A/N: Lama sekali aku tak mengapdet fic ini. Entah ada yang masih ingat atau tidak.

A Feeling That Has No Answer

Chapter 6

Malam yang tenang. Sinar rembulan yang sampai ke bumi memberi cahaya yang cukup untuk menciptakan siluet berbagai bentuk. Angin semilir berhembus, menebar kesejukan yang masuk ke sel-sela rumah penduduk. Membuat jiwa-jiwa yang terlelap semakin tenggelam dalam alam mimpi mereka.

Sesosok pria keluar dari sebuah apartemen sederhana di sisi desa. Ia merapatkan jaket yang ia kenakan, berusaha mengusir hawa dingin yang tiba-tiba merasuki tubuhnya. Pria itu melangkah pelan menyusuri jalan desa yang sepi. Langkah kakinya terhenti ketika ia merasakan keberadaan orang lain di belakangnya. Bermaksud mengikutinya diam-diam. Sebentar ia menghela nafas mengetahui siapa yang mengikutinya. Tanpa berkata apapun ia kembali melanjutkan perjalanannya yang sempat terhambat.

" Kenapa kau mengikutiku?"

Pria berambut biru gelap perlahan keluar dari bayang-bayang yang menutupi sosoknya. Berjalan pelan ke arah pria lain yang memiliki rambut pirang dan tengah duduk di atas sebuah ayunan tua yang terletak di belakang akademi. Mata langitnya menutup, menikmati hembusan angin di wajah tan miliknya. Sekilas terlihat begitu damai, namun sesungguhnya ada semburat kesedihan terlukis di sana.

" Aku Jounin pribadimu, ingat? Sudah kewajibanku untuk terus mengikutimu kemanapun."

" Sasuke."

" Hn."

Tawa kecil keluar dari bibir Naruto. Ia tak menyangka ternyata 'Hn' masih menjadi kata favorit manta rekan setimnya itu meski telah bertahun-tahun berlalu. Mata birunya menatap wajah Sasuke yang sedikit bingung melihatnya tertawa.

" Kau mau duduk di sini?"

Naruto menunjuk ayunan kosong di sebelahnya. Yang ini terlihat lebih baru, karena memang baru beberapa bulan dipasang. Sebenarnya ayunan itu awalnya untuk mengganti ayunan lama yang tengah di duduki Naruto. Tapi atas permintaan khusus Naruto, ayunan itu hanya dipasang di sebelah ayunan yang lama. Sasuke hanya mengangguk kecil dan duduk di ayunan yang dimaksud.

" Rasanya sudah lama aku tidak mengunjungi tempat ini."

Naruto berayun pelan, matanya menatap ke langit malam yang pekat. Seakan hendak menerbangkan pikirannya jauh menerobos kegelapan semesta yang maha luas. Ia meraskan sepasang mata onyx menatapnya dari tadi. Tapi ia tak menghiraukannya dan terus menatap ke langit dan diam seakan tak ada siapapun di sampingnya sekarang. Sebentar saja, ia ingin menikmati kesendirian dengan batinnya. Ya, cukup sebentar saja.

Sasuke POV

Aku menatapnya. Aku terus menatapnya tanpa berpaling sedikitpun. Entah apa yang ada di benaknya sekarang. Tapi aku tak suka itu. Aku benci melihatnya begini. Kenapa ia harus bersikap seolah berharap kegelapan malam melingkupinya dan menariknya ke dalam kegelapan yang tanpa dasar. Sungguh, aku benar-benar membenci itu. Aku tak mau melihatnya sepertiku. Tidak.

Mataku tetap tertuju ke arahnya ketika tiba-tiba setetes air jatuh dari pelupuk matanya. Naruto menangis, tapi kenapa.. Apa karena aku? Semoga jangan. Karena jika benar, aku bisa membunuh diriku sendiri. Sebulir air mata kembali membasahi wajahnya. Ingin sekali aku menghapus air mata itu dan membendungnya agar tak membasahi wajahnya lagi. Tapi tanganku begitu kaku. Sial. Ketidakberdayaan ini membuatku sakit.

Naruto menekan keras kakinya ke tanah, berusaha mengayun lebih cepat. Membuat sisa-sisa air matanya sedikit demi sedikit hilang disapu angin yang dibuatnya sendiri. Tapi kesedihan itu masih terlihat. Bahkan semakin jelas ketika ia berusaha menutupinya dengan tersenyum.

" Kenapa kau diam saja, Sasuke? Kau tak mau mencoba berayun sedikit? Memang terlihat kekanakan sih, tapi coba saja. Kau pasti akan menyukainya."

Seperti terhipnotis, aku mulai berayun pelan sesuai perkataanya. Naruto menatapku dan tersenyum. Sekilas, aku merasa begitu beruntung mendapat senyumannya.

" Kenapa kau kembali?"

