Summary: Mikan Sakura, seorang gadis berusia 16 tahun, diam-diam jatuh cinta pada teman chattingnya yang ia bahkan tak tahu siapa. Lalu, saat pindah ke Alice Academy, Mikan menjadi dekat dengan dua cowok paling popular di sekolah, yaitu Ruka Nogi dan Natsume Hyuuga. Apalagi Ruka sangat baik padanya, mereka pun akhirnya saling suka. Kini Mikan bingung siapa yang harus ia pilih antara teman chattingnya atau Ruka. Mampukah ia menemukan siapa sosok asli teman chattingnya? Dapatkah ia memilih salah satu diantara keduanya? NxMxR
Disclaimer: Gakuen Alice and its properties belong to Higuchi Tachibana, but the plot is tottaly mine.
Chapter 13 "Confidence and Certainty" ini didedikasikan untuk semua pembaca yang telah setia membaca fic ini dari chapter 1 hingga chapter terakhir dengan segala kekurangan yang ada di dalamnya.
Confusion and Hesitation
by Yuuto Tamano
Chapter 13: Confidence and Certainty
Sebuah kepalan tangan itu telak menghambur di bagian perut Ruka Nogi, membuat sang blonde jatuh terjerembab, membuat celana panjang cokelat kotak-kotak dan kemeja putih miliknya tampak dilumuri percikkan tanah. Ia mengerang sejenak, jemari tangan kanannya menggerayangi ulu hatinya, tak menyangka bahwa momentum yang diberikan oleh kepalan tangan itu akan memberikan efek rasa sakit yang begitu menusuk masuk ke urat-urat nadinya.
Ia yang lemah atau Natsume yang memang kuat?
Ia mencoba bangkit dengan meletakkan kedua telapak tangannya menghadap tanah, memberikan tekanan pada tanah tersebut untuk membantunya bangkit berdiri. Perlahan-lahan tapi pasti. Dengan bahunya yang sedikit bergetar, ia mencoba untuk menegapkan dan membusungkan dadanya, serta memperlihatkan pada lelaki di depannya itu bahwa ia tak merasa gentar barang secuil pun.
Tak perlu kata-kata untuk memulainya, Ruka mengangkat kepalan tangannya. Ia berlari mendekati Natsume, mengambil ancang-ancang untuk mengayunkan kepalan tangannya jauh ke depan dan memukul sang raven telak di dagunya sehingga lawannya pun akan jatuh tersungkur, atau setidaknya itulah yang ia harapkan, karena ketika hanya tinggal beberapa jengkal kepalan tangan tersebut akan meraih wajah Natsume, sebuah teriakan menghambat pergerakannya.
"Apa yang kalian berdua lakukan?"
Teriakan mezzo-soprano milik seorang gadis itu hanya akan membuat jalannya masuk ke telinga kanan dan keluar telinga kiri apabila tidak disusul oleh hantaman sebuah mesin pemukul yang jatuh tepat di wajah mereka. Mesin yang mengeluarkan suara yang sangat aneh itu ternyata sukses membuat keduanya jatuh tersungkur, atau tepatnya membuat pipi kanan Natsume dan pipi kiri Ruka membiru.
Setelah mengusap-usap memar di pipinya, Ruka pun turut membuka mulutnya, hendak melayangkan protes ke arah gadis yang menggunakan mesin berbahaya itu di tangannya, "Imai! Apa yang kau—"
"Dasar nggak waras! Kalian lebih suka berkelahi dan membiarkan Mikan tergeletak seperti itu?" potongnya sambil mengarahkan telunjuknya ke arah Mikan, "Lebih baik kalian segera membawa dia ke rumah sakit atau kalian memang mau merasakan pukulan Baka-Gun versi terbaru milikku ini?"
Baik Natsume dan Ruka sempat terdiam membeku sebelum saraf-saraf dalam otak mereka menyadari sesosok tubuh rapuh yang tergeletak tanpa pertahanan di dekat mereka. Sang CrimsonFlame-lah yang pertama kali merespon; ia cepat-cepat mendekati Mikan dan menggendong tubuh gadis itu, bridal style, serta segera mengangkat kedua kakinya pergi dari tempat itu diikuti oleh sepupunya yang sedari tadi menggerutu.
