Chapter 3
(Cloud POV)
Pemuda yang menyebalkan; begitu kata Yuffie dan Tifa. Dan sekarang pemuda yang menyebalkan itu berbaring di sebelah kananku. Aku tidak perlu menengok untuk menyadari bahwa dia belum tidur. Dia bergerak-gerak gelisah.
Kemudian dia menatapku. Aku tidak perlu membuka mata untuk tahu diriku sedang diperhatikan.
Entah apa maunya dia.
Lalu aku menyadari bahwa dia bergerak-gerak lagi, mencoba bangun; meskipun agaknya dia sangat pusing.
Oke.
Mau bergurau denganku ?
Tanpa membuka mata aku mengambil Buster Sword yang berada di sisi kiriku. Aku mengambilnya dengan tangan kananku lalu kujulurkan tangan kananku ke samping kanan. Buster Sword menghalangi tubuh pemuda di sampingku yang baru hendak bangun; tepat di atas dadanya.
Dia terkejut --- Pastilah dia terkejut. Aku tidak perlu membuka mata. Orang bodoh pun tahu; meskipun aku sedang demam; pedang sebesar Buster Sword tetap saja berbahaya.
Selama beberapa saat dia menggumamkan kata-kata tak jelas dengan tergagap.
"S-s-singkirkan golok sialanmu !" Akhirnya dia berhasil memantapkan suaranya.
"Apa kau memutuskan untuk tetap berbaring ?" Tanyaku.
"Ya !" Dia menggerutu. Dia tidak berani bergerak sedikitpun sebab aku meletakkan posisi Buster Sword tepat di atas dadanya.
"Baiklah kalau begitu." Aku menarik kembali Buster Sword-ku dan membaringkannya lagi di sebelah kiriku. Mataku masih terpejam. Aku tidak perlu menatapnya, bukan ?!
Untuk sesaat dia kembali tenang, berbaring dalam diam. Tapi kemudian; entah setelah beberapa waktu; aku pun nyaris terlelap; dia memanggilku; "Hey, rambut jabrik!"
"Aku punya nama." Jawabku; "Dan Rambut Jabrik bukanlah namaku !"
"Aku tidak ingat namamu !" Katanya.
Aku diam selama beberapa saat. Awalnya aku enggan menjawabnya. Ucapannya sepertinya tidak memerlukan jawaban, tetapi akhirnya aku menyahut juga; "Cloud Strife."
"Oke, Strife." Dia berkata lagi. Heran juga dia tidak kehabisan tenaga untuk berbicara padahal dia sedang sakit; "Cewek berambut hitam itu pacarmu ?"
Aku membuka mataku. Aku langsung tidak menyukai pemuda ini.
"Bukan urusanmu." Jawabku.
"Aku hanya mencoba mengajakmu mengobrol." Lanjutnya; "Untuk membuatmu merasa lebih sehat---"
"Aku sudah lebih sehat tanpa harus mengobrol; apalagi denganmu." Balasku; "Dan aku sakit ataupun tidak; Buster Sword disampingku beratnya tidak berkurang dan tajamnya juga tidak berkurang. Dalam keadaan sehat aku bisa membunuh apa pun tanpa berkedip, dan dalam keadaan sakit aku juga bisa mengayunkannya sembarangan lalu mencelakai seseorang—yang kebetulan berbaring di sebelahku—dengan sengaja maupun tidak."
Pemuda itu tampak marah sekali mendengar kata-kataku. Untuk beberapa saat dia hanya bisa mengatupkan mulutnya dengan geram, tetapi kemudian dia menggumam; "Kau akan menyesali kata-katamu, Strife !"
Aku tidak memperdulikannya dan kembali memejamkan mataku. Syukurlah dia juga tenang, dan setelah beberapa saat ketika kubuka mataku untuk meliriknya kulihat dia sudah tidur lelap. Maka aku pun membiarkan diriku terlelap.
Aku tidak tahu sudah berapa lama, aku terbangun oleh seseorang yang masuk ke dalam tenda ini. Aku tidak pernah benar-benar bisa terlelap. Sedikit suara kecil saja bisa membangunkanku.