Pertanyaan Naruto barusan membuat jantungku seperti berhenti berdetak beberapa detik. Satu pertanyaan yang paling tak ingin ku dengar darinya, kenapa harus ia tanyakan sekarang..

" Hanya ingin."

Entah darimana aku dapat kalimat seperti itu. Tapi kemudian aku menyesal pernah mengatakannya.

End POV

Naruto berhenti berayun dan menunduk. Ada sesuatu dalam jawaban Sasuke yang membuat rasa marahnya meningkat. Sekuat mungkin ia berusaha menahan amarahnya dengan menghela nafas dalam. Ia tak boleh meluapkan perasaannya sekarang. Tidak, sebelum ia mendapatkan kejelasan dari pemuda di sebelahnya.

" Hanya ingin ya, semua memang sesukamu. Jika ingin pergi ya pergi, jika ingin kembali ya kembali. Tak peduli apa pendapat orang lain padamu."

Sasuke tak menjawab. Bukan karena tak mau, tapi sang jenius Uchiha tengah kehilangan kemampuan verbalnya. Semua kosa kata yang dipelajarinya selama ini seakan hilang begitu saja dari memori otaknya. Ia memutuskan menunggu kelanjutan perkataan Naruto.

" Kau tahu, Sasuke? Ketika kau meninggalkan Konoha untuk kedua kalinya setelah kau membunuh Danzo, aku tak pernah berfikir kau akan kembali lagi. Aku seperti kehilangan harapan untuk bisa bersamamu. Semangatku untuk mengejarmu dan membawamu pulang kembali seperti menguap begitu saja ketika kau berbalik dan berjalan keluar gerbang Konoha tanpa berkata dan menoleh sedikitpun padaku." Naruto menghela nafas dan kembali melanjutkan perkataanya. " Huh! Aku seperti kehilangan diriku sendiri waktu itu. Tak punya pegangan apapun. Di satu sisi aku ingin kembali mengejarmu, tapi di sisi lain aku lelah.. aku lelah terus menerus seperti orang bodoh yang mengejar bayangan yang tak pasti. Harusnya kau tahu bagaimana tersiksanya aku saat itu."

Naruto mati-matian menahan air mata yang telah menggenang di pelupuk matanya. Ia tak mau menangis dan terlihat lemah di hadapan Sasuke saat ini. Naruto diam sejenak. Ia merasakan tubuh pria di sampingnya menegang, entah karena apa.

" Setahun kemudian aku diangkat menjadi Hokage. Harusnya itu bisa menjadi hari yang bahagia untukku karena akhirnya impianku terpenuhi. Tapi sebaliknya. Aku memang tersenyum, tertawa, dan bergembira saat teman-teman membuat pesta kecil untuk memberi selamat padaku. Tapi setelah itu, ketika aku sudah berada di dalam apartemen aku menangis. Aku menangis karena kau orang yang paling aku harapkan ada di sampingku hari itu tidak ada. Haha.. mungkin kau akan tertawa kalau melihatku saat itu. Menangis semalaman seperti wanita sampai mataku bengkak."

Kali ini Naruto membiarkan air matanya mengalir. Ia tak berusaha menahannya. Perasaan getir dalam hatinya terkuak, membuat air matanya tak bisa dibendung lagi. Tapi setidaknya ia tetap bertahan untuk tidak terisak. Ia memilih menangis dalam diam.

" Setelah hari itu aku mati-matian bekerja untuk bisa mengalihkan pikiranku darimu. Aku selalu tenggelam dalam tugasku sebagai hokage. Bukan hal yang mudah untuk melakukan itu. Tapi aku terus berusaha. Hingga aku yakin bahwa sampai kapanpun kau tak akan pernah kembali lagi. Tidak akan. Aku menerima lamaran Gaara dan berharap mendapat hidup yang baru. Namun kemudian kau kembali. Aku tidak tahu harus bersikap bagaimana padamu. Kau datang, menyapaku seperti tak terjadi apa-apa. Kau pikir bagaimana perasaanku saat itu, hah?"

Naruto tak ingin bicara lagi. Dan Sasuke tak mampu bicara. Keduanya terdiam, tak ada yang mengatakan satu katapun. Malam sudah hampir berakhir, tapi kesunyian di tempat itu kian mencekat. Fajar terlihat di ufuk timur. Sedikit demi sedikit langit hitam tergantikan dengan semburat kemerahan. Suara derik serangga digantikan kicau burung yang mulai beterbangan dari sarangnya yang hangat. Kemudian, ketika sinar mentari pertama menyinari bumi pagi itu. Naruto bangkit dan meninggalkan Sasuke yang masih tak bergerak sedikitpun.

TBC

A/N: Rasanya agak aneh meneruskan fic ini. Tapi semakin gak enak kalau dibiarkan begitu saja. Maaf jika sangat tidak memuaskan. Setelah ini mungkin My Little Uchiha yang akan saya usahakan apdet. Err.. ada yang masih berniat mereview?