Namun Ruka hanya merasa seperti kedua kakinya terikat oleh sesuatu; ia tak kuasa barang menggerakkan kaki pun. Menenggelamkan wajahnya pada kedua telapak tangannya, ia mengeluh, "A-Apa yang telah kulakukan…?"
Samar-samar ia melihat sepercik cahaya.
Masih samar-samar.
Namun tak lama kemudian bayangan sosok seorang gadis berambut raven dapat terlihat jelas olehnya. Ia mengedipkan matanya sejenak, bermaksud meniadakan bercak kunang-kunang yang sedari tadi menganggu pandangannya. Pada saat yang sama sel-sel otaknya bekerja keras untuk mencerna apa yang ditangkap oleh kedua matanya. Siapakah gadis itu?
"Hotaru…?"
Gadis bernama Hotaru itu menegukkan ludahnya dalam ketika ia melihat sahabat terbaiknya akhirnya membuka kedua matanya. Tetesan keringat tampak jatuh mengalir pada pelipisnya, menyimbolkan betapa khawatirnya ia. "Mikan! Thank God, akhirnya kau sadar juga."
Mikan menempatkan telapak tangannya di dahinya saat ia mulai mengangkat tubuhnya hingga ke posisi duduk. Betapa pening kepalanya saat itu. Untung sahabatnya, Hotaru, turut menyumbangkan lengannya, menyokong dirinya agar tidak hilang keseimbangan.
"Ng… Aku dimana?"
"Di rumah sakit."
Mikan menatap Hotaru sejenak sebelum ia melirikkan kedua bola matanya pada situasi sekelilingnya, mendapati sebuah ruangan dengan warna putih begitu mendominasi, sangat mirip dengan apa yang dikiranya sebagai rumah sakit. "Oh, kau benar!"
Hotaru tersenyum ketika mendapati bahwa gadis yang ada di depannya baik-baik saja. "Kau pingsan cukup lama tadi."
"Aku pingsan?"—sesungguhnya sang Brunette tak terlalu mengingatnya—"Sudah berapa lama aku pingsan?"
"Satu jam, sepertinya." jawab sang Raven sambil melirik ke arah jam tangannya. "Tampaknya pukulan Nogi cukup keras buatmu."
Mikan hanya melongo, tak mengerti apa yang dimaksudkan Hotaru dengan 'pukulan Nogi' itu. Namun—bagaikan sebuah aliran arus listrik—potongan-potongan adegan yang terjadi antara dirinya, Ruka, dan Natsume sedikit demi sedikit mulai diingatnya. Kedua mata hazelnya yang besar itu semakin terbuka lebar. Membuatnya tertuju pada sebuah pertanyaan.
"Natsume dan Ruka-kun... bagaimana keadaan mereka?" tanyanya cemas, seraya meraih kedua bahu Hotaru dan mengguncang-guncangnya dengan kedua tangannya.
"Tenang, Mikan!" tegasnya sambil menjauhkan tangan-tangan itu darinya. "Kedua idiot itu baik-baik saja. Sekarang mungkin mereka sedang menyesali perbuatan mereka."
"Huh? Apa maksudmu?"
"Dengar Mikan," Hotaru menghela nafasnya sejenak, "Sejam yang lalu aku menemukan kau dalam keadaan tergeletak pingsan di dekat kedua idiot itu. Tapi tak kusangka mereka lebih memilih berkelahi daripada cepat-cepat membawamu ke rumah sakit!"
"Hotaru—"
"Dan kau masih mengkhawatirkan mereka? Kadang aku tak mengerti apa yang dipikirkan sel-sel otak bodohmu itu."
"Hotaru…" Tetesan air mata mulai tampak berjatuhan dari kedua kelopak matanya.
Sang Inventor hanya menggelengkan wajahnya, sebelum ia menyeka rintik-rintik air mata itu dengan jari-jarinya. "Kenapa menangis, Mikan?"
"Semua salahku… Natsume dan Ruka-kun berkelahi gara-gara kebodohanku… Seandainya saja aku tak cukup bodoh untuk menemukan sosok CrimsonFlame lebih cepat, pasti semuanya takkan berakhir seperti ini!"
