Disclaimer: Naruto dkk bukan milik saya! Saya Cuma minta izin pengen jadi temennya, tapi kok ga boleh ya? Yah… yang sudah jadi miliknya biarlah tetap jadi miliknya.
Pairing: Lom keluar.
Enjoy!!
LIVE
Aku merebahkan tubuhku di padang rumput yang luas. Meski hanya beralaskan rerumputan dan beberapa batu kecil, namun tetap nyaman bagiku. Kubuka mataku pelan-pelan untuk menerawang cerahnya biru warna langit. Meski harus memicingkan mataku untuk menghindari sinar matahari saat itu. Aku suka tempat ini Aku tak mau pergi dari tempat ini.
"Sasuke…!!"
Pandanganku tiba-tiba memudar. Padahal aku masih ingin memandang langit sepuasku. Selalu saja begini…
"Sasuke…!!"
Aku mendengar suara. Suara yang memanggil namaku. Ya… aku ingat suara ini. Suara dari orang yang sangat kukenal. Suara yang selalu membangunkanku dari mimpi.
"Sasuke!! Kau sudah bangun belum?" suara tersebut berasal dari balik pintu. Tak lupa sang sumber suara mengiringinya dengan gedoran pintu. Disusul dengan langkah kaki yang mulai menjauh beserta suaranya.
"Hm…" ucapku malas. Sungguh suara yang membosankan. Meski ingin sekali kubungkam sumber suara yang telah mengganggu tidurku, tapi aku tak berniat beranjak dari tempat tidur.
Terdengar langkah kaki mendekat menaiki tangga. Kali ini tanpa diiringi gedoran pintu. Dia langsung membuka pitu kamarku dengan kasar. Tak lupa suara khasnya yang sudah kesekian kalinya memanggil namaku. Tindakan yang berkebalikan dari sebelumnya. Kegiatan rutin yang selalu ia lakukan setiap pagi. Aku pun sudah terbiasa.
"Heh, Sasuke!! Kau mau tidur sampai kapan? Apa harus menunggu tetangga berteriak 'Kebakaran!!' hah?"
"Haah… apaan sih? Berisik!!" ucapku sebal.
"Terserah. Aku mau berangkat sekarang. Dasar!! Mentang-mentang libur sekolah kau sengaja bangun siang!!" omelan itu mulai terdengar samar. Itu artinya si pemilik suara sudah pergi menjauh.
"Kakak berisik!! Pergi saja sana!!" aku balas mengomel. Ya dia kakakku. Kakakku yang berisik, namanya Itachi.
Kakakku itu sudah bekerja. Dia bekerja di perusahaan game. Aku senang dia bekerja di sana. Dengan begitu aku bisa mendapatkan game produksi perusahaan yang kugemari dengan gratis. Bahkan yang terbaru sekalipun.
Kalau sudah begini aku tak punya alasan lagi untuk meneruskan tidurku. Akhirnya aku beranjak dari tempat tidur juga. Kusambar handuk yang tergantung dibalik pintu saat keluar dari kamar. Kemudian kuturuni tangga sambil mengucek mataku menuju kamar mandi. Kuharap air yang membasuh seluruh tubuhku mampu menghilangkan rasa kantukku.
Selesai mandi kulihat beberapa hidangan sarapan sudah siap di atas meja makan. Langsung saja aku duduk dikursi untuk menikmati hidangan tersebut tanpa menyingkirkan handuk yang masih bertinggal dikepalaku. Kunikmati sarapan baik-baik. Aku tak pernah menolak makanan apa yang kakak masak. Dia sudah hafal makanan apa yang kusukai dan tidak kusukai. Dia lebih memilih menuruti kemauanku daripada melihatku tak mau makan.
Ya… kakakku yang memasak. Tentu saja. Kami hanya tinggal berdua di rumah sederhana yang katanya peninggalan ayah dan ibu. Aku tak peduli. Yang kutahu ini rumah kakak. Tak banyak ingatan dalam otakku yang menyimpan kenangan keluargaku bersama ayah dan ibu. Itu karena mereka sudah lama pergi untuk selamanya.
