Disclaimer : Kishimoto Masashi-sensei
-Owari nai yume a song by Aikawa Nanase-
Warning : Inih fic asli straight. Buat yang suka sama yang aneh-aneh, tidak terlalu dianjurkan untuk membaca fic inih. Soal yaoi, lime story dan keabnormalan lainnya dilarang di sinih! :)
A/N : Ini adalah fic romance pertama saia (wong ini baru yg ke-2, trus yg satunya Humour) jujur, mungkin masih jelek dan agak gaje. Kali ini saia berniat akan serius. Jadi, nggak akan ada parodi di sini.
OoOoOoOoOoOoOoOoOoOoOoOoOoOoOoOoOoOoOoOoOoOoOoOoOoOoOoOoOoOoOoOoOoOoOoOoOoOoOoOoOoOoOoOoOoOoOoOoOoOoOoOoOoOoOoOoOoOoOoOoOoO
-
-
Owari nai Yume
-Unending Dream-
-
-
Warna emas di arah timur semakin jelas. Fajar mulai datang. Sebentar lagi raja penguasa siang akan muncul dan membangunkan setiap bentuk kehidupan di muka bumi ini. Memaksa para manusia untuk segera sadar dari mimpi-mimpi yang membuai mereka semalam. Mimpi yang tak akan ada habisnya jika diteruskan. Hanya mimpi. Hanya dalam mimpi semua angan-angan manusia akan terwujud dalam bayangan semu. Dan bayangan itu akan segera hilang dengan beranjaknya waktu.
Seperti hari ini juga adalah hari yang sama dengan kemarin, yang telah dilakukan oleh seorang putri. Bangun dari mimpi, menyiapkan sarapan untuk ayah dan kakaknya, dan pergi sekolah. Masih sama. Setiap hari selalu hal sama yang dia lakukan. Membosankan memang. Tapi ada sesuatu yang membuat sang putri itu tak pernah merasa bosan. Itu karena dia telah menemukan mimpinya. Mimpi yang dia harap tak akan pernah berakhir selamanya. Ya, hari-hari itu. Hari-hari itulah yang membuatnya selalu berada dalam kebahagiaan bagai mimpi yang setiap malam selalu dia inginkan menjelang tidurnya. Bertemu sang pangeran…
Putri itu baru saja keluar dari kamar mandi. Bau sabun semerbak mengelilingi tubuhnya. Kulit pucatnya terlihat bersih terbalut handuk. Bergegas dia menuju kamarnya dan berpakaian.
Cantik… Pantulan wajahnya di cermin sungguh sempurna. Kulit putih bersih, rambut hitam dan lembut, mata kelabunya menyiratkan kehebatan yang luar biasa. Jemari lentiknya gemulai memainkan sisir di rambutnya. Sekiranya ada yang kurang darinya pagi itu hanyalah… Senyuman. Dia belum tersenyum sejak pagi tadi. Sang putri kembali memandang cermin yang jujur itu. Tiba-tiba kedua sudut bibirnya tertarik. Seulas senyum telah tercetak di sana. Sempurna… Cantik…
-
-
the city in the georama of the heart
is sparkling with the light of hope
-
-
Hinata, putri keluarga kalangan atas dari klan Hyuuga. Hari ini bertugas menyiapkan makan pagi untuk ayah dan kakaknya. Kenapa harus memakai kata 'hari ini'? Bukankah dia melakukannya 'setiap hari'? Ah, siapa peduli. Dia tak pernah protes. Setelah selesai, kemudian dia berlari menyusuri koridor dan menuju pintu depan. Agaknya sedikit terburu-buru. Belum sampai di depan, dia melihat kakak sepupunya bersama ayahnya sedang berlatih ilmu ninja.
"Ano… Neji-nii… Ayah… Makan paginya sudah aku siapkan."
"Ah, Hinata. Sudah mau berangkat ya? Baiklah, terima kasih ya…" jawab Neji.
