Author's Note:

Akhirnya bisa ngapdet lagi~! XD*menghela nafas gax penting*

Pertama-tama saya mau mengatakan (halah!), walaupun memang di sini genre-nya Angst, tetapi memang isi fic-nya belum sampai situ (parahnya! T.T). Itu semua karena gaya cerita saya jika menyangkut hal-hal semacam ini suka menggunakan alur diperlambat, dan membuat reader penasaran dengan isi cerita saya.

Segala ketidakjelasan yang belum terungkap di Fic ini, akan mulai terungkap seiring bertambahnya chapter.

Dimohon untuk bersabar sebab jujur saya juga kebingungan mengatur alur ceritanya. *dapet tabok*

Warning!:

Alternative Universe, Out of Character, and Boys Love!

If you Don't like, Don't read!


Fandom:

oOo NARUTO oOo

Disclaimer:

oOo Masashi Kishimoto oOo

Title:

oOo The Story of Snow oOo

Author:

oOo Kiroikiru no Mikazuki Chizuka oOo

Genre:

oOo Romance/Angst oOo

Rating:

oOo T oOo

Pairing:

oOo Uchiha Sasuke and Uzumaki Naruto oOo

Summary:

::: "Walau jujur tak dapat kupungkiri sekali pun, Sasuke memang satu-satunya keturunan terakhir Uchiha, yang akan mengemban seluruh usaha keluarga dan mewarisi seluruh harta milik Uchiha." Ia tersenyum senang. "…Setelah keberadaanku tidak diakui lagi." :::


"Apa masih ada bukti tentang pembunuhan itu?"

"Tidak, pak. Bahkan perkiraan pembunuhan tersebut tidak benar, karena bukti-bukti menunjukkan korban bunuh diri."

Naruto kecil menyeringai mendengar informasi itu dari polisi secara langsung. Ingin rasanya ia tertawa lepas sebagai pengekspresian diri atas kemenangannya di balik selimut. Ia tak menyangka polisi-polisi tersebut begitu bodoh di matanya. Diam-diam, Naruto mencuri pandang pada tuannya yang berdiri kokoh tanpa ekspresi, sedangkan teman-teman Sasuke tenggelam dalam linangan air mata, melihat tubuh Suigetsu yang sudah tak bernyawa diangkat menuju mobil Ambulan.

Garis kuning melintang di tempat kejadian, menjadi saksi bisu saat Sasuke melangkahkan kaki meninggalkan kerumunan, diikuti Naruto yang menyimpan senyum puas di bibir.

Mobil terparkir menyambut kedatangan mereka. Sebagai tuan, Sasuke memimpin untuk masuk ke dalam mobil. Dengan cepat Naruto beralih membukakan pintu mobil, mempersilahkan sang Uchiha muda memasuki kursi pengemudi. Kemudian tanpa kata terucap, ia segera berlari tergesa memindahkan diri ke sudut tempat dimana ia seharusnya berada, duduk di samping Sasuke. Perlahan, seiringin dengan lajuan mobil pembelah jalan, mereka meninggalkan halaman sekolah.

Bagi Naruto, kasus pembunuhannya kali ini telah usai.


~oOo~ THE STORY OF SNOW ~oOo~

Chap. 5 (Jati Diri Yang Mulai Terungkap)

Copyright © Mikazuki Chizuka


Itachi mengerutkan kening ketika membaca laporan keuangan yang diserahkan oleh Sasori. Entah mengapa ia berpikir penanganan pada hal tersebut tidak sesuai pada struktur-struktur perkembangan perusahaan yang sudah direncanakan secara matang. Penasaran, ia mengambil berkas keuangan bulan lalu di laci mejanya, lalu setelah tertemukan langsung ia sandingkan pada laporan keuangan terbaru. Tat kala kedua mata onyx tersebut sesering mungkin membuka dan menutup, ingin memastikan berulang-ulang kedetailan laporan yang benar atau salah.

"Ini aneh," gumam Itachi masih memperiksa kedua laporan tadi.

