A/N: Ini chapter terakhir. Terima kasih banyak atas kebersamaan kita selama ini... semoga kalian menikmatinya! ^u^
Disclaimer: Kishimoto Masashi-sensei
Setting: AU
~VENTRILOQUIST~
Chapter 8
#
#
Sasori berjalan menuju pintu keluar kompleks pemakaman. Dia sudah hampir setengah jalan mencapai gerbang ketika suara langkah kaki Kankurou berderap menyusul.
"Tuan Sasori! Tunggu aku," ujar pemuda itu. Dia bergegas menjajari Sasori. Sang ventriloquist itu terlihat janggal tanpa dua boneka di pundaknya. Ya, Ayah dan Ibu memang ikut dikubur bersama Nenek Chiyo, di makam yang baru saja mereka tinggalkan.
Sasori sama sekali tidak menggubris Kankurou dan tetap berjalan. Tiada ekspresi di wajahnya, dan hal ini membuat Kankurou semakin bingung menghadapi manusia satu ini. Tadinya Kankurou berpikir, jika Sasori sudah mau bicara dan menunjukkan emosinya, itu berarti dia sudah kembali menjadi manusia normal seutuhnya. Tapi ternyata tidak. Sasori sama sekali tidak pernah mengubah mimik datar di mukanya dan tidak pula membuka mulutnya lagi sejak dia bicara langsung pada Kankurou ketika Nenek Chiyo meninggal.
Bagi Kankurou sendiri, keadaan ini sangat membuat posisinya terjepit. Dia ingat pesan Nenek Chiyo untuk tetap membiarkan Sasori apa adanya, tapi kalau begitu bagaimana dia bisa berkomunikasi dengan Sasori? Sekarang Ayah dan Ibu sudah tidak lagi menjadi mulut Sasori. Lalu bagaimana? Perlukah dia belajar bahasa isyarat?
Tidak, tidak. Segera ditepisnya pikiran itu. Mungkin nanti Tuan Sasori akan menggunakan boneka lain sebagai mulutnya. Kalau ternyata tidak, ya sudah. Aku akan bicara kepadanya jika diperlukan, dan berharap dia akan merespon perkataanku. Tentunya Tuan Sasori tidak sebodoh itu, untuk tetap diam dan membiarkanku melakukan sesuatu yang tidak kumengerti.
Sesuatu yang tidak kumengerti...
"Tuan Sasori, bolehkah aku bertanya?" Kankurou menolehkan kepalanya ke wajah Sasori. Sang ventriloquist tidak menanggapi. Kankurou menghela napas, kemudian melanjutkan, "Kenapa Anda bersikeras menguburkan Ayah dan Ibu bersama Nenek Chiyo?"
Sasori tidak menjawab. Dia tetap menatap ke depan sambil terus melangkah ke arah karavan mereka yang sudah menunggu di sana, meninggalkan Kankurou begitu saja.
Melihat tingkahnya itu, Kankurou mendesah lelah. Dia benar-benar heran, dari mana Nenek Chiyo memperoleh semua kesabarannya dalam menghadapi orang macam ini?
Setibanya di depan pintu karavan, Sasori berhenti. Pria berambut merah tersebut berbalik, menatap Kankurou.
"Nenek Chiyo sudah pergi," tanpa disangka, dia berkata. "Orang terakhir dari masa laluku."
Angin berhembus sepoi-sepoi, mengisi keheningan sesaat yang ditinggalkan kalimat gantung Sasori.
"Kematian Nenek Chiyo berarti seluruh masa laluku juga pergi bersamanya. Termasuk Ayah dan Ibu."
Mendengar itu, Kankurou tertegun sesaat. Tapi kemudian, seulas senyum terbentuk di bibirnya.
Dia mengerti apa yang Sasori maksud. Sangat mengerti.
"Jadi Anda ingin memulai segalanya dari awal lagi, Tuan Sasori?"
"Kita," Sasori meralat dengan wajah datar. "Aku dan kau. Di teater boneka ini."
Senyum Kankurou melebar.
"Mohon bantuannya sekali lagi, Tuan Sasori!" serunya bahagia sambil membungkukkan badan.
.
.
Enam bulan kemudian.
.
.
