Author's Note: Berdasarkan Request dari Aoi no Tsuki a.k.a Neechan Zuki XDD. Jadilah fic ini XDD. Neechan, semoga Nee suka dengan fic buatan Zuki ini. XDD

Warning: AU, Gaje yang merajalela, YAOI!!! –Gak suka? Tinggalkan halaman ini XP.

***

Disclaimer: Masashi Kishimoto

Genre: Romance/Fantasy

Pairing: SasuNaru & NejiGaa

Rating: T

Story by: Mikazuki Chizuka

Summary: 'Aku sangat berharap bahwa di lain waktu kita bisa bertemu lagi di dunia nyata, bukan sekedar mimpi seperti waktu itu.'

OoooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooO

Pagi ini langit tidak begitu cerah, dengan lancangnya awan-awan tak diundang menutupi sang mentari hingga lingkaran agung berwarna kuning cerah itu tidak bisa memancarkan sinar keabadiannya. Dan hal ini entah kebetulan semata atau tidak, hati sesosok bocah laki-laki berumur 5 tahun berambut hitam sama persis dengan keadaan di pagi hari tersebut. Kedua matanya terus saja melihat beberapa bocah seumurannya yang sedang bermain-main di taman kecil itu, dari ayunan tua yang didudukinya tersebut.

Sebetulnya ia ingin sekali bisa bermain dengan mereka, namun hal itu tidak dilakukannya karena ia kurang percaya diri dan takut akan menjadi pecundang diantara beberapa bocah itu. Apalagi dengan keberadaannya yang mungkin tidak diketahui oleh mereka. Tanpa sengaja saat dirinya melirik ke salah satu bocah perempuan yang memiliki rambut warna pirang dikucir tinggi kanan-kiri yang ikut bermain di taman tersebut. Kedua mata onyx-nya bertemu dengan kedua mata biru langit miliknya. Sekilas mereka saling berpandangan hingga pada akhirnya si bocah berambut hitam mengalihkan pandangannya ke arah lain.

Didorong rasa penasaran, si bocah perempuan berambut pirang berlari kecil ke arah ayunan yang dinaiki bocah berambut hitam itu. Tentu saja hal itu diketahui olehnya, dan dalam detik itu juga ia hendak pergi meninggalkan ayunan yang dinaikinya. Tapi apa daya? Bocah berambut pirang itu dengan cepat sudah menggenggam tangan kirinya dan menariknya hingga bocah berambut hitam terjatuh dipelukan bocah berambut pirang itu.

"Hei… kau mau kemana? Kenapa tidak ikut bermain dengan kami?" tanya bocah berambut pirang tanpa melepaskan pelukannya.

"Ta… tapi, apa boleh?" tanya bocah berambut hitam seraya menatap langsung wajah berkulit sawo matang yang memiliki tiga garis sejajar di kedua pipinya tersebut.

"Tentu saja, mengapa tidak?"

Bocah laki-laki berambut hitam itu memberikan sebuah senyum damai ke arah orang yang memeluknya itu. Sekilas mereka saling berpandangan, dan si bocah perempuan berambut pirang pun membalas senyuman bocah berambut hitam itu dengan mempertontonkan deretan gigi-gigi putihnya. Dan siapa menduga bahwa bocah berambut hitam itu akan membalas pelukan orang yang memeluknya?

"Terima kasih, terima kasih sekali untukmu err…" kata bocah berambut hitam tersebut memotong perkataannya sendiri. Dengan arti kata lain, ia belum mengetahui siapa nama orang yang memeluknya itu.

"Naruto, Namikaze Naruto, panggil aku dengan Naruto, kau?" tanya bocah bernama Naruto itu.

"Uchiha Sasuke, panggil Sasuke," kata Sasuke.

"Ikut denganku," kata Naruto melepaskan pelukkanya dan menarik tangan kanan Sasuke untuk ikut dengannya menuju ke taman kecil tersebut. Sedangkan Sasuke hanya pasrah saat Naruto menarik tangannya. Toh, Sasuke menyukai perlakuan Naruto terhadapnya. Apa salahnya jika sekali saja ia mendapatkan kebahagiaan berupa sesosok teman yang akan menjadi seseorang yang paling berarti dalam hidupnya?

