Wahahaaa. Yang chapter ini nunggu nya gak lama kan? *dodges rotten tomatoes*
WARNINGS! : Umur dan hal-hal 'biologis' *don't be so perverted guys, read it 'till the end first. XD* di fic ini benar-benar fiksi, menggunakan dunia dari Manga Eyeshiel 21. Straight, bit OOC (weird inner personalities of YAMATO, double personalities of KARIN, and un-conceited TAKA!). DON'T LIKE, DON'T READ.
A/N: "italic" means flashback. Paragraph yang diawali tanda ' ~ ' artinya tulisan. =D
Disclaimer[s]: Eyeshield 21 characters and settings © Riichiro Munagata dkk, She will be Loved words © Maroon 5 (so inspires me! X.), stories, plot, ideas © ME!
X*-"She Will Be Loved"-*X
"She should be."
[A Romance Songfic, with Eyeshield 21's characters, Maroon 5's song, and Angel's Apple's crazy ideas]
YamaKarinTaka
Romance/Hurt/Comfort
X*-*X
[Yamato's POV]
Aku mengeryit, "Apa?"
"U, eh…" Karin tergagap, wajahnya memerah, dia mengedip tiga kali.
"Ya?" aku mengeryit.
"Bu-bukan apa-apa Taka-kun!" hah? Taka—
"Kamu menangis, Karin. Bukan apa-apa apa?" suara Taka menanggapi dingin dari balik punggungku—jantung ku melompat (efek dari suara 'menggigit' Taka, dengan alis nya yang naik sebelah dan ujung-ujung bibir nya yang melengkung-sedikit-tapi-jelas-yang-membuat-pipi-kanannya-seperti-tertarik-kebawah-aneh).
Kugigit bibir bawah ku, dan kunaikkan alis ku tinggi-tinggi, lalu aku mundur satu langkah; membuat posisi ku persis ada di sebelah Taka, "Sesuatu tentang Yuuna-Hikari-dan-kroninya dan ketidakpantasan." Hening sejenak. Kulirik Taka, yang ternyata alisnya sudah naik dua-duanya—ekspresi kaget nya.
"Ceritakan padaku." Tangan kanan Taka terbang ke lengan kiri Kain, meremasnya keras-keras.
"Dan padaku." Tangan kiriku kuletakkan lembut di pundak kanannya.
Dan Karin hanya menatap kami bergantian. Mata bening nya melebar—panik.
X*-:-*X
"So?" Taka menatap Karin dengan tatapan 'taka' nya.
"Yah…" desah Karin.
Membuatku mengangkat alis, "Yah?"
"Yah, kalian tahu apa." Karin memutar bola matanya putus asa.
"Tahu-apa apa?" Taka belum menyingkirkan nada dingin itu dari suaranya.
"Karin, dengarkan aku. Kita kesini—" aku mengedikkan kepala ke seluruh ruangan warung Ramen-Waii— yang terkenal enak tapi tempatnya agak kotor— yang sepi, "—hanya untuk mendengar detail tentang apa yang terjadi padamu, bukan sekedar kau-tahu-apa."
"Hn." Taka mengangguk tajam, meng-iya-kan.
"Detail?" tanya Karin lirih.
"Detail." Kami mengangguk bersamaan.
Karin mendesah, menatap lantai, dan berkata (bergumam, sebetulnya.) "OK, OK. Kalau itu bisa menyelesaikan 'diskusi' kita ini." Ya Tuhan, aku benar-benar bisa mendengar tanda petik yang mengurung kata 'diskusi'.
X*-:-*X
Aku benar-benar tak percaya. Sampai sejauh itu kah? Karin… begitu menyayangi Taka. Tak sadarkah dia bahwa rencana nya itu termasuk 'berkorban' (yang berlebihan dan bisa di selesaikan dengan jauh lebih baik)? Terlebih lagi, aku tak menyangka Karin akan pernah tahu itu juga. Lebih jauh lagi, aku tak percaya Dokter Ruuki memberi tahu putrinya, Hikari, apa yang di derita Taka, yang kemudian 'membawakan' pengetahuan ini pada Karin (menyakiti hatinya begitu dalam, memunculkan ide tentang keputusan bodoh yang hanya akan berbuah penyesalan panjang bagi semua orang.). Dan tak pernah terpikir dalam benakku, bahwa Karin menganggap hubungan nya dengan Taka sebegitu seriusnya. Sebegitu berharganya. Jauh lebih tinggi dari pacaran main-main anak SMA. Jauh dari tautan tangan, pelukan, ciuman, apapun, lebih dari itu.
Menghadiri pemakaman Karin adalah hal terakhir yang mungkin terbayangkan. Menatap wajah pucatnya. Meletakkan rangkaian Krisan. Menangis untuknya. Segalanya yang selama ini terasa sebagai ketidakmungkinan, membayang di depan bola mataku. Menempel begitu lekat, seperti sebuah kepastian.
