Keputusan Sakura

Akhirnya chapter yang paling ditunggu di CIHE telah datang. Dan saya sebagai author meminta maaf sebsar-besarnya karena telah telat 9 bulan. T.T Namun apa daya, saya belum pernah sesibuk ini di dalam hidup saya. Banyak yang telah terjadi. Tapi perubahan itu adalah cenderung yang baik, sangat baik malah.

Sebenarnya chapter ini bisa di-upload lebih awal, namun untuk waktu yang lama saya tidak mampu mengakses fanfiction. net. Sampai sekarang saya tidak tahu kenapa.

Seperti yang telah saya umumkan sebelumnya, ini adalah chapter alur cerita utama CIHE yang terakhir. Bagi yang masih ingin membaca lanjut, chapter selanjutnya akan menjadi cerita CIHE dari sudut pandang Itachi.

Kita memang terlalu sedikit mendapat Itachi disini...

Untuk bisa lebih memahami chapter ini saya sarankan untuk tonton film "The Last Samurai". Bagi yang belum, tonton saja juga karena sungguh film itu luar biasa. Bagi yang belum dan tidak ingin, tidak menontonnnya juga tidak apa-apa, chapter ini tetap saja akan dimengerti.

Selamat membaca!

Disclaimer: Naruto adalah milik Masashi Kishimoto.

For Rinus.


Angin berhembus lembut, memainkan rambut pink Sakura yang duduk di atas Ren, menempuh perjalanan pulangnya ke Konoha. Juugo dan Suigetsu berjalan di tiap sisinya, atas perintah Sasuke mereka menjaga Sakura dari segala macam bahaya. Sasuke sendiri berjalan di depan, cukup jauh dari grupnya, seolah-olah ia sedang ingin sendirian. Karin di sisi lain, berjalan di belakang Sakura.

Tim Hebi telah memutuskan untuk ikut Sasuke ke Konoha dan ingin tinggal disana. Tujuan tim-nya telah tercapai, sekarang adalah saat untuk menempuh hidup baru: memiliki tempat untuk tinggal.

Sakura mengelus kepala Ren, setelah menutupi kepalanya dengan kerudung jaketnya. Ia sedang tidak ingin memiliki kontak mata dengan siapa pun. Dalam tim Hebi ia membenci satu orang, satu orangnya lagi ingin ia jauhi, dan dua orang lainnya tidak menarik perhatiannya. Ia hanya ingin satu hal: pulang secepatnya dan mengurung dirinya di rumah.

Sakura tersentak saat ia teringat bahwa satu minggu lagi ia tidak akan tinggal bersama orang tuanya. Ia akan pindah... ke perumahan Uchiha...

Setelah menerima lamarannya, Sasuke tidak membuang-buang waktu. Ia telah menyuruh para anggota timnya untuk berkemas dan bersiap untuk perjalanannya ke Konoha. Itu kalau mereka masih ingin ikut dengannya. Saat menembus mulut gua, mereka tidak bertemu siapa pun, namun Sakura bisa bersumpah ia merasakan pandangan menusuk seseorang di belakangnya. Ia berbalik, namun tidak melihat siapapun.

Sasuke memberitahunya kalau begitu mereka sampai di desa, mereka berdua akan bertemu Tsunade. Disana Sakura harus mengutarakan keinginannya untuk menikahi Sasuke. Hal itu akan meringankan hukuman apapun yang akan diputuskan untuk Sasuke karena telah mengkhianati desanya.

Sakura merasa jijik, namun ia hanya menganggukan kepalanya.

"Jika semuanya berjalan lancar, kita akan menikah dalam satu bulan. Kamu tidak perlu melakukan apapun selain memilih gaun yang pantas dan mengundang keluarga dan teman-teman terdekatmu. Semakin sedikit orang semakin baik, aku tidak suka kalau pernikahan kita menjadi tontonan seluruh desa."

Sekali lagi Sakura hanya menganggukkan kepalanya.

Dan sekarang mereka telah melewati perbatasan negara api. Tidak lama lagi mereka akan mencapai desa dan Sakura tersiksa antara perasaan ingin pulang dan perasaan ingin mengulur waktu sebanyak mungkin sebelum mereka sampai.

Seekor burung gagak hinggap di atas pundak Sakura, seolah-olah ingin memberikan semangat. Juugo dan Suigetsu memperhatikan hewan itu dengan saksama, namun mereka akhirnya menyimpulkan bahwa makhluk itu bukan pertanda bahaya untuk Sakura. Bahkan Juugo terlihat senang sedikit.

"Kamu berteman dengan burung juga?" ia bertanya dengan senyum tipis.