***

Himmel Blau

Chap. 1 (Kebahagian Dalam Mimpi)

"Sasuke…"

Kedua mata bocah bernama Sasuke itu pun terbuka saat dirasakannya namanya di panggil oleh seseorang. Ia pun mulai memfokuskan pandangannya hingga akhirnya ia menemukan sesosok wanita anggun berambut hitam sedang menatapnya lembut.

"Bunda, mmh… ada apa?" tanya Sasuke mendudukan dirinya di ranjang yang ditidurinya tadi.

"Sudah pagi Nak, apakah kamu tidak ingat kalau sekarang kita akan pindah rumah?" kata wanita bernama Mikoto itu.

"Gadis kecil itu… Naruto…"

"Apa?" tanya Mikoto menatap anaknya itu dengan tatapan kebingungan.

"Dimana Naruto, Bunda?" tanya Sasuke seraya menyingkirkan sehelai kain yang menutupi tubuhnya.

"Naruto? Memang dia siapa?" tanya Mikoto.

"Dia 'kan…" Sasuke memotong perkataannya saat menyadari sesuatu.

"Mimpi…." kata Sasuke lagi seraya menutupi wajahnya dengan kedua tangannya sekilas, lalu kedua tangannya beralih ke atas pahanya.

"Ya sudahlah Sasuke, yang penting sekarang kamu cepat mandi dan segera siap-siap ya, satu jam lagi kita berangkat ke rumah baru kita," kata Mikoto menepuk kepala Sasuke pelan dan pergi meninggalkan Sasuke.

'Namikaze Naruto,' batin Sasuke tersenyum pahit.

'Aku sangat berharap bahwa di lain waktu kita bisa bertemu lagi di dunia nyata, bukan sekedar mimpi seperti waktu itu.'

***

Sasuke dengan susah payah turun dari kamarnya melewati tangga yang memang ada untuk menjadi jalan bagi siapa pun yang ingin naik ke lantai 2 dan turun kelantai 1. Setelah melewati tangga yang lumayan panjang itu, ia pun sampai di ruangan utama rumah yang sebentar lagi akan menjadi 'mantan rumahnya' tersebut. Di sana, ia dapat melihat banyak sekali orang-orang yang memberi salam perpisahan untuk keluarganya. Ia juga dapat melihat beberapa teman-temannya berlari-lari kecil ke arah dirinya. Sasuke hanya tersenyum simpul saat mereka semua sudah berada di hadapan Sasuke.

"Sasuke, jangan melupakan kami, ya… kami pasti merindukanmu di Kirigakure ini," kata gadis kecil seumurannya dan mempunyai rambut bewarna pink dan berbola mata warna hijau.

"Ya Sakura, aku juga pasti merindukan kalian," kata Sasuke langsung mendapat pelukkan dari teman-temannya yang akan ia tinggalkan.

"Sasuke, ayo," kata Mikoto seraya menggandeng tangan Sasuke. Teman-teman Sasuke pun dengan terpaksa melepaskan pelukannya.

Mikoto dan Sasuke pun berjalan menuju mobil menyusul Ayah mereka yang sudah terlebih dahulu berada di mobil, diikuti oleh orang-orang yang membuntuti mereka di belakang. Mikoto langsung masuk ke mobil bagian depan lewat pitu kiri, sedangkan Sasuke membuka pintu mobil yang ada di belakang bagian kiri dan masuk ke jok belakang, lalu menutupnya kembali. Ia dapat merasakan bahwa mobil yang dinakinya lama kelamaan mulai berjalan pelan hingga pada akhirnya mobil tersebut melaju kencang pergi meninggalkan halaman rumah mereka diiringi dengan lambaian tangan dari orang-orang tadi.

***

Angin sejuk di sore hari pun berhembus kencang dari kaca jendela mobil yang sedikit terbuka itu, menerbangkan helaian rambut hitam sesosok bocah laki-laki yang menari-nari hampa di keheningan sore itu. Hanya suara mobil yang digerakan oleh mesinlah yang terdengar. Suasana perdesaan memanglah sangat tentram dan damai, tidak ada polusi berupa asap kendaraan yang mencemari lingkungan. Walaupun ada, mungkin hanya 5 sampai 7 kendaraan yang berlalu lalang di jalan perdesaan, itu pun tidak separah polusi udara yang berada di kota.