Sebelum pergi, dia kembali menunjukkan senyumannya. Setelah itu kembali dia berlari menuju pintu depan.
Sampai di sana, sudah menunggu teman-teman satu timnya. Tim delapan, yang terdiri dari Hinata, Shino, dan Kiba juga Akamaru. Mereka tim yang kompak dengan Kurenai sebagai pembimbingnya.
"Maaf, Kiba-kun… Shino…"
"Kau selalu terlambat Hinata…" kata Kiba.
"Auk-auk…!" Akamaru menambahkan.
"Yaah… Aku kan harus menyiapkan sarapan dulu untuk ayah dan kakak. O, ya. Aku juga mebuatkan bekal untuk kita semua."
"Waah… Kali ini buat kita ada nih?!" kata Kiba girang.
"Auuuk…" lolong Akamaru senang.
"Iya, tapi ini kan bekal untuk latihan nanti…". "Shino, kau juga nanti makan yang banyak ya…?" ujar Hinata sembari membubuhkan senyum di setiap kalimatnya.
"…" cowok pendiam berkacamata itu tak menjawab Hinata.
Seperti kebiasaan, Hinata tak pernah merasa bahwa 'tidak menjawab' itu adalah suatu hal yang aneh. Yang bertugas menjawab sapaannya pun tak pernah merasa bahwa basa-basi yang dilontarkan Hinata adalah suatu pertanyaan yang harus dijawab. Baginya, bicara adalah 'hal' yang sangat tidak perlu. Seperti prinsip ninjanya, yang 'talk less do more'. Peribahasa yang sangat tepat untuknya. Dan itu sungguh cukup ampuh untuk membuat konsentrasinya selalu penuh dan fokus selama latihan ataupun dalam menjalankan misi.
Berbeda jauh dengan si Inuzuka Kiba. Cowok ini bisa dibilang rame karena selalu membawa Akamaru-nya yang sering menyalak tak peduli di manapun berada. Kalau ada Kiba, pasti ada Akamaru, sebaliknya juga. Buatnya, membuat suara berisik adalah cara untuk menikmati hidup. Tak ada hal yang membuatnya murung kecuali anjingnya sakit. Ceria. Penyayang binatang. Juga agaknya sedikit simpati pada Hinata. Sosok yang unik dengan talenta ninja yang hebat.
Mereka berjalan menuju akademi ninja. Di sinilah tempat yang paling Hinata sukai. Tempatnya sering mengkhayal dan merajut mimpi-mimpinya. Tempatnya menemukan seseorang yang selalu hadir dalam mimpinya. Dan tentu saja tempat di mana dia bisa bertemu dengan pangeran impian hatinya itu. Yah, meskipun mereka kadang bertemu dalam suatu misi. Tapi Hinata terlalu sibuk dengan perasaannya yang membuncah setiap kali berdekatan dengannya. Setidaknya, jika hanya melihatnya, rasa rindunya akan terobati tanpa harus menyembunyikan perasaan yang terus menekan. Perasaan 'sangat suka'. Hari ini pun begitu. Dia berharap akan bertemu dengannya dan menemukan senyum lebar yang menenangkan hatinya. Tapi benarkah sang pangeran bersedia menerima 'rasa suka'nya itu…
-
-
the dream that flew up with the wings of ephemera
is something that we search for
the truth is always
hiding in the eyes bluely
-
-
Hinata dan teman-temannya sampai di akademi. Mata lavender itu langsung menangkap bayangan sosok berbaju oranye. Sosok yang selalu dekat di hatinya. Oh, bahagia sekali rasanya bisa melihatnya sepagi ini. Naruto Uzumaki, dialah pangerannya. Bocah hiperaktif dengan kemampuan tersembunyi. Cowok itu selalu mampu menumbuhkan semangat untuk Hinata. Seperti saat dia sedang putus asa sewaktu menghadapi musuh dalam misi, Naruto selalu membesarkan hatinya. Itulah yang membuatnya selalu mendambakannya untuk menjadi kekasihnya. Namun itu hanya mimpi. Mimpi yang tak akan terwujud. Karena Naruto sebenarnya suka dengan Sakura. Cewek cantik berambut pink yang selalu menjadi incaran para cowok. Dia cantik, seperti bidadari. Berbakat dan baik hati seperti malaikat… Tak ada lelaki yang tak akan jatuh cinta padanya.
