The Meaning of a Family
Fandom: One Piece
Author: Lunaryu
Rating: T/15+
Genre: Brothership/Romance
Pairing/Characters: ZoSan + Zeff, Jessica Luffy, Nami, Ace, Chopper, Usopp, Robin, Franky, Brook, dll
Language: Indonesia
Summary: Sanji adalah anak tunggal Zeff, pemilik restoran Baratie yang sangat terkenal, yang sudah menduda. Kehidupanya yang nyaman dan sembrono itu tiba-tiba berubah total ketika ayahnya menikah lagi dan dia mendapat seorang adik lelaki yang lebih muda setahun darinya. Selain harus berbagi, dia mendapat tanggung jawab mengurusi adik barunya meskipun si kepala marimo itu sangat sulit dimengerti dan sulit berkomunikasi.
Warning: AU, bahasa kasar, kekerasan, hubungan yang mencurigakan (?) antara dua tokoh utama XD...dll
Disclaimer: One Piece dan karakternya semua milik Eichiro Oda-sensei. Luna hanya pinjam untuk dimainkan...
A/N: Err... baru pertama bikin One Piece yang bahasa Indo. Jadi kalau ada yang aneh, just ignore it...^_^;; Enjoy~
Edit: sudah diedit sama shiNomori naOmi-chan, jadi lebih enak dibaca ^__^. Makasih banyak, ya XD.
The Meaning of a Family
Bagian 1
Sanji memandang ayahnya yang duduk di sofa merah hati di hadapanya, masih dengan seragam cheff-nya yang lengkap itu, dengan tatapan tak percaya. "Apa?" tanya pemuda berambut pirang, yang sebagian rambutnya menutup mata kirinya itu, setelah terdiam beberapa saat.
Zeff, lelaki paruh baya berumur empat puluhan yang juga berambut pirang dan agak berantakan, menghela nafas dan mengelus kumis kepangnya. "Aku ingin menikah lagi," katanya.
Sanji masih diam saja memperhatikan. "Terus?" tanyanya kemudian.
"Calonya sudah ada, dan aku mau kau bertemu dengan calon ibu barumu," lanjutnya.
"Pak tua, kau serius, ya?" tanya Sanji kaget. "Kukira kau cuma bercanda karena mau menggodaku," lanjutnya dengan wajah agak shok.
"Bocah bodoh! Mana mungkin aku bercanda untuk persoalan macam ini," kata Zeff sembari memukul kepala anaknya yang bodoh itu dengan topi cheff-nya yang luar biasa tinggi itu.
"Tapi, kenapa baru sekarang? Ingat umur dong, Pak tua!" lanjut Sanji sambil menangkap topi tinggi ayahnya dengan ekspresi tak paham.
"Nggak sopan! Begini-begini ayah masih kuat, Bocah dungu!" Zeff membela diri dan sekali lagi mencoba menyerang kepala Sanji dengan chop kaki, tapi tentu dielakan oleh anaknya dengan gesit.
"Maksudku bukan begitu! Masa kau mau menikah dengan gadis muda!?" protes Sanji.
"Bukan gadis, kok! Wanita itu janda beranak satu," kata Zeff menjelaskan.
"Eh?" Sanji mulai menunjukan minat. "Anaknya laki-laki atau perempuan?" tanya Sanji dengan pandangan tertarik sekarang.
"Laki-laki," kata Zeff.
"Eeh, membosankan...," lanjut Sanji cemberut.
"Malah bagus, kan? Jadi kau tak bakal jadi anak tunggal yang bodoh dan egois. Sekarang kau bakal jadi kakak, jadi harus bisa berbagi dengan adikmu," lanjut Zeff dengan senyuman lebar.
"Apa-an sih!? Kok kedengaranya kau menikah lagi karena mau mengusiliku!?" protes Sanji tak terima dengan wajah memerah, merasa sedikit tersinggung.
"Itu memang salah satu alasannya sih. Habis, aku terlalu memanjakanmu sampai kau jadi anak tak tahu diri begini. Sekarang kau bisa sedikit belajar untuk bertanggung jawab dan bukan hanya main-main saja tiap hari," lanjut Zeff sambil meringis senang seraya beranjak dari tempat duduknya, meninggalkan Sanji.
"Hei! Tunggu! Pak tua bodoh! Ayah macam apa kau ini!? Masa mau membuat anaknya susah!? Menyebalkan!" protes Sanji masih dengan tampang merah karena malu dan sebal.
OooZxSooO
"Terus, sudah ketemu sama calon ibumu yang baru, Sanji-kun?" tanya Nami, gadis berambut orens yang sangat suka jeruk dan uang itu, dengan tatapan ingin tahu dari kursinya yang berada di depan Sanji.
"Masih belum, Nami-swan~! Tapi kalau dia wanita yang disukai pak tua itu sih, bukan masalah karena pasti dia bakal cantik! XD" kata Sanji sambil menari berputar-putar dengan mata berbentuk hati di depan Nami yang bagai bidadari di matanya itu.
"Oya, katanya calon ibumu sudah janda, ya? Sudah punya anak?" tanya Vivi, gadis cantik berambut biru panjang berombak yang duduk di kursi tepat di sebelah Sanji berdiri.
"Vivi-chan~! Kau manis seperti biasanya!" Baru saja hati di mata Sanji bertambah empat atau lima buah sembari melihat gadis cantik di sebelahnya itu dengan hati berbunga-bunga. "Katanya sih memang ada anak lelaki (dan sepertinya bakal membosankan...kenapa bukan adik perempuan saja, sih!? DX) tapi belum tahu seperti apa orangnya~." Kemudian atmosfer merah jambu berbentuk hati pun beterbangan di sekelilingnya.