Sebuah mobil berwarna hitam mengkilat pun meluncur dengan mulusnya di jalan perdesaan beralaskan tanah dengan kerikil-kerikil lumayan besar yang mengganggu siapa pun yang hendak melintas di jalan tersebut. Nampaknya mobil hitam itu meluncur ke sebuah desa yang mungkin belum terjelajahi oleh orang luar. Dan mobil itu berhenti tepat di sebuah halaman rumah mungil namun nampak nyaman untuk ditinggali, sebuah rumah bercat putih susu, lumayan besar dan banyak sekali pepohonan yang menghiasi rumah itu.

Sesosok pria dewasa pun turun dari mobil yang dinaikinya, diikuti oleh wanita dewasa yang duduk di sampingnya, mereka pun berjalan ke bagasi mobil dan membukanya, lalu mereka pun mengeluarkan semua barang yang tersimpan di bagasi tersebut.

"Sasuke, ayo bantu Ayah dan Bunda," kata Mikoto dari belakang.

Sasuke pun segera turun dari mobil lewat pintu bagian kiri, setelah itu, ia pun berlari kecil ke arah Ayah dan Bundanya berada. Senyum kedua orang tuanya pun menyambut hangat kehadirannya, dan saat itulah Sasuke melemparkan sebuah senyum khas miliknya kepada kedua orang tuanya, dan senyum itu adalah hasil turunan dari sang Ayah.

"Bunda, ini desa apa?" tanya Sasuke seraya membantu kedua orang tuanya mengeluarkan barang dari bagasi mobil mereka.

"Konoha sayang, dan mulai hari ini kita akan tinggal di rumah itu," jawab Mikoto menunjuk rumah mungil tadi.

"Kenapa kita harus pindah rumah, Bunda?" tanya Sasuke.

"Karena pekerjaan Ayah dipindah di sini, Sasu-chan," kata pria dewasa berambut hitam sama persis dengan Sasuke bernama Fugaku itu.

"Haha… kalau dipikir-pikir, sudah lama ya kita meninggalkan desa ini," kata Mikoto bernostalgia.

"Ya, itu semua juga gara-gara pekerjaanku yang berpindah, padahal di sini nyaman dan damai, sama sekali tidak berubah sejak 3 tahun yang lalu," kata Fugaku ikut bernostalgia.

Sasuke terbengong-bengong menatap kedua orang tuanya dengan tatapan bingung.

"Ja… jadi, Ayah dan Bunda pernah tinggal di sini?" tanya Sasuke.

"Ya, kamu pasti tidak ingat 'kan? Umurmu dulu 'kan baru 2 tahun," kata Fugaku menepuk kepala Sasuke pelan dengan tangan kirinya, lalu ia pun berjalan dengan menyeret sebuah koper di tangan kanannya dan masuk di rumah baru mereka.

"Sasu-chan, ini tasmu," kata Mikoto memberikan sebuah tas kecil kepada Sasuke. Sasuke dengan senang hati menerima tas miliknya itu dan menggendong di punggungnya. Lalu Ibu dan anak itu pun berjalan ke rumah mereka yang baru menyusul Fugaku yang sudah masuk ke dalam rumah.

***

Sasuke terus saja memandangi kamar barunya penuh dengan rasa kegembiraan, di dinding-dinding tembok di dalam kamarnya itu banyak sekali ukiran-ukiran kuno yang sangat menarik perhatian Sasuke. Dengan kedua tangan mungilnya, ia pun meraba-raba dinding tersebut.

Tanpa sengaja saat dirinya masih asyik meraba-raba dinding ukir itu, tangan kanannya menyentuh sebuah lingkaran berwarna oranye kemerah-merahan, dan seketika itu juga lingkaran tersebut mengeluarkan sinar merah yang sangat menyilaukan matanya, Sasuke langsung menutup matanya dengan kedua tangannya menghindari sinar yang sangat menyilaukan itu.