Sakura melemparkan sebuah pandangan ke arahnya sesaat sebelum menyembunyikan wajahnya di bawah kerudung jaketnya lagi.

"Bisa dibilang begitu..."

Wajah Itachi yang duduk dengan tenang di bawah pohon Sakura dengan banyak burung gagak di sekitarnya, membuat mata Sakura berkaca-kaca.

"Bisa dibilang begitu..." ia berbisik dengan nada tersiksa.

Sasuke memandang Sakura dengan saksama, ia terlihat tidak senang melihat hewan yang mengingatkan dirinya akan seseorang, berteman begitu baik dengan Sakura. Tetap saja ia tidak mengambil tindakan apapun.

"Kita telah sampai," ujarnya saat tembok besar Konoha kelihatan.

"Akhirnya!" seru Suigetsu. "Aku sungguh lapar sekali. Sepertinya aku bisa habiskan tiga porsi ramen hari ini."

Perkataan Suigetsu menyayat hati Sakura lebih dalam lagi. Ia berhutang maaf kepada Naruto dan Tsunade, dua orang yang telah mencarinya habis-habisan. Ia berjanji kepada dirinya, bahwa itu adalah hal pertama yang akan ia lakukan begitu ia sudah terpisah dengan Sasuke hari ini.

Sakura bisa melihat mulut terbuka kedua shinobi penjaga pintu gerbang saat mereka melihat siapa yang mendekat.

"Itu Sasuke Uchiha!"

Sasuke berjalan dengan tenang ke salah satu dari mereka dan mulai berbicara saat satu orangnya lagi berlari untuk memanggil sang Hokage.

Orang itu mulai ribut dan memerintahkan Sasuke dan yang lainnya untuk tidak bergerak sampai Tsunade sampai. Sasuke berkata bahwa ia tidak punya masalah dengan hal itu.

Tsunade sampai di pintu gerbang lebih cepat dari dugaan Sasuke. Di belakangnya berlari Naruto dan Kakashi dengan tergesa-gesa.

"Sasuke!" Naruto berteriak dengan nada marah bercampur senang dan terkejut.

"Kau pulang," ujar Kakashi dengan serius. "Itu berarti... tujuanmu telah tercapai."

Sakura menahan air matanya sekuat tenaga. Hal terakhir yang ingin ia perlihatnya kepada Naruto dan kedua gurunya adalah wajahnya yang menangis.

"I-itu..." langkah Naruto terdengar mendekat ke arahnya. "S-sakura-chan..."

Sakura mengangkat kepalanya. Dari kegelapan yang menyelimuti wajahnya di bawah kerudung jaketnya, Naruto bisa melihat semua perasaan yang tercermin di mata kunoichi itu.

"Sakura-chan..." air mata Naruto mengalir.

Sakura turun dari Ren dan ia menurunkan kerudungnya. Ia telah gagal untuk memperlihatkan wajah yang tegar. Pertahanan dirinya runtuh di depan sahabatnya yang mampu melihat di belakang dinding palsu yang Sakura mencoba bangun dalam perjalanan pulangnya. Sakura menangis tersedu-sedu.

Tsunade bergegas ke tempatnya, mengabaikan Sasuke seolah ia adalah urusan kedua terpenting di tempat ini.

"Sakura, kamu harus ke rumah sakit sekarang juga," mata Tsunade berkaca-kaca saat ia melihat kondisi psikologis Sakura yang amat terpuruk.

"Aku mau ketemu Kaa-san dan Tou-san... aku mau pulang..." pinta Sakura dengan suara terisak-isak.

"Tsunade-sama, kita harus bicara," ujar Sasuke dengan nada tenang.

"Kau diam saja disana Uchiha, sementara aku mengurus muridku yang trauma," desis sang Hokage dengan dingin.

"Aku tidak mau ke rumah sakit, tolong Tsunade-sama, aku tidak mau ketemu banyak orang!" Sakura memohon sementara tubuhnya gemetaran.

"Tapi kamu tidak bisa pulang ke rumah orang tuamu, angin kencang telah merobohkan atap rumahmu, perbaikannya belum selesai. Saat ini mereka nginap di rumah tetangga, tapi untuk dirimu tidak akan ada tempat."

"Tidak mau, aku tidak mau..." Sakura seolah-olah sudah tidak bisa mencerna apa yang Tsunade coba jelaskan kepadanya. Dengan satu tangannya ia menutupi kedua matanya sementara ia menangis tersedu-sedu.

"Naruto bawa Sakura ke rumahku, ini kuncinya. Bawa dia ke ruang tidur kedua di lantai satu. Jaga dia sebentar disana. Aku dan Kakashi akan mengurus Uchiha."

