menciptakan, tapi mengalami dilema karena keinginan manusia yang membuatnya mengambil jalan yang keliru. Hingga pada akhirnya Souji dan 'Investigation Team' yang membuat Izanami kembali melihat jalan yang sesungguhnya. Yang membuat segala nya menjadi seperti ini, yang membuat ia melawan sang dewi, yang justru membuat seorang dewi mengambil keputusan yang membutakan dirinya sendiri akan kebenaran.
"Selain waktu adalah takdir, pembawa kekejaman." Ucap Igor.
'takdir, huh' Pikir Souji.
"hehe, kata-kata itu aku dapatkan dari memori seseorang yang didapat dari seorang dewi yang lalu menjadikan dirinya sendiri dewa." Ucap Igor. "Terserah padamu apakah kau akan percaya, atau memilih melupakannya, atau justru mempunyai jawaban yang lain." Lanjut Igor.
"Hm…" Souji masih belum bisa berbicara apa-apa. Peringatan Igor tidak meninggalkan apa-apa kecuali teka-taki baginya.
"Tentu saja, kesulitan perjalanan yang akan kau jalani akan diimbangi oleh pertolongan yang akan datang. Berhubungan lah dan rawat dengan baik pertolongan itu." Teka-teki lagi ia berikan kepada Souji. "Baiklah waktu terus berjalan di dunia mu, hingga kita bertemu lagi, selamat tinggal."
Pria itu membuka matanya dan mendapati dirinya kembali berada dalam kereta. Sebuah pemberitahuan kereta pun bergema, memberi tahu kan akan lokasi yang telah dicapai. Souji pun segera bersiap untuk turun, tapi pikirannya terfokus kepada hal yang lain. Pertemuannya dengan Igor menandakan akan ada masalah lain yang muncul di saat dia di kota ini lagi, bersamaan pula dengan kedatangan dirinya.
Souji mendapati dirinya menghela nafas panjang sesampai di depan stasiun. Harapannya untuk bertemu dengan teman-temannya tanpa ada masalah pun sirna. Sepertinya dia akan menjadi dalang masalah lagi di kota Inaba ini. Jalan pikirannya terhenti oleh suara yang tidak asing memanggil dirinya.
"Oni-chan!!!" panggil seorang anak kecil yang mulai beranjak remaja itu.
Souji pun mengalihkan pandangannya kepada dua orang yang dia anggap sudah seperti keluarganya sendiri. Sang adik dan pamannya menunggu di bawah tangga dengan senyum yang lebar. Ia pun ikut tersenyum dan segala pemikiran pessimis pun hilang.
'Walau dewa menahanku sekalipun.' Souji mulai melangkah dengan dengan semangat dan cepat. 'Asalkan ada orang-orang yang sangat berharga di sampingku.' Si gadis kecil Nanako ikut berlari menuju Oni-chan nya yang sangat ia rindukan. Ia berlari dan dengan spontan memeluk Souji dengan gembira. Souji yang sudah membuka kedua lengan nya dengan lebar menerima dengan senang pelukan Nanako. 'Segalanya bukan masalah' pikir Souji sambil mendengar ucapan selamat datang kembali dari adiknya yang sangat dia sayangi. Dia pun membalas dengan senang hati.
"Tadaima, Nanako-chan."