"Heeh, entar kalau sudah dikenalkan, kenalkan ke kita juga, Sanji! Sepertinya bakal menarik!" Luffy tiba-tiba muncul entah dari mana dan ikut nimbrung ke pembicaraan.
"Luffy! Jangan muncul tiba-tiba begitu! Mau membuatku jantungan, ya!?" amuk Sanji garang seraya mencoba menendang kepala Luffy, tapi tentu saja si bocah lincah berambut hitam berantakan itu bisa mengelak dari serangan itu dengan sempurna.
Luffy nyengir dengan tampang cerianya yang secerah matahari itu dengan semangat. "Tambah cepat juga seranganmu, Sanji! Kapan-kapan kita harus berkelahi!" tantang Luffy penuh tekad membara.
Nami dan Vivi tertawa terbahak-bahak ketika Sanji menjawab tantangan itu dengan tendangan tepat ke muka Luffy sembari berteriak "Bodoh! Siapa juga yang mau berkelahi untuk hal tak penting begitu!" padanya.
"Seseorang, tolong bawa mereka keluar dari sini...!" Guru yang tengah mengajar di depan kelas sudah menangis karena sama sekali tak diperhatikan gerombolan perusuh kelas itu.
Usopp yang mengerti perasaan si guru pun menepuk pundak gurunya dengan wajah iba. "Jangan pedulikan mereka, Pak. Kalau terlalu diambil hati, nyawa sampai seratus pun tak akan cukup meladeni kegilaan mereka," kata Usopp mencoba menenangkan gurunya.
"Usopp...!" Sang guru pun menatap Usopp dengan mata berkaca-kaca.
"Usopp, kedengaran, tahu! Dasar hidung panjang! Kalau Kau ngomong macam-macam, kutendang sampai ke luar angkasa, lho!" ancam Sanji dengan tatapan berkobar seperti api.
"Aaah, ampuni aku, Tuan Sanji! Tolong jangan tendang hambamu yang hina ini!" sahut Usopp secepat kilat sambil menyembah di depan Sanji dengan senang hati.
Usopp~! Lalu pak guru hanya bisa menangis pasrah karena murid yang baru saja membelanya telah berkhianat dalam waktu kurang dari sepuluh detik. Oya, dia lupa kalau Usopp juga salah seorang dari gerembolan siswa bermasalah itu.
Murid-murid lain pun hanya bisa pura-pura tidak melihat kegilaan yang sudah biasa terjadi di SMA mereka akibat ulah gerombolan Topi Jerami itu. Entah kenapa disebut demikian—mungkin karena topi yang sudah jadi trade-mark Luffy itu—, tapi gerombolan perusuh itu sangat terkenal di kalangan SMA Grand Line dan sekitarnya, di Negara Jipanggu. Gerombolan yang dalam sekolah itu beranggotakan enam orang itu sepertinya masih memiliki anggota lain di luar sekolah. Entah berapa jumlah total mereka, tapi tak ada yang berani bertanya. Kalau memang menghargai nyawa dan kehidupan normal SMA, lebih baik jangan mendekati mereka.
Enam orang yang sangat terkenal membuat onar itu adalah: pertama, sang pemimpin geng, Monkey D. Luffy, 17 tahun, kelas II SMA Grand Line. Sangat hiperaktif, suka loncat sana dan sini, suka berteriak, suka berkelahi, suka pesta, suka makan—terutama daging, tapi apapun bisa masuk ke perut karetnya itu, lagipula sepertinya dia tak pernah kenyang makan—, tapi secara ajaib bisa tetap langsing. Pokonya dia adalah jenis orang yang teramat heboh dan suka cari perkara, plus pikirannya tak pernah bisa ditebak. Keahlian khusus: badan yang sangat lentur hingga bisa meliuk seperti ular dan berkelahi.
Yang kedua, Berume Nami, 17 tahun, kelas II SMA Grand Line, gadis cantik tak kenal malu yang sangat pelit, rentenir berdarah hijau yang suka memalak orang dengan berbagai kelemahan mereka. Keahlian khusus: membuat barang seperti apapun—sampai yang sama sekali tak berharga—menjadi uang. Tiga hal yang paling dibenci: barang gratis—kalau dia yang memberi—, bayar sendiri-sendiri—maunya ditraktir terus—, dan lupakan hutang—kalau dia yang meminjamkan uang. Dia benar-benar tipe wanita yang tak ingin dibuat marah oleh siapapun karena pembalasanya bakal berkali-kali lipat dari aslinya.
Yang ketiga, Blackleg Sanji, 17 tahun, kelas II SMA Grand Line, pria ganteng yang mengklaim dirinya sebagai lelaki para wanita, sang pemburu cinta, dll. Sangat suka wanita. Keahlian khusus: memasak, merayu perempuan, dan juga menendang orang yang tak disukai. Paling benci lelaki yang tak sopan, lelaki jelek, dan ini rahasia...dia sangat benci serangga, semua spesiesnya, terutama makhluk menjijikan berwarna hitam—terkadang bergaris kuning—berkaki delapan yang dengan mendengar namanya saja sudah membuat Sanji merinding dan ingin menginjaknya. Sebenarnya Sanji bukan orang jahat, tapi sudah tak terhitung jumlah wanita yang dibuatnya menangis karena sifat suka-wanitanya yang keterlaluan. Perlakuanya pada para lelaki yang tanpa ampun itu membuatnya dijuluki koki-monster, apalagi mulut dan bahasanya yang terkenal kasar kalau dipakai untuk memaki, bisa membuat telinga orang yang mendengar jadi sakit.