Segera saja Mikan menjatuhkan dirinya dalam pelukan Hotaru. Di bahu sahabatnya itu air matanya mengalir semakin deras, seakan-akan kedua bahu ramping itu adalah sumber keresahan dirinya. Seluruh keluh kesahnya dan beban yang sedari tadi menghantui hatinya ia keluarkan dalam bentuk tangisan. Tangisan yang membuat miris siapapun yang melihatnya, bahkan hingga Hotaru yang terkenal memiliki hati sebeku es pun, luluh. Hal itu tampak dari sikap sang Raven yang membiarkan Mikan memeluk dirinya. Awalnya ia cukup kaget, tapi kini dirinya tengah dipenuhi rasa simpati. Dan dibiarkannya pula Mikan melakukan apa pun yang diinginkannya, termasuk itu membasahi bahunya.
Demi kekalnya jalinan persahabatan, apapun akan dilakukannya.
"Aku tak ingin… hubungan persahabatan mereka hancur… karena diriku." isak sang Brunette, akhirnya.
Dengan tenang, Hotaru melepaskan tubuh Mikan dan mengangkat dagu sahabatnya itu, membuat sang Brunette menatap langsung kedua mata amethyst indah itu.
"Jangan terus kau salahi dirimu itu, Mikan. Aku tak tahu apa yang telah terjadi antara kau dan kedua idiot itu, tapi aku rasa itu tak sepenuhnya adalah salahmu. Lagipula, aku tak yakin persahabatan mereka akan putus hanya karena hal itu. Asal kau tahu saja, aku mengenal Hyuuga dan Nogi jauh lebih lama darimu, baka."
Mikan terdiam sejenak, "Sungguh?"
Sang Raven mengangguk dan tersenyum simpul.
Mikan kemudian menyeka kedua matanya yang bengkak itu dan turut tersenyum. Pipi kemerahan miliknya kini tampak lebih merah dari sebelumnya. Ia kembali menatap Hotaru. Sungguh, saat ini ia merasa sangat beruntung memiliki Hotaru sebagai sahabat terbaiknya. Sedingin apapun perawakan gadis jenius itu, selalu saja mampu membuat dirinya yang murung kembali dilanda keceriaan. Hotaru baginya adalah tempat terbaik untuk mencurahkan segala isi hatinya—setelah ibunya tentunya.
Kadang-kadang ia selalu merasa bahwa Hotaru mirip sekali dengan Natsume—mungkin karena mereka ada hubungan darah?
Memikirkan fakta itu membuat pikirannya semakin dipenuhi akan sosok Natsume Hyuuga, membuat jantungnya berdetak begitu kencang. Apalagi ketika Hotaru bertanya padanya sesuatu yang membuat sosok Natsume dibenaknya jadi semakin sulit untuk dihilangkan.
"Jadi, kau sudah temukan siapa itu CrimsonFlame sebenarnya?"
Mikan mengangguk pelan.
"Apakah saat kau akhirnya mengetahui dia yang sebenarnya membuatmu berubah menjadi membencinya?"
Mikan menggeleng.
"Aku mengerti. Lalu kau tahu bagaimana perasaannya padamu?"
"Ruka-kun bilang,"—Mikan sempat terdiam sejenak—"Natsume menyukaiku."
"Huh? Nogi?" Hotaru mengangkat alisnya keheranan sebelum ia teringat akan sesuatu. "Ngomong-ngomong tentang Nogi aku dengan gossip kau pacaran dengan dia. Apa itu benar?"
Anggukkan Mikan membuat Hotaru sedikit tersentak.
"Sungguh, Mikan, kadang aku benar-benar dan sama sekali tak mengerti tentang apa yang kau pikirkan! Kalau kau suka Hyuuga, kenapa malah pacaran dengan Nogi?"
Sang Brunette sejenak merasa heran dengan perubahan perilaku sahabatnya itu, namun tak ia ambil pusing pikirannya itu. "Tapi Hotaru, saat itu aku pikir Ruka-kun adalah CrimsonFlame! Makanya aku bilang 'iya' saat ia menyatakan perasaannya padaku."
Hotaru menggertakkan giginya. "Dasar bodoh! Bukankah aku sudah bilang kalau Nogi itu bukan CrimsonFlame?"
"Waktu itu kau belum bilang apa-apa padaku!"
"Tch."
"…kau ini kenapa sih, Hotaru?"
Sekilas dilihatnya semburat kemerahan di kedua pipi sang Raven. Mikan mengusap-usap kedua matanya, hendak meyakinkan bahwa matanya tak salah melihat. Namun semburat merah itu lenyap ketika ia kembali membuka kedua kelopak matanya dan menatap Hotaru tepat di wajahnya. Ia mengangkat kedua bahunya. Mungkin ia memang benar-benar hanya salah melihat.