Rasa khawatir mengendap di relung hati Itachi, tak akan bisa menguap dengan mudah kecuali ia benar-benar memastikan sesuatu yang menusuk pemikiran. Kebimbangan menemaninya saat ia menekan suatu tombol pada telepon yang tergeletak diam di sudut meja.

"Ada yang bisa saya bantu, tuan?"

Suara seorang wanita dewasa keluar dari speaker telepon. Menandakan usaha Itachi dalam menghubungi seseorang sukses terlaksana. Wanita yang merangkap sebagai asisten Itachi tersebut menunggu kurang lebih tiga puluh detik sebelum pada akhirnya Itachi membuka mulut.

"Sambungkan saya dengan Sasori," pinta Itachi.

"Baik tuan! Mohon ditunggu," ujar sang asisten memutuskan sambungan dan segera menyambung kembali pada Sasori.

Di samping itu, Sasori bersandar pada kursinya dengan malas. Di hadapannya kini ada sebuah Laptop berwarna silver terbuka lebar dengan cahaya terang bederang menyilaukan kedua mata. Sesekali mata itu menyipit hingga Sasori lebih memilih untuk mengistirahatkan kedua matanya sejenak. Hanya sekilas karena tak lama setelah itu, telepon yang menemani benda elektronik yang tersedia di meja berkicau riang. Menandakan seseorang akan mengajak dirinya untuk memulai topik.

Ia mengerutkan kening sebelum pada akhirnya menekan satu tombol sebagai kunci terbuka pembicaraan.

"Ada apa?" tanya Sasori.

"Maaf tuan. Itachi-sama ingin menemui anda di ruangannya sekarang."

Sasori memejamkan mata sejenak lalu berkata, "Baiklah. Terima kasih atas pemberitahuannya."

Obrolan singkat tertutup saat terhalang kematian sambungan. Sasori menghela nafas seraya mengarah mouse yang secara otomatis diikuti kusor pada layar Laptop menuju tanda 'x' di pojok kanan atas layar. Klik satu kali, ia berhasil keluar dari aplikasi Microsoft Word yang terbuka. Kemudian kusor terkendali beralih di sudut kiri paling bawah, persis melakukan kegiatan pertama hingga membuahkan hasil berupa mematikan Laptop. Ia mengetuk-ngetukkan kelima jari tangan di atas meja, menunggu agar cahaya pada benda di hadapannya segera padam.

Tak sia-sia, Sasori langsung menutup Laptop seusai apa yang ia tunggu telah terlaksana. Lantas ia bergegas pergi meninggalkan ruangan kerjanya berbekal kacamata simple yang menghias wajah.

Di sepanjang perjalanan, sesekali ia mengumbar senyum pada teman pekerja yang lain. Namun isi otaknya berpikir ke pandangan awal. Tentang apa yang sekiranya akan dibicarakan Itachi, membuat hatinya tak setenang tadi sewaktu ia berhasil menjalankan misi demi menyerahkan laporan keuangan bulan terkini pada sang atasan. Perasaan tidak enak mengepung secepat kilat menyambar saat dugaan sekecil perlakuan salah mulai terngiang-ngiang di kepala.

Serasa hanya sepersekian detik ia melangkah dari ruang kerja menuju ruang Itachi. Kini butuh persetujuan dari seluruh anggota tubuh dalam memenuhi permintaan sang pengendali organ. Gugup berkelebihan mengenang momen dimana ia mengetuk pintu ruang Itachi. Awal yang sunyi, langsung tergantikan suara pertanda silahkan masuk dari seseorang yang menjadi sebab ia sesalah tingkah seperti itu.

Sukses. Sasori menunduk hormat pada Itachi yang sebagian tubuhnya tertutup oleh dua berkas berbentuk kertas HVS berukuran A4 di meja kerja. Itachi sendiri tersenyum sejenak sebagai tanda pemberian hormat Sasori diterima begitu ramah.