Yang keempat, Nefertari Vivi, 17 tahun, kelas II SMA Grand Line, gadis cantik bak mutiara di lautan sampah. Sangat baik hati dan penyabar. Entah kenapa gadis kaya nan baik-baik seperti dia bisa masuk ke kelompok Topi Jerami yang perusuh itu. Selalu bisa membereskan kerusuhan yang diperbuat Luffy dan antek-anteknya dengan statusnya yang bagai putri di sana. Anak pemilik perusahaan besar yang sangat kaya dan disegani. Keahlian khusus: bermain pendulum dan pidato. Biar kelihatan seperti putri, ternyata dia bisa berkelahi juga, apalagi kalau untuk membela orang yang disanyanginya, termasuk teman-temanya. Paling benci pada ketidakadilan dan kejahatan. Meskipun sepertinya dia buta akan perbuatan teman-temanya sendiri yang suka melanggar peraturan dan membuat kerusuhan, dia sensitif pada orang-orang yang menjahili orang lain di luar batas.
Yang kelima, Usopp, 17 tahun, kelas II SMA Grand Line, cowok berhidung panjang berambut hitam keriting dengan wajah standar yang suka menyebut dirinya sebagai Kapten Usopp. Sangat suka mengarang cerita dan orang yang sangat pengecut. Keahlian khusus: berbohong, melarikan diri, dan bersembunyi. Keahlian berbohongnya sudah kelas kakap sampai bisa menghasut orang lain dengan meyakinkan. Tanganya terampil hingga sering dimintai tolong klub kesenian dan klub kerajinan tangan. Diam-diam dia menggambar komik, tapi belum ketahuan komik macam apa yang digambarnya. Entah kenapa bisa masuk kelompok Topi Jerami, padahal dia takut berkelahi dan pengecut. Selain itu dia lemah, tapi pandai menembak ketapel dan bermain pacinko. Lagipula, biarpun suka berbohong, dia bukan orang jahat. Begitu-begitu dia punya pacar cantik yang bersekolah di sekolah khusus putri di sebelah sekolahnya.
Yang keenam memang belum muncul di sini, tapi dia adalah Tony. Tony. Chopper, 16 tahun, kelas I SMA Grand Line, bocah polos blasteran Canada-Jipanggu yang baru pulang dari luar negeri. Karena wajah yang teramat imut dengan rambut dan mata cokelat yang sangat lembut, dia sering disangka perempuan dan diremehkan. Pernah juga dijahili dan karena bahasa Jipanggu-nya masih belum lancar, ia jadi tak punya teman. Luffy mengajaknya bergabung ke kelompok Topi Jerami setelah menolongnya dari gencetan para kakak kelas. Entah karena Luffy tertarik atau karena kasihan, tapi sejak masuk kelompok Luffy, Chopper jadi lebih pe-de dan bisa berkomunikasi dengan lebih baik dengan orang lain. Chopper juga belajar berkelahi dari Luffy supaya tak diremehkan lagi meskipun tubuhnya kecil dengan wajah seperti perempuan. Chopper anak yang baik, hanya sedikit berbeda dari lainya dan dia jenius asli karena di luar negeri sudah lulus kuliah dengan loncat kelas dan meraih gelar dokter di umur semuda itu. Mengulang masa SMA karena ingin mencari lebih banyak teman setelah kembali ke Jipanggu.
Kabarnya kelompok Topi Jerami masih memiliki beberapa anggota lagi di luar SMA mereka, tapi belum ada yang tahu siapa mereka....
OooZxSooO
"Mau makan malam di luar? Formal amat... Kau sendiri kan koki, Pak tua," kata Sanji sedikit protes saat ayahnya pulang dan tiba-tiba mengajaknya makan di luar.
"Berisik, aku mau ketemu sama calon ibumu, bodoh! Tentu saja harus dilakukan di luar! Cepat ganti baju dan kita segera berangkat. Tak sopan kalau membuat sorang lady menunggu," kata Zeff sambil melemparkan satu stel pakaian resmi: jas hitam, kemeja putih, dan celana panjang hitam ke arah Sanji.
Sanji dengan sigap menangkap pakaian-pakaian itu. "Hei, kalau mau kencan, lakukan sendiri, dong! Masa' kau mau aku jadi nyamuk di sana?" balas Sanji masih terus memprotes.
"Ah? Jangan bodoh! Dia juga membawa anak lelakinya! Ini perkenalan resmi, tahu! Kau harus bisa akrab dengan adik barumu, oke? Cepat ganti baju! Waktunya mepet, nih!" teriak Zeff garang sambil mengambil kunci mobilnya.
"Iya, iya! Dasar bawel!" kata Sanji sambil beranjak ke kamarnya dengan stelan jas di tangan. Meskipun sambil menggerutu dan mengeluh, dia ganti baju dengan cepat dan segera menyusul ayahnya yang sudah siap berangkat di mobil.
"Lelet! Lelaki kok dandan lama banget kayak perempuan," komentar Zeff dengan wajah merengut.
"Berisik, ah! Sesukaku dong, mau dandan kayak apa," balas Sanji sambil menjulurkan lidahnya ke arah ayahnya.
"Bocah tak tahu adat!" Zeff pun memberi chop kaki ke kepala Sanji. Masih misterius kenapa dia bisa melakukan hal seperti itu di dalam mobil yang sempit begitu.
OooZxSooO
Setelah beberapa saat mengendarai mobil di jalan raya Jipanggu yang selalu ramai, Zeff menepikan mobilnya ke pinggir jalan dan masuk ke wilayah parkir sebuah restoran. Sanji melihat papan nama restoran itu dan ekspresinya langsung jatuh.