"Aku nggak apa-apa! Jangan suka mengalihkan pembicaraan, Mikan." kilahnya tegas. "Jadi sekarang kau mau bagaimana? Masih tetap ingin pacaran dengan Nogi?"
Mikan terdiam sejenak. Berkat Hotaru, kini sudah tak ada lagi keraguan di hatinya. "Ini mungkin terdengar sedikit egois, tapi aku hanya ingin bersama dengan orang yang kucintai."
Ia tersenyum. Betapa ia tahu bahwa baik CrimsonFlame maupun Natsume, telah memiliki tempat yang istimewa di hatinya. Takkan ada seorang pun yang mampu menggantikan keberadaan keduanya di tempat istimewa itu. Oleh karena itu, sekelam apapun masa lalu yang dimiliki Natsume, takkan pernah bisa memadamkan rasa cinta yang dimilikinya.
"Kalau begitu, temui dia sekarang!"
Helai-helai daun yang berguguran seakan-akan hendak menghibur dirinya yang kini tengah bersandar di salah satu pohon yang berdiri tegak di taman utara Alice Academy High territory. Satu-satunya jalan yang menjadi gerbang masuk taman raksasa ini kini telah dipenuhi oleh kuning-kuning dedaunan yang berasal dari deretan pohon-pohon berbatang hitam setinggi nyaris 5 meter di sekelilingnya.
Natsume Hyuuga menyandarkan punggungnya, memasrahkan segalanya pada tumbuhan berbatang hitam itu. Kedua mata merahnya menatap dedaunan yang rontok tertiup angin, seakan rontoknya dedaunan itu adalah hal yang paling mengagumkan yang pernah ia lihat. Namun nyaris tak ada yang tahu, bahwa pikirannya kini tengah tertuju pada hal yang lain, pada seorang gadis berambut Brunette yang sedari tadi memenuhi benaknya.
Kenapa sekarang semuanya menjadi seperti ini?
Kenapa semuanya menjadi seperti ini? Pertanyaan bagus. Membuatnya kembali teringat tentang apa yang dituduhkan Ruka padanya.
…ia telah melanggar janji yang telah kami buat.
Natsume mendesah pelan. Betapa ia tahu bahwa Ruka memang sangat betul akan tuduhannya itu—ia memang telah melanggar janji untuk mencintai Luna selamanya. Sepupu Ruka itu telah menawan hatinya saat ia pertama kali bertemu dengannya. Membuahkan sebuah perasaan cinta. Sehingga ketika gadis itu telah kembali ke langit ketujuh, dirinya seperti dibutakan. Pikirannya tak kuasa lagi untuk berpikir jernih. Membuatnya menyanggupi apa yang ada diluar kuasanya, menyanggupi akan janji itu.
Awalnya ia pikir ia akan mampu mempertahankan kata-katanya. Ia begitu percaya diri, hingga akhirnya LittleHazel datang dalam kehidupannya. Memberinya sebuah warna pada dirinya yang kosong sejak kematian Luna. Keberadaannya membuatnya menyadari bahwa ia harus terus melangkah maju, pun menyadari bahwa ternyata ia masih bisa mencintai. Ia mencintai LittleHazel. Ia tak habis pikir kenapa hal itu bisa terjadi, padahal saat itu belum pernah sekalipun mereka saling bertemu pandang.
Perasaannya semakin tumbuh berkembang saat ia akhirnya bertemu dengan Mikan Sakura—apalagi semenjak ia menyadari bahwa gadis ceroboh itu tak lain dan tak bukan adalah LittleHazel, gadis maya pujaannya. Saat ia menyadari itu, ia sama sekali tak menyangka bahwa sahabatnya akan mengalami hal yang sama seperti dirinya.
Mencintai gadis yang sama.
"Natsume…" panggilan itu membuat lamunannya teralih seketika. Kedua matanya melebar ketika ia melihat Ruka Nogi tampak berjalan mendekatinya. Cepat-cepat ia memalingkan wajahnya, namun hal itu tak membuatnya tak menyadari bahwa lelaki itu mengambil posisi duduk di sebelahnya, sama-sama menatap dedaunan di depan mereka.
Tak satupun dari keduanya mengucapkan kata-kata.
