A collab between MzProngs and PinkBlue Moonlight
A Naruto fanfiction

Threat's Red Thread


Persahabatan indah itu perlahan hancur, mereka saling mencurigai satu sama lain. Dua gadis menerima teror. Satu gadis nyaris mati. Satu pemuda jadi korban. Satu gadis dituduh sebagai biang keladinya. Tapi setelah tersangka diamankan, terror masih terus berlanjut. Namun, terkadang untuk mencari benang merah dari semuanya, kita hanya perlu menarik satu manik yang benar.

Prolog

Tap... tap… tap…

Suara langkah kaki. Seharusnya merupakan sebuah suara yang normal dan umum, amat umum kita dengar sehari-hari kan?

Namun, entah mengapa, kali ini terdengar berbeda. Ada kesan mencekam yang dibawanya. Seperti sesuatu yang membuatmu ingin berlari sejauh mungkin dari kengerian yang mencekam itu. Ingin membuatmu berlari sekencang-kencangnya, menghindar sebisamu, seperti seorang gadis yang tengah menimbulkan bunyi berderap itu.

Gadis itu terengah-engah kehabisan napas. Suara derap yang ditimbulkan oleh sol kets usangnya yang beradu dengan lantai bergaung di koridor kosong yang gelap itu sementara ia berlari. Meski begitu dia masih bisa mendengar suara lain di belakangnya. Suara langkah kaki yang lain. Lebih lambat. Mengancam…

'Kumohon... jangan sakiti aku...' gadis itu membatin putus asa seraya menoleh ke belakang untuk kesekian kalinya. Matanya hanya bisa menangkap kegelapan di belakangnya. Namun suara langkah itu semakin dekat. Jantungnya berpacu cepat dalam ketakutan.

Mengabaikan sisi tubuhnya yang mulai terasa sakit, dia terus berlari. Menghidari apapun—siapapun—yang tengah mengejarnya saat itu.

Kemudian dia melihat pintu ganda besar di hadapannya. Pintu yang dikenalnya sebagai pintu masuk ke gimnasium kampus. Didobraknya pintu itu dalam ketergesaan. Pintu itu langsung menjeblak terbuka. Dia terhuyung masuk.

Suara jeritan histerisnya langsung menggema di ruangan luas itu sedetik kemudian. Matanya terbelalak penuh kengerian melihat pemandangan di depannya.

Tidak! Tidak! TIDAK!! INI TIDAK MUNGKIN!!!

Dan perlahan wajahnya mulai dibasahi dengan air mata, bercampur dengan keringat.

Tubuh berambut merah muda terkapar mengenaskan di lantai yang licin itu. Mata hijaunya tampak gelap, menatap kosong padanya. Mulutnya sedikit terbuka dan busa putih aneh keluar dari sudut bibirnya.

Ia menjerit.

Tubuh lain berada tak jauh dari sosok yang pertama. Tubuh langsingnya tergeletak tak bergerak di atas genangan darahnya sendiri, sementara rambut pirangnya yang panjang setengah menutupi wajahnya. Sebelah mata biru langitnya yang terlihat, membelalak. Kengerian masih terpeta di mata yang kosong itu.

Ia menjerit.

Rambut cokelat itu terurai dari cepolnya, terjatuh di antara bangku di tribun sementara pemiliknya terbaring dalam posisi yang janggal. Merah mengalir dari sudut bibirnya yang terbuka. Sebilah belati menancap tanpa ampun di dadanya.

Ia menjerit.

Suara gemuruh tiba-tiba terdengar dari arah atap. Gadis itu mendongak dan menatap ngeri ketika dua tubuh itu terjatuh dari sana, tergantung pada leher masing-masing. Darah menetes-netes dari tubuh rusak keduanya yang sudah tak bernyawa lagi, sementara wajah mereka tersembunyi di balik bayangan rambut yang terjurai berantakan.

"TIDAK!!! AYAH…!!! KAKAK…!!!"

Ia menjerit histeris, sampai-sampai paru-parunya terasa sakit. Air mata meleleh dari matanya. Tubuhnya gemetar hebat sementara ketakutan merasuki dirinya, menguasainya sepenuhnya.

Mereka semua sudah mati! Mati! Mati! MATI!!!

Suara tawa dingin melengking terdengar dari belakangnya. Ia berbalik. Matanya sekali lagi terbelalak ngeri ketika dilihatnya sosok gelap itu kini sudah berdiri di ambang pintu. Wajahnya tertutup bayangan dari tudung ponco yang dikenakannya. Di tangannya... sebilah pisau besar berkilauan tertimpa cahaya di belakangnya. Mengancam. Meminta korban.

Pintu menutup keras. Ia terperangkap!

"Pembalasan memang manis rasanya. Kau setuju, kan, Hinata?" kata sosok itu dingin. Suaranya yang tinggi melengking dipenuhi kebencian.

Hinata merasakan lututnya gemetar hebat. "K-kau mau apa?" bisiknya dengan suara bergetar. Mata Hinata seketika tertuju ke pisau itu. Pisau itu berwarna kemerahan oleh darah yang telah dikucurkannya dari tubuh sang korban. Diujungnya terdapat sebuah benang berwarna senada, dengan sebuah manik yang bergantung longgar disana.

"Balas dendam..." desis sang sosok gelap sambil berjalan mendekat. Darah menetes dari ujung logam berkilat itu, kilatannya searah dengan ayunan benang dan manik.

Kaki Hinata serasa terpaku di lantai, menolak digerakkan. Sosok itu semakin dekat dengannya, memojokannya di tengah sepi.

"Mati kau, bangsat! MATI!!"

Sosok itu menerjangnya, tangannya yang kasar menemukan leher Hinata sementara tangan yang lain mengangkat pisau besar mengerikan tinggi-tinggi... dan menghujamkannya tepat di jantung korbannya.

"Aaargh!" Hinata menjerit.

Keringat menetes-netes dari pelipisnya, napasnya terengah-engah. Tangannya mencengkeram bagian depan kausnya, tepat di atas jantungnya seharusnya berada. Dia masih bisa merasakannya, jantungnya masih berdetak di sana. Begitu kencangnya sampai-sampai membuat kepalanya serasa berputar.

'Hanya mimpi,' batin Hinata lega sambil berusaha mengatur kembali napasnya. Hanya mimpi... Mimpi yang benar-benar buruk dan mengerikan.

Dan terasa sangat nyata...

Begitu nyata, hingga ia tak berani untuk sekedar menggerakan kelopak matanya kembali. Seakan ketika ia tertidur, sang pembunuh akan mengancamnya dari bayang-bayang, melompat dari kegelapan.. dan mengakhiri semuanya di tengah malam...

Mimpi itu... terasa nyata

---

Nah.. tadi itu prolognya? Apa cukup seram? Kurang seram? Kurang bikin penasaran? Bikin penasaran banget?

Kasih tahu kita semua pendapat kalian dari review, Ok?

Mind to R'n'R everyone?

Best Regards, Dei-putz (MzProngs) and Tobi-luna (PinkBlue Moonlight)