"Navalone...?" tanya Sanji tak percaya. "Oi, Pak tua... kenapa makan di restoran saingan restoran sendiri, sih!?" teriak Sanji tak paham.
"Mau saingan atau musuh, asal makananya enak sudah bagus, kan? Lagipula Jessica senang dengan restoran ini," kata Zeff tak menggubris protes anaknya.
"Jessica?" tanya Sanji heran.
"Nama calon ibu barumu," jawab Zeff ringan sambil meringis senang.
Wajahnya seperti anak kecil dapat mainan baru...—pikir Sanji dengan bulir keringat di pipinya. Yah...asal dia senang saja sih....
Sanji dan Zeff keluar dari mobil dan segera masuk ke restoran. Zeff segera ke bagian resepsionis dan menanyakan meja yang sudah dia reservasi untuk acara hari ini. Sanji menunggu di dekat pintu masuk. Zeff kembali beberapa menit kemudian dan menunjuk lantai atas restoran dengan jempolnya. "Lantai dua meja 16," katanya.
Sanji mengangguk dan berjalan mengikutinya ke tangga. Sesampainya di lantai dua, ternyata meja 16 sudah berpenghuni. Zeff memukul dahinya sendiri dengan telapak tanganya. "Tuh kan... keduluan," katanya merasa malu.
"Eeh, memang janjianya jam berapa?" tanya Sanji heran. Agak kasihan juga sih....
"Jam delapan malam," kata Zeff sambil menghela nafas.
Sanji melihat jam tanganya. "Masih kurang seperempat jam, tuh," katanya heran. Hebat juga wanita ini, bisa datang lebih awal... apa memang sudah tak sabar ya? Sanji meringis memikirkanya.
"Jessica orang yang sangat disiplin. Dia memang begitu," kata Zeff dengan wajah lembut.
"Haduh, yang lagi kasmaran...," goda Sanji sambil terkekeh pelan.
"Sialan! Awas kau, Bocah tengik!" umpat Zeff kesal dengan wajah memerah malu karena sukses digoda anaknya sendiri.
Wanita yang ada di meja itu sepertinya sadar akan kedatangan Zeff dan Sanji. Ia menoleh ke arah mereka dan tersenyum manis.
"Ooh! Meloriiin! XD Cantik sekali seperti bidadari! XDD" Kontan penyakit Sanji kambuh melihatnya. Mendahului sang ayah, si pirang bermata biru langit itu segera berdiri di hadapan wanita berambut pirang panjang yang digelung elegan membentuk bunga-bunga keemasan di kepalanya. Sanji membungkuk sambil memejamkan mata dengan wajah memerah terpesona dan memegang tangan lembut wanita itu. "Aah, pertama kali melihat saja sudah membuat Cupid tergoda untuk memanah jantung hatiku. Wahai bidadari cantik yang turun dari khayangan, sudikah dikau memberikan namamu pada budak cinta yang hina ini?" kata Sanji dengan puisi-puisi gombalnya dengan sepenuh hati.
Wanita berambut pirang bermata kemerahan dengan tahi lalat di dagu kirinya itu hanya bisa terpana dengan perlakukan Sanji yang tiba-tiba, sebulir keringat muncul di pipi kananya.
Tentu saja kehebohan itu tidak bertahan lama karena Zeff segera melayangkan tendangan bajanya ke anaknya, yang membuat Sanji terbanting ke tanah. Sepertinya dia menendang dengan sungguh-sungguh karena Sanji terlempar cukup keras dan jauh. "Hentikan, dasar Bocah dungu!" teriak Zeff berang. "Kau memperlakukan calon ibumu dengan tak sopan, Anak bodoh!" lanjutnya masih dengan urat-urat yang bermunculan di kepalanya.
Wanita yang tadi digoda Sanji, alias Jessica, berdiri dengan cemas. "Aduh Zeff, kenapa sekasar itu sama anak sendiri, sih?" katanya dengan wajah khawatir. Lalu dia segera mendekati Sanji untuk melihat apa anak muda itu baik-baik saja atau sudah gegar otak dan perlu dibawa ke rumah sakit. Jessica tahu tendangan Zeff bukan main-main, apalagi kalau dilakukan dengan serius.
"Biarkan saja bocah tak tahu adat itu! Dia yang salah karena merayumu duluan," kata Zeff masih bersungut-sungut.
"Ih, kamu ini nggak dewasa, ah. Jangan begitu dong. Dia mirip sekali sama kamu, sih," kata Jessica sambil mencoba menopang kepala Sanji.
"Ooh, bisa berada di pangkuan bidadari secantik dikau, Melorin~ matipun aku rela~~~ XD," kata Sanji dengan atmosfer pink dan hati yang beterbangan mengelilingi kepalanya, masih tak memahami situasi macam apa yang dialaminya sekarang. Karena selain pusing, dia juga dikendalikan sifat suka-wanitanya yang lumayan parah.
"Kalau begitu mati saja sekarang!" kata Zeff berang dengan tampang sangat marah.
"Zeff!" Jessica berteriak, mengimbangi kemarahan Zeff. Zeff langsung terdiam dengan kaget. "Dasar, aku tahu kamu cemas dan deg-degan, tapi jangan dilampiaskan ke anak sendiri, dong!" kata Jessica cemberut. Zeff jadi kelihatan menciut di depanya. "Kau tak apa-apa, Sanji?" tanya Jessica sambil tersenyum ramah pada calon anaknya itu.
Sanji membelalakan mata saat melihat tatapan lembut seorang ibu di hadapanya. Kontan Sanji mengerti kenapa Zeff menyukai wanita ini. "I-... Ibu...?" panggil Sanji dengan wajah terkejut.
