Disclaimer: Tite Kubo
Pairing: IchixOrixRukixRen
Warning: Gaje, OOC, Rukia's POV, dll.
Pairing: IchixRuki
-0o0o0-
"Siapa yang menempelkan foto ini di sini? SIAPA?!!" teriak Matsumoto yang mulai emosi. Semua murid hanya diam dan tak ada yang berani menatap wajah Matsumoto. Seperti anak kucing berhadapan dengan harimau.
"Aku yang menempelkannya." Sebuah suara berat terdengar dari belakang. Suasana menjadi tambah tegang. Seorang pemuda berambut putih dengan mata sipit memandang Matsumoto tanpa rasa takut sedikit pun. Bibirnya menyunggingkan senyum kemenangan.
"Kau..."
~Love In July~
Last Chapter
by: Inoue Tachibana
"Gin?" Pandang Matsumoto tak percaya. Wajahnya yang semula merah bertambah merah lagi setelah Gin muncul.
"Kau…" geram Matsumoto. Tangannya yang mengepal sudah hampir mendarat di muka Gin tapi segera ditangkis Aizen.
"Minggir, Aizen! Ini bukan urusanmu!" ujar Matsumoto berusaha melepaskan tangannya dari genggaman Aizen. Aku yang merasa suasana bertambah panas segera menarik lengan Matsumoto menjauh.
"Rukia!! Apa-apaan sih? Emang kamu nggak sebel apa?" kata Matsumoto komat-kamit tak jelas.
Bletaakk!!
"Hey, kenapa mukul kepalaku?" ujar Matsumoto sambil mengusap-usap kepalanya berulang kali.
"Tentu saja aku sebal!" kataku sambil memukul dan menendang-nendang tembok yang ada di sebelahku hingga retak.
"I-iya, iya. Aku tahu." ujar Matsumoto menjaga jarak. "Tapi dia kan-"
"Cukup! Biarkan saja mereka menyebarkannya, aku tak peduli." seruku seraya berjalan mendahului Matsumoto.
"Kau tahu Rukia," Aku menatap mata cokelat milik gadis yang setahun lebih tua dari padaku. "...kau perempuan yang kuat dan tegar dalam urusan cinta." lanjutnya sambil memelukku.
"Hahaha... Terima kasih pujiannya."
"Bodoh, itu bukan pujian tapi kenyataan."
"Hahaha... Terserahlah."
***
Slurrpp…Gleek... Gleek…
"Rukia... Aku tahu kau sedang stress dengan kejadian tadi. Tapi, bisakah kau berhenti membuat suara aneh seperti itu?" ujar Matsumoto memandangku tanpa berkedip. Aku sama sekali tidak mendengarkan teguran Matsumoto dan mulai memesan minuman untuk kesekian kalinya.
"Hah? Tadi kau bilang apa?" kataku menghentikan keasyikanku.
"Sudahlah." ujar Matsumoto sebal.
'Apa Inoue melihat foto yang ditempelkan tadi ya? Kalau iya bagaimana? Apakah nilai persahabatan kami cuma segini?' batinku resah. Saat sedang melamun, seseorang menepuk pundakku dengan pelan.
"Kuchiki, bisa kita bicara sebentar?" ujar gadis berambut oranye panjang yang sangat kukenal itu.
"I-Inoue?" ujarku dan Matsumoto kaget. Pertama-tama aku tidak yakin dengan apa yang baru saja kudengar tapi setelah kupandangi ke dalam mata oranye bulat itu. Sama sekali tak ada kebencian yang tersirat di sana. Yang kulihat hanya sebuah bentuk tatapan kerinduan seorang sahabat. Akhirnya, aku pun setuju untuk berbicara empat mata dengannya sepulang sekolah di gedung belakang. Matsumoto sempat mengusulkan agar dia ikut juga tapi dengan halus kutolak usulan itu.
***
Tanpa terasa waktu itu pun tiba. Setelah jam pelajaran terakhir selesai aku pun langsung berlari menuju tempat itu. Hatiku begitu resah bercampur aduk dengan yang lainnya. Ukh! Apa yang akan terjadi nanti? Setelah berbelok di tembok belakang koridor sekolah. Tempat itu pun terlihat di depan mataku. Suasana saat itu lumayan sepi. Sebagian anak-anak sekolah sudah pulang dan sebagiannya lagi masih mengikuti ekstrakulikuler di sekolah. Gadis itu sudah datang dengan sebuah senyuman yang terhias di bibir manisnya.