Hingga Ruka melirikkan kedua mata birunya, tak biasa dengan keheningan yang sedang dihadapinya. "Sakitkah itu, Natsume?"
Mendengar itu, spontan Natsume meletakkan jari-jari pada pipinya yang memar, kemudian mengusap-usapnya. Butuh waktu lama baginya sebelum akhirnya ia menjawab, "…lumayan."
"Tapi aku yakin pipimu tak sesakit perutku ini, hahaha."
Betapa Ruka sangat tahu keadaan menjadi semakin kaku dengan tawa terpaksanya itu.
"Natsume, aku minta maaf." ucap Ruka tiba-tiba, membuat Natsume kembali memusatkan pandangannya pada sahabatnya itu. "Saat itu aku benar-benar tak bisa berpikir. Kau tahu, tak seharusnya aku memukulmu saat itu. Sampai-sampai Mikan—"
"Berhenti berbicara, Ruka."—entah kenapa Ruka langsung patuh pada kata-kata itu—"Seharusnya aku yang mengatakan itu padamu."
"Natsume…"
"Ruka, I'm sorry."
Kedua mata ceruleannya terbelalak. Tanpa sadar ia merebahkan punggungnya pada pohon yang sama dan tertawa. Tawa yang benar-benar tulus dari hati, setengah mengejek. Mencemooh atas semua kejadian yang telah terjadi antara dirinya dan sahabatnya itu, yang kini sedang menatapnya dengan tatapan heran.
"Kenapa kau tertawa, Ruka?"
Sambil memegang perutnya, ia berusaha menahan tawanya. "Kita ini benar-benar lucu, Natsume. Padahal tadi baru saja kita saling melukai, tapi sekarang kita malah saling meminta maaf begini."
Natsume hanya tersenyum simpul.
"Hal yang sama juga pernah terjadi…dulu."
"Hn."
Keheningan lagi-lagi menyertai mereka. Namun kali ini tak lama.
"Natsume,"—ucap Ruka tiba-tiba—"apa kau juga menyukai Mikan?"
Natsume hanya menahan nafasnya sejenak dan menegukkan ludahnya dalam. Ia lalu kembali mengalihkan pandangannya pada dedaunan itu, merasa bingung dengan kata-kata apa harus ia keluarkan atas pertanyaan tersebut. Ia menarik nafasnya sejenak. Akhirnya memutuskan bahwa berbohong bukanlah suatu hal yang baik.
"Ya. Lebih dari yang kau bayangkan."
Ruka hanya tersenyum, mendapati bahwa mendengar hal itu terucap dari mulut sahabatnya mampu menciptakan rasa sakit yang cukup… terasa sakit. Seraya mengusap-usap dadanya, ia kembali berkata, "Sudah kuduga."
"Huh?"
"Tahukah kau, Natsume, kalau Mikan juga memiliki perasaan yang sama terhadapmu?"
"Kau pernah mengatakan itu padaku."
Ruka tersenyum. "Aku yakin sampai sekarang pun dia pasti akan tetap memilihmu." ucapnya sambil mengarahkan jari telunjuknya pada sosok seseorang yang tengah berlari mendekati mereka. Membuat kedua mata crimson Natsume terbelalak. Tanpa basa-basi ia segera bangkit dan melangkahkan kedua kakinya untuk pergi dari tempat itu.
"Kau yakin, Ruka?" tanya Natsume yang turut berdiri. Ambigu dapat terdengar dari pertanyaannya itu.
"Jangan khawatirkan aku, Natsume. Aku yakin sekali. Anggap saja janji diantara kita berdua tak pernah ada…" Dan dengan itu, sosok Ruka menghilang dari pandangan, tampaknya bersembunyi dibalik salah satu dari banyak sekali pohon yang ada di taman tersebut.
Natsume kemudian mengalihkan pandangannya. Tanpa sadar sorot yang dimilikinya melembut ketika melihat gadis teristimewa baginya akhirnya tiba di hadapannya, sambil membungkuk untuk mengambil nafas sejenak.
"Natsume… Akhirnya aku menemukanmu…"
"Polka,"—Natsume sempat terdiam sejenak, membiarkan Mikan untuk terlebih dahulu menghirup oksigen sebanyak-banyaknya—"Apa yang kau lakukan kemari?"