"Eh?" Jessica memandang Sanji dengan heran. Sesaat kemudian Sanji sadar, serta merta menutup mulutnya, dan bangun dari pangkuan Jessica.
"Ma-maaf, aku tak bermaksud..., maksudku aku tak sengaja...!" Sanji jadi panik sendiri.
Jessica tertawa ringan. "Fufufu, sampai sifatmu yang ini pun mirip sekali dengan Zeff. Salam kenal ya, Sanji. Aku Jessica. Mulai sekarang aku akan coba jadi ibu yang baik untukmu, ya," kata Jessica memperkenalkan diri.
Wajah Sanji langsung merah padam. "Me-memang mirip... Jessica dan ibu," kata Sanji tak sadar.
"Sanji! Tak sopan, tahu!" bentak Zeff tiba-tiba.
"Eh, anu, bukannya aku mau membandingkan dengan ibu kandungku kok..., tapi Jessica-san memang mirip...!" kata Sanji mencoba jujur tapi dengan halus.
"Wah, aku jadi senang. Dengan begitu bukanya kita bisa cepat akrab?" kata Jessica sambil tersenyum hangat.
"I—, IBUUUU!" panggil Sanji senang seraya membentangkan tanganya hendak memeluk Jessica, tapi Zeff langsung bereaksi dengan cepat dan meculik Jessica dari jangkauan Sanji, plus dia menambah satu tendangan cangkul ke kepala anaknya yang tak beres itu.
"Jangan main peluk sembarangan!" teriak Zeff dengan ekspresi posesif.
"Khh, dasar Pak tua pelit! Masa' ibu mau dimonopoli diri sendiri, sih!?" protes Sanji keras.
"Tentu saja! Kalian kan tak sedarah! Nanti kau macam-macam, lagi!"
"Apaaa!?"
"Kalian berdua, kalau tak berhenti juga, kita bakal diusir dari sini, lho!" kata Jessica berusaha melerai. "Kalian menakuti pengunjung lainya," lanjutnya salah tingkah.
Zeff dan Sanji terdiam seaat kemudian melihat sekeliling. Benar kata Jessica, beberapa pengunjung sudah menyingkirkan meja mereka jauh-jauh dari meja 16 tempat Zeff dan Sanji bertengkar, malahan yang lainnya sudah pada melarikan diri dari tempat itu.
"HEEEI!" Tiba-tiba suara marah seseorang terdengar dari arah tangga. Zeff dan Sanji menoleh ke arah asal suara itu dan wajah mereka langsung memucat. "Zeff-chan, San-chan! Beraninya memberantakin restoran eike! Apa maksud semua ini, hah? Mau membuat restoran eike bangkrut ya!?" teriak seorang pria (?) atau tepatnya waria dengan dandanan—baju ketat berwarna putih dipadu rok mini biru dengan angsa putih di kedua bahu dan bando di rambut hitam pendeknya—yang teramat aneh dengan wajah cemberut dan kesal.
"B-Bon Kurei...," sapa Zeff dengan keringat dingin di wajah. Sanji sudah menjauh tiga meter ke belakang, bahkan tak mau dekat-dekat dengan makhluk aneh yang tak jelas spesiesnya itu (dan beraninya dia memanggilku San-chan! DX).
"Aduuuh! Lantai keramiknya jadi rusak, nih! Zeff-chan bodoh! Kau harus ganti rugi karena merusak toko eike!" rengek Bon Kurei dengan rewel sembari menggigit sapu tangan putih dengan mata hampir menangis.
Toko? Kayak host club saja...?—pikir Sanji dan Zeff berbarengan dengan keringat mengucur di wajah mereka.
"Aah, aku tahu. Maaf ya," kata Zeff sambil memejamkan mata dengan perasaan enggan dan tak enak. "Akan kuganti kerusakannya. Maafkan putraku yang bodoh itu," lanjutnya mencoba mengalahkan rasa jijiknya. Ia menarik nafas dalam-dalam dan mencoba menenangkan diri untuk tak menggubris penampilan Bon Kurei yang—dalam banyak arti—sangat 'luar biasa' itu.
"Heh, kok jadi aku!? Kan, kau yang seenaknya menendangku!" teriak Sanji dari kejauhan.
"Cerewet! Kau yang salah karena berlaku tak sopan pada Jessica!" teriak Zeff balik.
"Hentikan, kalian berdua! Malu sama Tuan Bon Kurei, lho!" Jessica memukul kepala Zeff dengan wajah memerah malu.
"Hei, Nona pirang yang di sana!" tiba-tiba Bon Kurei menunjuk Jessica dengan telunjuknya sembari memincingkan mata. Jessica terkejut dan terdiam, melihat ke arah Bon Kurei dengan tatapan heran. "Eike lebih senang dipanggil Ses-Kurei, ingat ya," kata Bon Kurei sambil tersenyum menyeramkan.
Sanji kontan menjauh beberapa meter lagi dari makhluk aneh itu dengan wajah makin pucat. Zeff menjatuhkan dagu dan Jessica hanya tertawa kecil, salah tingkah.
"Ngomong-ngomong...," Bon melihat ke arah Jessica, lalu ke Zeff. Terdiam sebentar dan berpikir, mencoba menganalisis situasi di depannya. Lalu dengan cepat ia menyimpulkan sambil memukul telapak tangan kirinya dengan kepalan tangan kanan. "Begitu.... Zeff-chan, ternyata masih berminat dengan percintaan?" goda Bon Kurei sambil mengelus dagu Zeff, yang sudah tambah pucat itu, dengan telunjuk jarinya yang panjang.