┼--------┼
"Hei Itachi!! Telat lagi ya? Kau bawa laporan project kita minggu lalu nggak?" Tanya seseorang berambut kuning yang sudah sibuk membolak-balik kertas dimeja kerjanya.
"Ah iya, aku lupa! Gara-gara ngurusin dia!!" Itachi memukul pelan kepalanya dengan mengepalkan tangan kanannya.
"Kau ini bagaimana? Memangnya segitu repotnya mengurus adikmu itu. Apanya sih yang kau urus dari dia? Dia kan sudah besar…"
"Ya seharusnya aku tak perlu serepot ini. Tapi dia itu paling payah kalau urusan mengurus diri." Sambil mengeluarkan barang-barang dari dalam tasnya. "Untuk apa kau tanyakan itu tiap hari? Bukannya kau sudah tahu alasanku yang sebenarnya, Deidara?" kali ini dia duduk membelakangi rekan kerja yang duduk di belakangnya.
"Iya iya."
Keheningan mulai menyelimuti ruangan itu. Itachi sudah sibuk dengan komputernya. Deidara pun belum berpisah dengan tumpukan kertas-kertas desain gambarnya.
┼--------┼
Pagi yang menjelang siang. Hari yang cerah meski sedikit panas. Jalanan tak begitu ramai kendaraan. Hanya sedikit orang yang terlihat melewati jalan ini. Tentu saja, jalan ini hanya pertigaan yang tak begitu luas.
Di sinilah aku berada. Menunggu seseorang yang membuat janji denganku namun tak kunjung muncul dihadapanku. Aku menyandarkan diri dipagar kayu rumah milik orang lain tepat di pinggir pertigaan. Lama menunggu membuatku bosan. Karena itu aku benci menunggu. Untung saja langit dengan sukarela membiarkan mata hitam kelamku memandangnya dalam waktu lama.
"Ayah, aku capek! Gendong aku dong!!" terdengar rayuan manja anak kecil kepada ayahnya. Secara otomatis suara itu membangunkan lamunan Sasuke.
"Iya iya…" sang ayah langsung menaikkan anak laki-lakinya di atas punggung kokohnya.
"Ibu mana es krimnya?" diulurkan tangannya ke arah sang ibu.
"Ini…" dibalasnya uluran tangan si anak dengan menyodorkan tangannya yang membawa es krim.
"Es krimnya kenapa kecil, bu?"
Percakapan yang cukup hangat bagi sebuah keluarga. Tapi Sasuke tak berpendapat sama. Dia memutar kembali ingatannya. Muncul beberapa kenangan masa lalu. Dia terus mencari dan menggali ingatannya jauh lebih dalam. Sambil berpikir, apakah adegan seperti yang dilihatnya tadi pernah terjadi dalam hidupnya?
Tidak. Tidak ada. Aku tak menemukannya. Aku tidak ingat.
"Hey, Sasuke! Maaf lama menunggu. Jangan bengong di sini! Bahaya lho!" Seseorang menepuk bahu Sasuke. Tepukan itu berhasil menyadarkan dirinya kembali ke masa ini.
Terima kasih Naruto.
"Siapa yang melamun!? Kau lama sekali! Masih sibuk dihari libur ini?"
"Kau mengelak lagi. Eh iya maaf deh. Biasalah ada tambahan."
"Kenapa kau mau memenuhi tuntutan keluargamu untuk jadi dokter? Kakakmu saja menolak mentah-mentah tuntutan itu."
"Justru karena kakak aku jadi begini. Gara-gara dia menolak menjadi ahli waris. Apa boleh buat, rumah sakit Konoha adalah milik keluargaku. Lagipula banyak anggota keluargaku yang menjadi dokter, kan?" jelas Naruto panjang. Sasuke hanya menghela nafas mendengar kehidupan keluarga besar Naruto.
Pembicaraan yang cukup ringan mengiringi perjalanan mereka ke tempat tujuan. Sudah wajar jika kedua remaja ini mengisi waktu liburannya. Mereka tak perlu pergi ke luar kota dan menginap di Vila untuk beberapa hari. Game Center cukup menghibur bagi mereka.