"A-Ada yang ingin aku katakan padamu." jawabnya dengan wajah memerah. "Ngomong-ngomong, kalau nggak salah tadi aku sempat lihat… Ruka-kun bersamamu. Ke-Kemana dia?"
"Kau hanya salah lihat. Sejak tadi aku sendirian disini." jawab sang Crimson dengan seringainya yang khas. Berbohong sedikit takkan melukai, ya 'kan? "Jadi apa yang kau inginkan dariku?"
Serentak wajah Mikan semakin memerah. Entah kenapa tenggorokannya terasa seperti tercekat, karena tak sedikitpun suara terdengar dari bibir tipisnya. Kedua mata hazelnya hanya mampu menatapi sedikit-sedikit sosok tegap yang dimiliki oleh lelaki di hadapannya. Betapa tampannya ia; tubuh yang kekar, kulit yang putih, dan walaupun ada sedikit memar di wajahnya yang oval itu tak mampu menghilang pesona dirinya. Apalagi Mikan sama sekali tak kuasa memalingkan wajahnya dari tatapan mata crimson yang begitu menyita.
"A-Aku…ng…"
"Cepat katakan, Polka."
Menarik nafasnya sejenak, ia akhirnya memberanikan diri untuk berkata, "Ta-Tahukah kau, Natsume Hyuuga? Aku ingin bercerita padamu!"
"Cerita?"
Mikan mengangguk, "Sekitar setengah tahun yang lalu, beberapa bulan setelah ayahku meninggal, aku bertemu dan berkenalan dengan seseorang di dunia maya. Namanya ID-nya CrimsonFlame."—Natsume menahan nafasnya sejenak saat mendengar itu—"Awalnya dia adalah seseorang yang menyebalkan, menolak permintaan pertemanan dariku berkali-kali."
Ia berhenti sejenak.
"Tapi… lama-lama aku jadi sering chat dengannya." lanjutnya, "Setiap hari dan setiap malam… Sampai kadang-kadang aku lupa kalau saat itu aku tengah sendirian di rumah. Dia selalu ada di saat aku sedang membutuhkannya. Dan tanpa kusadari, aku merasa begitu membutuhkannya, kapanpun dan dimanapun. Hingga akhirnya aku sadar kalau aku jatuh cinta padanya."
Wajah Mikan sudah nyaris sama merahnya seperti tomat matang, sedangkan Natsume hanya terdiam, menunggu Mikan untuk melanjutkan ceritanya.
"Mungkin aku terdengar gila, tapi aku benar-benar jatuh cinta padanya. Jatuh cinta pada lelaki yang tak pernah kutemui sebelumnya. Karena itulah, aku sangat ingin bertemu dengannya. Setiap hari aku berdoa agar suatu saat aku dapat bertemu dengannya. Sampai suatu hari, Tuhan mengabulkan doaku dengan memasukkanku ke sekolah yang sama dengannya, Alice Academy."
Sang Crimson hanya tersenyum simpul. "Lalu apa kau berhasil bertemu dengannya?"
"Tidak," Mikan menggeleng. "Saat itu aku sama sekali tidak punya petunjuk apapun tentang siapa dia yang sebenarnya. Walaupun begitu aku terus mencari. Aku terus mengira-ngira dengan harapan bahwa suatu saat aku akan bertemu dengannya. Hingga suatu hari harapanku musnah ketika tiba-tiba saja…CrimsonFlame berubah membenciku."
Baik Mikan maupun Natsume sempat terdiam sejenak setelahnya. Bahkan kedua alis pendek Natsume sempat bertaut karena ia sangat tahu penyebab dari semua itu.
"Saat itu juga akhirnya aku menemukan siapa dia yang sebenarnya. Bertemu dengannya membuatku jadi semakin menyukainya. Sekelam apapun masa lalu yang dimilikinya, aku takkan pernah bisa berhenti untuk mencintainya!" tegas Mikan dengan wajahnya yang merah dan detakan jantung yang begitu cepat.
Namun, tak lama kemudian ekspresi wajahnya berubah sedikit murung. "Tapi, aku tak tahu, apa dia juga merasakan hal yang sama denganku atau tidak. Bagaimana menurutmu Natsume? Apakah dia juga menyukaiku?"
Natsume terdiam sejenak, menatap Mikan yang di wajahnya penuh dengan harap. Tak lama kemudian, ujung-ujung bibirnya sedikit terangkat, menciptakan senyum yang sangat mempesona. "Jika aku adalah dia…"
"Eh?"