Zeff kontan merinding, gatal-gatal di sekujur badanya, tapi karena masih tahu diri, dia tak terlalu menunjukan reaksi. Hanya, rona wajahnya sudah seperti mayat saja. "T-tolong jangan berbuat hal yang menyeramkan seperti itu, Bon Kurei. Bisa-bisa aku pingsan," kata Zeff pelan dengan gigi gemeletuk.
Bon Kurei tertawa. "Yah, selamat deh, kalau gitu," katanya sambil terkikik. Kemudian ia menoleh ke arah Jessica lagi dan mempelajari penampilan wanita itu dengan seksama. "Tangkapan besar untukmu ya, Nona?" katanya dengan sedikit sinis.
"Eh?" Jessica agak bingung dengan kata-katanya barusan.
"Oi!" Tiba-tiba Sanji menyela dan melayangkan tendangan yang kontan ditangkis oleh kaki panjang Bon Kurei yang mantan pebalet professional itu, dengan wajah marah.
"Oui San-chan, kenapa marah sih? Kangen sama eike?" tanya Bon Kurei genit.
Sanji langsung merinding dan memucat, tapi dia menguatkan dirinya. "Jangan bicara tak sopan sama calon ibuku, ya!" katanya setengah gemetaran. Dia benci sekali dengan makhluk aneh ini sampai tak punya tenaga ekstra untuk marah. Berada di dekatnya saja sudah membuat bulu kuduk berdiri.
"Ooh, sudah sampai ke sana? Wah Zeff-chan, cepat juga geraknya. Padahal eike punya rencana menyatukan restoran kita berdua di pelaminan," kata Bon Kurei dengan wajah sangat kecewa.
Petir kontan menyambar Zeff dan Sanji (dan Jessica sedikit) bersamaan. Zeff sampai tak sanggup berkata apa-apa, Jessica menutup mulutnya dengan wajah kaget, dan Sanji....
"MESKI TUHAN MENGIJINKAN, KAU HARUS MELANGKAHI MAYATKU DULU BARU BISA BERSAMA DENGAN AYAHKU, BANCI SIALAN!!" teriak Sanji tak kalah meledaknya dengan petir yang barusan.
"Yah, San-chan... ternyata kau cemburu? Gimana nih, hati eike masih ada di Zeff-chan," kata Bon Kurei berlagak bingung dan polos.
Tentu saja Sanji menanggapinya dengan amukan naga berapi. "Dengarkan kalau orang bicara!" teriaknya berang.
"Sudah, sudah, jangan emosi begitu. Eike cuma bercanda kok," kata Bon Kurei sambil terkikik lagi dengan senang karena bisa menggoda Sanji dan Zeff sekaligus. Jarang-jarang ada kesempatan seperti itu soalnya. Zeff kan, juga punya restoran sendiri, jadi dia sibuk dan jarang bermain ke Navalone.
Kuhajar, nih!—pikir Sanji tak sabar. Rasanya ingin sekali menginjak-injak dan membanting alien itu, terus melemparnya ke luar angkasa supaya dia kembali ke planetnya sendiri, dengan babak belur... atau setengah mati kalau perlu.
"Yah, karena ini hari istimewa Zeff-chan... biar eike yang traktir makananya, deh," kata Bon Kurei sambil tersenyum.
"Eh, tak apa-apa tuh?" tanya Zeff yang baru saja sadar dari koma singkat akibat pernyataan 'perang' Bon Kurei tentang akan menyatukan Baratie dan Navalone lewat pernikahan.
"Nggak pa-pa, nggak pa-pa; eike juga ikut senang kok. Anggap saja bentuk rasa bahagia eike juga. Zeff-chan sudah lama menduda sih. Bagus kalau sekarang bisa bahagia dengan wanita pilihan kan?" kata Bon Kurei jujur.
"Bon...," Zeff melihat Bon Kurei dengan respek sekarang. Sanji masih tak percaya dengan perubahan monster aneh barusan ke waria yang cukup lapang dada.
"Yak, silakan kembali ke tempat duduk dan... sepertinya belum pesan apa-apa ya?" Bon Kurei melihat meja yang masih putih bersih. Ia menoleh ke arah pelayan dan memanggilnya. "Oi, waiter." Lelaki berseragam merah di pojok ruangan mendekat. "Buatkan masakan spesial Navalone untuk meja 16. Jangan lelet!" katanya. Si pelayan mengangguk dan segera melaksanakan tugasnya. "Nah," Bon Kurei menoleh lagi ke arah Zeff. "Silakan menikmati malam spesial ini dengan hidangan spesial Navalone eike ya, Zeff-chan," katanya sambil tersenyum manis alias menyeramkan di mata Zeff dan Sanji.
"Sebelumnya hentikan cara panggil yang seperti itu," kata Zeff dengan wajah aneh. Bon Kurei hanya tertawa dan segera meninggalkan tempat. Zeff dan Sanji mengehela nafas lega.
"Oya," tiba-tiba Bon Kurei menoleh lagi, membuat Zeff dan Sanji tersentak kaget. "Jangan lupa bayar ganti rugi keramiknya ya, Zeff-chan," katanya sembari mengedipkan mata kananya, bergaya genit.
Rasanya mau muntah!—pikir Sanji dan Zeff bersamaan dengan wajah pucat. Jessica hanya bisa tersenyum salah tingkah melihat kehebohan itu.
OooZxSooO
Beberapa menit setelah semuanya kembali tenang, Zeff dan Sanji duduk bersebelahan dan Jessica duduk di depan Zeff. Makanan dengan cepat dihidangkan dan dengan doa singkat yang diucapkan Jessica, mereka mulai makan.