"Inoue…" sapaku canggung. Dia menyunggingkan senyum kecil ke arahku. Tapi entah mengapa terasa pahit.
"Kau sudah datang ya, Kuchiki?"
"Emm... Ada apa Inoue?" tanyaku bingung.
Hening sejenak...
Kami saling berpandangan. Kulihat mata Inoue sedikit bengkak mungkin karena menangis atau... entahlah. Hatiku merasa tak enak, aku tak bisa berkata apa-apa.
"Tentang Kurosaki..."
DEG…
"Kenapa?" tanyaku resah.
"Kami sudah putus." Mataku terbelalak mendengar kalimat itu. Kutatap wajah manisnya. Tidak ada rona kesedihan di sana. Tapi, aku dapat merasakan bagaimana hancurnya hati gadis itu. Inoue lalu melanjutkan kalimatnya, "Kami putus bukan karenamu kok, kami hanya merasa hubungan kami tidak bisa dilanjutkan lagi. Kuchiki-chan..."
"Iya,"
"Apa kau benar-benar menyukai Kurosaki?" tanyanya tanpa basa-basi. Pertanyaan itu langsung mengena ke dasar hatiku. Aku sama sekali tidak menyangka Inoue akan memberondongku dengan pertanyaan yang begitu memojokkanku.
"Aku…" kataku bimbang. Tapi, ini adalah sebuah jawaban yang sangat penting bagi hidupku khususnya bagi persahabatan kami. "Ya, aku menyukai Ichigo." jawabku dengan pasti. Kulihat wajah itu sekali lagi, tersungging sebuah senyuman manis yang selama ini kurindukan.
"Kurosaki, kau sudah dengar sendiri 'kan jawaban darinya?"
'Eh, apa maksudnya?' batinku bingung. Dari balik dinding, munculah sosok yang paling tidak ingin aku temui saat ini. Wajah itu terlihat memerah tertimpa terik matahari siang. Rambutnya yang mirip dengan warna jeruk itu tak berubah sama sekali.
"I-Ichigo, sejak kapan kau ada di situ?" tanyaku kaget. Ichigo hanya tersenyum dan memandangku hangat. Tiba-tiba tanganku Inoue memegang punggung tanganku, kutatap lagi wajahnya terasa hangat. Inoue menumpuk tanganku di atas tangan Ichigo. Itu membuatku sangat kaget setengah mati. Baru kusadari, tangan itu semakin terlihat besar dan tegar, di situ tersimpan kehangatan yang selama ini belum pernah kurasakan.
"Dengan begini, kuharap kalian dapat bersatu selamanya," ucapnya sambil tersenyum bahagia. "Dan aku harap persahabatan kita akan kembali seperti semula." Aku benar-benar terharu mendengar kalimatnya. Dengan segera kupeluk tubuh Inoue erat-erat. "Terima kasih, Inoue." bisikku. Air mata itu keluar lagi. Tapi kali ini bukan air mata kesedihan melainkan air mata kebahagiaan.
"Ayo kita temui Matsumoto dan Renji." ajak Ichigo setelah aku dan Inoue puas berpelukan begitulah akhir kisah cintaku. Setelah kejadian itu berlalu kami menjalani kehidupan kami seperti biasa. Rasa persahabatan kami lebih erat dari sebelumnya.
"Rukia, aku menyukaimu."
"Untukmu jeruk." Sebuah pelukan hangat menutup kisah cinta laluku yang pahit dan penuh dengan rasa sakit. Aku sayang kalian semua.
"Owh~ Kau lihat itu Renji."
"Hm,"
"Jadi?"
"Apanya?"
"Kau patah hati untuk ini?"
"Bisa dibilang begitu tapi aku senang bisa melihat senyumannya lagi. Kalau kau bagaimana, Matsumoto?"
"Aku? Kenapa?"
"Dengan Gin-senpai, kau tahu?" Seketika itu juga wajahnya berubah menjadi merah.
"Diam kau! Dasar baboon!"
"..."
"Aku bercanda."
Aku harap persahabatan ini akan menjadi utuh selamanya sampai akhir hayat hidupku.
~THE END~
Chapter terakhir dari Tachi buat semua yang udah mau baca first fict punya Tachi. *hug all*
Makasih buat semuanya. I luph you~ *ditabok*
Mudah-mudahan Tachi bisa buat fict lagi yang tentunya lebih baik dari ini. *gelar tiker*
.
Riview???