"Jadi begitulah hidupku sekarang, Bu," kata Kankurou sambil mengelus nisan ibunya. "Aku tetap bersama Tuan Sasori dan teater boneka kami. Dia sudah lumayan berubah sekarang; dia sudah mau merespon perkataanku dan tidak sekaku dulu, meski tentu saja dia tidak pernah memulai pembicaraan," pemuda itu tertawa kecil. "Setelah pemakaman Nenek Chiyo, dia membuat boneka baru bernama Hiruko yang menjadi mulut barunya. Mungkin Tuan Sasori memang merasa lebih nyaman untuk berbicara melalui boneka daripada dengan mulutnya sendiri, jadi kubiarkan saja dia begitu..."
Tangan Kankurou merapikan sebuket bunga sweet pea yang tadi telah diletakkannya di makam.
"Aku sudah senang jika Tuan Sasori bicara langsung kepadaku, tidak melalui Hiruko. Dia juga mengajariku menjadi ventriloquist. Sekarang aku sudah bisa melakukannya dengan Karasu," lanjutnya. Lalu dia mengambil boneka gagak dari tasnya. "Lihat ini, Bu."
Paruh gagak hitam itu membuka dan suara tinggi serak yang keluar dari sana berkata, "Kankurou selalu gagal mengajari Tuan Sasori bagaimana caranya tersenyum! Payah!"
Ejekan itu terus diulang selama beberapa saat oleh si gagak.
"Ya, aku memang gagal, Karasu-chan. Lagipula, aku tidak bisa membayangkan ada ekspresi lain di wajah Tuan Sasori selain datar dan kosong," Kankurou tergelak. Dia menyimpan bonekanya, menyandang tasnya, lalu berdiri.
"Kelak aku akan mengunjungi Ibu lagi, kalau aku sedang mampir di Suna," ujar pemuda itu. "Sekarang aku harus menemui Temari dan Gaara. Sampai jumpa, Bu."
Dia mengecup nisan ibunya, kemudian menjauh dari makam itu.
.
.
"Bagaimana, Kankurou?" Gaara menatap kakaknya tajam dari balik kacamatanya. Di sebelah Gaara, Temari ikut memandangnya dengan serius, menanti jawaban.
Kankurou balas menatap kedua saudaranya, lalu meringis.
"Aku bukan orang perusahaan lain yang harus diajak bekerjasama dengan tekanan, jadi berhentilah menatapku seperti itu," ujarnya, mencoba membuat rileks suasana. "Kalian berdua benar-benar butuh hiburan."
"Ya, kau benar," Temari tersenyum, kemudian melemaskan posisi duduknya sedikit sehingga menjadi lebih santai. "Makanya kami memberimu tawaran itu."
"Hmmm..." mata Kankurou menjelajahi ruangan kantor mewah yang tiap hari harus didatangi kakak dan adiknya.
"Cepatlah," desak Gaara. Sebelum menjadi direktur pun, dia memang bukan orang yang suka bertele-tele.
"Aku sudah memikirkannya," Kankurou, yang memahami sifat tidak sabar adiknya, kini berubah serius. "Dan aku juga sudah membicarakannya dengan Tuan Sasori."
"Lalu?"
"Tentu saja kami terima," Kankurou tersenyum lebar. "Adakah tawaran yang lebih bagus daripada itu? Menjadi pengelola istana boneka di taman hiburan milik kalian—"
"Milik kita," tukas Temari, tersenyum tipis. "Taman Hiburan Sabaku adalah milik keluarga Sabaku."
"Ya, milik kita," Kankurou kembali nyengir.
"Baiklah kalau begitu," Gaara melepas kacamatanya, menggosok-gosok lensanya dengan dasi. Kebiasaan yang tidak pernah berubah sejak dulu. "Kami akan menunggu rancangan gambar istana boneka sesuai keinginanmu. Nanti aku akan memberikannya pada arsitek untuk membuat maketnya, untuk disatukan dengan keseluruhan taman hiburan."
"Tapi ingat janji kalian," sela Kankurou. "Aku dan Tuan Sasori yang akan mengatur isi boneka-boneka di istana itu. Kalian hanya menyediakan bangunannya saja—dan beberapa pegawai untuk kami."
"Jangan khawatir tentang itu."
"Teater di dalam istana itu harus megah sekali."