"Ng?" Sanji tiba-tiba tersadar. "Jessica-san, katanya punya anak lelaki? Apa dia tidak datang?" tanya Sanji heran.
"Ah, Zoro ya?" Jessica tersenyum cerah. "Dia bilang ada kerja sambilan di dojo, jadi akan terlambat datang," lanjutnya tampak senang.
"Dojo?" tanya Sanji sambil memiringkan kepalanya.
"Iya, dia guru kendo, lho! Hebat, kan?" kata Jessica bangga.
"Dia juga mandiri dan sering membantu ibunya dalam apa saja. Sangat lain dengan seseorang di sini," tambah Zeff sambil meringis ke arah Sanji dengan sinis.
"Oi! Aku kan juga sering membantumu di restoran!" protes Sanji merasa tersindir.
"Apaan, cuma waktu makan malam," cemooh Zeff.
"Apa boleh buat, dong! Aku kan harus sekolah dan belajar!" protes Sanji lagi.
"Bukannya main dan kencan, ya?" lanjut Zeff lagi.
"Apaaa!?" urat-urat pun bermunculan di kepala Sanji.
Jessica hanya tertawa kecil melihatnya. "Kalian berdua mirip, ya. Akrabnya.... Sepertinya setelah ini pun hidup kita bakalan asyik," komentarnya senang.
Zeff dan Sanji menoleh ke arahnya dengan heran. Di mananya...?—pikir mereka bersamaan.
Tiba-tiba seseorang berlari dari arah tangga ke meja mereka. Sanji, Zeff, dan Jessica menoleh ke arah orang yang baru saja datang itu.
"Sori, aku terlambat tidak?" tanyanya dengan nada rendah yang menarik.
"Tak apa, Zoro; baru mulai kok," kata Jessica sambil tersenyum.
Sanji melihat orang yang diapnggil Jessica Zoro itu. Jujur saja, dia seorang lelaki ganteng berambut hijau dengan mata hijau tua yang tajam dan serius. Tiga anting-anting emas serupa berbentuk air mata berbatu emerald bergoyang dan berdenting di telinga kirinya. Dia memakai kaus ketat berkerah hitam dengan celana jeans biru gelap yang menggantung rendah di pinggulnya. Apalagi tubuhnya berbentuk, dia terlihat sangat keren dan mencolok. Bahkan di mata Sanji yang terkenal sebagai pembenci laki-laki, dia terlihat berbeda.
Oh, tidak... Sanji tak akan mengakui kalau dia baru saja mengecek seorang lelaki yang ganteng. Nay, dia tak akan mengakui kalau lelaki ini menarik sampai membuat semua pandangan wanita yang punya mata tertuju padanya. Memang dia seperti Adonis, tapi sampai mati pun Sanji tak akan mengakui hal itu.
Hanya saja, dari seluruh penampilanya, yang paling menarik perhatian Sanji adalah sarung berwarna hijau tua yang dipikul di pundak, memanjang ke arah punggung dan panggul, membungkus sesuatu yang panjang seperti tongkat.
Jadi ini Zoro...?—pikir Sanji sembari melihat ke atas dari kursinya supaya mendapat keseluruhan image Zoro.
Sekejap Sanji bertatapan dengan mata tajam lelaki itu dan entah kenapa dia tak bisa mengalihkan pandangan darinya.
"Ng? Apa lihat-lihat? Alis aneh," komentar Zoro dengan dingin.
"A—!" Kontan beberapa jalan perempatan yang terbentuk dari pembuluh vena di kepala Sanji muncul di permukaan kulitnya. Sedangkan Zeff menyemburkan minumnya karena kaget, sekaligus tertawa.
T-tak sopan sekali orang iniiii!—teriak batin Sanji yang langsung terbakar amarahnya.
"Zoro!" omel Jessica sebal. "Ma-maaf ya, Sanji. Anak ini memang terlalu ceplas-ceplos," kata Jessica dengan tak enak.
Melihat wajah Jessica yang kesusahan, Sanji pun melunak. "Ah... t-tak apa-apa kok...," kata Sanji sambil tersenyum, bukan... tapi memaksakan diri untuk tersenyum dengan wajah aneh. Dia menahan diri supaya tidak mencekik marimo berkaki dua sialan di hadapannya itu sambil memelototi ayahnya yang masih kesusahan menahan tawanya dan mencoba mengelap jus yang baru saja disemburkanya ke meja.
Awas saja nanti, Pak tua!—pikir Sanji dengan garang.
"Hn." Zoro menghela nafas dan duduk di sebelah ibunya.
"Zoro, minta maaf pada Sanji!" perintah ibunya dengan wajah sedikit memerah karena malu.
"Hn, kenapa? Aku kan cuma mengatakan hal yang sebenarnya," kata Zoro membantah dengan wajah tak tertarik, membuat volcano di kepala Sanji hampir meledak, dan mendapat respon tawa luar biasa dari Zeff yang tak kuat lagi menahanya.
Kurang ajaaaaar!—lagi-lagi batin Sanji berteriak marah, makin lama makin memuncak saja.
"Zoro! Itu tak sopan!" omel ibunya makin sebal dan marah.
Zoro melihat wajah ibunya yang sudah siap melempar sepatu ke kepalanya jika dia tidak menurut dan menghela nafas. "Iya, deh," katanya menyerah. Ia menoleh ke arah Sanji dan sekilas tatapannya menyelidik. "Maaf, ya," katanya tanpa ekspresi.
Tak kelihatan menyesal tuh!—pikir Sanji agak tak terima.