"Silahkan duduk, Sasori. Apa kau hanya ingin menjadi patung di sana?" ucap Itachi bernada canda.

Sasori berbalas senyum sembari berjalan mendekat, meraih punggung kursi hangat mulai berhadapan dengan Itachi di sela ia mendudukkan diri.

"Maaf Itachi-sama. Apa saya melakukan kesalahan?" tanya Sasori menunduk.

Itachi meletakkan kedua berkas di atas meja. Kedua mata onyx tersebut menatap tajam sejenak beralih menjadi tatapan biasa penuh ketulusan.

"Tidak. Kau tidak melakukan kesalahan apa pun. Hanya saja… Aku ingin bertanya, uang sebesar ini digunakan secara penuh atau hanya setengah-tengah dalam proyek pembangunan hotel di barat kota?"

Sasori memandang Itachi sambil menerima dua berkas yang disodorkan padanya. Kedua mata Sasori menyipit sebagai tanda pemastian ia tak salah melihat angka nominal yang berselisih terlampau jauh dari berkas lama jangka sebulan.

"Setahu saya, dana yang digunakan untuk membangun hotel yang baru tidak memerlukan biaya ekstra seperti yang tertera di laporan keuangan bulan ini. Tetapi Hyuuga-san yang mengatur kegiatan pembangunan hotel membutuhkan biaya lebih untuk pekerjaannya. Dan di sini sebagian besar uang yang dikeluarkan menjadi tanda tanya mengenai fasilitas apa lagi yang mungkin akan digunakan," jelas Sasori menunjuk kolom kosong pada deretan kata keterangan.

Itachi menautkan kedua alis kembali mengamati berkas. "Jadi, dana ini hanya digunakan untuk yang luar saja? Apa bagian dalam belum ada rancangan perencanaannya?"

Sasori menggelengkan kepala lemah. "Maaf Itachi-sama. Saya kurang tahu tentang rancangan gedung di barat kota. Menurut informasi yang saya peroleh, pembangunan gedung hotel kali ini… lumayan lama dan terkesan lambat. Namun dana yang dikeluarkan melebihi batas normal daripada proyek pembangunan hotel sebelumnya."

Itachi menganggukkan kepala lalu memasukkan dua berkas tadi di map masing-masing. Ia beralih memandang Sasori yang juga tengah menatapnya.

"O ya. Bagaimana keadaan Sasuke?" tanya Itachi membahas topik lain.

"Putra mahkota keturunan terakhir Uchiha kita sudah membaik dan sehat kembali," jawab Sasori tersenyum sekenanya yang langsung ditanggapi sang atasan dengan tawa lepas.

"Yah. Bisa kau bayangankan jika Otouto mendengar perkataanmu, Sasori. Aku sangat yakin dia akan mencincangmu saat itu juga," ujar Itachi menutup mulut agar tawanya tidak keluar lagi, terpaksa membuat Sasori sedikit menahan kikikkan geli yang mendesak untuk keluar.

"Anda terlalu berlebihan, tuan, hm…" ucap Sasori setelah berhasil meredakan tawanya.

Itachi tertawa kecil. "Kau yang memulainya, Sasori." Lalu ia menghela nafas sembari membenarkan posisi duduk agar nampak nyaman. "Walau jujur tak dapat kupungkiri sekali pun, Sasuke memang satu-satunya keturunan terakhir Uchiha, yang akan mengemban seluruh usaha keluarga dan mewarisi seluruh harta milik Uchiha." Ia tersenyum senang. "…Setelah keberadaanku tidak diakui lagi."

Sasori terpaku. Ia tahu, ia tahu bahwa senyuman itu benar-benar senyuman tulus berasal dari dalam kalbu yang terdalam. Ia tahu tuan Uchiha sulung tersebut tidak pernah bermain dengan kata-katanya. Ia tahu itu, sangat mengetahui segala sesuatu yang ada pada diri Itachi. Semua ekspresinya, begitu terpahat sempurna di memori otak Sasori. Termasuk perhatian khusus Itachi yang ia berikan terhadap sang bungsu Uchiha yang masih diragukan atas pengetahuan akan hal ini atau tidak. Itachi memang sangat menyayangi Sasuke.