Naruto menangguk lalu mengangkat tubuh Sakura, kemudian melompati atap-atap rumah menuju rumah Tsunade. Disana ia membuka pintu rumah anggun dan megah itu dan membawa sahabatnya ke kamar yang berada di dekat taman belakang. Suara air mancur menandakan adanya kolam di dekat.

"Sakura-chan istirahat saja disini, aku ambil air sebentar ya?" ujar Naruto dengan sedikit ceria, mencoba untuk menyemangati dirinya.

Sakura masih menangis, namun ia terlihat mulai kehilangan kesadaran. Sesaat sebelum Naruto menutup pintu ia mendengar Sakura berbisik dengan nada memohon.

"Itachi..."

Langkah Naruto terhenti di tengah jalan dan ia berbalik dengan cepat, tidak percaya dengan apa yang barusan ia dengar.

Ilusikah...?

Naruto kembali menuju ke dapur. Ia menepis hal itu dengan kesimpulan bahwa indra pendengarannya harus dicek dokter lagi.

xxxx

Sasuke berdiri di depan para petinggi Konoha, Danzo dan Tsunade yang menginterogasinya dengan sangat serius. Sasuke menjawab semua pertanyaan mereka dengan datar dan sopan.

"Dan apa yang bisa membuktikan bahwa kamu tidak akan mengulangi tindakan itu lagi, Sasuke Uchiha?" tanya Tsunade dengan suara menusuk. Ia masih tidak mempercayai Sasuke, walaupun Naruto dan Kakashi meminta kepadanya untuk tidak menghukum mati Sasuke.

"Aku akan mengikuti semua perintah Hokage-sama dan menunjukkan bahwa aku ingin berpartisipasi dalam melindungi dan menjaga kesejahteraan desa ini," jawab Sasuke.

"Sungguh bualan manis yang keluar dari mulut seorang ninja pelarian," kata Danzou dengan tenang.

Sasuke melirik ke arahnya dengan tatapan dingin. Bahkan saat melihat Danzou untuk pertama kalinya saat ia masuk ke dalam ruang sidang, ia entah kenapa tidak suka pria tua itu. Ada sesuatu yang membuat Sasuke sangat membuat wajah tenang lelaki itu berubah menjadi wajah panik dan penuh ketakutan.

"Aku sangat serius Sasuke," perkataan Tsunade kembali menarik perhatiannya. "Apa yang bisa meyakinkan kami bahwa kali ini kamu serius untuk mengabdi dirimu pada desa, sebagaimana seharusnya seorang shinobi lalukan?"

Sasuke terdiam sesaat sebelum ia menjawab, "bagaimana dengan janji ikatan melalui sebuah pernikahan? Sesuai aturan yang tercantum dalam undang-undang Konoha halaman ketujuh."

Pandangan sang Hokage tambah tajam.

"Dan menurutmu di desa ini ada gadis yang mau memikul setengah beban tanggung jawab dosa-dosamu?"

"Siapa tahu? Kebetulan aku tahu seseorang yang dekat dengan Hokage-sama yang mau melakukannya," ujar Sasuke tenang dengan senyum tipis.

Tsunade menahan refleks untuk meninju Sasuke ke neraka. Ia tahu siapa yang ia maksud, dan demi Kami-sama ia tidak akan membiarkan muridnya melakukan hal yang bodoh karena cinta masa kanak-kanak.

"Kamu tentu saja berhak untuk bertanya ke gadis-gadis yang kamu anggat sebagai calon yang cocok," Tsunade bangkit. "Sidang ini ditutup hari ini, kita akan mulai lagi besok pukul sepuluh siang."

Tsunade menandakan ke beberapa anggota Anbu untuk membawa Sasuke kembali ke penjara.

Sasuke menunduk hormat kepada para utusan sidang sebelum meninggalkan ruangnya, namun senyum tipis rasa kepercayaan dirinya tidak meninggalkan wajahnya. Tsunade langsung bergegas ke rumahnya.

xxxx

"Sakura, apakah kamu tidak ingin memikirkannya lagi?" tanya Tsunade dengan suara memohon. Baik Naruto maupun Kakashi telah gagal untuk mengubah keputusan Sakura.

"Tidak Tsunade-sama, aku akan menikahi Sasuke Uchiha," ulang Sakura untuk kesekian kalinya dengan suara kosong. Hal itu tidak luput dari pendengaran Tsunade, membuatnya bertambah membujuk.

"Sakura, jika Uchiha itu telah mengancammu, katakan saja kepadaku."

Sakura menggelengkan kepalanya.

"Tsunade-sama, aku mencintai Sasuke."