Berjam-jam sudah mereka duduk di depan komputer dengan mata yang tak beralih dari monitor, keyboard dan mouse. Tak ada yang bisa mengganggu gugat para Gamers Maniak memainkan bidak animasi favorit mereka, bahkan nyamuk sekalipun.
"Ahh sial!! Kalah lagi!! Sasuke, udah yuk! Sebel banget hari ini kalah terus!" Naruto berdiri dari tempat persinggahan yang selama berjam-jam dia kuasai. Akhirnya dia menyerah juga dengan nasibnya hari ini. Sedangkan yang diajak bicara tak menoleh sedikitpun.
"Hm…" Jawaban yang tak cukup menjawab pertanyaan. Entah dia mendengar ucapan Naruto atau tidak dengan kedua telinga yang disumbat earphone itu. Naruto sendiri tak meminta penjelasan yang lebih jelas disituasi berisik dalam Game Center. Dia beralih berkutat dengan Handphonenya.
"Sasuke…" Panggil Naruto tanpa berpaling dari HPnya.
"Hm…" Sasuke melirik ke arah Naruto.
"Sasuke…" panggil Naruto masih belum berpaling dari HPnya.
"Hm…" Lirik Sasuke yang kedua kalinya.
"SASUKE!!!" teriak Naruto karena panggilannya merasa tak didengar.
"Apa sih!! Berisik!! Aku sudah dengar!!" Sasuke mulai emosi, lalu dia melepas earphonenya.
"He.. iya iya… Eh beli manga yuk! Gaara SMS, katanya dia juga lagi beli manga. Sekalian nanti bisa main bareng. Ya?"
"OK." Jawab Sasuke datar. Meski Sasuke amat sangat terganggu dengan sifat berisiknya Naruto, tapi dia jarang sekali menolak ajakan Naruto. Tempat mana yang Naruto pilih, Sasuke setuju-setuju saja.
Perbedaan materi yang mereka miliki bukanlah alasan adanya jarak yang memisahkan mereka. Rumah Naruto besar, rumah Sasuke sederhana. Naruto punya motor dan mobil, Sasuke tidak. Naruto punya HP, iPod, digicam, dan perlengkapan Audio Video lainnya, Sasuke hanya memiliki HP dan Mini game semacam game PSP pemberian kakaknya. Benda itu cukup berharga bagi seseorang yang hobby main game. Percaya atau tidak Sasuke menyukai hidupnya yang sekarang.
┼--------┼
15.00
"Itachi, duluan ya." Deidara menenteng tasnya bersiap untuk pergi.
"Mau kemana?" Itachi menghentikan jemari tangannya sejenak yang sedari pagi berkutat dengan mouse dan keyboard. Sesekali dia melakukan peregangan otot tubuhnya untuk melepas pegal yang menyelimuti tubuhnya.
"Biasa. Part time. Ja…"
"Ja…"
Memang sekarang ini merupakan waktu bagi Deidara menghentikan pekerjaannya di perusahaan game tersebut, namun tidak untuk Itachi. Pakaiannya pun sudah tak serapi tadi pagi. Lengan kemeja putihnya sudah digulung sampai siku. Ujung bawah kemejanya tak semestinya dikeluarkan. Matanya juga sudah terlihat lelah.
So, bagaimana dengan rekan kerja sekaligus sahabatnya itu?
Orang lain tak akan percaya bahwa seorang Deidara Namikaze bekerja sekeras itu dalam hidupnya. Biasanya seorang Namikaze dikelilingi benda-benda mahal dan keren. Tapi tidak untuknya. Semenjak pemberontakan yang dilakukannya dalam keluarga mengenai penolakan hak waris itu, dia harus menghidupi dirinya sendiri. Hal itu adalah kesepakatan antara dirinya dengan keluarganya sebagai ganti penolakan tersebut.
Kemeja berlengan panjang Deidara akan berganti setelah dia berada di tempat part timenya. Kaos putih bergambar es krim dilapisi rompi hitam berkancing yang terbuka. Tempat itu bertuliskan 'Cafe' jika dilihat dari luar. Tapi menu yang paling populer adalah es krimnya. Anggap saja Café Ice Cream.