"Bagaimana jika dua cangkir kopi sebagai penghilang penat?" tawar Itachi berdiri dari duduknya sambil berjalan menuju pintu.

Sasori yang paham dengan apa yang dikatakan Itachi mengangguk setuju seraya mengikuti jejak sang tuan. "Asal anda menikmatinya, tuan."

Dan sebagai penutup, sosok mereka pun tidak nampak dari pandangan, menghilang di balik pintu yang perlahan menutup rapat.


Entah mengapa pergantian siang menjadi malam begitu cepat terasa. Belum setengah jalan Sasuke dan Naruto mengendarai mobil menuju ke kediaman Uchiha, matahari sudah menyelinap masuk dari balik awan hitam yang menghias langit biru bercampur cahaya keemasan oranye. Belum pernah ada yang menduga rintik-rintik hujan perlahan mulai meramaikan suasana sore yang cerah tersebut. Memang tidak dapat mereka elakkan jika hawa saat ini sedikit aneh berdasarkan alasan suhu sekitar yang bercampur secara tak merata.

Diam-diam Naruto tidak pernah lelah memperhatikan tuan Uchiha yang sedang berkonsentrasi penuh pada jalanan ramai. Sadar atau tidak bagi sang Uzumaki, Sasuke sudah menyadari gerak-gerik Naruto dari awal mereka masuk ke dalam mobil hingga sampai di titik terakhir mereka masih berdua dalam latar keheningan yang sebetulnya tidak memberikan rasa nyaman sekalipun. Sasuke merasakan hal itu, begitu pula dengan Naruto. Namun Sasuke lebih memilih diam seribu bahasa. Mengabaikan Naruto yang tidak pernah tertebak jalan pikirannya oleh sang bungsu Uchiha.

Naruto agak terkejut ketika acara melirik sang tuan tertangkap basah sendiri oleh obyek. Ia segera mengalihkan pandang ke luar jendela yang tertutup, berusaha menenangkan diri sembari mengatur detak jantunganya yang berdegup kencang tak beraturan. Setetes, dua tetes air keluar dari pori-pori kulit Naruto turun perlahan ke bawah, seakan mengajak berlomba air hujan yang mengalir mulus di sisi luar kaca jendela mobil. Tanpa mengetahu kini sang Uchiha muda beralih mengamatinya dari kursi pengemudi.

"Apa yang kau sembunyikan dariku?"

Naruto membeku mendengar pertanyaan Sasuke tepat mengenai sasaran. Ia merasa terkesan bodoh dan menghina pekerjaannya sendiri karena tidak bisa menjaga goncangan dari luar yang mengganggu sikap tubuh dan mimik wajah. Pertanyaan Sasuke begitu menusuk sebab baru kali ini ada orang yang bisa membaca gerak-gerik Naruto secara misterius.

"Kau dengar itu, kan?"

Uchiha Sasuke kembali berucap.

"M-maaf Sasuke-sama," ucap Naruto berkata berusaha menekan aura Sasuke yang sedikit menghalangi sekaligus mengatur ruang geraknya yang terlepas dari kata luas. Merasa ada sedikit kelonggaran atas pemberian Sasuke, Naruto mulai berkata, "S-sedari tadi saya sudah lancang memperhatikan anda." Naruto kembali terbungkam, bingung ingin menggunakan alasan yang bagaimana supaya sang tuan tidak mencurigai dirinya lebih dari itu. Beruntung dalam keadaan terdesak, ia mendapat berkah berupa pendapatan alasan yang terbilang logis. "A-anda belum meminum obat d-dari tadi pagi sewaktu anda pergi. S-saya khawatir d-dengan kesehatan S-Sasuke-sama."

Sasuke menarik alis ke atas sedikit menolehkan pandangan ke arah Naruto yang ternyata melihat pemandangan luar melalui jendela kaca mobil, kemudian beralih berkutat pada jalanan yang terlampau licin dilalui kendaraan beroda.