Sang Hokage mendesah panjang. "Sakura, itu hanyalah rasa suka semasa kanak-kanak, tidak bisa dibandingkan dengan cinta sebenarnya, kamu masih belum tahu bagaimana cinta itu-"

"Aku tahu! Aku benar-benar tahu cinta sebenarnya rasanya apa!" air mata Sakura mengalir.

Sedetik sang guru dan murid memandang mata mereka masing-masing. Tsunade melihat sesuatu di dalam mata zamrud Sakura yang pernah ia rasakan sendiri sebelumnya: saat bersama Dan.

"Kau... mencintai orang lain..." Tsunade menjawabnya sebagai kenyataan, bukan pertanyaan.

Pertahanan Sakura runtuh dan ia menumpahkan semua rahasianya. Ia menceritakan apa yang sudah terjadi kepadanya, tentang Itachi dan anak yang ia kandung dan bahwa ia tidak memiliki pilihan lain untuk anaknya selain menikahi Sasuke.

Tsunade memeluk Sakura erat dan ia sendiri menitikkan air mata. Ia mengerti betapa berat beban yang ditanggung Sakura. Seharusnya ia melaporkan tindakan Sakura kepada Danzo dan para petinggi Konoha, namun ia tidak rela, tidak rela untuk memberatkan hidup muridnya dan anak tak berdosa.

Baik Tsunade maupun Sakura tahu betul bagaimana tersiksanya Naruto yang dibenci desanya sendiri.

"Aku tidak mau anakku hidup seperti itu Shishou..."

"Aku mengerti Sakura... aku mengerti..."

Sakura membiarkan Tsunade memeluknya, sebelum berkata lagi.

"Aku akan menikahi Sasuke Uchiha, itu adalah keputusanku."

xxxx

Berita pernikahan Sasuke dan Sakura menyebar cepat hanya dalam waktu satu jam. Hanya Naruto, Kakashi, Ino, Hinata, Tsunade dan kedua orang tua Sakura yang tidak terkejut mendengarnya. Semuanya menerimanya dengan reaksi berbeda. Kedua orang tua Sakura menerimanya dengan syok berat, Ino dan Hinata cemas, Naruto dengan bingung dan senang, Kakashi dengan serius.

Selain berita pernikahannya, berita bahwa Sasuke lolos hukuman juga menyebar cepat. Dimana-mana Sasuke berjalan, ia kembali dikejar para cewek desa yang bahkan mengejarnya dengan lebih serius lagi, melihat betapa tampan dan gagahnya Sasuke sekarang.

Beberapa kali, Sasuke berjalan di desa dengan Sakura untuk melewatkan waktu bersama, menunjukkan kepada desa bahwa mereka serius menjalin hubungan. Namun setiap kali ada satu masalah yang dihadapi Sasuke, dan hal itu lebih serius daripada kejaran seribu fans sekaligus.

"Jangan terlihat seperti seolah kamulah yang akan dihukum mati," ujar Sasuke tidak senang sama sekali setiap kali melihat raut wajah Sakura yang depresi.

"Kalau kamu mau aku memakai topeng, aku bisa lakukan sekarang juga," desis Sakura.

"Sungguh, apa kamu tidak bisa bersikap lebih... senang?" balas Sasuke pedas. "Kita seharusnya terlihat seperti pasangan yang mau menikah."

Jeritan kagum para fans Sasuke, membuat Sakura tambah naik pitam. Ada ribuan cewek di dunia ini yang mau antri untuk menjadi pasangan Sasuke, dan satu-satunya perempuan di dunia ini yang mau jauh-jauh darinya, telah dipaksa nasib untuk menikahinya.

Mungkin itu adalah kebohongan karena ia bukan satu-satunya perempuan di dunia ini yang mau sejauhnya dari Sasuke Uchiha. Di detik pertama Ino melihatnya, ia merasa takut kepadanya dan Hinata sudah mencintai Naruto dengan sepenuh hati.

Seandainya ia tidak hamil, ia tidak akan ada dalam keadaan sial seperti ini!

Seketika Sakura merasa bersalah besar karena memikirkan hal seperti itu. Ia mengelus perutnya dengan lembut sambil menitikkan air mata.

Maafkan aku bayiku... Kaa-san tidak bermaksud berpikir seperti itu.

Sakura diam-diam menghapus air matanya. Hormon dan stress membuatnya merasa tak karuan akhir-akhir ini. Dan seiring waktu, ia tambah membenci Sasuke.

Tapi ada alasan lain kenapa ia harus menikahi Sasuke. Jika Sasuke dihukum mati, maka pengorbanan Itachi akan sia-sia. Dan ia ingin mencegah hal itu apapun akibatnya.

Sasuke memperhatikan Sakura dengan diam. Ia tidak tahu harus bersikap seperti apa. Memiliki hubungan dengan seseorang dan melewatkan waktu bersama tidak termasuk ke dalam keunggulannya. Terutama jika menyangkut hubungan yang serius.