Ia lansung membuka kedua matanya saat dirasakannya lingkaran itu berhenti bersinar, kedua matanya pun langsung membulat saat ia melihat sesosok manusia yang sangat dia kenal. Di depannya sekarang, berdirilah bocah perempuan seumurannya, berambut pirang dikucir kanan-kiri, dan memiliki bola mata biru langit. Semua itu sukses membuat Sasuke membatu saat itu juga.

"Na… Naruto?" kata Sasuke terbata-bata, digerakannya tangan kanannya menyentuh diri Naruto itu.

"Aku menunggumu di tempat pertama kali kita bertemu," kata Naruto seraya memberikan sebuah kalung berhiaskan kristal dan memakaikannya di leher Sasuke. Dan seketika itu juga tubuh Naruto mulai menghilang dari hadapan Sasuke. Tentu saja hal itu membuat Sasuke terlonjak kaget. Namun, Sasuke langsung tersenyum lembut serta menggenggam erat kristal tersebut.

'Akan kutunggu saat itu, Naruto.'

***

Sasuke POV

10 tahun telah berlalu. Sejak kejadian aku bertemu dengan gadis mungil itu, sekarang aku pun sudah tumbuh menjadi remaja laki-laki yang biasa-biasa saja, setidaknya menurutku seperti itu. Tapi dalam kenyataannya orang-orang di sekitarku menganggap diriku lebih dari sekedar biasa-biasa saja, atau dengan kata lain orang-orang menyebutku dengan laki-laki yang sempurna. Yah, sempurna. Ketampananku yang berhasil membuat seluruh gadis-gadis di sekitarku langsung rela melakukan apapun yang kuinginkan, kekayaanku yang berhasil menarik teman-temanku untuk berteman denganku, dan yang terpenting, aku adalah keturunan seorang Uchiha. Uchiha yang di segani.

Tapi jujur, itu semua terasa 'monoton' di dalam kehidupanku, karena aku tau teman-temanku selalu mendekatiku karena ingin merasakan hartaku saja. Yeah, dasar penghianat. Maka dari itulah aku jarang bermain-main dengan remaja seumuranku atau yang lain halnya. Tentang gadis-gadis yang selalu mengejarku itu juga sama saja dengan teman-temanku. Dasar.

Konoha, desa yang sekarang menjadi tempat tinggalku ini, seiring dengan berjalannya waktu tidak bisa disebut sebuah desa seperti dulu lagi, karena sekarang Konoha ini sudah disulap menjadi sebuah kota yang sangat elit dan terkenal diantara lima kota yang sewilayah dengannya. Banyak rumah-rumah penduduk yang tadinya sangat sederhana berubah menjadi rumah-rumah mewah bertingkat. Lahan-lahan persawahan pun berubah menjadi gedung-gedung bercakar langit, jalan-jalan beralaskan tanah dan bebatuan pun juga berubah menjadi jalanan aspal yang keras. Perubahan yang sangat tak terduga.

Pagi ini, aku terus melangkahkan kedua kakiku menuju ke sebuah bangunan yang berada tak jauh dari rumahku. SMA Konoha Spesial School. Mengapa special? Karena di sini murid-muridnya tidak hanya belajar seperti sekolah-sekolah yang biasa mengajarkan hal itu-itu saja, sekolah ini juga mengajarkan Soozoo. Soozoo adalah sebuah ilmu yang mengajarkan cara mewujudkan hal yang tidak mungkin, menjadi sesuatu yang brilian dengan menggunakan kekuatan imajinasi. Bayangkan saja, dengan sekali kau memikirkan sebuah imajinasi, dengan menggunakan cakra(1), imajinasimu akan terkabul. Tapi tidak semuanya imajinasi bisa terkabul, karena imajinasi-imajinasi tersebut dibatasi oleh peraturan yang sudah ditetapkan oleh sekolah itu sendiri. Dan mungkin juga menurut kemampuan seorang Soozooki(2) itu sendiri

Tanpa butuh waktu yang lumayan lama, akhirnya aku sudah berada di daerah halaman sekolahku. Dari sini aku dapat melihat ada sesosok laki-laki seumuranku berambut merah sedang menggerak-gerakan tangannya kesana-kesini, dan pasir-pasir yang ada di sekelilingnya pun mengikuti arah gerak kedua tangannya. Itulah salah satu pembuktian dari Soozoo yang diajarkan di sini. Nama remaja laki-laki itu adalah Sabaku no Gaara, sama seperti sebutannya, ia bisa mengendalikan pasir. Soozoo miliknya.