"Cepat."

Naruto melirik takut ke arah Sasuke. Jika tidak salah dengar, bukankah tuannya tadi berkata suatu kata?

"Ambilkan obatnya dan berikan padaku," perintah Sasuke seraya memutar setir mobil ke kiri saat melewati tikungan.

Naruto agak tergagap langsung membuka tasnya secara tergesa, bertujuan mencari benda yang diminta Sasuke. Tetapi panik melanda ketika sebotol tablet obat pemberian Dokter seusai pemeriksaan tadi tidak ada di tempat. Masih tidak percaya, ia kembali mengaduk-aduk isi tasnya, bebekal harapan benda yang telah sempurna ia jadikan alasan tersentuh oleh tangan dan terpandang oleh mata.

"Ada di saku bajumu."

Kedua mata Naruto terbelalak kaget. Tanpa berpikir lebih lama lagi ia segera mengecek seluruh baju yang terajut di sisi-sisi terduga dalam balutan seragam kantor dan rok sebagai penutup. Dan benar saja apa yang dikatakan Sasuke, sebotol obat berisi tablet tertemukan dari balik saku roknya.

"Berapa yang harus kuminum?"

Naruto terdiam sejenak. "Dua tablet dalam satu kali minum, Sasuke-sama."

"Hn…" Sang bungsu Uchiha menghela nafas. "Pertama kita harus membeli sebotol air putih, karena aku tidak mempunyai simpanan sesimple itu." Ia berkata sambil membelokkan mobil menepi pada tepi jalan. Setelah mobil yang mereka tumpangi tengah berhenti sempurna di pinggir jalan, Sasuke melepaskan sabuk pengaman hendak turun dari mobil.

"S-Sasuke-sama. Biar saya saja yang membelikannya untuk anda," pinta Naruto menahan Sasuke.

Sasuke memejamkan kedua mata santai, lalu ia memberanikan diri memandang Naruto.

"Lima menit dari sekarang," perintahnya tersenyum kecil.

Naruto mengangguk paham langsung melepas sabuk pengaman sembari membuka pintu mobil pelan dan segera pergi meninggalkan Sasuke seusai menutup pintu mobil kembali, sedangkan yang ditinggalkan nampak memakai sabuk pengamannya lagi sambil membenarkan posisi duduk agar terlihat nyaman. Kedua mata onyx Sasuke menelusuri lebih mendalam makna di balik hujan yang sepertinya tidak niat mencurahkan air di bumi, tapi mengapa matahari juga mengikuti jejak air di atas lapisan dunia? Hanya Tuhan yang tahu.

Pemikirannya beralih pada suatu topik masalah yang telah ia anggap angin lalu, yaitu tentang kematian Suigetsu yang baginya lumayan aneh. Mati bunuh diri? Sungguh konyol. Jujur ia tidak terlalu percaya dengan keputusan mutlak apa yang didengar dari polisi, sebab memang di sekolah tersebut dahulu ia lumayan akrab dengan bocah bernama Suigetsu itu. Otomatis Sasuke tahu segala tingkah laku Suigetsu walau tidak sampai detail paling kecil. Toh diakhir ia tidak peduli.

"Maaf membuat anda menunggu lama tuan," kata Naruto perlahan masuk ke dalam mobil sembari menutup pintu mobil.

Lamunan Sasuke memudar. Ia menatap Naruto yang kini tengah sibuk memakai sabuk pengaman. Lalu ia pun menyalakan mobil dan mulai melajukan alat transportasi pribadi tersebut berbaur dengan jalanan ramai yang tak pernah terlepas dari keramaian kota. Sasuke sesekali melirik Naruto lagi, yang diperhatikan nampak kebingungan dalam melakukan kegiatannya.

"Mana?"

Naruto menoleh pada Sasuke ragu.

"Berikan padaku obatnya," jelas Sasuke tersenyum geli.