Sasuke telah berpikir tentang Sakura selama ia berada di penjara. Ia akui kepada dirinya, ia telah memilih Sakura sebagai calon istrinya karena ia merasa ia adalah orang yang paling tepat. Kenapa tidak? Sakura sangat menyukai anak-anak, ia kunoichi yang kuat, seorang shinobi penyembuh yang handal dan juga cantik. Lagipula ia adalah perempuan yang paling dekat dengannya setelah ibunya. Selain mereka berdua ia tidak merasa dekat dengan perempuan manapun. Bahkan dengan Karin saja tidak.

Lalu kenapa ia tidak bisa bersikap sedikit saja lembut kepadanya? Jawabannya jelas, seperti petir di langit malam. Sasuke tidak bisa mengerti dan tidak mau mengerti kenapa Sakura telah merelakan tubuh dan hatinya kepada pria yang paling ia benci di dunia ini. Setiap kali melihat rindu dan kesedihan yang tercermin di kedua mata zamrudnya, setiap kali melihat hal yang mengingatkannya akan lelaki itu, baik itu merupakan burung gagak atau pohon sakura, ia merasa ingin menikam semua orang disekelilingnya. Sekali Sasuke pernah mendapati Sakura menatap langit saat hujan, persis seperti Itachi, seolah-olah mencari sesuatu.

Akan tetapi yang paling parah adalah setiap kali Sakura melihatnya dengan tidak sengaja. Untuk sesaat Sakura terperangkap oleh warna mata hitam Sasuke, sampai kebahagiaan yang luar biasa tercermin di kedua matanya. Namun seperti petir yang nampak sedetik, kesadaran brutal mengganti kebahagiaan itu dengan rasa sesal dan benci.

Sasuke paling benci jika Sakura salah mengenalinya sebagai Itachi, bahkan jika itu hanya bertahan sedetik.

Sasuke memalingkan mukanya, tidak tahan melihat Sakura menangisi penderitaannya, namun ia tidak menemukan jawaban untuk keadaan mereka.

Kehidupannya sudah terkutuk, sudah sejak ia pulang di malam berdarah itu. Apa yang bisa memperbaiki keadaan mereka sekarang?

Dengan bisu mereka melewati toko bunga Ino, menuju rumah Tsunade, dimana Sasuke akan mengantarkan Sakura.

xxxx

"Sekarang bukan saat yang tepat untuk mengunjunginya. Ia terkena deman sejak kemarin siang," ujar Tsunade dingin saat Sasuke ingin bertemu Sakura untuk terakhir kalinya sebelum hari pernikahan mereka.

"Dia calon istriku, aku berhak untuk menemuinya," ujar Sasuke tidak terkesan.

Raut wajah Tsunade menandakan bahwa keadaan Sakura lebih serius daripada demam biasa.

"Tsunade-sama..?"

Tsunade mengisyaratkan Sasuke untuk masuk dengan enggan.

"Sakura... memiliki beberapa komplikasi. Bayinya..."

Sasuke mencoba membunuh rasa panik dan cemas yang mencoba memasuki relung hatinya.

Ia kemudian menjadi curiga.

"Darimana Tsunade-sama tahu tentang bayi Sakura?"

Tsunade memperlihatkan wajah jengkel. "Kamu pikir aku ini apa? Tentu saja sebagai seorang dokter aku bisa mengetahui tentang kehamilan Sakura. Dan ia sudah memberitahuku siapa ayahnya."

Setelah keduanya terdiam sesaat, Tsunade menambahkan, "tenang saja. Aku tidak berniat memberitahu siapa pun."

Tsunade bergegas keluar. "Aku harus pergi ke rumah sakit untuk mengambil beberapa pengobatan tertentu. Sebenarnya aku ingin membawa Sakura ke rumah sakit, namun kondisinya terlalu lemah, jika kita membuatnya tambah stress, kemungkinan besar kita akan kehilangan bayinya, dan aku tidak yakin Sakura akan melewati trauma sebesar itu. Jaga dia sampai aku kembali."

Setelah berkata begitu, ia meninggalkan Sasuke sendirian. Pewaris Uchiha itu menghela napas sebelum masuk ke kamar Sakura.

Disanalah, dengan wajah pucat pasi sambil mengigau, terbaringlah Sakura. Seketika Sasuke merasa kasihan kepadanya. Ia sudah dengar dari Naruto apa saja penderitaan yang sudah Sakura lewati saat ditawan para anggota Akatsuki. Seandainya Itachi tidak menyelamatkannya...

Cepat-cepat Sasuke menepis pikirannya tentang Itachi. Ia menarik kursi dan menempatkannya di samping tempat tidur Sakura.