┼--------┼
16.30
"Naruto, Sasuke… aku mau pulang. Sudah sore. Kalian nggak pulang?" Gaara menghampiri kedua temannya yang masih jongkok didepan jajaran rak buku berisi manga sambil membaca manga yang sudah terbuka segelnya. Apa boleh buat, mereka harus jongkok karena tempat duduk yang disediakan toko tersebut sudah dipenuhi pengunjung lain. Sementara Gaara baru saja kembali dari meja kasir dengan tangan membawa kantung plastik berisikan dua manga yang sudah dibelinya.
"Ah iya nggak terasa udah sore. Sasuke, pulang yuk!" Naruto berdiri untuk mengembalikan manga yang dibacanya. Sasuke juga berniat melakukan hal yang sama. Tapi keseimbangannya kacau sehingga tubuhnya terhuyung ke arah Naruto yang ada di sebelahnya. Naruto yang tak siap dengan peristiwa itu, akhirnya menubruk Gaara yang ada di sebelahnya. Untung saja tubuh Gaara kuat sehingga mereka tidak jatuh bertiga di depan banyak orang.
"E…Eh… Sasuke, kamu itu kenapa?" Naruto menahan bahu Sasuke dan menahan dirinya sendiri agar tidak menubruk Gaara jauh lebih parah.
"Aduh, kalian ini kalau jalan yang benar dong! Jangan nubruk-nubruk begini!"
"Ma..Maaf. Kepalaku pusing. Sepertinya terlalu lama membaca sambil jongkok." Sasuke menjelaskan sebab masalah yang ia timbulkan.
"Makanya orang darah rendah itu jangan terlalu lama jongkok! Apalagi sambil baca. Peredaran darah jadi tidak normal, makanya kepala jadi pusing." Naruto mulai bicara agak kedokteran. Entah ada hubungannya atau tidak. Entah benar atau salah.
"Ahh sudahlah. Ayo cepat pulang!" Kalau Sasuke darah rendah, berarti Gaara darah tinggi. Orang yang tak sabaran.
"Iya iya. Mm… Gaara… nebeng ya? Motorku disita. Sebenarnya aku nggak boleh main. Lagian kamu kan bawa mobil. Muat kan kalau aku dan Sasuke ikut? Ya kan Sasuke?" Naruto merayu dengan cara biasa namun berhasil.
"Hm." Jawab Sasuke datar.
"Ya udah cepet! Tapi kalian duduk dibelakang."
"Iya. Kami tahu yang pantas duduk di samping Tuan muda Gaara hanya Tuan muda Sasori. Anak kembar memang sulit dipisahkan." Sindiran Naruto tersebut sama sekali tak digubris oleh Gaara.
Niat mereka untuk mengisi waktu liburan benar-benar terlaksana seharian penuh meski hanya pergi ke dua tempat saja. Maklum saja ini hari libur yang terakhir.
Hari yang ditutup seiring matahari senja yang tenggelam di ufuk barat. Birunya langit akan berganti menjadi hitam. Gelap, kelam dan sunyi. Kenapa hitam selalu terikat dengan ketiga hal itu? Sedangkan putih selalu terikat dengan cahaya, terang dan suci. Sadarkah kalian bahwa manusia memiliki unsur yang sama dengan langit? Ya… Manusia juga memiliki sisi gelap dan sisi terang. Lihatlah dalam diri kalian…
┼--------┼
21.15
Sasuke terbangun dari tidur pendeknya. Dia baru menyadari telah tertidur dalam posisi duduk dengan kepala dan kedua tangan telungkup di atas meja kecil di ruang keluarga. Televisi juga masih menyala. Dia ingat, dia tertidur karena menunggu kakaknya pulang. Ini terlalu malam dari biasanya. Namun sekarang tidak lagi. Suara pintu yang terbuka ternyata adalah sebab ia terbangun dari tidurnya.
"Sasuke, kau bangun tidur? Masa' jam segini sudah tidur?" Itachi yang baru saja datang langsung menuju ruang keluarga dengan mengucapkan kalimat yang membuat Sasuke tidak terima.