Apakah itu 'Kepastian'? Banarkah? Haruskah?
Ya. Benar. Benar sekali, ya. Itulah yang harus terjadi. Kepastian yang akan kuwujudkan. Ya.
Menghadiri pemakaman Karin. Menatap wajah pucatnya, berkilau dengan segala yang ada dalam dirinya. Meletakkan krisan putih, menaburkan kelopak mawar, membakar dupa untuknya. Adalah sebuah ketidakmungkinan.
Akulah yang memastikannya.
X*-:-*X
[Taka's POV]
Seriuskah dia? Ini tidak seharusnya terjadi. Tidak… akulah yang seharusnya mati. AKU! Tidak benar bagiku untuk menatap dinginnya wajahnya, betapa pucatnya. AKU lah yang seharusnya di tatap. Bukan aku yang menangisi, memiliki liang kehilangan yang menganga lebar. AKU yang seharusnya ditangisi. Juga tidak seharusnya aku menggenggam tangan kecilnya, hangat dan gemetar. AKU tak seharusnya merasakan itu semua.
…
Mengapa aku mengizinkannya? Mengapa tak terpikir oleh ku ini akan terpikir oleh nya, oleh mereka? Mengapa dia memutuskan begitu saja? Mengapa saat penyakit ini di sadari, mereka langsung tahu? Bukankah seharusnya mereka tahu saat aku sudah sekarat, koma tak sadarkan diri? Saat bahkan pencangkokan pun tidak mungkin menyembuhkan? Bukankah seharusnya aku menyiapkan pelarangan atau pembatasan donor? Bukankah seharusnya aku mencegah dengan lebih baik, mencegah seorangpun tahu bahwa aku menderita? Maka, mengapa aku bisa membiarkan ini terjadi?
Betapa percumanya aku melamunkan nyawaku, memikirkan bagaimana mewujudkan segalanya dalam 79 hari yang tersisa.
Betapa sengsara aku. Aku akan merasakan dirinya hidup di dalam ku. Aku akan merasakan dirinya menjaga hidupku.
Betapa tidak adilnya. Seharusnya kau yang menderita. Seharusnya cukup aku yang pergi, segalanya selesai.
Betapa sia-sia segalanya, kalau kau yang pergi Yamato. Tega, jahat, sadis, percuma, sedih.
Sepi.
X*-:-*X
[Karin's POV]
Ini salah ku. Hikari benar—ini salah KU!
Aku menghancurnya mereka, mengecewakan mereka, membawa sebuah ide jahanam pada mereka, memisahkan mereka, perhalang tinggi untuk mereka, menghalangi impian mereka, memotong ikatan lembut diantara mereka. Segalanya membuktikan kebenaran dari kata-kata mereka.
PLAK!
Seharusnya lebih keras.
"Betapa tak pantasnya!" Mata kelabu berkilat marah, wajah cantiknya melayangkan ekspresi tak setuju, keberatan penuh emosi—Makoto Okane.
Kenapa aku kemarin tidak mengerti?
"Tidakkah kau tahu?" Tangan putih yang masih terangkat, dilengkapi tatapan tajam mata hazel Hikari Ruuki yang terengah penuh emosi.
Aku yang tidak tahu…
"Taka tidak membutuhkan manusia busuk dengan beberapa bakat yang tidak mengerti dia!" suara melengking menghina, mata hitam yang besar menatap ku dingin—Akira Yuuki.
Benar-benar tidak dibutuhkan.
"Kau membiarkannya sekarat!" Riri Asaki menggeram, mata semakin menyipit, nyaris menutupi warna biru gelap bolamatanya.
Seharusnya aku yang sekarat.
"Seharusnya kau yang mati." Wajahnya berpaling, ekspresinya tertutup geraian rambut hitam, panjang lurus, Yuuna Aquarimo, menolak menatap ku.
Benar. Bukan Taka. Bukan Yamato.
Yamato. Bodohnya. Aku tidak pernah tahu aku seceroboh itu. Harusnya rencana itu kusimpan, hanya untuk diriku. Tolol nya. Mengapa aku tak berbohong, dan mengorbankan hatiku tanpa mereka perlu tahu? Maka Yamato, maupun Taka, akan hidup. Bahagia. Meraih semuanya. Tapi…
"Dear Taka dan Karin,
Sepertinya, kalian belum pantas berpisah. Terpisah yang bahkan lebih jauh dari jarak antar kutub bumi. Kalian berdua begitu bahagia. Begitu sempurna bersama. Kurasa sepantasnya begitu seterusnya. Adalah sebuah naluri nekat seorang sahbat, yang merasakan keharusan penyelamatan kebahagian dari kedua temannya. Tanpa perlu mempertimbangkan, membicarakan, atau bahkan meragukan, aku akan memberikan hati ku pada Taka. Ya, ya. Kalian pasti protes. 'kenapa tidak tunggu donor saja?' 'Biarkan aku saja yang mati.' Adalah kalimat-kalimat yang pasti kalian katakan, jika kalian tahu. Haha, Karin, aku tidak mengulang kesalahan mu kan? Berhentilah menyalahkan diri. Turn your lips upside down, guys. It's over, I'll bring us to our 'Happily Ever After', OK? So smile over, or even just kiss each other, I don't mind you know.