Sakura menangis tersedu-sedu di dalam tidurnya. Sasuke tidak tahan lagi melihat penderitaannya dan ia mengangkat tubuh Sakura dengan pelan dan memeluknya dengan satu lengan.

"Aku tahu, kamu maupun aku, sangat tidak suka situasi ini. Apapun dan bagaimanapun juga, aku tidak akan memaafkannya. Kebencianku terhadapnya tidak bisa dihapus, begitu juga dengan... cintamu terhadapnya. Namun kita akan menikah. Ibuku pernah berkata, pernikahan itu adalah janji seumur hidup. Seperti janji seorang shinobi kepada desanya. Aku telah merusak janjiku yang pertama. Aku tidak ingin merusak janjiku yang kedua," Sasuke berkata dengan suara datarnya seperti biasa, namun ada setitik keikhlasan di dalam suaranya.

Dengan pelan Sakura membuka kedua matanya.

"Kalau kamu berkenan, aku bersedia kerja sama denganmu agar kita bisa hidup bersama tanpa harus saling benci."

Sakura tersenyum lemah. Ia yakin ia sedang bermimpi karena Sasuke yang ia kenal tidak akan berkata seperti itu. Karena ini adalah mimpi maka ia akan menjawab sambil mengabaikan apa yang sudah terjadi di antara mereka.

"Tentu... aku bersedia bekerja sama denganmu," Sakura tersenyum.

Sasuke terdiam sesaat, sebelum ia pun, akhirnya tersenyum sedikit. Sakura menatapnya dengan rasa tidak percaya.

"Akhirnya kamu terlihat senang juga," bisik Sasuke.

Ia kembali membaringkan Sakura. Ia menyentuh keningnya. Keningnya masih panas. Kondisi Sakura sepertinya tidak akan membaik dalam waktu dekat ini. Sasuke sadar bahwa kondisi tubuh Sakura berhubungan erat dengan kondisi psikologis Sakura. Ia memiliki sebuah ide, namun melakukannya sungguh akan membutuhkan keinginan kuat.

Sasuke menghela napas.

Ia membenci lelaki itu. Ia sungguh membencinya. Dan ia tidak memiliki perasaan apapun terhadap bayi itu.

Atau bisa dikatakan ia tidak ingin merasakan apa-apa terhadapnya.

Hal itu hanya akan memperumit keadaan.

Sasuke menyentuh kening Sakura sekali lagi.

Memang benar ada banyak hal yang Sasuke benci. Salah satunya adalah kebodohan.

Karena yakin tidak akan ada yang melihatnya, Sasuke tersenyum tipis.

Biarlah kali ini, hanya kali ini saja, ia bersikap seperti orang bodoh.

xxxx

Saat Tsunade memasuki rumahnya, firasatnya mengatakan bahwa Sasuke sudah tidak ada disini lagi. Ia segera bergegas ke kamar Sakura sambil mengumpat kata-kata kasar ke sang pewaris Uchiha. Saat ia membuka kamar Sakura, ia langsung menyadari dua hal: yang satunya adalah Sakura yang tertidur terlelap tanpa kening yang berkeringat, yang kedua adalah bunga di dalam vas di atas meja Sakura. Bunga yang sama yang Tsunade lihat beberapa tahun lalu, saat memasuki kamar rumah sakit dimana seorang Uchiha muda terjebak Tsukiyomi...

xxxx

Sasuke berjalan pelan ke rumahnya. Ia mengusap mata kanannya yang berdarah. Untuk sementara ia tidak akan memakai mangekyou sharingan itu. Terutama kalau harus memberikan ilusi kuat tentang seorang lelaki yang amat ia benci...

xxxx

Akhirnya hari pernikahannya telah tiba. Upacaranya akan diselenggarakan di taman milik Tsunade agar aman dari kerumunan umum. Sakura dipakaikan kimono merah dengan ukiran dan gambaran megah dalam warna emas. Rambutnya diikat kebelakan dan dihiasi dengan dua jepitan lambang Uchiha. Sakura terlihat amat anggun.

Ibunya meneteskan air mata sedih dan haru, tidak percaya putrinya telah diculik sekian lama, hanya untuk pulang dan meninggalkan ia dan suaminya untuk selamanya.

Ino dan Hinata terus berguman betapa cantiknya Sakura. Naruto yang mencoba untuk melihat gaun apa dipakai Sakura, langsung diusir keluar oleh Ino. Dengan cemberut ia duduk di kursi yang sudah disiapkan keluar.

Hanya segelintir orang yang telah diundang. Selain orang tua Sakura dan teman-temannya, Kakashi, Tsunade, tim Hebi, Guy dan Kurenai juga menghadiri upacara pernikahan itu.