Jessica menghela nafas. "Mungkin kita mulai saja ya, perkenalanya. Zoro, ini Zeff," Jessica menunjuk Zeff yang ada di depanya, "Calon ayahmu yang baru, dan yang di sebelahnya," Jessica menunjuk Sanji, "Sanji, anak tunggal Zeff," lanjutnya sambil tersenyum. "Sanji, Zeff, ini anakku, Zoro," Jessica menoleh ke arah Zeff dan Sanji sambil tersenyum agak cemas.
"Halo, Zoro, semoga kita bisa membangun keluarga yang baik, ya?" kata Zeff sedikit cemas juga. Dia sudah dengar dari Jessica kalau Zoro orang yang sedikit 'sulit' untuk diajak berhubungan, tapi dia tak tahu sampai seberapa parah penyakit antisosial Zoro, jadi dia tak bisa menyiapkan strategi agar bisa disukai olehnya.
Zeff lalu menyikut rusuk Sanji saat dia tak mendapat respon apapun dari Zoro yang memandanginya dengan penuh selidik dengan mata tajamnya yang liar bagai binatang buas itu. "Aduh! Apa sih?" bisik Sanji kaget karena tiba-tiba disikut.
"Kau juga kasih salam ke adikmu. Dia lebih muda setahun darimu," kata Zeff pelan, mencoba untuk tenang.
"Eeh?" Sanji merasa tak ingin melakukanya, tapi melihat ayahnya melotot dia tak punya pilihan. "H-hai, Zoro," sapanya sambil tersenyum dengan terpaksa.
"Hn...." Zoro bergumam ringan, tapi tak mengatakan apa-apa.
"Zoro, dibalas dong, sapaanya," kata Ibunya dengan wajah tak enak.
"Aah, oke. Inspeksi selesai," kata Zoro tiba-tiba, lalu berdiri.
"Lho, Zoro?" tanya Ibunya makin heran saja.
"Aku sudah melihat dan mendengar. Aku tak menentang pernikahan Ibu, kok," kata Zoro sambil melambaikan tangan dan berbalik. "Tapi aku juga tak berminat dengan peran seperti di permainan rumah-rumahan. Lakukan saja sesuka kalian," lanjutnya seraya beranjak pergi.
"Tunggu, Zoro!" teriak ibunya sambil berdiri dan bermaksud menyusul.
"Biar aku yang kejar, Jessica-san," kata Sanji mendahului dan segera mengejar si marimo keluar restoran.
"Hei, Zoro! Tunggu dulu! Yang tadi itu benar-benar keterlaluan, lho! Masa' kau berlaku seperti itu pada ibumu sendiri?" kata Sanji sambil memegang bahu Zoro dengan cukup keras. Dia benar-benar marah sekarang. Cara Zoro memperlakukan lady tidak benar, dan dia tak suka itu.
"Jangan sentuh aku, Alis papan dart!" Zoro dengan kasar menyingkirkan tangan Sanji dari bahunya.
"A-alis papan...! Dari tadi dibiarkan malah ngelunjak...! Siapa yang kau panggil alis papan dart, Marimo sialan!?" teriak Sanji sudah tak bisa menahan emosinya sambil menunjuk Zoro dengan telunjuknya. "Kau mau mengajakku berkelahi ya!?" katanya mengancam.
"Memangnya kau bisa, kurus kering begitu," Zoro menyeringai sinis.
"Awas, kau!" Sanji hendak menendang marimo sombong itu, tapi Zoro mengalihkan pandangan darinya, seperti mendengar sesuatu. Meskipun Sanji mengurangi tenaganya, ajaib juga Zoro bisa menangkap pergelangan kakinya dengan tepat tanpa melihat serangan itu.
He-h, baru kali ini ada yang bisa menangkap kakiku begitu...!—pikir Sanji heran.
"Aku sibuk, tak ada waktu meladenimu, Alis keriting," kata Zoro sambil melepaskan kaki Sanji. Lalu dengan secepat kilat, dia menghilang ke tikungan jalan, melarikan diri dari tempat itu.
"Kenapa sih, dasar orang nggak beres...!" Sanji melihat sosoknya sampai dia menghilang, lalu tersadar. "Tunggu, dia panggil aku apa tadi!? Alis keriting!? Bocah KURANG AJAR! AWAS KALAU KETEMU LAGI, MARIMO-BRENGSEEEK!"
Apa sih!? Apa-apaan sih!? Biarpun dia itu adik...SAMA SEKALI NGGAK LUCUUUUU!!!
Begitulah batin Sanji berteriak menggelegar dengan dihiasi petir-petir Zeus yang tengah murka. Kesan pertama pertemuan kedua tokoh utama memang sangat jelek. Bagaimana kehidupan mereka setelah ini yang mengharuskan mereka berdua tinggal seatap?
Bersambung...
A/N: Ahaha, beres juga fandom One Piece yang bahasa Indo.... Sepertinya yang ini bakal menarik buat ditulis, nih. Oke, semoga nggak ada yang oOC di sini... tapi Jessica kaya'nya agak oOC ya? Sudahlah.... Masih bersambung sih, tapi Luna pikir enak juga kalau Zoro agak melunak di bagian dua nanti. Gimana menurut kalian? Sudah oke kah? Bakalan dilanjutin loh. Soalnya ini tipe cerita favorit luna, fufufu...review, ya? Biar luna dapat lebih banyak ilham.
Damn, luna harus minta maaf sama para pembaca fanfic luna di FF net. Ceritanya belom ada yang diupdate...T_T Semoga mereka nggak marah-marah amat ya.... Yah, itu entar aja deh. Ujian masih berlangsung...ganbatte, luna...! (maaf jadi curhat, OOT nih...) *sweats*