"Yo Sas," katanya menyapaku seraya melambai-lambaikan sebelah tangannya ke arahku. Aku pun membalasnya dengan sebuah senyum simpul dan berjalan menuju ke arahnya dengan santai. Dan perlu kalian ketahui bahwa dia adalah salah satu temanku yang tidak menginginkan hartaku dan menganggumi ketampananku. Yah, setidaknya sekarang aku dan dia adalah sahabat.

"Weist, makin jago aja kau," kataku lantang seraya mempertemukan telapak tangan kananku ke telapak tangan miliknya.

"Haha… tidak sejago sepertimulah," katanya merendahkan diri.

"O ya? Ah, dimana kekasihmu?" kataku yang sukses membuat wajah putih pucatnya sama sepertiku sedikit merona merah di sana.

"Sasuke, jangan menggoda kekasihku seperti itu," kata seseorang dari arah belakangku, aku pun menoleh kebelakang dan mendapati sesosok remaja laki-laki yang sekali lagi sebaya denganku berjalan ke arahku dan Gaara, bercirikan rambut panjang bewarna coklat yang diikat kebelakang, dan uniknya dia tidak mempunya pupil. Bukan tidak punya, tapi memang warna pupilnya sama-sama putih susu dengan matanya, karena itulah orang beranggapan bahwa dia tidak mempunyai pupil(3).

"Hyuuga Neji, dari tadi kekasihmu ini menunggumu," godaku lagi seraya menghindari serangan anginnya yang bisa membunuhku, itulah Soozoo-nya, bisa mengendalikn angin sesuka hatinya. Hebat bukan?

"Neji, kalau kau mengeluarkan 'angimu' seperti itu terus menerus, bisa-bisa kukeluarkan 'apiku' untuk membakar dirimu," ancamku dengan err… mungkin belum bisa dikatakan ancaman karena aku mengatakannya dengan nada yang mengejek.

"Coba saja," katanya cuek dan mendekat ke arah Gaara lalu memeluknya.

Aku hanya menggeleng-gelengkan kepalaku saat melihat kelakuan sahabat-sahabatku yang seperti itu. Aneh? Tidak, hal seperti itu tidak ada yang aneh. Di sekolah ini seorang 'gay' adalah hal wajar, maka dari itulah di sini hanya sedikit remaja perempuan yang bersekolah di sekolahan ini. Aku pun pergi meninggalkan mereka berdua dan masuk ke sekolahku, lebih tepatnya ingin segera sampai di kelas XI A yang menjadi tempatku belajar.

Yah, seperti biasa, di lorong-lorong yang aku lewati ini penuh dengan keanehan yang merajalela. Misalanya? Ada sebuah vas bunga yang melayang-layang kesana-sini, dan tentunya vas bunga itu tidak bergerak dengan sendirinya, pastinya ada orang yang menggerakkannya. Soozoo seseorang.

Tanpa memperdulikan vas bunga dan benda-benda aneh yang berada di lorong itu, aku terus saja melangkah kakiku dengan langkah yang santai. Toh, walaupun aku ingin segera sampai di kelasku, setidaknya berjalan-jalan sejenak sebelum mendapatkan pelajaran juga tidak apa-apa 'kan? Itulah yang sekarang ada di pkiranku saat ini.

"To… tolong…"

Aku menghentikan langkahku saat tanpa sengaja alat pendengaranku menangkap suara minta tolong dari arah pintu yang berada di samping kiriku tersebut.

"Oi! Apakah tidak ada orang yang mendengarku?!" teriak suara itu lagi. Hal ini semakin membuatku penasaran. Dan tanpa kusadari tangan kananku sudah memutar kenop pintu itu dan mendorongnya. Saat itulah aku terdiam memandangi balkon yang ada di hadapanku ini kosong, tidak ada siapa pun yang ada di balkon tersebut, hanya pemandangan dari balkon lantai 3 itulah yang terlihat.

"Oi… oi…!!!"