Guy melihat pohon di sampingnya dengan curiga sementara ia menyikut Kakashi yang duduk di kiri.

"Anu, Kakashi."

"Hm," guman Kakashi biasa.

"Apa menurutmu tidak aneh, melihat banyak burung gagak di sekitar sini?" Guy melihat ke pohon yang lain.

Kakashi berusaha sebisa mungkin untuk mengabaikan kenyataan itu.

"Acuhkan saja Guy, acuhkan saja," sarannya.

Setelah Sakura selesai didandan, ia ditinggalkan sendiri untuk lima belas menit, untuk menikmati masa terakhirnya sebagai orang yang belum terikat. Sakura bangkit dari kursinya dan memandang keluar jendela.

Sebentar lagi ia akan menjadi milik seseorang yang tidak ia cintai. Apakah ia bisa belajar untuk melupakan Itachi dan mungkin, mungkin saja kembali menyukai Sasuke?

Apakah ia ingin hal itu?

Sakura tidak bisa membayangkan bahwa akan ada hari dimana ia tidak akan merasakan apa-apa saat teringat senyum tulus Itachi.

Itachi telah menunjukkan perasaanya melalui tindakan, pada akhirnya, Sakura tahu bahwa perasaanya setidaknya terbalas sedikit.

Seandainya saja, Itachi memberitahu perasaan sesungguhnya kepada Sakura, mungkin saja ia akan merasa lebih tenang sedikit. Sudah beberapa kali Sakura mengutarakan perasaannya, namun pria itu tidak pernah sedikit pun menjawab pengakuannya.

Seandainya saja...

Sakura kembali duduk di atas kursi yang menghadap jendela. Ia melihat pohon Sakura di taman milik Tsunade, dimana bunga-bunganya mulai berguguran dengan cantik. Sakura kembali teringat Itachi yang duduk nyaman di bawah pohon Sakura miliknya. Ia selalu memperhatikan Itachi diam-diam di saat-saat seperti itu. Wajahnya yang terlihat tenang dan polos saat tertidur membuat Sakura merasa ia mampu memandang wajahnya untuk selamanya.

Sakura menutup kedua matanya, membiarkan dirinya hanyut di dalam memorinya.

Bunga Sakura yang berguguran mengingatkan Sakura akan kata-kata terakhir Itachi saat berbisik ke telinga Sakura.

"Mencari bunga Sakura yang sempurna merupakan hal yang langka. Kau bisa menghabiskan hidupmu mencari satu, dan itu tidak akan menjadi hidup yang sia-sia."

Sakura seketika membuka kedua matanya. Ia teringat sekarang dimana ia pernah membaca kalimat itu. Matanya menatap buku yang terletak di atas mejanya. Buku Itachi berjudul "Samurai Terakhir".

Tapi apa artinya?

Seseorang mengetuk pintu kamarnya saat Sakura mengangkat buku itu.

"Masuk," kata Sakura pelan.

Pintunya terbuka dan Tsunade menjulurkan kepalanya untuk memeriksa keadaan Sakura.

"Bagaimana kondisimu hari ini Sakura?"

Sakura tersenyum tipis. "Bisa lebih buruk, tapi anehnya hari ini aku tidak merasa seburuk itu."

Tsunade tersenyum saat ia melihat buku di tangan Sakura. "Kamu juga suka membacanya?"

"Tsunade-sama pernah baca?"

"Ya," ia tersenyum. "Kakekku sering membacakannya kepadaku sebelum tidur. Ia juga berkata bahwa dunia ini belum dijelajahi sepenuhnya, mungkin saja ada dunia seperti yang diceritakan dalam buku "Samurai Terakhir". Aku selalu menangis di akhir ceritanya. Menurutku Nathan itu orang yang mengagumkan. Buku itu sungguh sebuah karya yang luar biasa."

"Jangan biarkan Jiraiya-sama mendengar hal itu," tawa Sakura.

Tsunade tersenyum, sebelum wajahnya kembali terlihat cemas.

"Apakah kamu masih yakin...? Dengan keputusanmu itu?"

Sakura tertunduk sebentar sebelum menatap kedua mata Tsunade dengan serius.

"Ya, aku yakin dengan keputusanku."

Tsunade menghela napas kemudian ia mengangguk. Dengan enggan ia memeluk Sakura, mencoba untuk tidak terlalu merusak hiasan kimononya.

"Jaga dirimu baik-baik... Jika Uchiha itu menyakitimu, katakan saja kepadaku oke? Kamu bisa cerita apa saja kepadaku."

Sakura mengangguk dengan bisu. Tsunade menepuk bahunya dan berbalik untuk membuka upacaranya.