"Heh kau pikir aku ketiduran karena apa? Aku ketiduran karena menunggumu tahu!! Kau sendiri bagaimana? Jam segini baru pulang. Aku sudah lapar!!"
"Ada urusan yang harus kuselesaikan. Kalau lapar kenapa tidak cari makanan sendiri saja." Itachi meletakkan dua porsi makanan dalam plastik di atas meja.
"Tidak akan!" Sasuke langsung membuka bungkusan itu berniat ingin segera menyantapnya. Di dalamnya hanya terdapat dua porsi ramen. Maklum saja, mungkin hanya penjual ramen yang masih mau berjualan jam segini.
"Bagaimana kalau hari ini aku tidak pulang? Bagaimana kalau aku pulang besok, lusa, minggu depan, bulan depan, bahkan tahun depan. Kau bisa mati kelaparan."
"Biarkan saja. Kalau kau kembali selama itu, artinya kau yang sudah mati." Sasuke menyantap makanan itu dengan ekspresi tak peduli ucapan kakaknya.
Itachi cukup menghela nafas mendengar tanggapan Sasuke. Dia sama sekali tak berminat membantah perkataan adiknya yang jelas sekali memiliki sifat keras kepala. Percuma.
Makan malam mereka selesai, lebih tepatnya pertengkaran mereka selesai hingga hampir tengah malam. Mereka sama-sama ingin mengistirahatkan tubuh di dalam kamar pribadi mereka masing-masing. Merebahkan diri di atas kasur yang empuk, menghangatkan diri dengan selimut hingga menemukan alam mimpi yang berbeda. Cukup normal bagi manusia biasa seperti mereka.
Sebelum itu, Itachi sedang membereskan sesuatu di dapur. Dia adalah orang yang berperan berlipat ganda di rumah ini. Seorang kakak, seorang ibu juga seorang ayah. Itachi adalah laki-laki yang bisa melakukan itu semua seorang diri. Bahkan menjaga satu-satunya keluarganya yang tersisa, adiknya, Sasuke.
Sasuke menguap karena kantuk yang dirasakannya. Ia membiarkan televisi masih dalam keadaan menyala, dinding kaca ruang keluarga yang menghadap keluar terbuka gordennya dan pintu rumah yang belum terkunci. Ia tak pernah melakukan hal-hal seperti itu. Toh sudah ada yang akan melakukannya. Dilangkahkan kakinya beranjak dari ruang keluarga menuju kamarnya di lantai dua.
DEG!!
Langkahnya terhenti sebelum sempat melewati pintu ruang keluarga. Terlihat dia bertumpu dengan tangan kirinya pada pintu ruang tersebut, sedangkan tangan kanannya memegang dadanya.
"Ukh… Sakit!! Jangan lagi…" lirihan yang tak terdengar siapapun seperti sebuah bisikan. Pandangannya mulai kabur. Tenaganya hilang saat itu juga. Tubuhnya terhuyung ke arah lantai yang masih dipijaknya. Tak ada Naruto ataupun Gaara yang akan menopang tubuhnya seperti sebelumnya. Itachi. Masih ada Itachi disini. Dialah yang sekarang menopang tubuhnya.
"Sasuke!! Hei, ada apa!? Sasuke!!"
-TBC-
┼--------┼
Panjang plus lambat. Moga ga' cepet bosen. Masih ada chapter selanjutnya lho! Moga ga cepet hiatus juga. He…
Sasuke : Heh Raeru!! Gue lu apain tuh?
Raeru : Udah lu diem aja deh Sas!! Aku author disini. Ga sah protes.
Naruto : Waaa!! Raeru sankyu… aku dijadiin orang kaya!!
Raeru : Iya iya. Nyante aja kita kan teman…
Itachi : Terima kasih. Sudah lama aku ingin tinggal bersama Otouto…-terharu-
Raeru : Tentu saja. Aku kan juga adikmu yang baik n mengerti Aniki…-terharu-
Sasuke : Aniki mungut dari mana ini orang?
Gaara : (-.-') ……..