Naruto terpaku, cepat-cepat ia mengambil dua tablet dalam botol obat lalu memberikannya pada Sasuke. Sang tuan muda menerima pemberian Naruto tersebut. Cepat ia menelan dua obat itu sekaligus menerima kembali sebotol air mineral pemberian Naruto, dan dalam satu tegukkan, benda titipan dari Dokter tersebut telah melesat masuk ke dalam tubuh Sasuke.


"Hm? Yang mana ini? Namikaze atau Uzumaki?"

Sosok itu berkata dengan diri sendiri sembari membuka lembaran baru pada buku. Ia tersenyum tulus masih ingin membaca buku tersebut sampai halaman paling akhir.

The Story of Snow.

Mendengar namanya saja, bayangan kuat yang begitu mengharukan membingkai indah dalam kenangan. Entah itu kenangan pahit, manis, atau pun menyebalkan, serta menggemaskan, kulitnya terlampau rindu pada sentuhan-sentuhan yang amat ingin rasakan walau hanya sekali saja. Rasa nyata dalam diri yang memohon kemurahan pada Tuhan Yang Maha Kuasa.

Walau belum ada yang dapat mengabulkan keinginannya… Yang bisa ia lakukan hanya tersenyum…


Seminggu setelah kabar kematian Suigetsu hanya menjadi sepintas berita yang terbang terbawa angin berombak. Kini Naruto terdiam tanpa kata terduduk di kursi beranda kamar di pagi hari yang dingin. Bergelombang awan hitam bercampuran tak tersusun menjadi butiran mutiara penghias langit biru yang tertupi. Jauh di dalam hati Naruto, perasaan salah yang terlewat besar serta rasa penyesalan sungguh pun sangat mengganggu pemikiran. Ia tahu inilah tugasnya hingga dirinya dapat membaur dalam kehidupan Uchiha, walau jujur ia tak pernah berharap memasuki kediaman sang tuan dengan cara seperti ini.

Toh takdir berkata demikian, manusia bagai bidak catur dalam naungan papan kotak dua warna putih dan hitam, saling bertaruh penuh harap dalam impian.

Naruto menghela nafas sebelum melangkahkan kaki masuk ke dalam kamar. Hari ini tugasnya tak begitu banyak dalam melayani sang tuan muda semenjak Sasuke memutuskan untuk mengambil langkah home schooling. Yah, hanya berkurang waktu sejenak, setelah jam pelajaran selesai ia pasti akan kembali bertemu dengan Uchiha bungsu dalam tema kegiatan di luar sekolah. Tak masalah baginya, lagipula sedikit demi sedikit data yang diminta tuan sesungguhnya yaitu Neji juga lumayan memuaskan hingga mencapai taraf terpenuhi. Itachi yang ia tipu juga tidak terlalu sadar akan hal tersebut.

("Ini baru awalnya 'kan?")

Ia membuka lemari, mengambil sebuah gaun berwarna hitam lalu membawanya keluar. Kemudian Naruto berjalan dalam keheningan menuju kamar mandi. Melakukan sedikit perubahan penampilan dalam mengawali perkerjaan yang lumayan rumit.


Sasuke mengetuk pintu kamar Naruto pelan. Sampai ketukan ketiga tidak ada jawaban berarti, ia berinisiatif mendorong pintu tersebut hingga membuat sedikit cahaya terang keluar dari pintu. Seiring dengan jejak langkah sang bungsu Uchiha yang masuk ke dalam kamar Naruto. Orang yang ia cari keberadaannya tak segera tertemukan oleh retina mata. Dugaan datang menyelimuti, mencoba mengartikan sebuah ingatan dimana sebutir bayang Itachi memerintahkan sesuatu diakhiri senyum senang di wajah.

Tidak salah lagi, kemungkinan Itachi 'lah yang meminta sebuah bantuan dari Naruto.