"Hina… Hinata…? Kau lihat apa? Melamunkan Naruto ya?" seruan Kiba membuatnya sadar dari lamunan.
"Ah, Kiba-kun…!"
"Ha-ha! Hei Naruto…! Kesini!" teriak Kiba.
"Ki, Kiba-kuuun…!" kini wajah putih Hinata sudah semerah apel Amerika.
Yang dipanggil menoleh dan menghampiri. "Ada apa Kiba? Ah, Hinata-chan selamat pagi," sapa Naruto dengan senyum lebarnya. Wajah Hinata semakin terasa mendidih. Tak lama kemudian, pingsanlah ia dengan anggunnya.
"A, aaah… Hi, Hinata-chan…! Hinata…?!" Naruto dan Kiba meneriakinya.
"Yaah… Pingsan lagi dia!" ucap Kiba.
"Kenapa sih, setiap kali aku mendekatinya atau menyapanya, dia langsung pingsan? Apa dia takut padaku ya?" tanya Naruto yang merasa bersalah.
"Yaaah, ini kan juga gara-gara kamu. Makanya, jangan kagetkan dia dengan seringaimu itu!" kata Kiba kesal. "Ayo, bantu aku."
"Seringai?" Naruto yang berotak polos itu diam saja dan membantu Kiba membawa Hinata ke ruang pemeriksaan.
***
Kebetulan di ruang pemeriksaan ada Tsunade yang memantau keadaan beberapa pasien. Sekalian saja, mereka memintanya untuk memeriksa Hinata. Tak lama setelah Tsunade memeriksa keadaan Hinata, dia pun keluar dari kamar periksa.
"Dia tak apa-apa… Sepertinya hanya kelelahan…" ucapnya.
"Hmm… Kelelahan ya? Ah, tapi kenapa dia selalu pingsan begitu ya, setiap kali aku menyapanya…? Aneh," kata Naruto dengan polosnya.
"Apa? 'Setiap kali'?" tanya Tsunade.
"Eh, i-iya… Dia selalu pingsan jika aku ada di dekatnya… Memangnya dia kenapa?"
"Benarkah itu Kiba? Shino…?" tanya Tsunade lagi.
"Mm… Iya, benar. Sering sekali. Hampir selalu malah!" jawab Kiba.
Tsunade tampak kaget.
"Setiap hari ya…? Jangan-jangan ada sesuatu dalam tubuhnya. Aku harus memeriksanya lebih teliti lagi. Kalian tunggu di sini…" kata Tsunade sambil berjalan menuju kamar periksa lagi.
"Eeeh…? Hinata akan diapakan ya? Padalah sebentar lagi kita kan akan memulai latihan…"
Sementara itu, entah apa yang dilakukan Tsunade di dalam sana dengan Hinata. Cukup lama juga pemeriksaan ini dilakukan. Kiba, Naruto dan Shino terus menunggu di koridor. Sampai tiga puluh menit kemudian…
"Grek!" pintu terbuka.
"Tsunade-baachan, memangnya ada apa dengan Hinata?" tanya Naruto.
"Hhh…" Tsunade menghela napas. "Ini mungkin cukup serius."
"Cu-cukup serius…? Cepat katakan ada apa dengan Hinata…!"
"Kalau kulihat dengan ilmu ninja medisku tadi… Sepertinya impuls saraf Hinata tegang. Dan ini tidak biasa. Ini mungkin akibat dari halusinasi yang sangat menekannya. Dia terlalu memikirkan seseorang yang… sangat berarti baginya." Tsunade menambahkan suatu penekanan pada akhir kalimatnya. "Hingga setiap sarafnya menjadi tegang dan menjadikannya tak terkendali. Ini yang membuatnya sering pingsan. Tapi…" Tsunade berhenti.