Mikan sedikit tersentak ketika tiba-tiba saja Natsume menariknya mendekatinya; tangan kiri di pinggang dan tangan kanan menyentuh dagu Mikan. Ketika bibir mereka hanya tinggal berjarak 3 cm saja, Natsume dengan bangganya berkata, "Aku pasti akan menjadikanmu milikku dan menciummu."
Bersentuhanlah akhirnya bibir mereka. Mikan merasa seperti ada kunang-kunang di perutnya ketika Natsume menjilati bibir bawahnya. Ia merespon permintaan Natsume itu dengan membuka sedikit mulutnya, membiarkan lidah lelaki itu menjelajah masuk ke dalamnya. Ia menahan nafasnya ketika lidah mereka saling bertemu dan bergulat. Ciuman itu benar-benar hangat dan lembut. Uluman lidah sang Crimson membuatnya menyadari betapa besar cinta yang dimiliki Natsume untuk dirinya.
Natsume menarik bibirnya untuk mengambil nafas, begitu pula halnya dengan Mikan. Ia tersenyum lebar ketika lelaki di hadapannya berkata, "I love you, Hazel."
"I love you too, Crimson Flame."
"Kau nggak apa-apa, Nogi?" tanya Hotaru ketika gadis itu menemukan Ruka berdiri menyandar di salah satu pohon berbatang hitam yang sedang berguguran. Di balik pohon itu dapat pula ia lihat sosok dua sejoli yang saling menyatakan cinta. Sang Inventor memutuskan untuk turut berdiri di sebelahnya, sambil tak melepaskan kedua mata amethystnya dari wajah memilukan lelaki itu.
"Yah… Aku nggak apa-apa. Mungkin sebentar lagi Mikan akan datang padaku untuk meminta putus. Hahaha."
"Jangan tertawa kalau kau tak mau." ucap Hotaru tegas, membuat Ruka langsung menghentikan tawanya.
Mereka berdua terdiam sejenak.
"Hey Imai, kau tahu, ini sudah kedua kalinya gadis yang aku suka malah menyukai sahabatku sendiri. Apa aku ini kurang menarik ya?" tanyanya penuh canda sambil mengusap-usap rambut pirangnya dan berusaha untuk terlihat riang.
Hotaru hanya mendesah pelan. Kedua mata amethystnya melirik Ruka dengan dalam dan berkata, "Tenang saja. Aku kenal seorang gadis yang masih menunggu untuk kau cintai."
"Eh?"
Saat itu, walaupun daun-daun kuning telah berguguran, benih-benih cinta mulai tumbuh tanpa ada seorangpun yang menyadari.
The End.
A/N: Finally! Fic 'Confusion and Hesitation' dengan ini resmi aku nyatakan telah berakhir! Aku mengucapkan terima kasih banyak kepada semua pembaca yang telah setia menunggu fic ini update. Aku sangat tahu dan sadar kalau aku ini adalah author yang lamban dalam meng-update, serta sangat khawatir kalau-kalau para pembaca merasa menyerah atas fic ini karena sudah terlalu lama menunggu. Namun, ternyata kekhawatiran itu musnah ketika aku melihat respon pembaca yang begitu antusias terhadap fic ini, terlihat dari jumlah review per chapter yang kuterima semakin meningkat. Kalian semua, para pembaca, adalah sumber motivasiku dalam menulis fic. Tanpa kalian, aku takkan berkembang hingga seperti sekarang ini. Oleh karena itu, sekali lagi, aku ucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya.
Akhir kata, apabila chapter 13 ini kurang mampu untuk memuaskan kalian, aku minta maaf. Aku tahu kalau chapter ini masih penuh dengan kekurangan. Aku bukanlah author hebat yang mampu merangkaikan kata-kata indah hingga menyangkut di hati sanubari anda. Tapi aku sudah berusaha dengan keras, memeras otak demi mencari ide untuk membuat fic ini (sejujurnya saat chapter 12 selesai dibuat, saat itu aku sama sekali tak punya pandangan apa-apa mengenai ending fic ini). Oleh karenanya, tinggalkanlah barang satu REVIEW untuk chapter ini. Review dari kalian semua selalu membuat hari-hariku menjadi bermakna.
See you soon, Minna. Sampai jumpa di lain waktu!
(All chapters revised by Yuuto Tamano. 09/09/2010)