Merasa opininya benar, Sasuke sama sekali tidak berniat meninggalkan kamar sang asisten. Sesekali ia ingin melihat kamar seseorang walau pada kenyataannya ia tahu bahwa hal yang sedang ia lakukan saat ini melanggar aturan tata tertib yang berlaku. Peraturan kedudukkan Uchiha harus bersikap sempurna di antara segalanya adalah prioritas utama paling dijunjung setiap keturunan Uchiha. Jerat mengerikan yang memenjara kehidupan kata bermakna kebebasan dalam diri yang sejati.

Tapi di balik semua itu, ia rindu, rindu akan dirinya yang dulu, dulu saat kebahagian datangan bertubi-tubi begitu tak rela terlepas begitu saja. Walau pada akhirnya ia tak bisa melakukan apa-apa ketika dua orang yang telah membuatnya merasakan pahit dan manis kehidupan telah kembali pulang ke hadapan Yang Maha Kuasa. Yah, gara-gara ini, ia jadi teringat peristiwa kematian kedua orang tuanya. Uchiha Fugaku dan Uchiha Mikoto. Setelah itu Sasuke sedikit menutup diri dari dunia putih menyambut.

Nostalgia sempurna.

Ia berjalan menelusuri selangkah demi selangkah seluruh ruang kamar Naruto hingga tidak ada yang terlewatkan. Hampir tak berubah dari pertama kali kamar ini diberikan pada Naruto. Sekadar sebingkai foto atau apa nampak tak ada di sana. Biasanya memang seperti itu kan? Walau terkesan monoton namun lebih berpihak pada seuntas kenangan? Dalam kata nyata hal tersebut tak pernah terjadi, mungkin bukan, hanya belum. Atau disebabkan punya masa lalu tidak ingin terbahas kembali? Kemungkinan itulah jawabnya.

Sasuke menarik nafas. Kini ia kembali berjalan ke salah satu pintu tertutup yang belum terjamah oleh tangannya. Setelah sampai, ia nampak ragu, apakah ia benar-benar akan selancang ini masuk ke ruang paling pribadi seseorang. Namun rasa penasaran mengalahkan, jadi terkesan kekanak-kanakkan yang sifat keisengan masa kecil sangat menyenangkan. Bagaimanapun resiko yang ada, harus ia tanggapi dengan kesiapan mental dan fisik yang seimbang. Mengamalkan sikap garis Uchiha yang membayang.

Memantabkan hati, perlahan tangan kanan Sasuke meraih kenop pintu tersebut. Bunyi suara pengait kunci pintu sangat khas terdengar di telinga, di balik itu suara air bergemericik bersentuhan dengan lantai menyambut kedua mata Sasuke yang terbelalak tak menyangka, rasa terkejut tak cukup menggambarkan keringat dingin mengucur cepat saling berlomba, berbekal jantungnya berlompatan tak menentu di dalam dada.

"UWAH!!!"

Orang yang ia dapati bertelanjang tubuh menjerit histeris. Sasuke masih tak menyangka dengan apa yang ia lihat saat ini, menemukan sosok polos Naruto tanpa sehelai benang pun terguyur rintik air hangat. Namun bukan itu yang membuat ia sungguh tak percaya dengan apa yang ada di depan mata. Sesuatu kenyataan besar terselipi rasa tak menyangka telah tertangkap oleh mata onyx Sasuke.

Berusaha memastikan, Sasuke mulai memberanikan diri membuka belahan bibirnya, disertai dua bola mata masih melebar kaku.

"N-Naruto kau… Laki-laki…?"

_

_

_

_

_

Renzoku…


Thanks a lot for:

Hana Yuki Namikaze, Azahi Kisashi, Light m0dar-tepar, Uchiha no Vi-chan, Don Canonji, Chiaki Megumi, Raika Carnelia, Aoi no Tsuki, Ai Cwe Conan, Uchiha Nata-chan, and all reader yang telah mempartisipasikan diri mengikuti kelanjutan Fic saya. XD

Zuki hanya bisa berharap Minna-sama menikmati cerita ini. XD *halah!*

^^ Review or Flame? ^^

With D'Heart

Mikazuki Chizuka