Sekali lagi aku mendengar suara aneh itu, aku pun berjalan menuju ujung balkon itu dan menengok kebawah, aku sempat terlonjak kaget saat melihat seseorang pemuda berambut pirang sedang bergelantungan di seutas tali yang diikatnya di batang besi sabagai pagar balkon. Dan yang lebih membuatku merasa aneh adalah saat aku mengetahui bahwa mata pemuda laki-laki itu ditutup oleh sebuah kain hitam.

"DOBE!! Apakah kau sudah gila?!!" teriakku lantang dari arah balkon.

"OI!! Aku bukan Dobe, TEME!! Ayo tolong aku!!!" katanya seraya menggerak-gerakan tubuhnya dan mempererat genggaman tangannya.

"Apa kau mau bunuh diri?!!" seruku asal.

"OI!! Siapa yang mau bunuh diri, HAH?!! Ayo cepat tarik talinya!! Nanti akan kujelaskan!!" serunya tak kalah keras dari seruanku tadi.

"Diam dan jangan banyak bergerak!!" perintahku seraya menarik tali itu.

Aku pun berusaha menarik tali itu dengan kekuatanku yang ada, hingga saat aku sudah melihat si pirang itu hampir sampai di balkon, kutarik tali dengan cepat dan tanpa sadar dan mungkin karena tarikkanku yang lumayan cepat, keseimbanganku pun kacau dan tubuhku terjatuh di lantai balkon yang keras itu, ditambah lagi diriku yang tertindih oleh tubuh pemuda pirang yang baru saja kutolong itu. Saat kain yang menutupi matanya tersebut tiba-tiba terlepas, aku segera membelalakan kedua mataku saat kedua mata biru langit milik pemuda itu menatap mata onyx milikku.

"Naruto…?"

_

_

_

_

_

Tu Bi Kontinyu…

OoooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooO

o).(1). Di sini arti cakra Zuki ubah menjadi sebuah kekuatan yang menjadi pokok dari Soozoo. Berbeda sedikit sama cakra-nya Kishimoto-sensei yang merupakan tenaga dalam untuk mengeluarkan sebuah jurus. Cakra di sini artinya adalah kekuatan yang di dasari oleh fantasi dan di gunakan untuk mengeluarkan Soozoo. XDD *di lempar Kishimoto-sensei* + *di gebukin masal* = *tepar*

o).(2). Sebutan untuk orang yang mempunyai Soozoo.

o).(3). Itu fakta lho, Zuki nggak bohong. Kalau nggak percaya, silahkan membaca 'Kamus Lengkap Naruto Season 3' © Iruka Ouzama. Di situ dijelasin tentang hal itu XDD *promosi*

OoooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooooO

Ryota(R): Pendek?

Zuki(Z): Iya memang, soalnya ini baru prolog, Zuki bagi 2 sih, habisnya kalau di gabungin mah kepanjangan XD

R: Kenapa nggak di panjangin aja? Ini kependekan tau!

Z: Ahah… =.='' nanti kalau di panjangin jadi lebay kesannya dan terkesan buru2.

R: Masa? *nglrik lanjutan fic ini*

Z: Apa liat-liat?!! *meluk Laptop*

R: Oi! Laptop gue itu mah! Sini Laptop gue! Mau buat ngliat Es Teh Dua Gelas(Baca: ST 12)

Z: *nyengir, menjauh dari Laptop, pulang ke rumah dengan air mata yang membanjiri (halah!). Sampe rumah kompi nganggur. Langsung ON deh XD*

.

Nyahaha… Neechan, Zuki udah buat fic request dari Nee… moga-moga aja Nee suka XDD. Di sini kelihatannya NaruSasu ya? tapi nggak kok, tetap SasuNaru!! XDD NejiGaa juga!! Dan ini YAOI!! XDD

Fic Zuki memang tidak pernah bisa terlepas dari kesalahan berupa typo dan teman-temannya. Zuki mohon maap jika masih ada kesalahan di fic Zuki.

Akhir kata… Zuki tunggu Review/Flamenya^^

With D'Heart

Mikazuki Chizuka.

NB: HAPPY BRITHDAY FOR YOU RYOTA-KUN^^