"Tapi apa?" sergah Kiba.
"Hal ini tentu ada penyebabnya. Dan itu…" Tsunade mendelik ke arah Naruto.
"Naruto! Kau yang harus bertanggung jawab dalam hal ini!" kata Tsunade tegas.
"A-apaaa…? Akuuu…??" Naruto menunjuk hidungnya sendiri. Dia tak menyangka dialah yang bersalah di sini. Sebab, dia tak pernah merasa pernah menyakiti Hinata sekalipun.
"Ta-tapi kan, aku tak pernah melakukan apa-apa pada Hinata…? Tsunade-baachan!" Naruto pun protes.
"Benar, Hokage-sama. Naruto tak pernah menyakiti Hinata."
"Bukan itu maksudku. Kau harus bertanggung jawab karena… Kaulah orang yang mebuat saraf Hinata terus tertekan," jawab Tsunade akhirnya.
"Haaah??" Kiba memekik dan melihat Naruto tak percaya.
"A-apa? Apa maksudnya? Aku tak mengerti." Butuh penjelasan yang lebih detail agar masalah ini dapat dipahami oleh otak polos Naruto.
"Maksudku kaulah orang yang sangat disukai HI-NA-TA!!!" tegas Tsunade.
"A-apaaa?? Akuuu???" Gantian Naruto yang tak percaya sendiri. "Ta, tapi apa yang harus kulakukan…?" tanyanya.
"Untuk kasus ini… Kau harus selalu berada di dekat Hinata hingga sindrom yang dialaminya ini hilang. Dengan kata lain, Naruto, kau aku perintahkan untuk menjadi kekasihnya!" tegas Tsunade.
Di dalam, rupanya Hinata sudah siuman dari pingsannya dan mendengar percakapan ini pun akhirnya pingsan lagi.
"Haaaah…?" pekik Naruto tak percaya. Kiba pun melongo. Ekspresi wajah Shino masih tetap terlihat setenang tadi. Tapi tak ada yang tahu bagaimana ekspresinya yang sebenarnya dibalik baju kerah tinggi dan kacamata hitamnya.
"Eiits, kau tak boleh protes sama sekali. Karena ini adalah misi langsung dariku dan setara dengan peringkat C. Seorang shinobi tak akan menolak jika diberikan tugas yang seperti ini. Apalagi dengan Hinata, putri dari klan Hyuuga…" ucap Tsunade tegas.
Naruto tak mampu membantah.
-
-
To be continue
OoOoOoOoOoOoOoOoOoOoOoOoOoOoOoOoOoOoOoOoOoOoOoOoOoOoOoOoOoOoOoOoOoOoOoOoOoOoOoOoOoOoOoOoOoOoOoOoOoOoOoOoOoOoOoOoOoOoOoOoOoO
Maaf, fic-nya jelek ya? Saya sebenarnya sudah lama sekali membuat fic ini. Hanya saja tidak pernah ada keberanian untuk publish. Ya baru kali ini dengan mengumpulkan segenap keberanian plus dukungan dari seorang teman, saya berani publish. Fic ini tercipta setelah saya membaca lirik lagu 'Owari nai yume'-nya Aikawa Nanase. Bagus sih artinya. Trus kenapa harus NaruHina? Ya, karena menurut saya cocok saja. Saya suka NaruHina, tapi tidak membenci SasuNaru. Jadi ya… beginilah! Tapi kalau memang fic ini jelek, mungkin akan saya delete saja. Karena itu, review dari pembaca sangat saya butuhkan untuk kelangsungan fic ini. Apapun nilai yang anda berikan, jelek, lumayan, biasa atau apapun, akan saya terima dengan senang hati. Silakan kirim review-nya lewat tombol di bawah ini. ^_^
Hyoran.