Taka. Betapa kita sehati. Hobi, kesukaan, tinggi badan, golongan darah, bahkan kita mencintai gadis yang sama. Tapi tahukah kau? (iya iya, kamu pasti jawab nggak. -_-) Kita di beberapa sisi benar-benar berbeda. Ayahmu selalu membanggakanmu. Bukannya meninggalkan mu sendiri, tidak peduli. Ibu mu begitu penyayang dan perhatian. Bukan sorang professor jenius yang hanya peduli penelitiannya. Tapi yang paling berbeda adalah hal yang baru aku sadari baru-baru ini. Gadis yang kita cintai membalas cintamu, bukan cinta ku. Tidak apa-apa, kalian toh bahagia. Jika kalian bahagia, apa alasan ku untuk sedih? Yang penting adalah, kebahagian kalian akan everlasting, kan. Dan aku akan ikut mewujudkannya. Taka, aku akan menjadi perantara Tuhan untuk menyembuhkan Atresia Bilier-mu. Maka, cintai Karin selamanya, jangan sedetikpun keluatr dari hatinya. Jangan membalikkan keputusan terbaik dalam hidupku, menjadi yang terburuk. Atau aku sendiri yang akan menyiksamu, hoho.
Karin. Kamu adalah female pertama yang… berbeda. Maksudnya benar-benar berbeda, tahulah, dari perempuan lain di dunia kami (kalau ibu nya Taka tidak di hitung sih…). Kebaikanmu tidak di buat-buat, cantik bukan hanya di permukaan, perhatian mu pada setiap hal di dunia juga tidak palsu, tulus. Aku masih ingat saat pertama kita bertemu. Di pertengahan semester pertama kita kan? Aku dan Taka melihat seorang gadis terburu-buru berjalan di koridor kantor, ditabrak Luna Loire si kutu buku pindahan, dan malah minta maaf dengan gugup. (Aku bahkan masih ingat saat mata Luna yang hampir tak pernah di sapa melebar terkejut.) Saat melihat kita saat itu, aku benar-benar tertawa keras-keras. Kamu malah membungkuk dalam dalam pada kami, dengan wajah yang begitu merah. Dan perkenalan pertama kita, ingat? Saat kamu di interogasi di ruang amefuto? Setelah kamu melemparkan bola yang 'tepat' ke wajah Taka? Ya, ya, tidak mungkin tidak ingat. Kan endingnya kalian saling teriak tentang hal-hal yang ada emansipasi, hak, dan sejenisnya. Sangat nyambung. Yap, dan ngapain juga kita ngomongin hal-hal begini? Yang sebetulny aku mau katakan, Karin, kamu akan bahagia. Aku tahu, kamu akan bahagia. Kamu harus bahagia. Bahagialah untukku, dan hapus semua penyesalan. Mengerti?
(for the last) Regards,
Yamato."
A/N: Atresia Bilieri (Atresia Billiary) adalah kelainan dimana saluran empedu tidak terbentuk ataupun tidak berkembang secara sempurna, sehingga terjadi penyumbatan aliran cairan empedu dari hati ke kantung empedu. Penyebab sebenarnya belum di ketahui Solusi terbaik adalah dengan mencangkok hati. Dan menggantinya dengan hati yang lain, tentunya. Biasanya penderita meninggal pada usia yang sangat dini. Dalam kasus Taka kita, sebut saja dia bisa hidup sampai usia 17karena 'Keajaiban', hoho. Oh, untuk simple nya, ini penyakit nya Bilqis. Tahu kan? *grin*
UAAAH! MY VERY FIRST FINISHED CHAPTERED FIC, AND THE ENDING WAS SUCKS! WHAT THE HEEEEELL?
Ehem. Ok, ok. Tenang. Yang saya perlukan adalah nasihat kalian, oh para pembaca yang agung~… *sujud-sujud*
Supaya yang selanjutnya, bisa jauh lebih baik dan tidak bodoh dan tidak kelamaan ngapdate (4 atau 5 bulan?) dan tidak… mengecewakan. TT0TT
.
.
Click this, baby, and make me a better writer. XD
ll
ll
\/