"Terserah padamu, Kankurou. Semuanya terserah padamu! Istana itu milikmu dan Tuan Sasori," Temari mengibaskan tangan tak sabar. "Besok kau harus ke sini lagi dengan membawa rancangan gambarmu."
"Baiklah. Terima kasih," senyum Kankurou mengembang. Kini dia merasa sangat bahagia. Hidupnya sekarang benar-benar hidup yang diinginkannya. Hidup di jalan boneka tanpa kehilangan kerasionalannya, Tuan Sasori yang sudah lebih bersahabat, belajar menjadi ventriloquist dengan serius, serta dua saudara yang luar biasa. Dan akan ditambah pula dengan sebuah istana boneka yang bisa dikelolanya bersama Tuan Sasori.
Adakah yang lebih baik daripada itu?
.
.
HADIRILAH
TEATER BONEKA
SANG VENTRILOQUIST:
~SASORI THE RED SAND~
Serta pertunjukan boneka lainnya:
Marionet,
Puppet show,
Opera boneka mekanis,
Dan masih banyak lagi.
Bagi yang beruntung,
akan mendapat satu boneka gratis dari sang ahli pembuat boneka:
~SABAKU NO KANKUROU~
Jangan sampai ketinggalan!
Hanya di Istana Boneka Akasuna
Taman Hiburan Sabaku
Mulai pukul 12.00
"Jangan lupa datang!" kata Kankurou ramah kepada para pengunjung Taman Hiburan Sabaku. Dia terus menyebarkan pamflet tersebut dengan riang, bersama Karasu di pundaknya. Beberapa meter tak jauh darinya, Sasori—yang mengenakan kostum kelincinya seperti biasa—juga ikut melakukan hal yang sama. Bedanya, Sasori tidak berbicara sama sekali. Hanya Hiruko di pundaknya yang sibuk berteriak menarik pengunjung.
"Mama! Sepertinya ini asyik! Nanti kita ke sini ya!" seorang anak perempuan menarik-narik tangan mamanya setelah menerima pamflet dari Kankurou. Mamanya tersenyum mengiyakan. Kankurou ikut tersenyum, senang dengan pemandangan menghangatkan hati tersebut.
"Ya, nanti jangan lupa datang kemari," ujarnya. "Nanti kau bisa melihat pertunjukan hebat dari kakak kelinci di sana," jarinya menunjuk sosok Sasori yang dikerumuni anak-anak. Kankurou tersenyum geli melihatnya, sama sekali tak bisa membayangkan bagaimana ekspresi Sasori sekarang di balik kostum kelincinya. Apakah akhirnya ventriloquist berambut merah itu bisa tersenyum?
"Kelinci!" seru anak perempuan itu riang. Dia menarik tangan mamanya untuk menuju si kelinci alias Sasori.
Sepeninggal anak itu, Kankurou berhenti membagikan pamflet sejenak dan memandang langit biru yang membentang di angkasa, yang dihiasi balon-balon bertuliskan Grand Opening Taman Hiburan Sabaku.
Tapi yang terlihat di mata Kankurou bukan balon-balon itu, melainkan wajah ibunya dan Nenek Chiyo.
Ibu, lihatlah aku sekarang...
Nenek Chiyo, lihatlah Tuan Sasori sekarang...
Kami berdua bahagia di jalan boneka kami.
Dan kami akan terus membahagiakan orang lain dengan boneka-boneka ini...
Dimulai dari sekarang,
Lalu besok,
Lusa,
Dan selamanya.
Karena kami adalah ventriloquist.
Pengisi suara boneka yang bertujuan menghibur orang lain...
The End
#
#
A/N: Akhirnya tamaaaaat...! ^o^ Saya senaaaaang banget akhirnya ini tamat, tapi di sisi lain ada sedihnya juga karena berpisah dengan cerita ini dan terutama dengan Anda, para pembaca… T_T
Terima kasih sebanyak-banyaknya atas kesediaan Anda mengikuti cerita ini sampai tamat, baik bagi silent readers maupun reviewers. Semoga tamatnya kisah ini memuaskan Anda. Saya sangat menghargai apresiasi Anda atas fanfic ini... makasih...
Dan setelah ini, saya harus rehat sejenak. Sampai ketemu di fanfic lain~