Ternyata Tifa yang datang. Dia membawakan mangkuk berisi jagung.
"Cloud." Dia duduk di sampingku, tersenyum, dan menyendokkan jagung ke mulutku. Aku menyadari bahwa pemuda di sampingku sudah bangun juga, maka aku berkata pada Tifa; "Aku bisa makan sendiri."
Gadis itu mengerti. Dia memberikan mangkuk isi jagung dan sendoknya padaku. Aku memaksa diri setengah duduk, menerimanya, lalu memakannya.
Tifa menengok pada pemuda di sebelahku dan berkata; "Seifer, kau harus tunggu Yuffie."
"Cewek kecil itu ?!" Tanya pemuda di sebelahku yang namanya ternyata adalah Seifer; "Aku tidak membutuhkan anak kecil !"
"Cewek kecil itu kebetulan adalah temanku." Aku menjawab duluan sebelum Tifa; "Dan kalau kau tidak mau diajak berteman dengannya mungkin kau akan lebih suka berteman dengan golok raksasaku ?!"
Seifer tampak mendongkol. Tifa tersenyum padaku dengan pandangan berterima kasih.
Tifa menungguku selesai makan untuk memberikan minum dan membawa keluar mangkuk bekas makan.
Setelah itu Yuffie datang dan memberikan makanan untuk Seifer.
"Aku tidak suka jagung !" Bentak Seifer.
"Kalau tidak suka ya tidak usah makan !" Yuffie balas membentak; "Biar mati kelaparan sekalian !"
Kurasa Yuffie tidak memerlukan bantuanku ?! Aku pura-pura memejamkan mata. Tidak enak rasanya mencampuri urusan cewek.
"Bawa keluar makanan menjijikkan itu !" Seifer membentak Yuffie lagi.
"Bawa sendiri keluar !" Balas Yuffie; "Memangnya aku pelayanmu ?!" Lalu gadis itu meletakkan mangkuk jagung di sebelah Seifer dengan membanting, lalu berjalan keluar dan meninggalkan kami.
Aku mendengar Seifer menyumpah-nyumpah.
Aku membuka mataku lagi.
"Dengar, sobat." Kataku akhirnya; mencoba lebih lunak; "Aku tidak tahu apa yang biasa kau makan di rumahmu dan aku tidak mau tahu, tapi yang pasti disini kita berada di pulau terpencil dan sudah cukup bagus gadis-gadis itu mau mengurus kita ! Apakah kau sama sekali tidak merasa malu pada mereka dan malah suka menambah beban mereka ?!"
"Aku tidak suka dilayani oleh perempuan !" Jawabnya keras kepala; "Dan aku tidak suka perempuan-perempuan itu !"
Aku mengangkat Buster Sword-ku lagi dan kembali melintangkannya di depan dadanya; "Aku tidak suka caramu membicarakan Tifa dan Yuffie !"
Seifer mendelik.
Aku membiarkan dia ketakutan selama beberapa saat dengan tetap melintangkan Buster Sword-ku, tapi akhirnya karena dia kembali memejamkan mata dan pura-pura tidur aku pun menarik kembali tanganku dan menidurkan kembali Buster Sword-ku.
Ternyata dia belum tidur.
"Aku adalah ksatria putih sang Penyihir." Gerutunya; "Kau akan menyesali perbuatanmu ini, Strife !"
"Satu-satunya penyihir yang pernah kukenal adalah Sephiroth." Jawabku; "Dan aku tidak merasa dia akan membutuhkan ksatria sepertimu !"
Tetapi, agaknya dia pasti sangat tersinggung padaku. Sebab setelah beberapa saat; aku sudah hampir terlelap – dan dia menemukan itu sebagai kelengahanku – mendadak aku tersentak oleh adanya gerakan di depanku, dan sebelum aku sempat mengangkat Buster Sword-ku sebuah pedang lain sudah melintang di depan leherku.
Seifer.
"Kau belum berkenalan dengan Gunblade-ku." Dia menyeringai; "Nah, sekarang; katakan halo pada Gunblade-ku, Strife !"
Continue to Chapter 4