"Tsunade-sama?"

Sang Hokage berbalik saat membuka pintu.

"Di cerita ini... ada satu kalimat yang tidak aku mengerti. Yaitu: mencari bunga Sakura yang sempurna merupakan hal yang langka. Kau bisa menghabiskan hidupmu mencari satu, dan itu tidak akan menjadi hidup yang sia-sia. Menurut Tsunade-sama, apa arti kalimat itu?"

Tsunade berpikir sejenak sebelum menjawab, "aku juga dulu tidak begitu mengerti perkataan itu, namun kakekku pernah bilang, artinya adalah, bahwa seseorang bisa mencari kebahagiaan di dalam hidupnya, dan walaupun ia tidak menemukannya, ia masih bisa mensyukuri hidupnya itu karena telah menemukan sesuatu yang lebih penting. Ya kurang lebih itulah yang ia katakan."

Tsunade akhirnya bergegas karena sudah dipanggil pendeta yang akan membimbing upacaranya. Pintunya dibiarkan terbuka oleh Sakura yang menutup mulutnya dengan satu tangannya. Air mata bisu mengalir, menuruni pipinya. Ia tertunduk, membiarkan kata-kata Tsunade memenuhi relung hatinya yang hancur, menyembuhkan semua luka yang ia bawa selama ini.

Itachi tidak pernah mengatakan "aku mencintaimu". Dibanding itu, ia telah mengatakan sesuatu yang seratus kali lebih bermakna. Dan hal itu cukup untuk Sakura. Cukup untuk melanjutkan hidupnya.

Sebuah tangan dingin menghapus air matanya. Sakura mengangkat wajahnya dan mendapati Sasuke berdiri di depannya. Raut wajahnya terlihat cemas sedikit.

Sakura membiarkan air matanya mengalir dengan bisu.

Lalu Sasuke melakukan sesuatu yang belum pernah ia lakukan sebelumnya: ia mengecup dahi Sakura dengan amat lembut.

Sakura menutup kedua matanya, membiarkan tindakan ikhlas itu menguatkan batinnya. Itachi telah mati, namun ia hidup, bayinya hidup.

Sasuke telah menang, menang atas pertempurannya dengan Itachi, ia menang dalam memiliki Sakura.

Akankah Sakura menemukan kekuatan untuk membuka pintu yang telah disegel Itachi di dalam alam bawah sadarnya?

Sakura tidak tahu jawaban atas pertanyaan itu, namun ia tahu ia telah siap untuk menjalani hidup yang telah ia putuskan untuk dirinya.

Sakura mengikuti Sasuke untuk memulai upacaranya. Tiba-tiba ia merasakan dorongan tangan hangat di punggungnya.

Ia berbalik dan untuk sekilas, seperti petir, Sakura melihat sosok Itachi dan sosok dirinya yang lain tersenyum kepadanya.

Sakura mengelus perutnya dengan tersenyum, sebelum mengikuti Sasuke ke taman, dimana pohon Sakura mekar dengan indahnya.


CIHE tamat, akhirnya telah tamat, sungguh tidak bisa saya percaya.

Sebelum saya mengucapkan banyak terima kasih, saya jelaskan beberapa hal yang menyangkut chapter ini. Gaun yang dipakai Sakura dan Sasuke terinspirasi sebuah gambar yang saya temukan di deviantart. Bagi yang ingin liat saya taruh sebagai avatar di profile saya dan di facebook saya, album gambar CIHE. Alamat facebook saya ada di profile.

Maaf, bagi yang berharap akhir cerita ini akan jadi ItaSaku, saya hanya bisa bilang: kalian tahu di cerita asli Naruto apa yang terjadi.

Sungguh, tidak pernah saya bayangkan cerita yang mulai dari ide kecil akhirnya menjadi salah satu fanfiksi ItaSaku bahasa Indonesia yang disukai. Saya mulanya hanya menulis CIHE sebagai latihan untuk menulis cerita dalam bahasa Indonesia dalam mencapai cita-cita saya menjadi seorang penulis.

Kepada para pembaca setia CIHE saya ucapkan banyak-banyak terima kasih, kalian telah membaca, mereview, dan menanti dengan sabar.

CIHE tidak berakhir sepenuhnya, chapter selanjutnya akan berjudul "Itachi Gaiden: Musang Putih". Seharusnya saya buat itu menjadi fanfiksi yang terpisah, tapi karena alur ceritanya juga CIHE maka saya lanjut upload disini. Banyak pertanyaan yang tidak terjawab disini akan terjawab disana.

Sekali lagi terima kasih kepada kalian semua. Kalian hebat!

Review bagi yang berkenan. Sampai jumpa. :)